T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB IV
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap
tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea telah dilakukan oleh
peneliti di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang selama 2,5 bulan
(Juli s/d pertengahan September 2015).
Waktu penelitian yang
cukup lama disebabkan karena tidak mudah bagi peneliti untuk
mendapatkan partisipan.
Hal ini mengingat masih lebih banyak
pasien yang mengalami persalinan secara normal bila dibandingkan
persalinan dengan operasi sectio caesarea.
Data-data yang diperoleh dari partisipan melalui pengisian
kuesioner, selanjutnya ditabulasi dan dianalisis. Hasil analisis data
tersebut yang kemudian disajikan dalam bab ini.
Secara garis
besar, bab ini berisikan gambaran demografi partisipan, deskripsi
variabel penelitian, pengujian hipotesis dan pembahasan guna
menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang telah
diajukan pada bab sebelumnya.
4.1 Gambaran Demografi Partisipan
Sebanyak 30 orang partisipan terlibat dalam penelitian ini
yang mana mereka adalah pasien sectio caesarea ibu hamil di
RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang.
32
Adapun gambaran
33
demografi partisipan yang dikemukakan disini meliputi: usia,
pendidikan terakhir, pekerjaan dan pendapatan rumah tangga.
Berikut ini dipaparkan masing-masing gambaran demografi
partisipan tersebut.
Usia partisipan dalam penelitian ini dibagi dalam dua
kelompok usia yaitu 20 – 30 tahun dan 31 – 40 tahun. Adapun
gambaran partisipan berdasarkan usia ditampilkan pada Grafik
4.1. berikut ini:
Grafik 4.1. Gambaran Partisipan berdasarkan
Usia
40%
60%
20 - 30 tahun
31 - 40 tahun
Berdasarkan Grafik 4.1. di atas terlihat bahwa partisipan
dalam kelompok usia 20 – 30 tahun lebih banyak yang dijumpai
penulis saat melakukan penelitian yaitu sebanyak 18 orang
(60,0%). Hal ini menunjukkan bahwa operasi sectio caesarea
ternyata banyak juga dialami oleh ibu hamil yang berusia
34
muda. Menurut Sari (2016) bahwa 46% ibu muda di Indonesia
memilih persalinan dengan cara operasi caesar.
Adapun
pertimbangan memilih operasi caesar karena: (1) keputusan
dokter (komplikasi medis) dimana ditemukan adanya indikasiindikasi seperti minimnya cairan ketuban yang tersisa, bayi
berada dalam posisi sungsang atau melintang, kondisi placenta
previa (posisi plasenta berada di bawah rahim sehingga
menghambat jalan lahir), pre-eklamsia menjelang kelahiran,
salah satu janin pada kehamilan kembar meninggal, panggul
sempit sementara bobot bayi terlalu besar, dan infeksi penyakit
menular, (2) persalinan pada kehamilan sebelumnya juga
dengan cara yang sama yaitu operasi caesar, (3) tidak ingin
merasakan nyeri hebat persalinan dengan proses yang relatif
cepat, faktor estetika (tidak ingin elastisitas vagina berubah),
bisa menentukan tanggal kelahiran bayi, dan rekomendasi
kerabat.
Latar belakang pendidikan terakhir partisipan cukup
beragam, dimana ada yang hanya lulus SMP/ sederajat, ada
yang lulus SMA/ sederajat bahkan ada juga yang S1. Adapun
gambaran
partisipan
berdasarkan
ditampilkan pada Grafik 4.2. berikut ini:
pendidikan
terakhir
35
Grafik 4.2. Gambaran Partisipan berdasarkan
Pendidikan Terakhir
20%
33%
Lulus SMP/sederajat
Lulus SMA/sederajat
47%
S1
Berdasarkan Grafik 4.2. di atas terlihat bahwa partisipan
dalam
kelompok
pendidikan
terakhirnya
adalah
lulus
SMA/sederajat adalah yang terbanyak yaitu sebanyak 14 orang
(47%), namun ada juga yang telah menempuh pendidikan di
tingkat S1 meski jumlahnya lebih sedikit. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan sebagian besar partisipan tergolong
menengah ke atas.
Keterkaitan diantara usia dengan pendidikan terakhir
ditampilkan pada tabel 4.1. berikut ini:
36
Tabel 4.1. Crosstab Usia dan Pendidikan Terakhir
Partisipan
20 – 30 th
Usia
31 – 40 th
Total
Pendidikan Terakhir
Lulus
Lulus
SMP/sederajat SMA/sederajat
7
8
23,3%
26,7%
3
6
10,0%
20,0%
10
14
33,3%
46,7%
Total
S1
3
10,0%
3
10,0%
6
20,0%
18
60,0%
12
40,0%
30
100,0%
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.1. di atas terlihat bahwa tingkat
pendidikan terakhir partisipan pada kelompok usia 20 – 30
tahun lebih banyak adalah lulusan SMA/sederajat yaitu 8 orang
(26,7%). Hal yang sama juga tampak pada kelompok usia 31 –
40 tahun dimana tingkat pendidikan terakhir partisipan paling
banyak adalah lulusan SMA/sederajat yaitu 6 orang (20,0%).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keputusan untuk
melakukan persalinan caesar paling banyak dilakukan oleh
para ibu muda yang memiliki pendidikan terakhir pada jenjang
SMA/sederajat.
Sementara itu, dilihat dari pekerjaannya tampak bahwa
cukup beragam pekerjaan partisipan diantaranya adalah: PNS,
pegawai swasta, wiraswasta, dan juga ibu rumah tangga.
Adapun
gambaran
partisipan
berdasarkan
ditampilkan pada Grafik 4.3. berikut ini:
pekerjaan
37
Grafik 4.3. Gambaran Partisipan berdasarkan
Pekerjaan
20%
43%
PNS
Pegawai Swasta
20%
Wiraswasta
17%
Tidak bekerja
Berdasarkan Grafik 4.3. di atas terlihat bahwa mayoritas
partisipan tidak bekerja dalam artian menjalankan profesi yang
menghasilkan uang, mereka adalah para ibu rumah tangga
yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).
Sementara itu, sisanya
adalah partisipan yang menjalankan profesi sebagai PNS atau
pegawai swasta atau juga berwirausaha.
Keterkaitan diantara pekerjaan dengan pendapatan rumah
tangga partisipan per bulan ditampilkan pada tabel 4.2.
38
Tabel 4.2. Crosstab Pekerjaan dan Pendapatan Rumah
Tangga Partisipan per bulan
PNS
Pekerjaan
Pegawai
Swasta
Wiraswasta
Total
Pendapatan Rumah Tangga per
bulan
Rp 1 juta – Rp 3 juta –
> Rp 5
Rp 3 juta
Rp 5 juta
juta
0
5
1
0,0%
16,7%
3,3%
3
3
0
10,0%
10,0%
0,0%
1
3
1
3,3%
10,0%
3,3%
4
11
2
13,3,0%
36,7%
6,6%
Total
6
20,0%
6
20,0%
5
16,7%
17
56,7%
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.2. di atas terlihat bahwa ada
sebanyak 17 orang (56,7%) partisipan yang bekerja dan
memiliki pendapatan sendiri diuar yang didapat dari suaminya.
Bagi partisipan yang bekerja sebagai PNS dan wiraswasta
ternyata mempunyai pendapatan rumah tangga per bulan
paling banyak pada kisaran Rp 3 juta – Rp 5 juta, ada juga
yang bahkan mempunyai pendapatan rumah tangga per bulan
>
Rp 5 juta. Sementara itu, sebanyak 13 orang (43,3%)
partisipan lainnya tidak bekerja, sehingga pendapatan rumah
tangga per bulan yang dimiliki itu seluruhnya berasal dari
suaminya.
Sehubungan
dengan
keputusan
persalinan
caesar,
partisipan yang menjalani status peran tunggal yaitu hanya
sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan rumah tangga
39
per bulan antara Rp 1 juta – Rp 3 juta adalah yang paling
banyak memutuskan untuk melakukan persalinan dengan cara
operasi caesar.
Hal ini berarti bahwa meskipun pada
umumnya biaya persalinan dengan cara operasi caesar adalah
lebih mahal dibandingkan dengan persalinan normal, namun
tidak berarti menyurutkan niat partisipan yang hanya menjalani
status
peran tunggal untuk memilih cara persalinan secara
caesar.
4.2 Deskripsi Variabel Penelitian
4.2.1. Variabel Komunikasi Terapeutik
Variabel komunikasi terapeutik terdiri dari 24 indikator
empirik yang valid dan reliabel mengacu pada Sitepu (2012).
Pilihan jawaban untuk setiap indikator empirik berkisar antara 1
(tidak pernah) hingga 4 (selalu). Dengan demikian total skor
tertinggi yang mungkin dicapai adalah 96 sedangkan total skor
terendah yang mungkin dicapai adalah 24. Selanjutnya
penilaian tingkat komunikasi terapeutik menurut Sitepu (2012)
dibagi dua kategori yaitu: Kurang Baik (total skor ≤ 60) dan
Baik (total skor > 60). Adapun hasil deskripsi variabel
komunikasi terapeutik ditampilkan pada Tabel 4.3. berikut ini:
40
Tabel 4.3. Deskripsi Variabel Komunikasi Terapeutik
Total Skor Komunikasi
Kategori
Frekuensi
Prosentase
≤ 60
Kurang Baik
14
46,7
> 60
Baik
16
53,3
30
100,0
Terapeutik
Total
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa lebih banyak
partisipan dalam hal ini 16 orang (53,3%) yang menilai bahwa
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh para perawat di RS
Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang terhadap para pasien sectio
caesarea tergolong baik dengan nilai total skor >60.
4.2.2. Variabel Kecemasan Pre Sectio Caesarea
Variabel kecemasan pre sectio caesarea terdiri dari 14
indikator empirik yang valid dan reliabel mengacu pada Kasana
(2014). Pilihan jawaban untuk setiap indikator empirik berkisar
antara 0 (tidak ada) hingga 4 (sangat berat). Dengan demikian
total skor tertinggi yang mungkin dicapai adalah 56 sedangkan
total
skor
terendah
yang
mungkin
dicapai
adalah
0.
Selanjutnya penilaian tingkat kecemasan pre sectio caesarea
menurut Kasana (2014) dibagi lima kategori yaitu: Tidak Ada
41
Kecemasan (total skor 0 – 13), Kecemasan Ringan (total skor
14 – 20), Kecemasan Sedang (total skor 21 – 27), Kecemasan
Berat (total skor 28 – 41), Kecemasan Sangat Berat (total skor
42 – 56). Adapun hasil deskripsi variabel kecemasan pre sectio
caesarea ditampilkan pada Tabel 4.4. berikut ini:
Tabel 4.4. Deskripsi Variabel Kecemasan
Pre Sectio Caesarea
Total Skor Kecemasan
Kategori
Frekuensi
Prosentase
0 – 13
Tidak ada
20
66,6
14 – 20
Ringan
5
16,7
21 – 27
Sedang
5
16,7
28 – 41
Berat
0
0,0
42 – 56
Sangat Berat
0
0,0
30
100,0
Pre Sectio Caesarea
Total
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa sebagian
besar partisipan dalam hal ini 20 orang (66,6%) menilai bahwa
tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea di RS Panti
Wilasa Dr. Cipto Semarang tergolong tidak ada dengan nilai
total skor 0 – 13.
42
4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian
hipotesis
pengaruh
komunikasi
terapeutik
terhadap tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea di RS
Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang dilakukan dengan uji t seperti
ditampilkan pada Tabel 4.5.
Analisis regresi selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4.5. Hasil Uji Hipotesis
Variabel
Koef B
t hitung
Komunikasi terapeutik
-0,261
-2,545*
Sig
0,017
Sumber: Data Primer, 2016
Keterangan : * = signifikan pada = 5 %
t 0,05 (df = 28) = 1,701
Berdasarkan hasil analisis regresi seperti ditampilkan pada
Tabel 4.5 di atas, maka selanjutnya dapat dituliskan hasil
persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 27,443 – 0,261 X + e
Nilai koefisien regresi dari komunikasi terapeutik (X) sebesar 0,261 menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan
variabel komunikasi terapeutik akan menurunkan nilai variabel
kecemasan pasien pre sectio caesarea sebesar 0,261 satuan.
Sementara
itu,
terkait
dengan
uji
hipotesis
maka
berdasarkan hasil uji t pada Tabel 4.5 diketahui bahwa
43
komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh negatif yang
signifikan terhadap tingkat kecemasan pasien pre sectio
caesarea.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung -2,545 < ttabel
-1,701 pada selang kepercayaan () sebesar 5%, sehingga H1
diterima. Arah pengaruh yang negatif mengandung arti bahwa
semakin baik komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di
RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang akan menurunkan tingkat
kecemasan pasien pre sectio caesarea. Sebaliknya, semakin
buruk komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di RS
Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang akan meningkatkan tingkat
kecemasan pasien pre section caesarea.
.
4.5 Pembahasan
Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami
seseorang ketika menghadapi sebuah pengalaman baru,
termasuk pada pasien yang akan mengalami tindakan invasif
(Rawling, dalam Suleman dkk, 2014). Salah satu bentuk
tindakan
invasif
adalah
pembedahan
sectio
caesarea.
Kecemasan pada pasien pre sectio caesarea apabila tidak
segera diatasi maka dapat mengganggu proses operasi.
Pendekatan dengan komunikasi terapeutik dapat mengurangi
tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan pembedahan.
Hal ini seperti dikemukakan oleh Taylor (dalam Liza dkk, 2014)
44
bahwa
kecemasan
dapat
dikurangi
dengan
tindakan
keperawatan yang berfokus pada komunikasi terapeutik
terutama bagi pasien selain keluarganya.
Melalui komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat,
setidaknya
perawat
tersebut
menginformasikan
prosedur
pembedahan (persiapan pasien, obat-obat pre medikasi, jenis
pembedahan, anastesi, latihan post operasi) dan hal-hal terkait
dengan
proses
pembedahan
pembedahan
mampu
juga
memberikan
hal
efek
di
luar
positf
proses
terhadap
penurunan tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea. Hal
ini sesuai pendapat Burke & Lemone (dalam Arbani, 2015)
yang mengatakan bahwa tindakan perawat berupa intervensi
keperawatan dan perawatan suportif dapat mengurangi tingkat
kecemasan pasien dan membantu pasien untuk berhasil
menghadapi stres yang dihadapi selama periode pre operasi.
Berdasarkan penelitian ini sebagaimana ditampilkan pada
Tabel 4.3. diketahui bahwa 53,3% partisipan menilai bahwa
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di RS Panti
Wilasa Dr. Cipto Semarang kepada pasien yang akan
menjalani sectio caesarea
tergolong sudah baik.
Hal ini
memberikan dampak kepada sebagian besar pasien pre sectio
caesarea
dimana
tingkat
kecemasan
mereka
sebelum
dilakukannya operasi sama sekali tidak terlihat. Terbukti pada
45
Tabel 4.4. tampak bahwa 66,6% partisipan mengatakan bahwa
tidak ada kecemasan dalam diri mereka sebelum menjalani
sectio caesarea. Jikalaupun ada beberapa pasien yang
merasakan kecemasan, tingkatannya pun hanya tergolong
rendah hingga sedang, yaitu masing-masing sebanyak 16,7%.
Tidak satupun pasien yang dalam penelitian ini yang
mengalami tingkat kecemasan pre sectio caesarea pada level
berat ataupun sangat berat.
Hal ini menunjukkan bahwa
adanya komunikasi terapeutik yang baik sehingga mampu
menekan tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea.
Temuan penelitian ini mendukung sejumlah temuan
penelitian sebelumnya.
Seperti misalnya penelitian yang
dilakukan oleh Kasana (2014) menemukan bahwa terdapat
hubungan
antara
komunikasi
terapeutik
dengan
tingkat
kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di ruang Ponek
RSUD Karanganyar. Hal tersebut disebabkan karena dengan
adanya
komunikasi
terapeutik
maka
perawat
dapat
menumbuhkan motivasi pasien agar dapat menghadapi resiko
yang mungkin terjadi, sehingga dengan begitu maka dapat
mengurangi kecemasan pasien. Temuan Agustus (2010)
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi sectio caesarea di ruang Kebidanan Rumah Sakit
46
Muhammadiyah Palembang. Hal tersebut terjadi karena
adanya komunikasi terapeutik yang baik kepada pasien maka
perasaan cemas yang berlebihan dalam menghadapi proses
operasi akan berkurang. Temuan Siswanti dkk (2013) bahwa
ada pengaruh komunikasi terapeutik bidan dengan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di Ruang
Eva Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Hal tersebut terjadi
karena dengan komunikasi yang baik, pasien mengungkapkan
perasaannya, menceritakan ketakutannya, kekhawatirannya
sehingga bisa mendapatkan solusi serta pengetahuan yang
benar dalam menghadapi proses operasi.
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap
tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea telah dilakukan oleh
peneliti di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang selama 2,5 bulan
(Juli s/d pertengahan September 2015).
Waktu penelitian yang
cukup lama disebabkan karena tidak mudah bagi peneliti untuk
mendapatkan partisipan.
Hal ini mengingat masih lebih banyak
pasien yang mengalami persalinan secara normal bila dibandingkan
persalinan dengan operasi sectio caesarea.
Data-data yang diperoleh dari partisipan melalui pengisian
kuesioner, selanjutnya ditabulasi dan dianalisis. Hasil analisis data
tersebut yang kemudian disajikan dalam bab ini.
Secara garis
besar, bab ini berisikan gambaran demografi partisipan, deskripsi
variabel penelitian, pengujian hipotesis dan pembahasan guna
menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang telah
diajukan pada bab sebelumnya.
4.1 Gambaran Demografi Partisipan
Sebanyak 30 orang partisipan terlibat dalam penelitian ini
yang mana mereka adalah pasien sectio caesarea ibu hamil di
RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang.
32
Adapun gambaran
33
demografi partisipan yang dikemukakan disini meliputi: usia,
pendidikan terakhir, pekerjaan dan pendapatan rumah tangga.
Berikut ini dipaparkan masing-masing gambaran demografi
partisipan tersebut.
Usia partisipan dalam penelitian ini dibagi dalam dua
kelompok usia yaitu 20 – 30 tahun dan 31 – 40 tahun. Adapun
gambaran partisipan berdasarkan usia ditampilkan pada Grafik
4.1. berikut ini:
Grafik 4.1. Gambaran Partisipan berdasarkan
Usia
40%
60%
20 - 30 tahun
31 - 40 tahun
Berdasarkan Grafik 4.1. di atas terlihat bahwa partisipan
dalam kelompok usia 20 – 30 tahun lebih banyak yang dijumpai
penulis saat melakukan penelitian yaitu sebanyak 18 orang
(60,0%). Hal ini menunjukkan bahwa operasi sectio caesarea
ternyata banyak juga dialami oleh ibu hamil yang berusia
34
muda. Menurut Sari (2016) bahwa 46% ibu muda di Indonesia
memilih persalinan dengan cara operasi caesar.
Adapun
pertimbangan memilih operasi caesar karena: (1) keputusan
dokter (komplikasi medis) dimana ditemukan adanya indikasiindikasi seperti minimnya cairan ketuban yang tersisa, bayi
berada dalam posisi sungsang atau melintang, kondisi placenta
previa (posisi plasenta berada di bawah rahim sehingga
menghambat jalan lahir), pre-eklamsia menjelang kelahiran,
salah satu janin pada kehamilan kembar meninggal, panggul
sempit sementara bobot bayi terlalu besar, dan infeksi penyakit
menular, (2) persalinan pada kehamilan sebelumnya juga
dengan cara yang sama yaitu operasi caesar, (3) tidak ingin
merasakan nyeri hebat persalinan dengan proses yang relatif
cepat, faktor estetika (tidak ingin elastisitas vagina berubah),
bisa menentukan tanggal kelahiran bayi, dan rekomendasi
kerabat.
Latar belakang pendidikan terakhir partisipan cukup
beragam, dimana ada yang hanya lulus SMP/ sederajat, ada
yang lulus SMA/ sederajat bahkan ada juga yang S1. Adapun
gambaran
partisipan
berdasarkan
ditampilkan pada Grafik 4.2. berikut ini:
pendidikan
terakhir
35
Grafik 4.2. Gambaran Partisipan berdasarkan
Pendidikan Terakhir
20%
33%
Lulus SMP/sederajat
Lulus SMA/sederajat
47%
S1
Berdasarkan Grafik 4.2. di atas terlihat bahwa partisipan
dalam
kelompok
pendidikan
terakhirnya
adalah
lulus
SMA/sederajat adalah yang terbanyak yaitu sebanyak 14 orang
(47%), namun ada juga yang telah menempuh pendidikan di
tingkat S1 meski jumlahnya lebih sedikit. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan sebagian besar partisipan tergolong
menengah ke atas.
Keterkaitan diantara usia dengan pendidikan terakhir
ditampilkan pada tabel 4.1. berikut ini:
36
Tabel 4.1. Crosstab Usia dan Pendidikan Terakhir
Partisipan
20 – 30 th
Usia
31 – 40 th
Total
Pendidikan Terakhir
Lulus
Lulus
SMP/sederajat SMA/sederajat
7
8
23,3%
26,7%
3
6
10,0%
20,0%
10
14
33,3%
46,7%
Total
S1
3
10,0%
3
10,0%
6
20,0%
18
60,0%
12
40,0%
30
100,0%
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.1. di atas terlihat bahwa tingkat
pendidikan terakhir partisipan pada kelompok usia 20 – 30
tahun lebih banyak adalah lulusan SMA/sederajat yaitu 8 orang
(26,7%). Hal yang sama juga tampak pada kelompok usia 31 –
40 tahun dimana tingkat pendidikan terakhir partisipan paling
banyak adalah lulusan SMA/sederajat yaitu 6 orang (20,0%).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keputusan untuk
melakukan persalinan caesar paling banyak dilakukan oleh
para ibu muda yang memiliki pendidikan terakhir pada jenjang
SMA/sederajat.
Sementara itu, dilihat dari pekerjaannya tampak bahwa
cukup beragam pekerjaan partisipan diantaranya adalah: PNS,
pegawai swasta, wiraswasta, dan juga ibu rumah tangga.
Adapun
gambaran
partisipan
berdasarkan
ditampilkan pada Grafik 4.3. berikut ini:
pekerjaan
37
Grafik 4.3. Gambaran Partisipan berdasarkan
Pekerjaan
20%
43%
PNS
Pegawai Swasta
20%
Wiraswasta
17%
Tidak bekerja
Berdasarkan Grafik 4.3. di atas terlihat bahwa mayoritas
partisipan tidak bekerja dalam artian menjalankan profesi yang
menghasilkan uang, mereka adalah para ibu rumah tangga
yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).
Sementara itu, sisanya
adalah partisipan yang menjalankan profesi sebagai PNS atau
pegawai swasta atau juga berwirausaha.
Keterkaitan diantara pekerjaan dengan pendapatan rumah
tangga partisipan per bulan ditampilkan pada tabel 4.2.
38
Tabel 4.2. Crosstab Pekerjaan dan Pendapatan Rumah
Tangga Partisipan per bulan
PNS
Pekerjaan
Pegawai
Swasta
Wiraswasta
Total
Pendapatan Rumah Tangga per
bulan
Rp 1 juta – Rp 3 juta –
> Rp 5
Rp 3 juta
Rp 5 juta
juta
0
5
1
0,0%
16,7%
3,3%
3
3
0
10,0%
10,0%
0,0%
1
3
1
3,3%
10,0%
3,3%
4
11
2
13,3,0%
36,7%
6,6%
Total
6
20,0%
6
20,0%
5
16,7%
17
56,7%
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.2. di atas terlihat bahwa ada
sebanyak 17 orang (56,7%) partisipan yang bekerja dan
memiliki pendapatan sendiri diuar yang didapat dari suaminya.
Bagi partisipan yang bekerja sebagai PNS dan wiraswasta
ternyata mempunyai pendapatan rumah tangga per bulan
paling banyak pada kisaran Rp 3 juta – Rp 5 juta, ada juga
yang bahkan mempunyai pendapatan rumah tangga per bulan
>
Rp 5 juta. Sementara itu, sebanyak 13 orang (43,3%)
partisipan lainnya tidak bekerja, sehingga pendapatan rumah
tangga per bulan yang dimiliki itu seluruhnya berasal dari
suaminya.
Sehubungan
dengan
keputusan
persalinan
caesar,
partisipan yang menjalani status peran tunggal yaitu hanya
sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan rumah tangga
39
per bulan antara Rp 1 juta – Rp 3 juta adalah yang paling
banyak memutuskan untuk melakukan persalinan dengan cara
operasi caesar.
Hal ini berarti bahwa meskipun pada
umumnya biaya persalinan dengan cara operasi caesar adalah
lebih mahal dibandingkan dengan persalinan normal, namun
tidak berarti menyurutkan niat partisipan yang hanya menjalani
status
peran tunggal untuk memilih cara persalinan secara
caesar.
4.2 Deskripsi Variabel Penelitian
4.2.1. Variabel Komunikasi Terapeutik
Variabel komunikasi terapeutik terdiri dari 24 indikator
empirik yang valid dan reliabel mengacu pada Sitepu (2012).
Pilihan jawaban untuk setiap indikator empirik berkisar antara 1
(tidak pernah) hingga 4 (selalu). Dengan demikian total skor
tertinggi yang mungkin dicapai adalah 96 sedangkan total skor
terendah yang mungkin dicapai adalah 24. Selanjutnya
penilaian tingkat komunikasi terapeutik menurut Sitepu (2012)
dibagi dua kategori yaitu: Kurang Baik (total skor ≤ 60) dan
Baik (total skor > 60). Adapun hasil deskripsi variabel
komunikasi terapeutik ditampilkan pada Tabel 4.3. berikut ini:
40
Tabel 4.3. Deskripsi Variabel Komunikasi Terapeutik
Total Skor Komunikasi
Kategori
Frekuensi
Prosentase
≤ 60
Kurang Baik
14
46,7
> 60
Baik
16
53,3
30
100,0
Terapeutik
Total
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa lebih banyak
partisipan dalam hal ini 16 orang (53,3%) yang menilai bahwa
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh para perawat di RS
Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang terhadap para pasien sectio
caesarea tergolong baik dengan nilai total skor >60.
4.2.2. Variabel Kecemasan Pre Sectio Caesarea
Variabel kecemasan pre sectio caesarea terdiri dari 14
indikator empirik yang valid dan reliabel mengacu pada Kasana
(2014). Pilihan jawaban untuk setiap indikator empirik berkisar
antara 0 (tidak ada) hingga 4 (sangat berat). Dengan demikian
total skor tertinggi yang mungkin dicapai adalah 56 sedangkan
total
skor
terendah
yang
mungkin
dicapai
adalah
0.
Selanjutnya penilaian tingkat kecemasan pre sectio caesarea
menurut Kasana (2014) dibagi lima kategori yaitu: Tidak Ada
41
Kecemasan (total skor 0 – 13), Kecemasan Ringan (total skor
14 – 20), Kecemasan Sedang (total skor 21 – 27), Kecemasan
Berat (total skor 28 – 41), Kecemasan Sangat Berat (total skor
42 – 56). Adapun hasil deskripsi variabel kecemasan pre sectio
caesarea ditampilkan pada Tabel 4.4. berikut ini:
Tabel 4.4. Deskripsi Variabel Kecemasan
Pre Sectio Caesarea
Total Skor Kecemasan
Kategori
Frekuensi
Prosentase
0 – 13
Tidak ada
20
66,6
14 – 20
Ringan
5
16,7
21 – 27
Sedang
5
16,7
28 – 41
Berat
0
0,0
42 – 56
Sangat Berat
0
0,0
30
100,0
Pre Sectio Caesarea
Total
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa sebagian
besar partisipan dalam hal ini 20 orang (66,6%) menilai bahwa
tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea di RS Panti
Wilasa Dr. Cipto Semarang tergolong tidak ada dengan nilai
total skor 0 – 13.
42
4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian
hipotesis
pengaruh
komunikasi
terapeutik
terhadap tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea di RS
Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang dilakukan dengan uji t seperti
ditampilkan pada Tabel 4.5.
Analisis regresi selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4.5. Hasil Uji Hipotesis
Variabel
Koef B
t hitung
Komunikasi terapeutik
-0,261
-2,545*
Sig
0,017
Sumber: Data Primer, 2016
Keterangan : * = signifikan pada = 5 %
t 0,05 (df = 28) = 1,701
Berdasarkan hasil analisis regresi seperti ditampilkan pada
Tabel 4.5 di atas, maka selanjutnya dapat dituliskan hasil
persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 27,443 – 0,261 X + e
Nilai koefisien regresi dari komunikasi terapeutik (X) sebesar 0,261 menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan
variabel komunikasi terapeutik akan menurunkan nilai variabel
kecemasan pasien pre sectio caesarea sebesar 0,261 satuan.
Sementara
itu,
terkait
dengan
uji
hipotesis
maka
berdasarkan hasil uji t pada Tabel 4.5 diketahui bahwa
43
komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh negatif yang
signifikan terhadap tingkat kecemasan pasien pre sectio
caesarea.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung -2,545 < ttabel
-1,701 pada selang kepercayaan () sebesar 5%, sehingga H1
diterima. Arah pengaruh yang negatif mengandung arti bahwa
semakin baik komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di
RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang akan menurunkan tingkat
kecemasan pasien pre sectio caesarea. Sebaliknya, semakin
buruk komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di RS
Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang akan meningkatkan tingkat
kecemasan pasien pre section caesarea.
.
4.5 Pembahasan
Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami
seseorang ketika menghadapi sebuah pengalaman baru,
termasuk pada pasien yang akan mengalami tindakan invasif
(Rawling, dalam Suleman dkk, 2014). Salah satu bentuk
tindakan
invasif
adalah
pembedahan
sectio
caesarea.
Kecemasan pada pasien pre sectio caesarea apabila tidak
segera diatasi maka dapat mengganggu proses operasi.
Pendekatan dengan komunikasi terapeutik dapat mengurangi
tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan pembedahan.
Hal ini seperti dikemukakan oleh Taylor (dalam Liza dkk, 2014)
44
bahwa
kecemasan
dapat
dikurangi
dengan
tindakan
keperawatan yang berfokus pada komunikasi terapeutik
terutama bagi pasien selain keluarganya.
Melalui komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat,
setidaknya
perawat
tersebut
menginformasikan
prosedur
pembedahan (persiapan pasien, obat-obat pre medikasi, jenis
pembedahan, anastesi, latihan post operasi) dan hal-hal terkait
dengan
proses
pembedahan
pembedahan
mampu
juga
memberikan
hal
efek
di
luar
positf
proses
terhadap
penurunan tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea. Hal
ini sesuai pendapat Burke & Lemone (dalam Arbani, 2015)
yang mengatakan bahwa tindakan perawat berupa intervensi
keperawatan dan perawatan suportif dapat mengurangi tingkat
kecemasan pasien dan membantu pasien untuk berhasil
menghadapi stres yang dihadapi selama periode pre operasi.
Berdasarkan penelitian ini sebagaimana ditampilkan pada
Tabel 4.3. diketahui bahwa 53,3% partisipan menilai bahwa
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di RS Panti
Wilasa Dr. Cipto Semarang kepada pasien yang akan
menjalani sectio caesarea
tergolong sudah baik.
Hal ini
memberikan dampak kepada sebagian besar pasien pre sectio
caesarea
dimana
tingkat
kecemasan
mereka
sebelum
dilakukannya operasi sama sekali tidak terlihat. Terbukti pada
45
Tabel 4.4. tampak bahwa 66,6% partisipan mengatakan bahwa
tidak ada kecemasan dalam diri mereka sebelum menjalani
sectio caesarea. Jikalaupun ada beberapa pasien yang
merasakan kecemasan, tingkatannya pun hanya tergolong
rendah hingga sedang, yaitu masing-masing sebanyak 16,7%.
Tidak satupun pasien yang dalam penelitian ini yang
mengalami tingkat kecemasan pre sectio caesarea pada level
berat ataupun sangat berat.
Hal ini menunjukkan bahwa
adanya komunikasi terapeutik yang baik sehingga mampu
menekan tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea.
Temuan penelitian ini mendukung sejumlah temuan
penelitian sebelumnya.
Seperti misalnya penelitian yang
dilakukan oleh Kasana (2014) menemukan bahwa terdapat
hubungan
antara
komunikasi
terapeutik
dengan
tingkat
kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di ruang Ponek
RSUD Karanganyar. Hal tersebut disebabkan karena dengan
adanya
komunikasi
terapeutik
maka
perawat
dapat
menumbuhkan motivasi pasien agar dapat menghadapi resiko
yang mungkin terjadi, sehingga dengan begitu maka dapat
mengurangi kecemasan pasien. Temuan Agustus (2010)
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi sectio caesarea di ruang Kebidanan Rumah Sakit
46
Muhammadiyah Palembang. Hal tersebut terjadi karena
adanya komunikasi terapeutik yang baik kepada pasien maka
perasaan cemas yang berlebihan dalam menghadapi proses
operasi akan berkurang. Temuan Siswanti dkk (2013) bahwa
ada pengaruh komunikasi terapeutik bidan dengan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di Ruang
Eva Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Hal tersebut terjadi
karena dengan komunikasi yang baik, pasien mengungkapkan
perasaannya, menceritakan ketakutannya, kekhawatirannya
sehingga bisa mendapatkan solusi serta pengetahuan yang
benar dalam menghadapi proses operasi.