TAP.COM - PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG ... - IPB REPOSITORY

PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA
SEBAGAI BAHAN PENGAWET IKAN TERI NASI (Stolephorus
commersonii, Lac.) SEGAR UNTUK TUJUAN TRANSPORTASI

Oleh :
Harun Al Rasyid (F34063508)

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA
SEBAGAI BAHAN PENGAWET IKAN TERI NASI (Stolephorus
commersonii, Lac.) SEGAR UNTUK TUJUAN TRANSPORTASI

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh
Harun Al Rasyid
F34063508

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Judul skripsi : Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Bahan
Pengawet Ikan Teri Nasi (Stolephorus Commersonii, Lac.)
Segar Untuk Tujuan Transportasi
Nama

: Harun Al Rasyid

NIM


: F34063508

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Tatit K. Bunasor, MSc.

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA.

NIP. 19480107 197301 2001

NIP. 19631026 199002 1001

Mengetahui, Ketua Departemen
Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti

NIP. 19621009 198903 2001

Tanggal lulus : 7 Oktober 2010

Harun Al Rasid F34063508. Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai
Bahan Pengawet Ikan Teri Nasi (Stolephorus Commersonii, Lac.) Segar Untuk
Tujuan Transportasi. Dibawah bimbingan Tatit. K. Bunasor dan Sapta Raharja.
2010.
RINGKASAN

Asap cair merupakan suatu campuran dispersi asap dalam air yang
dihasilkan dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu
dilanjutkan dengan proses kondensasi. Asap cair berasal dari bahan alami yaitu
pembakaran hemiselulosa, selulosa, dan lignin dari kayu-kayu keras sehingga
menghasilkan senyawa yang memiliki efek desinfektan, dan antioksidan seperti
senyawa asam dan turunannya, alkohol, fenol, aldehid, karbonil, keton, dan
piridin. Pemanfaatan asap cair mencakup industri makanan sebagai pengawet,
bioinsektisida, dan desinfektan.
Pengangkutan merupakan salah satu proses yang penting dalam
penanganan pasca panen. Penanganan ikan yang kurang baik dan tepat selama

transportasi (jangka waktu lebih dari 7 hari) akan mempengaruhi kualitas ikan,
baik sifat fisik atau kimia pada ikan. Penggunaan es sebagai pengawet ikan
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya bersifat kamba, jika mencair
menambah berat beban angkutan, dan

mengurangi sifat tekstur daging ikan.

Adanya kelemahan tersebut mendorong penggunaan asap cair sebagai bahan
pengawet selama penanganan transportasi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui lama jangka waktu pengawetan
terhadap ikan teri nasi segar menggunakan asap cair tempurung kelapa selama 9
hari waktu penyimpanan, serta pengaruh penggunaan asap cair sebagai pengawet
terhadap sifat fisik dan kimia ikan teri nasi. Pada penelitian ini sebelumnya
dilakukan analisa proksimat pada ikan teri nasi segar dan analisis asap cair.
Setelah analisis awal, dilakukan proses perendaman dalam asap cair. Faktor-faktor
dalam rancangan penelitian ini terdiri atas, (a) konsentrasi asap cair yang
digunakan dengan 2 taraf yakni : a1 = 20%, a2 = 30 % dan (b) lama perendaman
dalam asap cair dengan 3 taraf, yakni : b1 = 15 menit, b2 = 30 menit dan b3 = 45
menit. Kemudian ikan teri nasi segar pada masing-masing perlakuan dilakukan
pengamatan terhadap kadar fenol. Hasil terbaik diantara perlakuan tersebut


dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu kamar selama 9 hari, diamati tiap 2
hari (hari ke- 1, 3,5, 7 , dan 9). Selama penyimpanan dilakukan pengamatan
terhadap kadar air, kadar protein dan uji Total Plate Counts (TPC), kapang dan
khamir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asap cair tempurung kelapa yang
digunakan memiliki kualitas yang baik dengan kriteria, komponen kimia spesifik
dominan berupa fenol dengan luas persen area 21,55 %, nilai pH 3,29, kadar asam
37 %, dan kadar fenol 38 %. Komposisi gizi dari ikan teri nasi segar, yaitu kadar
air 80,39 %, kadar abu 3,25 %, kadar lemak 2,45 %, dan kadar protein 13,74 %.
Berdasarkan uji ANOVA diperoleh perlakuan terbaik pada konsentrasi asap cair
30 % lama perendaman 45 menit dengan menghasilkan kadar fenol sebesar 0,68
%. Proses pengawetan melalui perendaman asap cair pada ikan teri nasi
(Stolephorus commersonii, Lac.) mampu mempertahankan kesegarannya sampai
pada hari ke-9. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengamatan pada nilai kadar protein
yang mendekati nilai kadar protein awal (13,74 %) yaitu 13,17 % dan jumlah
mikroorganisme yang masih berada dibawah zona aman berdasarkan SNI 022725-1992 (BSN, 1992) yaitu total mikroba 7 x 10² koloni/gram dan total kapang
dan khamir 2 x 10² koloni/gram.

Harun Al Rasid F34063508. Utilization of Coconut Shell Liquid Smoke as

Preservative for Fresh Rice Anchovy Fish ( Stolephorus Commersonii, Lac.) For
Transportation Purpose. Supervised by Tatit. K. Bunasor and Sapta Raharja. 2010.
SUMMARY

Liquid smoke is a smokes that disperse in water resulted by dry
pyrolisation of raw smoked material (such as wood), and next step is processed by
condensation. Liquid smoke derive from natural material which is burning of
hemicellulose, cellulose, and lignin of hardwoods, with the result that compound
has disinfectant and antioxidan effect, like acid compound and derivative
compound, alcohol, phenol, aldehyde, carbonil, keton, and piridin. The utilization
of liquid Smoke includes the food industry as preservative, bioinsectisida, and
disinfectant.
Transportation is one of important process in post-harvest handling.
Handling fish unappropriately during the transportation (a period of more than 7
days) will be affect the quality of fish either physically or chemically. The use of
ice as fish preservative has some weaknesses, among others requiring a lot of
spaces, if the ice melts it will gain the transport burden, and lessen the fish flesh
texture. Due to the weaknesses, it encourages the utilization of liquid smoke as
preservative during handling the transportation.
The aims of research to find out the long term preservation of fresh rice

anchovy fish by using coconut shells liquid smoke for 9 days of storage times, as
well as finding out the effect of using liquid smoke as preservative toward the
physical and chemical characteristic of fresh rice anchovy fish. At the beginning
this research ws carried out by proximate analysis on fresh rice anchovy fish and
liquid smoke analysis and also analyzed liquid smoke. After doing both analysis,
then is continued by soaking process in liquid smoke. The factors in this
observational design consist of, (a ) liquid smoke concentration that utilized by 2
levels namely: a 1 = 20%, a 2 = 30 %, and (b) soaking long times in liquid smoke
with 3 levels, namely: b 1 = 15 minutes, b 2 = 30 minutes and b 3 = 45 minutes.
Afterward fresh tiny anchovy fish on each observation was continued by
measuring phenol content. The best result of each observation continued by

storaging at the room temperature for 9 days and observed every 2 days (1st day,
3,5, 7, and 9). During the storage, it was observed on water contents, protein rate
and Total Plate Counts (TPC) test, mould and khamir.
The result of the research showed that the coconut shells liquid smoke
which utilized has good quality with criteria, specific chemical component
dominant as phenol broadly area percent 21,55 %, pH 3,29, acid contents 37 %,
and phenol content 38 %. Nutrient composition of fresh rice anchovy fish, which
is water content 80,39 %, ash rate 3,25 %, fat rate 2,45 %, and protein rate 13,74

%. Based on ANOVA test, it was obtained the best result on liquid smoke
concentration 30 % soaking long times 45 minutes which is 0,68 % of phenol
content. The preservation process through soaking liquid smoke of fresh rice
anchovy fish (Stolephorus commersonii, Lac.), it can keep its freshness until the
9th day. It can be seen from the observation result on protein rate which
approaches to assess early protein rate (13,74 %) which is 13,17 %. and
microorganism amount that stills at under safe zona according to SNI 02-27251992 (BSN, 1992), which is totaled microbe 7 x 10² colonies / grams and full
scale moulds and khamir 2 x 10² colonies / grams.

 
 
 
 
 
 
 
 

SURAT PERNYATAAN


Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarbenarnya bahwa skripsi dengan judul “ Pemanfaatan Asap Cair Tempurung
Kelapa Sebagai Bahan Pengawet Ikan Teri Nasi (Stolephorus Commersonii,
Lac.) Segar Untuk Tujuan Transportasi.” adalah hasil karya asli saya sendiri
dengan arahan dosen pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Oktober 2010
Yang Membuat Pernyataan

Harun Al Rasyid
F34063508

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama Harun Al Rasyid dilahirkan di Sumenep pada 19
Maret 1988. Penulis adalah putra keempat dari pasangan Bapak H. Moh Sidqie
Dafir dan Ibu Samahah. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Taman KanakKanak Pondok Pesantren Tegal Al-Amien Prenduan Sumenep Madura pada tahun
1994. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di SD Pragaan Laok I pada
1995-2000, SLTPN 2 Pamekasan 2000-2003, dan SMAN 1 Pamekasan 20032006. Penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi IPB melalui USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) pada 2006.
Selama menjalani studi di IPB penulis aktif di organisasi BEM Fateta IPB

Departermen Polkastrat 2008, FBI Fateta Divisi Syiar 2008, dan DKM Alhurriyah
IPB 2007. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan mengajar tingkat SD,
SMP, dan SMA di Bimbingan Belajar Primagama 2009 dan Nurul Fikri 2010.
Pada tahun 2008, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT. CocaCola Bottling Indonesia Unit Jawa Barat dengan judul Mempelajari Proses
Produksi dan Pengawasan Mutu Minuman Coca-Cola di PT. Coca-Cola Bottling
Indonesia Unit Jawa Barat. Penulis mengakhiri masa studinya di IPB setelah
menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pemanfaatan Asap Cair Tempurung
Kelapa Sebagai Bahan Pengawet Ikan Teri Nasi (Stolephorus Commersonii,
Lac.) Segar Untuk Tujuan Transportasi”.

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang menciptakan akal, penglihatan, pendengaran
sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan sebuah karya ilmiah
yang berjudul “Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Bahan
Pengawet Ikan Teri Nasi (Stolephorus Commersonii, Lac.) Untuk Tujuan
Transportasi” ini. Sudah seharusnya orang yang beriman dan berilmu senantiasa
berpikir dan menuliskan apa yang disaksikannya atas penciptaan langit dan bumi.
Sebagaimana firman Allah surat Al-A’limran ayat 190-191:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam


dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.

Selain itu, penulis menyadari bahwa karya tulis ini berhasil dengan
dukungan dan bantuan semua pihak baik secara moril maupun spiritual. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Dr. Tatit K. Bunasor, MSc sebagai dosen pembimbing I atas bimbingan
dan arahannya dalam bidang akademik selama masa studi di IPB,
khususnya selama pelaksanaan kegiatan penelitian dan penulisan tugas
akhir (skripsi).
2. Dr. Sapta Raharja, DEA sebagai dosen pembimbing II yang telah
memberikan banyak masukan serta saran selama penulis melaksanakan
penelitian dan penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan serta saran dalam penulisan tugas akhir (skripsi).
4. Keluarga tercinta : Ayahanda Moh. Sidqie Dafir, Ibunda Samahah,
Kakanda Halimatuz Zahrah, Kakanda Subaihah, Kakanda Noer Azizah
Kakanda Albab Frendi, dan adinda Iluk Monita yang senantiasa

memberikan dukungan spiritual, semangat, dan kasih sayangnya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB dengan lancar..
5. Keluarga besar “Rumah Tercinta”, Agroindustrialist Mounteners, temanTIN 43 jaya, khususnya Eko Prames Swara, Cucu Rina Purwaningrum,
dan Sidik Ardhi Irawan yang telah memberikan saran kritik, dukungan dan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh Staf laboratorium Teknologi Industri Pertanian, khususnya Bapak
Edi Sumantri dan Ibu Egnawati Sari yang telah memberikan bantuan moril
sehingga penulis dimudahkan dalam menyelesaikan penelitian.
7. Seluruh pihak yang turut membantu suksesnya kegiatan serta penyusunan
laporan tugas akhir ini.
Dalam pelaksanaan penelitian ataupun dalam penyusunan laporan skripsi
ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan. Penulis
menerima segala masukan yang bermanfaat terutama untuk kegiatan penelitian di
masa yang akan datang.
Demikianlah laporan skripsi ini dibuat, semoga berkenan, dan dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, Oktober 2010
Penulis

DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….i
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..iv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………v
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………...1
A.

LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1

B.

TUJUAN ................................................................................................................ 2

II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………3
A.

ASAP CAIR ........................................................................................................... 3

B.

KOMPONEN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA ..................................... 4

C.

KEAMANAN PANGAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA ................... 6

D.

PENGAWETAN DENGAN ASAP CAIR........................................................... 7

E.

AKTIVITAS ANTIMIKROBA ASAP CAIR ..................................................... 9

F.

PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN DESTILASI....................................... 10

G.

IKAN TERI NASI (Stolephorus commersonii, Lac.) ........................................ 10 

G.

TRANSPORTASI………………………………………………………………13 

III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………...14
A.

BAHAN DAN ALAT .......................................................................................... 14

1. Bahan……………………………………………………………………..14
2. Alat………………………………………………………………………..14
B.

METODE PENELITIAN ................................................................................... 14

1. Penelitian pendahuluan…………………………………………………...14
2. Penelitian utama…………………………………………………………..14

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………..17
ANALISIS ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA ........................................ 17

A.

1. Komponen spesifik pada asap cair………………………………………..17

2. Nilai pH…………………………………………………………………...18
3. Kadar asam………………………………………………………………..19
4. Kadar fenol………………………………………………………………..21
B.

ANALISIS IKAN TERI NASI (Stolephorus commersonii, Lac.) SEGAR ..... 22

C.

PROSES PERENDAMAN (ANALISIS KADAR FENOL) ............................ 24

D.

ANALISIS SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG……………………27
1. Analisis kadar air…………………………………………………………..27
2. Analisis mikrobiologi……………………………………………………..29
3. Analisis kadar protein…………………………………………………….33

V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...36
A.

KESIMPULAN………………………………………………………………...36

B.

SARAN………………………………………………………………................36

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....37
LAMPIRAN……………………………………………………………………...43

 
 
 
ii 
 

DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1. Komposisi kimia tempurung kelapa……………………………………...4
Tabel 2. Klasifikasi tingkat toksisitas zat kimia berdasarkan nilai LD50…………7
Tabel 3. Komposisi kimia ikan teri segar………………………………………...12
Tabel 4. Senyawa dominan asap cair hasil deteksi GC-MS……………………...17
Tabel 5. Hasil analisa proksimat ikan teri nasi……………………………….......22
Tabel 6. Hasil analisa proksimat Hardinsyah dan Briawan (1990)………………23
Tabel 7. Hasil uji jumlah total mikroba awal ikan teri nasi ……………………..24
Tabel 8. Nilai rata-rata kadar fenol ikan teri setelah direndam dalam asap cair…25
Tabel 9. Nilai rata-rata kadar air selama penyimpanan…………………………..27
Tabel10.Nilai rata-rata TPC ikan teri nasi selama penyimpanan………………...30
Tabel11. Nilai rata-rata jumlah kapang dan khamir selama penyimpanan………32
Tabel12. Nilai rata-rata kadar protein selama penyimpanan……………………..33

iii 
 

DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 1. Diagram alir metode penelitian………………………………………16
Gambar 2. Histogram senyawa dominan asap cair tempurung kelapa…………..18
Gambar 3. Formulasi produksi asam asetat……………………………………...20
Gambar 4. Histogram hasil uji kandungan gizi ikan teri nasi……………………63
Gambar 5. Nilai rata-rata kadar fenol setelah direndam dalam asap cair………..63
Gambar 6. Histogram nilai rata-rata kadar air selama penyimpanan…………….64
Gambar 7. Histogram nilai rata-rata total bakteri selama penyimpanan…………64
Gambar 8. Histogram nilai rata-rata kapang dan khamir selama penyimpanan…65
Gambar 9. Histogram nilai rata-rata kadar protein selama penyimpanan………..65
Gambar10.Gambar ikan teri nasi segar…………………………………………..66
 
 

iv 
 

DAFTAR LAMPIRAN

Hal
Lampiran 1. Prosedur analisis asap cair tempurung kelapa……………………...44
Lampiran 2. Prosedur analisis proksimat dan uji kesegaran ikan teri nasi………46
Lampiran 3. Hasil lengkap senyawa dominan asap cair GC-MS………………..49
Lampiran 4. Penentuan kadar asam dan kadar fenol…………………………….55
Lampiran 5. Uji ANOVA dan Uji Lanjut beda nyata jujur……………………...56
Lampiran 6. Data standar fenol………………………………………………….58
Lampiran 7. Data mentah kadar fenol proses perendaman……………………...59
Lampiran 8. Data mentah kadar air selama penyimpanan……………………....61
Lampiran 9. Data mentah kadar protein selama penyimpanan………………….62
Lampiran10. Histogram nilai gizi dan nilai rata-rata kadar fenol………………..63
Lampiran11. Histogram nilai rata-rata kadar air dan total bakteri……………….64
Lampiran12. Histogram nilia total kapang, khamir dan kadar air……………….65
Lampiran13. Gambar ikan teri nasi segar………………………………………..66


 

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
 

Asap cair merupakan suatu campuran dispersi asap dalam air yang
dihasilkan dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu
dilanjutkan dengan proses kondensasi. Asap cair berasal dari bahan alami yaitu
pembakaran hemiselulosa, selulosa, dan lignin dari kayu-kayu keras sehingga
menghasilkan senyawa yang memiliki efek desinfektan, dan antioksidan seperti
senyawa asam dan turunannya, alkohol, fenol, aldehid, karbonil, keton, dan
piridin.
Pemanfaatan asap cair sangat luas, mencakup industri makanan sebagai
pengawet, bioinsektisida, dan desinfektan. Prospek penggunaan asap cair yang
sangat luas ini memiliki keunggulan dibandingkan penggunaan bahan kimia
sintetik. Asap cair lebih mudah diaplikasikan karena penggunaan konsentrasi asap
cair dapat dikontrol. Saat ini penggunaan asap cair lebih banyak diaplikasikan
pada produk daging dan ikan.
Ikan merupakan sumber protein hewani dengan jumlah produksi paling
tinggi sehingga kontribusinya terhadap penyediaan protein hewani paling besar.
Diantara berbagai jenis ikan yang memiliki nilai protein tinggi adalah ikan teri,
khususnya ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.). Nilai gizi ikan teri
cukup tinggi, terutama sebagai sumber protein dan mineral, sedangkan kandungan
lemak dan vitaminnya rendah (Bogstorm, 1965). Produk olahan ikan teri yaitu
ikan teri asin yang menjadi salah satu produk termahal diantara jenis lainnya.
Harga ikan teri nasi basah Rp 48.000/kg. Ikan teri memiliki nilai ekonomis
penting diantara 55 spesies ikan setelah ikan layang, kembung, lemuru, tembang,
dan tongkol. Data Dirjen Perikanan menunjukkan adanya kenaikan produksi ikan
teri sebesar 11,73% selama tahun 1990-1993 (Direktorat Jenderal Perikanan,
1995). Ikan teri termasuk jenis ikan yang rentan terhadap kerusakan
(pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat
perubahan fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Oleh karena itu, ikan teri yang sudah


 

ditangkap harus segera mendapat proses pengolahan diantaranya, melalui
pengawetan.
Pengangkutan merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam
penanganan pasca panen. Penanganan atau pengawetan ikan yang kurang baik dan
tepat selama transportasi terutama dalam jangka waktu lebih dari 7 hari (antarkota
atau antarpulau) akan mempengaruhi kualitas ikan, baik sifat fisik atau kimia pada
ikan. Penggunaan es sebagai pengawet ikan memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya bersifat kamba, jika mencair menambah berat beban angkutan,
mengurangi sifat tekstur daging ikan, serta membutuhkan jumlah es yang banyak.
Adanya kelemahan tersebut mendorong penggunaan asap cair sebagai bahan
pengawet organik selama penanganan transportasi.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan ikan teri nasi
(Stolephorus commersonii, Lac.) segar yang disimpan selama 9 hari terhadap
perlakuan asap cair serta mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair tempurung
kelapa dan lama waktu perendaman terhadap sifat fisik dan kimia ikan teri nasi
(Stolephorus commersonii, Lac.) yang diawetkan.


 

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ASAP CAIR
Asap cair merupakan sistem komplek, terdiri dari fase cairan terdispersi
dan medium gas sebagai pendispersi. Asap cair merupakan suatu campuran
larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari hasil
pirolisa kayu (Putnam et al, 1999). Menurut Maga (1988), asap cair merupakan
suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh
dari hasil pirolisa kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni.
Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang
melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik
dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi
oksidasi, depolimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Asap cair diperoleh
secara destilasi kering bahan baku, misalnya tempurung kelapa, sabut kelapa, atau
kayu pada suhu 400 °C selama 90 menit lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi
dalam kondensor berpendingin air (Karseno et al, 2002).
Asap cair dengan bahan baku tempurung kelapa diproduksi dengan cara
tempurung kelapa dibakar dalam suatu wadah yang tahan terhadap tekanan. Media
pendingin yang digunakan pada kondensor adalah adalah air yang dialirkan
melalui pipa inlet dan keluar dari pipa outlet secara berlawanan terhadap asap
yang masuk, kemudian wadah bahan baku dipanaskan selama satu jam. Asap yang
keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna tersebut dialirkan ke kondensor dan
dikondensasikan menjadi asap cair (Hanendyo, 2005).
Menurut Pszczola (1995) dan Chen dan Lin (1997), asap cair mempunyai
kelebihan, yaitu (1) selama pembuatan asap cair, senyawa Polisiklik Aromatik
Hidrokarbon dapat dihilangkan, (2) konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur
dan dikontrol serta kualitas produk akhir menjadi lebih seragam, (3) polusi udara
dapat ditekan dan (4) pemakaian asap cair lebih mudah yaitu dengan cara
direndam atau disemprotkan serta dicampurkan langsung ke dalam bahan pangan.
Siskos et al. (2007), menyatakan bahwa asap cair mengandung beberapa
zat anti mikroba, antara lain adalah asam dan turunannya (format, asetat, butirat,
propionate, dan metil ester), alkohol (metil, etil, propil, alkil, dan isobutil


 

alkohol), aldehid (formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural),
hidrokarbon (silene, kumene, dan simene), keton (aseton, metil etil keton, metil
propil keton, dan etil propil keton), fenol, piridin dan metil piridin.
Komposisi asap cair menurut Maga (1988) adalah air 11 – 92 %, fenol 0,2
– 2,9 %, asam 2,8 – 4,5 %, karbonil 2,6 – 4,6 %, ter 1 – 17%. Sedangkan menurut
Bratzlerr et al. (1969) menyatakan bahwa komponen utama kondensat asap kayu
adalah karbonil 24,6%, asam karboksilat 39,9% dan fenol 15,7%.

B. KOMPONEN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA
Tempurung kelapa dikategorikan oleh Grimwood (1975) sebagai kayu
keras, tetapi mempunyai kadar lignin lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah.
Pirolisa tempurung kelapa menghasilkan senyawa fenol 4,13%, karbonil 1,30%
dan keasaman 10,2%. (Tranggono et al.,1996; Darmadji, 1995). Tempurung
merupakan lapisan keras dengan ketebalan 3 – 5 mm. sifat kerasnya disebabkan
oleh banyaknya kandungan silika (SiO2) pada tempurung tersebut. Selain itu,
tempurung juga banyak mengandung lignin. Sedangkan kandungan methoxyl
dalam tempurung hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu. Namun, jumlah
kandungan unsur-unsur itu bervariasi tergantung lingkungan tumbuhnya.
Komposisi kimia tempurung kelapa menurut Djatmiko et al. (1985) disajikan
dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Komponen

Persentase (%)

Abu

0,23

Lignin

33,30

Selulosa

27,31

Pentosan

17,67

Metoxil

5,39

Sumber : Djatmiko et al., (1985)
Menurut Tranggono et al. (1996) asap cair tempurung kelapa memiliki 7
komponen dominan, yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2metoksi-4-metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dan 2,5-dimetoksi


 

benzyl alkohol yang semuanya larut dalam eter. Sedangkan Guillen et al. (1995),
mengemukakan bahwa asap cair komersial memiliki empat macam komponen
dominan yaitu 3-methyl-1,2-cyclopentadion, 3 hydroxy-2-methyl- 4H-pyran-4one, 2-methoxyphenol orguaiacol, dan 2,6-dimethoxyfenol. Gumanti (2006)
melaporkan bahwa komponen kimia destilat asap tempurung kelapa mengandung
total fenol (5,5%), metil alkohol (0,37%), dan total asam (7,1%).
Berdasarkan penelitian, Luditama (2006) menyatakan bahwa dari hasil
analisis GC-MS, senyawa dominan dari asap cair kondensat sabut kelapa adalah
fenol (C6H6O, BM = 94) dengan luas area bervariasi antara 31,93 – 44,30%. Hasil
ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Tranggono et al. (1996), yang
menggunakan bahan baku berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa pada suhu
pembakaran 350 – 400 °C, dimana senyawa dominan dari asap cair adalah fenol
dengan luas area sebesar 44,13%. Luditama (2006), menambahkan bahwa asap
cair sabut kelapa memiliki kadar fenol yang lebih besar dibandingkan pada asap
cair tempurung kelapa. Asap cair sabut kelapa memilki fenol sebesar 44,10 –
44,30%, sedangkan asap cair tempurung kelapa memiliki kadar fenol sebesar
31,93 – 34,45%.
Fenol merupakan zat aktif yang dapat memberikan efek antibakteri dan
antimikroba pada asap cair. Selain itu, fenol juga memberikan efek antioksidan
pada bahan makanan yang akan diawetkan. Identifikasi fenol terhadap kualitas
asap cair yang dihasilkan dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut,
sehingga hasilnya bisa diaplikasikan pada semua produk pengasapan. Yulistiani
(1997) mendapatkan data kandungan fenol dalam asap cair tempurung kelapa
sebesar 1,28 %. Gumanti (2006) mendapatkan data kandungan senyawa kimia
dalam asap cair yaitu fenol sebesar 5,5 %, methyl alkohol 0,37 %, dan total asam
sebesar 7,1 %. Sedangkan Zuraida (2007) mendapatkan data kandungan empat
senyawa terbesar dalam asap cair adalah senyawa fenol, Pyrogallol 1,3-dimethyl
eter sebanyak 15,64 %, 2-methoxy-p-cresol sebanyak 11,53%, Pyrogallol
trimethyl eter sebanyak 8,65%.


 

C. KEAMANAN PANGAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA
Salah satu komponen kimia yang diketahui bersifat karsinogenik dan biasa
ditemukan pada produk pengasapan adalah benzo[a]pirene (Guillen et al, 1995;
Kazerouni et al, 2001; Stolyhwo & Sikorski, 2005). Benzo[a]pirene adalah
senyawa yang tergolong dalam Polisiklik Aromatic Hidrokarbons (PAH). Dalam
keadan murni berbentuk kristal (bubuk), berwarna kuning dengan titik cair 179 °C
dan titik didih 312 °C. Berat molekulnya 252, tidak larut dalam air, sedikit larut
dalam alkohol, larut dalam benzene, toluene dan xylene (Jaya et al, 1997).
Polyciclic Aromatic Hydrokarbons (PAH) diketahui terdapat dalam asap
kayu dan dengan mudah diserap oleh bahan pangan selama proses pengasapan
berlangsung. Anastasio et al. (2004) menyatakan bahwa asap cair tidak
menunjukkan karsinogenik atau sifat-sifat toksik lain dari hasil pengujian
Polyciclic Aromatic Hydrokarbons (PAH), sedangkan Muratore et al. (2007)
melaporkan bahwa asap cair mempunyai sifat antibakterial, mudah diaplikasikan
dan lebih aman dari asap konvensional, karena fraksi tar yang mengandung
hidrokarbon aromatik dapat dipisahkan, sehingga produk asap cair bebas polutan
dan karsinogenik.
Langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan keamanan suatu zat
kimia/zat pencemar terhadap organisme adalah uji toksisitas dengan menentukan
nilai LD50

(Median Lethal Dose) yaitu suatu uji sederhana dari tingkatan

toksisitas suatu zat/bahan/ senyawa terhadap objek uji yang diteliti. Makna LD50
sendiri diturunkan secara satistik dari dosis zat/bahan/senyawa yang menyebabkan
kematian hewan uji sebanyak 50% berdasarkan data pengamatan pada waktu
tertentu (Anderson et al, 2005). Berkenaan dengan bahaya oleh suatu zat,
Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2001 mengklasifikasikan tingkat toksisitas
berdasarkan penentuan nilai LD50 oral, seperti disajikan pada Tabel 2.


 

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Toksisitas Zat Kimia Berdasarkan Nilai LD50
Tingkat Toksisitas

LD50Oral

1

15.000

Tidak Toksik

Kriteria Toksik
Super Toksik
Amat sangat Toksik
Sangat Toksik

Berdasarkan tabel tersebut semakin rendah nilai LD50, maka semakin
toksik zat kimia tersebut. Dosis yang dianjurkan adalah 15.000 mg/kg BB hewan
atau objek uji. Bila nilai lebih besar dari 15.000 mg/kg BB, maka zat tersebut
masuk dalam kriteria tidak toksik.
Berdasarkan penelitian Zuraida (2007) bahwa asap cair bersifat aman
sebagai pengawet pangan. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa nilai LD50
akut (pengamatan 14 hari) dari sampel asap cair lebih besar dari 15.000 mg/kg
BB. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2001 yang
menyatakan bahwa nilai LD50 lebih besar dari 15.000 mg/kg BB tidak bersifat
toksik.

D. PENGAWETAN DENGAN ASAP CAIR
Pengasapan terdiri dari dua jenis yaitu pengasapan tradisional dan
pengasapan modern. Maga (1988) menyatakan bahwa berdasarkan suhu
pengasapan dikenal dua jenis pengasapan yaitu pengasapan dingin dan
pengasapan panas. Proses pengasapan panas, suhunya mencapai 55 – 80 °C,
sedangkan pengasapan dingin suhunya 25 – 40 °C. Kedua proses pengasapan ini
termasuk pengasapan tradisional. Sedangkan pengasapan modern merupakan
pengasapan dengan fase gas dan dengan destilat asap.
Pengasapan di Indonesia masih menggunakan metode pengasapan panas,
seperti pengasapan ikan bandeng di Sidoarjo Jawa Timur dan pengasapan ikan
pari di rembang dan Jepara. Zuraida (2007) mengemukakan bahwa kelemahan
pengasapan panas diantaranya memerlukan waktu lama, keseragaman produk


 

untuk menghasilkan warna dan flavor yang diinginkan cenderung sulit dikontrol,
pencemaran lingkungan, kebakaran, dan adanya residu tar dan senyawa Polycyclic
Aromatic Hydrokarbons (PAH) yang berbahya bagi kesehatan. Oleh karena itu,
penggunaan asap cair diharapkan dapat menggantikan serta memperbaiki kualitas
yang dihasilkan proses pengasapan panas. Darmadji (2002) menyatakan bahwa
penggunaan asap cair lebih mudah aplikasinya yaitu pemberian aroma asap pada
makanan lebih praktis karena hanya dengan mencelupkan produk makanan
tersebut dalam asap cair.
Aplikasi asap cair dalam pangan bisa dilakukan dengan berbagai metode,
yaitu pencampuran, pencelupan atau perendaman, penyuntikan, pencampuran
asap cair pada air perebusan, dan penyemprotan. Metode pencampuran biasanya
digunakan pada produk daging olahan, flavor ditambahkan dalam jumlah yang
bervariasi.Metode ini dapat digunakan pada ikan, emulsi daging, bumbu daging
pangan, mayonaise, sosis, dan keju oles (Kostyra & Pikielna, 2007).Pencelupan
atau perendaman dapat menghasilkan mutu organoleptik yang tinggi terutama
pada produk hasil olahan daging pada bagian bahu dan perut, sosis dan keju itali
(Martinez et al, 2007).Metode penyuntikan diaplikasikan pada daging terutama
bagian perut. Metode pencampuran asap cair pada air perebusan bisa digunakan
dalam pengolahan fillet ikan asap, bandeng presto maupun bakso ikan. Asap cair
dicampurkan ke dalam air yang digunakan untuk merebus. Kelebihan metode ini,
komponen-komponen asap lebih banyak yang terdistribusi ke dalam produk dan
juga melapisi bagian luar produk (Siskos et al, 2007). Metode penyemprotan biasa
digunakan dalam pengolahan daging secara kontinyu (Martinez et al, 2007).
Penggunaan asap cair tempurung kelapa dalam beberapa proses
pengolahan ikan cukup banyak dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Hasil
penelitian Haras (2004) menyebutkan bahwa ikan cakalang yang direndam dalam
asap cair tempurung kelapa 2% selama 15 menit dan disimpan pada suhu kamar
mulai mengalami kemunduran mutu pada hari ke-4. Febriani (2006) menyatakan
bahwa ikan belut yang direndam asap cair tempurung kelapa 30% selama 15
menit dapat awet pada suhu kamar sampai hari ke-9. Gumanti (2006)
menyebutkan bahwa mie basah yang dicampur asap cair tempurung kelapa 0,09%
dalam adonannya dapat awet hingga 2 hari pada suhu kamar. Mahendradatta dan


 

Tawali (2006) juga melaporkan bahwa ikan kembung yang direndam dalam
redistilat asap cair tempurung kelapa sebesar 1,55 mg/100 g selama 30 detik dan
dikombinasikan dengan penambahan bumbu-bumbu, dapat meminimalkan
kandungan histamine selama 20 hari penyimpanan pada suhu dingin (5 °C),
sedangkan menurut Siskos et al. (2007), asap cair komersial konsentrasi 2%
dalam 2 liter air pengukus filet ikan trout (Salmo gairdnerii) yang dikombinasi
dengan waktu pengukusan selama 30 menit dapat mengawetkan filet ikan trout
sampai 25 hari pada suhu penyimpanan 4 ± 1 °C.

E. AKTIVITAS ANTIMIKROBA ASAP CAIR
Aktivitas antimikroba asap cair terutama disebabkan adanya senyawa
kimia yang terkandung dalam asap seperti fenol, formaldehid, asam asetat, dan
kreosat yang menempel pada bagian permukaan bahan akan menghambat
pembentukan spora dan pertumbuhan beberapa jenis jamur dan bakteri (Siskos et
al, 2007). Menurut Lebois et al. (2004), senyawa fenol dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dengan memperpanjang fase lag.
Sokolov et al. (1972) dikutip oleh Daun (1979), menyatakan bahwa
mencelupkan pangan dalam destilat asap akan mencegah pembentukan agregat
protein pada saat pengeringan sehingga meningkatkan nilai biologis dari produk
yang dihasilkan. Disamping itu efek antioksidan dari asap dapat menghindarkan
vitamin-vitamin larut lemak yang ada dalam bahan pangan dari degradasi oksidasi
(Haras, 2004).
Menurut Darmadji (1996) keasaman mempunyai peranan penting dalam
menghambat mikroba. Aktivitas bakteri pembusuk dan patogen yang diuji dapat
dihambat oleh aktivitas antimikroba asap cair (pH 4,0). Menurut Girrard (1992),
ketahanan bakteri terhadap perlakuan asap sangat berbeda-beda, ada yang sangat
peka (bakteri patogen dan pembusuk) dan ada yang sangat tahan seperti
micrococcus dan bakteri asam laktat, sedangkan pada pH sekitar 6,0 aktivitas
antimikroba asap cair mulai berkurang. Asap lebih efektif menghambat
pertumbuhan sel vegetatif daripada menghambat pertumbuhan spora bakteri dan
aktivitas germisidal asap akan meningkat dengan naiknya suhu dan konsentrasi
asap.


 

F. PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN DESTILASI
Unit operasi destilasi merupakan metode yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen yang ada di dalam suatu larutan atau cairan,
yang tergantung pada distribusi komponen-komponen yang ada di dalam suatu
cairan atau larutan antara fase uap dan fase cair. Semua komponen tersebut
terdapat dalam kedua fase tersebut. Fase uap terbentuk dari fase cair melalui
penguapan pada titik didihnya (Geankoplis, 1983). Destilasi dilakukan untuk
menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya, seperti
poliaromatik hidrokarbon, dan tar, melalui pengaturan suhu didih sehingga
diharapkan didapat asap cair yang jernih, bebas tar dan benzopiren (Darmadji,
2002). Senyawa utama yang terkandung dalam tar yang merupakan hasil proses
destilasi adalah senyawa fenol yang terdapat dalam jumlah yang sedikit terutama
terdiri dari senyawa piridin dan quinolin (Holleman, 1903).

G. IKAN TERI NASI (Stolephorus commersonii, Lac.)
Ikan teri terutama berukuran kecil dengan panjang sekitar 6 – 9 cm, namun
ada pula yang berukuran relatif panjang hingga mencapai 17,5cm (Hoetomo et al,
1987). Ciri-ciri ikan teri antara lain bentuk tubuhnya panjang (fusiform) atau
termampat samping (compressed), disamping tubuhnya terdapat selempang putih
keperakan memanjang dari kepala sampai ekor. Ikan teri memiliki sisik kecil,
tipis, dan sangat mudah lepas. Tulang rahang atas memanjang mencapai selah
insang. Sirip kaudal bercagak dan tidak bergabung dengan sirip anal serta duri
abdominal hanya tergabung antara sirip pectoral dan ventral berjumlah tidak lebih
dari tujuh buah. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal, sebagian atau
seluruhnya di belakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16 – 23 buah.
Jari-jari lemah teratas pada sirip pectoral tidak memanjang. Giginya terdapat pada
rahang, langit-langit dari pelatin dan mempunyai lidah.
Saanin (1984) menjelaskan klasifikasi ikan teri sebagai berikut:
Phylum

: Chordata

Kelas

: Pisces

Ordo

: Malacop terygii

10 
 

Famili

: Clupeidae

Genus

: Stolephorus

Spesies

: Stolephorus sp.
Ikan teri termasuk salah satu jenis ikan kecil yang hidup di permukaan

perairan (pelagis). Menurut klasifikasi, ikan teri adalah semua jenis dari marga
Stolephorus dari anak suku Engraulinae, anggota dari suku Engraulidae. Ikan teri
bersama-sama dengan ikan tembang dan lemuru merupakan anggota dari
kelompok yang lebih besar yaitu bangsa Cluipeiformes. Semua marga dari anak
suku Engraulinae ditandai dengan adanya sisik abdominal yang berujung tajam
pada tunas tubuhnya, mulutnya lebar dan moncong yang menonjol serta rahang
yang dilengkapi dengan tulang tambahan (Hoetomo et al, 1987).
Menurut Hoetomo et al.,(1987), ada sembilan jenis Stolephorus di perairan
Indonesia, yaitu :
1. Stolephorus devisi (WHITLEY)
2. Stolephorus heterolobus (RUPPELL)
3. Stolephorus buccaneri (STRASBURG)
4. Stolephorus commersonii (LACEPEDE)
5. Stolephorus indicus (HAN HASSELY)
6. Stolephorus insularis (HARDENBERG)
7. Stolephorus baganensis (HARDENBERG)
8. Stolephorus tri (BLEEKER)
9. Stolephorus dubiosis (WONGRATANA)
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan yang digunakan di Indonesia dan
sekitarnya (Malasyia, Filipina, dan Irian), sebaiknya menggunakan klasifikasi
Bleeker. Berdasarkan klasifikasi Bleeker ikan teri nasi taksonominya sebagai
berikut:
Kelas

: Pisces

Subkelas : Teleostei

11 
 

Ordo

: Malacopterygii

Familia

: Clupeidae

Subfamilia : Engraulinae
Genus

: Stolephorus

Spesies

: Stolephorus commersonii Lac

Ikan teri memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Komposisi nilai gizi ikan
teri dalam bentuk segar dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Ikan Teri segar dan Berbagai Olahannya dalam
100 g bahan
Jenis Olahan
Kandungan Gizi
Segar

Kering

Energi

77,0 kal

144,0 kal

Protein

16,0 g

32,5 g

Lemak

1,0 g

0,6 g

0

0

Kalsium

500,0 g

1000,0 mg

Fosfor

500,0 g

1000,0 mg

Besi

1,0 mg

3,0 mg

Vitamin A

47 RE

62 RE

Vitamin C

0

0

Vitamin B1

0,05 mg

0,1 mg

80,0 g

14,5 g

Karbohidrat

Air
*Hardinsyah dan Briawan (1990)

Ikan merupakan sumber pangan yang mudah rusak karena sangat cocok
untuk pertumbuhan mikroba baik patogen maupun nonpatogen. Ikan teri basah
memiliki nilia aw yang tinggi. Hal ini karena ikan teri segar memiliki nilai kadar
air 80% (Hardinsyah dan Briawan, 1990). Ikan dari perairan pantai seringkali
tercemar oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus yang dapat menular saat
transportasi maupun pemasaran. Bakteri yang sering mengkontaminasi produk

12 
 

perikanan umumnya merupakan bakteri air seperti V. vulnivicus dan V. cholera
(Adams dan Motarjemi, 1999). Bakteri yang sering ditemukan pada ikan teri asin
adalah jenis Alcaligenus, Pseudomonas, Flavobacterium, dan Corynebacterium
(Hadiwiyoto, 1993).

H. TRANSPORTASI
Pengangkutan merupakan salah satu proses yang penting dalam
penanganan pasca panen. Saluran distribusi produk pertanian memiliki rantai yang
panjang sehingga akan sangat mempengaruhi mutu komoditas pada saat sampai
ditujuan karena sifat dari produk pertanian yang mudah rusak.
Menurut Tirtosoekotjo (1992) perlakuan yang kurang sempurna selama
pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi
pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30 – 50 %. Pada
umumnya hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan
penanganan pascapanen yang tidak sempurna dan tidak tepat. Kegiatan
penanganan pascapanen meliputi masalah tempat pengumpulan, sortasi,
pengemasan, pengangkutan, dan pemasaran.

13 
 

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan teri nasi
(Stolephorus commersonii, Lac.) segar diproleh dari pasar Super Indo Bogor,
asap cair yang telah dimurnikan dari CV. Oka, bahan-bahan untuk analisis
kimia dan mikrobiologi.
2. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain meliputi
wadah baskom, timbangan, autoklaf, oven, neraca analitik, desikator, GC-MS,
pH meter, spektrofotometer dan alat-alat gelas lainnya seperti labu
erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, bunsen, cawan petri, dan gelas piala.

B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
a. Analisis asap cair tempurung kelapa
Asap cair yang telah dimurnikan dianalisis kandungan kimianya.
Parameter yang diukur antara lain komponen spesifik kimia asap cair, nilai
pH, kadar asam, dan kadar fenol. Prosedur analisis disajikan dalam
Lampiran1.
b. Analisis ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) segar awal
Analisis yang dilakukan pada ikan teri segar, yaitu kadar air, kadar
protein, kadar lemak, kadar abu, TPC, kapang dan khamir. Prosedur analisis
disajikan dalam Lampiran 2.
2. Penelitian Utama
a. Rancangan percobaan
Rancangan yang dipergunakan adalah rancangan acak lengkap pola
faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor dalam rancangan ini terdiri
atas, (a) konsentrasi asap cair yang digunakan dengan 2 taraf yakni : a1 = 20%,
a2 = 30% dan (b) lama perendaman dalam asap cair dengan 3 taraf, yakni : b1
= 15 menit, b2 = 30 menit dan b3 = 45 menit. Penentuan nilai konsentrasi dan

14 
 

waktu lama perendaman berdasarkan penelitian Haras (2004). Model
rancangan yang digunakan adalah:
Y= µ + ai + bj + (ab)ij + ε
Y

: Pengamatan

hasil percobaan

µ

: rataan umum

ai

: Faktor

ke-i, dalam hal ini konsentrasi asap cair

bj

: Faktor

ke-j, dalam hal ini lama perendaman dalam asap cair

(ab)ij

: Interaksi kedua faktor

Ε

: Galat

sisa

Uji lanjut dilakukan dengan Uji Beda Nyata Jujur dengan rumus:
Q Hit = Qα(p, dbs) X Sy
dimana Qα(p, dbs) = nilai baku q pada taraf uji α, jumlah perlakuan p dan
derajat bebas galat (dbs).
b. Perlakuan percobaan
Pada penelitian ini sebelumnya dilakukan analisis proksimat pada ikan teri
nasi segar dan analisis asap cair. Setelah analisis awal, dilakukan proses
perendaman dalam asap cair Ikan teri segar direndam ±5 cm di bawah
permukaan asap cair selama 15, 30, 45 menit di dalam asap cair dengan
konsentrasi 20%, 30% dengan 2 kali ulangan. Kemudian ikan teri segar pada
masing-masing perlakuan dilakukan pengamatan terhadap kadar fenol. Hasil
terbaik dari perlakuan tersebut dilanjutkan dengan penyimpanan selama 9 hari.
Selama penyimpanan dilakukan pengamatan tiap dua hari terhadap kadar air,
kadar protein, kadar lemak, dan uji TPC dan khamir.

15 
 

Analisis asap cair
(komponen spesifik kimia asap cair, nilai pH,
kadar asam, dan kadar fenol) 

Analisis ikan teri nasi segar

Uji proksimat dan uji TPC ,
kapang dan khamir

Perlakuan konsentrasi (20 % dan 30 %)
sebanyak 450 ml dan lama perendaman (15, 30,
dan 45 menit) 

Penyimpanan Suhu kamar 9 hari
dalam wadah tertutup
(analisa tiap 2 hari)

Uji kadar fenol

Uji kadar protein,
kadar air, dan uji TPC,
kapang dan khamir

Sumber : Modifikasi metode Haras (2004)
Gambar 1. Diagram alir metode penelitian

16 
 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA
1. Komponen spesifik pada asap cair
Analisis komponen spesifik pada asap cair dilakukan dengan GC-MS.
Campuran senyawa yang dilewatkan pada kromatografi gas akan terpisah
menjadi komponen-komponen individual. Tujuh senyawa dominan dari
masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Senyawa Dominan Asap Cair Tempurung Kelapa Hasil Deteksi GCMS
Komponen Senyawa Spesifik
Fenol
2-methoxy fenol
furfural,2furancarboxaldehid
2-methyl fenol
2-methoxy,4-methyl fenol
3-methyl fenol
2-methoxy benzeneethanol

Waktu Retensi (menit)
10.53
12.48

Nilai Persen Area
(%)
21.55
4.44

8.04
11.78
14.11
12.10
15.41

3.98
1.73
0.89
0.72
0.43

Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa senyawa dominan pada
asap cair tempurung kelapa adalah fenol (C6H6O, BM = 94) dengan luas area
bervariasi dengan rata-rata 21,55 %. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Luditama (2006), dimana senyawa asap cair tempurung kelapa paling
dominan yang dihasilkan adalah fenol, dengan luas area 31,93 % untuk suhu
pembakaran 500 ºC dan luas area 34,45 % untuk suhu pembakaran 300 ºC.
Demikian pula Tranggono, et al., (1996) dimana senyawa dominan dari asap
cair hasil penelitiannya adalah fenol dengan luas area sebesar 44,13 %.
Fenol dan turunannya menjadi senyawa paling dominan pada asap cair
tempurung kelapa. Hal ini, dikarenakan komponen paling dominan pada
komposisi kimia tempurung kelapa adalah lignin. Menurut Djatmiko et al.,
(1985) komposisi kimia paling dominan pada tempurung kelapa adalah lignin
dengan konsentrasi sebesar 33,30 %. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin

17 
 

yang terjadi pada suhu 300 ºC dan berakhir pada suhu 450 ºC (Girrard, 1992).
Kadar maksimum senyawa fenol tercapai pada suhu pirolisis 600 ºC (Hamm
dan Potthast, 1976 dalam Girrard, 1992). Pada lampiran 3 dapat dilihat hasil
lengkap senyawa penyusun dominan asap cair tempurung kelapa hasil deteksi

Nilai Persen (%)

GC-MS.
25
20
15
10
5
0

Gambar 2. Histogram Senyawa Dominan Asap Cair Tempurung Kelapa

Darmadji (1995), menyebutkan bahwa senyawa fenol berperan sebagai
antimikrobial. Sifat bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam
perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap perusakan biologis
(Harris dan Karmas, 1989). Efek fungisidal dalam asap disebabkan oleh fenol
dan formaldehid (Daun, 1979; Toth dan Potthast, 1984). Fenol selain bersifat
bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini terutama pada senyawa fenol
dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi fenol, 2,6-dimethoksi-4-metilfenol dan 2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson dan Tauber, 1973).
2. Nilai pH
Salah satu yang menjadi parameter bagus tidaknya kualitas asap cair
yang dihasilkan adalah nilai pH. Nilai pH juga menunjukkan tingkat proses
penguraian komponen kayu yang terjadi untuk menghasilkan asam organik
pada asap cair. Jika nilai pH asap cair rendah hal ini menunjukkan bahwa
kualitas asap cair yang digunakan tinggi, karena secara keseluruhan
berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap maupun sifat
organoleptiknya. Nilai pH diukur dengan pH meter.

18 
 

Hasil pengukuran nilai pH pada asap cair tempurung kelapa adalah
3,29. Nilai pengukuran pH ini menunjukkan bahwa kualitas asap cair yang
digunakan sebagai pengawet memiliki kualitas yang tinggi. Hal ini karena
nilai pH yang dihasilkan memiliki nilai yang rendah. Selain itu nilai pH asap
cair yang digunakan sesuai dengan kualitas Wood Vinegar asal Jepang.
Menurut Japan Wood Vinegar Association (2001) nilai pH standar asap cair
berkisar antara 1,5 – 3,7.
Menurut Luditama (2006), nilai pH asap cair tempurung kelapa
memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan asap cair yang berbahan
baku sabut kelapa. Hal ini dikarenakan tempurung kelapa memiliki komponen
hemiselulosa dan selulosa lebih besar daripada sabut kelapa sehingga jumlah
asam yang dihasilkan lebih besar. Hemiselulosa dan selulosa adalah
komponen kayu yang apabila terdekomposisi akan menghasilkan senyawasenyawa asam organik seperti asam asetat yang merupakan turunan dari asam
karboksilat. Menurut Grimwood (1975), tempurung kelapa mengandung
hemiselulosa 8,8 % dan selulosa sebesar 19,24 %, sedangkan sabut kelapa
memiliki kandun