KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA KECAKAPAN EMPATI
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA :KECAKAPAN EMPATIK DALAM
MENGATASI PERBEDAAN
(Dwi Kartikawati)
Globalisasi ditandai dengan semakin maraknya interaksi antar budaya. Hal ini
bisa dipahami seiring pesatnya perkembangan tehnologi dan komunikasi yang
memungkinkan terbukanya keran komunikasi dan tersebarnya informasi sehingga
interaksi antarkultural yang tanpa batas sangat mungkin dilakukan. Tetapi yang menjadi
masalah adalah bahwa upaya interaksi yang terjadi antar kultural tersebut seringkali
menimbulkan pemahaman yang berbeda terhadap perbedaan budaya. Beda budaya inilah
yang terkadang disikapi dengan tidak bijak.
BEDA BUDAYA DAN KOMUNIKASI
Ketika pertama kali kita mengadakan kontak dengan orang yang kita sebut sebagai
stranger maka muncul dibenak kita bahwa mereka berbeda dengan kita dan yang lebih
rawan lagi mereka bukan kelompok kita dan kita harus berjaga-jaga. Menurut Simmel
konsep strangers adalah bahwa mereka
merupakan representasi yang mengandung
gagasan antara ‘kedekatan’karena secara fisik memang dekat dan gagasan ‘kejauhan’
karena mereka memiliki nilai-nilai yang berbeda dan jalan yang berbeda pula mengenai
apa yang dikerjakan.Secara fisik mereka ada dan berpartisipasi dalam situasi dan waktu
yang sama pula berada diluar situasi karena mereka bukan anggota kelompok. Pada saat
pertemuan dengan strangers terjadi muncul kecemasan-kecemasan dalam berinteraksi.
Kita akan melakukan prediksi-prediksi perilaku terhadap mereka. Dalam tataran
komunikasi antarbudaya seperti yang dinyatakan oleh
Miller dan Steinberg kita
menggunkan tipe data cultural yaitu data-data kultural ini digunakan untuk
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
memperkirakan perilaku dari budaya kita dan budaya orang lain.Ada dua faktor yang
mempengaruhi keakuratan prediksi kita ketika menggunakan data kultural yaitu (1)
Banyaknya pengalaman pada level kultural yang kita punya. Yaitu tergantung
pengalaman kita tentang budaya mereka.(2) Kesalahan yang dibuat karena kita tidak
menyadari pengalaman budaya dari stranger tersebut atau karena kita memprediksi
dengan pengalaman dasar budaya yang berbeda dari seseorang yang kita gunakan.
Disamping itu data prediksi sociological hal ini berdasarkan pada anggota anggota dari
stranger atau aspirasi-aspirasi dalam kelompok sosial tersebut. Prediksi kita pada level
sosiological contohnya berdasar pada keanggotaan stranger dalam kelompok politik atau
sosial. Peran yang diberikan, gender mereka atau etnis mereka. Kesalahan dalam
membuat prediksi pada kenyataannya bahwa stranger adalah anggota kelompok dan
ketika kita berkomunikasi dengan mereka kita tidak selalu yakin dengan norma-norma
kelompok dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku mereka. Pertemuan dengan orang
asing membawa kejutan (ketidakpastian) dan tekanan (kecemasan). Beberapa kejutan
dapat mengguncang konsep diri kita dan identitas budaya kita dan membawa kecemasan
sementara yang tidak beralasan. Ketika kita asing dengan budaya tertentu tentu kita
mengkonfrontasi
situasi tersebut dimana kondisi mental dan prilaku kebiasaan kita
dipertanyakan.Termasuk situasi yang memproduksi konflik dimana kita dikuatkan secara
temporer untuk mengetahui identitas kita dengan pola budaya yang disimbolisasi tentang
siap kita dan kita ini apa.Culture Shock adalah Reaksi terhadap situasi yang baru disebut
sebagai culture shock atau guncangan budaya. Oberg (1958) adalah orang pertama yang
memperkenalkan terminologi culture shock /guncangan budaya, yang berhubungan
dengan pengalaman antropolog yang harus belajar mengatur pelanggaran realitas sosial
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
mereka dalam norma, nilai, sosial yang asing. Pelanggaran ini mewakili tantangan
terhadap sosialisasi utama mereka. Lundstedt (1963) menggambarkan guncangan budaya
sebagai bentuk kegagalan adaptasi diri, reaksi terhadap kegagalan sementara terhadap
penyesuaian dengan lingkungan dan masyarakat yang baru.
Prediksi ini berdasarkan pada orang-orang yang spesifik yang berkomunikasi
dengan kita. Ketika menggunakan data ini kita concern pada bagaimana orang-orang ini
berbeda dan sama dari anggota lain dari budaya dan kelompok yang mereka
miliki.Menurut Stephan dan Stephan dalam Gudikunst kita merasa takut pada
konsekuensi negatif ketika berinteraksi dengan strangers yaitu (1) Kita merasa takut
konsekuensi negatif untuk konsep self kita. Kita juga takut kehilangan self esteem yang
akan mengancam identitas sosial kita dan kita merasa bersalah kalau kita berkelakuan
yang menyakiti strangers.(2) Kita merasa takut konsekuensi perilaku negatif kita. Kita
merasa
mereka
akan
mengeksploitasi
kita,
mengambil
keuntungan,
mencoba
mendominasi kita, dan juga khawatir terjadinya konflik verbal.(3) Kita takut
mengevaluasi negatif para strangers.(4) Kita takut dievaluasi negatif oleh anggota
ingroup kita.kita takut dicela, kita ditolak anggota grup kita, mendapat sanksi dan lain
sebagainya.
Kecemasan-kecemasan yang mendera tatkala terjadi pertemuan budaya juga
dimaknai dengan seberapa besar derajat homofily dan heterofily dari masing-masing
budaya. Apabila kita merujuk pada model komunikasi Gudikunt dan Young Yun Kim
Dalam keadaan apapun manusia dalam kehidupan akan memaknai apa yang kita sebut
sebagai symbol-simbol. Menurut Arnold Rose dalam Ridwan Usman (2001:33)
menyebutkan proposisi proposisi (1) manusia hidup dalam suatu lingkungan symbol-
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
simbol. Manusia memberikan tanggapan-tanggapan terhadap tantangan yang bersifat
fisik, misalnya terhadap panas dan dingin. Tetapi keistimewaan manusia terletak pada
kemampuan mengomunikasikan simbol-simbol itu secara verbal melalui pemakaian
bahasa (2) melalui symbol-simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain
dengan cara-cara yang mungkin berbeda dari stimuli yang diterimanya dari orang lainitu.
(3) melalui komunikasi symbol-simbol dapat dipelajari cara-cara tindakan orang lain,(4)
simbol makna serta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan
oleh mereka dalam bagian yang terpisah tetapi selalu dalam bentuk kelompok, yang
kadang-kadang luas dan komplek. Gudikunt(1995) berargumentasi bahwa keefektifan
komunikasi dengan orang asing adalah suatu fungsi dari kemampuan kita untuk mengatur
kecemasan dan ketidakpastian kita. Riset dari Hubbert, Guerrero dan Gudikunt
mengindikasikan bahwa kualitas yang diterima dan keefektifan komunikasi yang diterima
dipengaruhi oleh sejumlah adanya kecemasan dan ketidakpastian dalamn ineteraksi.
Kecemasan dan ketidakpastian yang sedikit paling besar diterima kualitas dan
keefektifannya dari komunikasi
Menilik pada sejarah manusia menurut Fuad Hasan bahwa timbul-tenggelamnya
kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang tenjadi dalam pertemuan antarbudaya,
yaitu sejauh mana satu di antara fihak yang saling bertemu kurang atau tidak lagi
memiliki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suatu daya yang
sekaligus tersimpan (latent) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung
dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestanikan dan daya yang
cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap
masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahankannya agar
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
lestani dan daya lainnya menariknya untuk maju; Dalam kondisi demikian itulah
pertemuan antarbudaya sangat berpengaruh atas perimbangan antara kedua daya tersebut.
Sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi
derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing-masing fihak yang saling
bertemu.
TEMA POKOK YANG MEMBEDAKAN KAB DENGAN KOMUNIKASI
LAINNYA
Dan yang paling utama adalah
memang perlunya pemahaman mengenai
berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dengan berbagai latar budaya yang
berbeda sehingga mengakibatkan urgensinya pemahaman intercultural atau komunikasi
antar budaya ini. Maka perlu kiranya kita membedakan komunikasi antar budaya dari
komunikasi lain pada umumnya. Adalah menurut Ilya(dalam Komunikasi Antar
Budaya:FISIP UI) adalah derajat perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar
antara para komunikatornya yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan.
Sebagai asumsi dasar adalah bahwa diantara individu-individu dengan kebudayaan yang
sama umumnya terdapat kesamaan(homogenitas)yang lebih besar dalam hal latar
belakang pengalamannya masing-masing
secara keseluruhan dibandingkan dengan
mereka yang berasal dari kebudayaan yang berlainan.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta
perbedaan perbedaan lainnya seperti kepribadian individu, umur, penampilan fisik,
menjadi permasalahan yang inheren dalam proses komunikasi manusia. Dengan
demikian KAB dapat dikatakan merupakan perluasan dari bidang-bidang studi
komunikasi antar manusia lainnya seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
organisasi dan lain-lain. Dan dalam Komunikasi Antar Budaya tersebut bisa terdapat
dalam semuanya itu.
ALASAN PENTINGNYA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Adapun ada banyak alasan kenapa kita perlu memahami komunikasi antar budaya
ini . Hal tersebut dapat dijelaskan dengan mengacu pada Toomey(1998:4-7) bahwa:
1. Adanya kecenderungan perbedaan secara global
Seiring perkembangan yang menuju apa yang disebut oleh Marshal Mc Luhan
sebagai Global Village memberikan implikasi tentang adanya hubungan-hubungan yang
meningkat sehingga menimbulkan kesadaran untuk mempelajari masalah komunikasi
antar budaya ini. Hal ini terjadi karena masalah pertemuan antar budaya yang terjadi
seringkali muncul permasalahan karena banyak pihak yang tidak saling memahami pihak
lain yang berbeda dalam hal-hal tertentu
Dengan adanya perbedaan tempat kerja pada level global merepresentasikan
antara kesempatan dan tantangan baik bagi individu ataupun organisasi di berbagai
belahan dunia ini. Selanjutnya kita melihat pada pernyataan Adler dalam Toomey(1998)
bahwa ada lima kompetensi global manakala kita melakukan perbandingan antar budaya
yang berbeda diantaranya adalah
a. pemahaman pada lingkungan politik, budaya dan bisnis dengan perspektif
global
b. pengembangan pespektif yang multipel atas budaya dan pendekatan budaya
yang mendukung bisnis
c. memiliki keahlian dalam bekerja dengan orang lain secara simultan
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
d. beradaptasi dengan nyaman ketika berhubungan dengan orang lain dari
budaya yang berbeda
e. mempelajari cara berinteraksi dengan dunia internasional pada level yang
sama dengan tidak ada yang superior ataupun inferior
Dan kita ketahui bahwa kesuksesan bisnis akan tercapai tergantung pada globalisasi.
Dan globalisasi yang efektif itu tergantung pada kesepakatan dengan tempat kerja yang
berbeda pula,Untuk itulah perlunya pengetahuan dan keahlian dalam komunikasi antar
budaya yang mindfull adalah merupakan langkah pertama yang penting dalam dunia
global sekarang
2. Adanya kecenderungan perbedaan Domestik
Selain dalam lingkup internasional juga terjadi perubahan di kalangan domestik
dengan munculnya subbudaya-subbudaya yang beragam di lingkup domestik.
Ada dua perangkat dimensi yang memberi kontribusi pada bagaimana caranya suatu
kelompok berbeda dari yang lain yaitu:
a. Seperangkat yang disebut sebagai the primary dimensions of diversity yaitu
perbedaan manusia semenjak dilahirkan yang memilki pengaruh pada
sosialisasi kita (gender, etnis, unur, kelas sosial, kemampuan fisik, orientasi
sexual)
b. The secondary dimensions of diversity yaitu kondisi yang dapat diubah atau
dimodifikasi dalam kehisupan kita (pendidikan, pekerjaan , dan penghasilan)
3. Adanya kesempatan mempelajari mengenai interpersonal atau dengan kata lain
kesadaran pribadi
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
Dengan komunikasi antar budaya yang mindful akan memberikan pemahaman yang
kaya tentang perbedaan makna yang berkonsentrasi pada kerja manusia dan kemauan kita
untuk mengekplorasi dan memahami perbedaan budaya dan segala kompleksitasnya yang
akan memperkaya pengalaman hidup kita.
UNSUR-UNSUR YANG MENDASARI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA :
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Dan pemahaman dalam konteks antar budaya itu tidaklah mudah.Disini
diperlukan pemahaman yang mendalam. Dari unsur-unsur yang mendasari terjadinya
Komunikasi Antar Budaya adalah konsep-konsep budaya dan komunikasi. Sebagaimana
dikatakan oleh Sarbaugh dalam (Ilya: Komunikasi Antar Budaya :18) bahwa pengertian
komunikasi antar budaya memerlukan auatu pemahaman tentang konsep-konsep
Komunikasi dan Budaya serta saling ketergantungan diantara keduanya. Dan memang
antara komunikasi dan budaya itu tidak dapat dipisahkan . Dalam hal ini pengembangan
budaya manusia hanya mungkin dilakukan dengan komunikasi dan melalui komunikasi
ini budaya dapat ditransmisikan dari satu generasi ke generasi lainya. Seperti yang
dikatakan Hall (Gudikunt &Yun Kim, 2002) bahwa budaya adalah komunikasi dan
komunikasi adalah budaya. Maka kita mengkomunikasikan apa yang kita kerjakan dalam
budaya yang memang sudah kita pelajari mulai dari bahasa, aturan, norma dari mulai kita
kecil dan tanpa kita sadari budaya tersebut mempengaruhi perilaku kita khususnya dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
KOMUNIKASI EMPATIK DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA YANG
EFEKTIF
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
Lalu setelah kita memahami bahwa dalam melakukan atau mengatasi adanya beda
budaya tidak berarti kita kemudian menutup diri rapat-rapat dan juga membuka lebarlebar diri kita terhadap gerusan untuk penyeragaman budaya tetapi paling tidak ada
alternatif solusi yaitu memilki kecakapan empatik dalam mengahadapi segala hal
tersebut. Dalam hal ini empati adalah sebagai kemampuan melakukan persepsi sosial,
adalah ketika seorang individu mampu memprediksi reaksi atau respon orang lain.
Detilnya adalah kemampuan seseorang---katakanlah A--- dalam melaporkan keadaan
emosional orang lain---misalnya B. Bila penilaian A tentang B sesuai dengan penilaian B
tentang dirinya, maka A memiliki empati yang tinggi terhadap B.Adapun langkah yang
dapat ditempuh antara lain seperti yang dinyatakan De Vito menyatakan (1)Menahan
godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik.Karena focusnya
supaya terjadi pemahaman.(2)makin banyak kita mengenal seseoramng-keinginannya,
pengalamnnay, kemampuannya,ketakutannya, dan lain sebagainya-makin mampu melihat
apa yang dilihat orang lain itu dan kita makin bisa merasakan apa yang dirasakannya.
(3)cobalah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya.
Sehingga sangat memungkinkan bahwa kita terhindar dari komunikasi yang terpolarisasi.
Polarized Communication / komunikasi yang terpolarisasi. Komunikasi terpolarisasi
terjadi ketika komunikator tidak memiliki kemampuan untuk mempercayai dan
mempertimbangkan pandangan seseorang sebagai kesalahan yang serius dan opini-opini
yang lain sebagai kebenaran. Komunikasi dengan komunitas manusia menjadi ditipekan
dengan adanya retorika yaitu bahwa kita yang benar dan mereka yang salah. Komunikasi
polarisasi ada ketika kelompok-kelompok atau para individu melihat kepentingan mereka
sendiri dan tidak concern pada kepentingan orang lain.
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
Penghormatan
sekaligusnya
disikapi
terhadap
secara
masing-masing
manusiawi.Kita
keunikan
tidak
budaya
melihat
yang
dengan
dimilki
kacamata
etnosentrisme. Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap
asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri.
“ ( The Random House Dictionary ).
REFLEKSI
Setelah kita pahami tentang komunikasi antarbudaya yang efektif maka perlu kita
melakukan refleksi pada diri kita masing-masing bahwa ternyata masih banyak pekerjaan
rumah kita terutama untuk lebih mendukung atau sekaligus melakukan kecakapan
empatik yang ternyata tidak mudah. Perlu ketrampilan yang dipelajari dengan sangat
serius guna memperoleh harapan harapan terciptanya manusia antarbudaya
Salah satu konsekuensi adanya interaksi budaya tersebut menimbulkan pertemuan
budaya yang memungkinkan terjadinya perubahan orientasi pada nilai-nilai yang pada
akhirnya mewujud pada apa yang kita sebut sebagai pergeseran, perbenturan (clash)
ataupun konflik. Dan sumber utama penyebabnya adalah komunikasi antar budaya yang
tersumbat. Dalam konteks komunikasi antar budaya penyebab spesifik dari konflik
tergantung situasi, namun demikian semua peristiwa yang terjadi terbagi dalam satu
kebiasaan yang disebut Polarized Communication / komunikasi yang terpolarisasi.
Komunikasi terpolarisasi terjadi ketika komunikator tidak memiliki kemampuan untuk
mempercayai dan mempertimbangkan pandangan seseorang sebagai kesalahan yang
serius dan opini-opini yang lain sebagai kebenaran. Komunikasi dengan komunitas
manusia menjadi ditipekan dengan adanya retorika yaitu bahwa kita yang benar dan
mereka yang salah. Komunikasi polarisasi ada ketika kelompok-kelompok atau para
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
individu melihat kepentingan mereka sendiri dan tidak concern pada kepentingan orang
lain. Maka dapat dilihat, salah satu konsekuensi dan terjadinya pentemuan antar-budaya
ialah kemungkinan terjadinya perubahan onientasi pada nilai-nilai yang sangat mungkin
berpengaruh pada terjadinya perubahan norma-norma peradaban sebagai tolak ukur
warga masyarakat sebagai satuan budaya. Contohnya adalah terjadinya “pergeseran” atau
shift, mungkin ini relative mudah antara lain dilakukan dengan cara adaptasi ataupun
asimilasi antara nilai dan norma yang lama yang baru dikenal. Atau mungkin juga terjadi
sengketa. Hal ini perlu dilakukan dan harus dihadapi dengan melakukan sikap positif atau
acceptance, ada sebagian bisa dilakukan namun ada sebagian yang menolaknya
(rejection). Yang sangat mungkin terjadi juga adalah benturan atau clash. Ini
Ini sangat mudah terjadi terutama ketika timbul derajat penentangan (rejection)
yang merupakan tingkatan paling ekstrem. Karena kita tahu bahwa ada unsure
etnosentrisme yang melekat. “ … Etnosentrisme cenderung memandang rendah orangorang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing
dengan budayanya sendiri. “ ( The Random House Dictionary ).
Untuk itulah perlu penghormatan terhadap masing-masing keunikan budaya yang
dimiliki sekaligusnya disikapi secara manusiawi. Dari sisi kita sebagai masyarakat
dandiri yang memiliki budaya juga harus memiliki ketahanan budaya dan kesadaran
terhadap kebudayaan masing masing sebagai pengukuh jati diri pendukung bangsa.
Dengan demikian terjadilah situasi Antar Budaya yang menyenangkan.
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA :KECAKAPAN EMPATIK DALAM
MENGATASI PERBEDAAN
(Dwi Kartikawati)
Globalisasi ditandai dengan semakin maraknya interaksi antar budaya. Hal ini
bisa dipahami seiring pesatnya perkembangan tehnologi dan komunikasi yang
memungkinkan terbukanya keran komunikasi dan tersebarnya informasi sehingga
interaksi antarkultural yang tanpa batas sangat mungkin dilakukan. Tetapi yang menjadi
masalah adalah bahwa upaya interaksi yang terjadi antar kultural tersebut seringkali
menimbulkan pemahaman yang berbeda terhadap perbedaan budaya. Beda budaya inilah
yang terkadang disikapi dengan tidak bijak.
BEDA BUDAYA DAN KOMUNIKASI
Ketika pertama kali kita mengadakan kontak dengan orang yang kita sebut sebagai
stranger maka muncul dibenak kita bahwa mereka berbeda dengan kita dan yang lebih
rawan lagi mereka bukan kelompok kita dan kita harus berjaga-jaga. Menurut Simmel
konsep strangers adalah bahwa mereka
merupakan representasi yang mengandung
gagasan antara ‘kedekatan’karena secara fisik memang dekat dan gagasan ‘kejauhan’
karena mereka memiliki nilai-nilai yang berbeda dan jalan yang berbeda pula mengenai
apa yang dikerjakan.Secara fisik mereka ada dan berpartisipasi dalam situasi dan waktu
yang sama pula berada diluar situasi karena mereka bukan anggota kelompok. Pada saat
pertemuan dengan strangers terjadi muncul kecemasan-kecemasan dalam berinteraksi.
Kita akan melakukan prediksi-prediksi perilaku terhadap mereka. Dalam tataran
komunikasi antarbudaya seperti yang dinyatakan oleh
Miller dan Steinberg kita
menggunkan tipe data cultural yaitu data-data kultural ini digunakan untuk
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
memperkirakan perilaku dari budaya kita dan budaya orang lain.Ada dua faktor yang
mempengaruhi keakuratan prediksi kita ketika menggunakan data kultural yaitu (1)
Banyaknya pengalaman pada level kultural yang kita punya. Yaitu tergantung
pengalaman kita tentang budaya mereka.(2) Kesalahan yang dibuat karena kita tidak
menyadari pengalaman budaya dari stranger tersebut atau karena kita memprediksi
dengan pengalaman dasar budaya yang berbeda dari seseorang yang kita gunakan.
Disamping itu data prediksi sociological hal ini berdasarkan pada anggota anggota dari
stranger atau aspirasi-aspirasi dalam kelompok sosial tersebut. Prediksi kita pada level
sosiological contohnya berdasar pada keanggotaan stranger dalam kelompok politik atau
sosial. Peran yang diberikan, gender mereka atau etnis mereka. Kesalahan dalam
membuat prediksi pada kenyataannya bahwa stranger adalah anggota kelompok dan
ketika kita berkomunikasi dengan mereka kita tidak selalu yakin dengan norma-norma
kelompok dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku mereka. Pertemuan dengan orang
asing membawa kejutan (ketidakpastian) dan tekanan (kecemasan). Beberapa kejutan
dapat mengguncang konsep diri kita dan identitas budaya kita dan membawa kecemasan
sementara yang tidak beralasan. Ketika kita asing dengan budaya tertentu tentu kita
mengkonfrontasi
situasi tersebut dimana kondisi mental dan prilaku kebiasaan kita
dipertanyakan.Termasuk situasi yang memproduksi konflik dimana kita dikuatkan secara
temporer untuk mengetahui identitas kita dengan pola budaya yang disimbolisasi tentang
siap kita dan kita ini apa.Culture Shock adalah Reaksi terhadap situasi yang baru disebut
sebagai culture shock atau guncangan budaya. Oberg (1958) adalah orang pertama yang
memperkenalkan terminologi culture shock /guncangan budaya, yang berhubungan
dengan pengalaman antropolog yang harus belajar mengatur pelanggaran realitas sosial
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
mereka dalam norma, nilai, sosial yang asing. Pelanggaran ini mewakili tantangan
terhadap sosialisasi utama mereka. Lundstedt (1963) menggambarkan guncangan budaya
sebagai bentuk kegagalan adaptasi diri, reaksi terhadap kegagalan sementara terhadap
penyesuaian dengan lingkungan dan masyarakat yang baru.
Prediksi ini berdasarkan pada orang-orang yang spesifik yang berkomunikasi
dengan kita. Ketika menggunakan data ini kita concern pada bagaimana orang-orang ini
berbeda dan sama dari anggota lain dari budaya dan kelompok yang mereka
miliki.Menurut Stephan dan Stephan dalam Gudikunst kita merasa takut pada
konsekuensi negatif ketika berinteraksi dengan strangers yaitu (1) Kita merasa takut
konsekuensi negatif untuk konsep self kita. Kita juga takut kehilangan self esteem yang
akan mengancam identitas sosial kita dan kita merasa bersalah kalau kita berkelakuan
yang menyakiti strangers.(2) Kita merasa takut konsekuensi perilaku negatif kita. Kita
merasa
mereka
akan
mengeksploitasi
kita,
mengambil
keuntungan,
mencoba
mendominasi kita, dan juga khawatir terjadinya konflik verbal.(3) Kita takut
mengevaluasi negatif para strangers.(4) Kita takut dievaluasi negatif oleh anggota
ingroup kita.kita takut dicela, kita ditolak anggota grup kita, mendapat sanksi dan lain
sebagainya.
Kecemasan-kecemasan yang mendera tatkala terjadi pertemuan budaya juga
dimaknai dengan seberapa besar derajat homofily dan heterofily dari masing-masing
budaya. Apabila kita merujuk pada model komunikasi Gudikunt dan Young Yun Kim
Dalam keadaan apapun manusia dalam kehidupan akan memaknai apa yang kita sebut
sebagai symbol-simbol. Menurut Arnold Rose dalam Ridwan Usman (2001:33)
menyebutkan proposisi proposisi (1) manusia hidup dalam suatu lingkungan symbol-
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
simbol. Manusia memberikan tanggapan-tanggapan terhadap tantangan yang bersifat
fisik, misalnya terhadap panas dan dingin. Tetapi keistimewaan manusia terletak pada
kemampuan mengomunikasikan simbol-simbol itu secara verbal melalui pemakaian
bahasa (2) melalui symbol-simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain
dengan cara-cara yang mungkin berbeda dari stimuli yang diterimanya dari orang lainitu.
(3) melalui komunikasi symbol-simbol dapat dipelajari cara-cara tindakan orang lain,(4)
simbol makna serta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan
oleh mereka dalam bagian yang terpisah tetapi selalu dalam bentuk kelompok, yang
kadang-kadang luas dan komplek. Gudikunt(1995) berargumentasi bahwa keefektifan
komunikasi dengan orang asing adalah suatu fungsi dari kemampuan kita untuk mengatur
kecemasan dan ketidakpastian kita. Riset dari Hubbert, Guerrero dan Gudikunt
mengindikasikan bahwa kualitas yang diterima dan keefektifan komunikasi yang diterima
dipengaruhi oleh sejumlah adanya kecemasan dan ketidakpastian dalamn ineteraksi.
Kecemasan dan ketidakpastian yang sedikit paling besar diterima kualitas dan
keefektifannya dari komunikasi
Menilik pada sejarah manusia menurut Fuad Hasan bahwa timbul-tenggelamnya
kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang tenjadi dalam pertemuan antarbudaya,
yaitu sejauh mana satu di antara fihak yang saling bertemu kurang atau tidak lagi
memiliki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suatu daya yang
sekaligus tersimpan (latent) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung
dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestanikan dan daya yang
cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap
masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahankannya agar
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
lestani dan daya lainnya menariknya untuk maju; Dalam kondisi demikian itulah
pertemuan antarbudaya sangat berpengaruh atas perimbangan antara kedua daya tersebut.
Sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi
derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing-masing fihak yang saling
bertemu.
TEMA POKOK YANG MEMBEDAKAN KAB DENGAN KOMUNIKASI
LAINNYA
Dan yang paling utama adalah
memang perlunya pemahaman mengenai
berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dengan berbagai latar budaya yang
berbeda sehingga mengakibatkan urgensinya pemahaman intercultural atau komunikasi
antar budaya ini. Maka perlu kiranya kita membedakan komunikasi antar budaya dari
komunikasi lain pada umumnya. Adalah menurut Ilya(dalam Komunikasi Antar
Budaya:FISIP UI) adalah derajat perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar
antara para komunikatornya yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan.
Sebagai asumsi dasar adalah bahwa diantara individu-individu dengan kebudayaan yang
sama umumnya terdapat kesamaan(homogenitas)yang lebih besar dalam hal latar
belakang pengalamannya masing-masing
secara keseluruhan dibandingkan dengan
mereka yang berasal dari kebudayaan yang berlainan.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta
perbedaan perbedaan lainnya seperti kepribadian individu, umur, penampilan fisik,
menjadi permasalahan yang inheren dalam proses komunikasi manusia. Dengan
demikian KAB dapat dikatakan merupakan perluasan dari bidang-bidang studi
komunikasi antar manusia lainnya seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
organisasi dan lain-lain. Dan dalam Komunikasi Antar Budaya tersebut bisa terdapat
dalam semuanya itu.
ALASAN PENTINGNYA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Adapun ada banyak alasan kenapa kita perlu memahami komunikasi antar budaya
ini . Hal tersebut dapat dijelaskan dengan mengacu pada Toomey(1998:4-7) bahwa:
1. Adanya kecenderungan perbedaan secara global
Seiring perkembangan yang menuju apa yang disebut oleh Marshal Mc Luhan
sebagai Global Village memberikan implikasi tentang adanya hubungan-hubungan yang
meningkat sehingga menimbulkan kesadaran untuk mempelajari masalah komunikasi
antar budaya ini. Hal ini terjadi karena masalah pertemuan antar budaya yang terjadi
seringkali muncul permasalahan karena banyak pihak yang tidak saling memahami pihak
lain yang berbeda dalam hal-hal tertentu
Dengan adanya perbedaan tempat kerja pada level global merepresentasikan
antara kesempatan dan tantangan baik bagi individu ataupun organisasi di berbagai
belahan dunia ini. Selanjutnya kita melihat pada pernyataan Adler dalam Toomey(1998)
bahwa ada lima kompetensi global manakala kita melakukan perbandingan antar budaya
yang berbeda diantaranya adalah
a. pemahaman pada lingkungan politik, budaya dan bisnis dengan perspektif
global
b. pengembangan pespektif yang multipel atas budaya dan pendekatan budaya
yang mendukung bisnis
c. memiliki keahlian dalam bekerja dengan orang lain secara simultan
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
d. beradaptasi dengan nyaman ketika berhubungan dengan orang lain dari
budaya yang berbeda
e. mempelajari cara berinteraksi dengan dunia internasional pada level yang
sama dengan tidak ada yang superior ataupun inferior
Dan kita ketahui bahwa kesuksesan bisnis akan tercapai tergantung pada globalisasi.
Dan globalisasi yang efektif itu tergantung pada kesepakatan dengan tempat kerja yang
berbeda pula,Untuk itulah perlunya pengetahuan dan keahlian dalam komunikasi antar
budaya yang mindfull adalah merupakan langkah pertama yang penting dalam dunia
global sekarang
2. Adanya kecenderungan perbedaan Domestik
Selain dalam lingkup internasional juga terjadi perubahan di kalangan domestik
dengan munculnya subbudaya-subbudaya yang beragam di lingkup domestik.
Ada dua perangkat dimensi yang memberi kontribusi pada bagaimana caranya suatu
kelompok berbeda dari yang lain yaitu:
a. Seperangkat yang disebut sebagai the primary dimensions of diversity yaitu
perbedaan manusia semenjak dilahirkan yang memilki pengaruh pada
sosialisasi kita (gender, etnis, unur, kelas sosial, kemampuan fisik, orientasi
sexual)
b. The secondary dimensions of diversity yaitu kondisi yang dapat diubah atau
dimodifikasi dalam kehisupan kita (pendidikan, pekerjaan , dan penghasilan)
3. Adanya kesempatan mempelajari mengenai interpersonal atau dengan kata lain
kesadaran pribadi
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
Dengan komunikasi antar budaya yang mindful akan memberikan pemahaman yang
kaya tentang perbedaan makna yang berkonsentrasi pada kerja manusia dan kemauan kita
untuk mengekplorasi dan memahami perbedaan budaya dan segala kompleksitasnya yang
akan memperkaya pengalaman hidup kita.
UNSUR-UNSUR YANG MENDASARI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA :
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Dan pemahaman dalam konteks antar budaya itu tidaklah mudah.Disini
diperlukan pemahaman yang mendalam. Dari unsur-unsur yang mendasari terjadinya
Komunikasi Antar Budaya adalah konsep-konsep budaya dan komunikasi. Sebagaimana
dikatakan oleh Sarbaugh dalam (Ilya: Komunikasi Antar Budaya :18) bahwa pengertian
komunikasi antar budaya memerlukan auatu pemahaman tentang konsep-konsep
Komunikasi dan Budaya serta saling ketergantungan diantara keduanya. Dan memang
antara komunikasi dan budaya itu tidak dapat dipisahkan . Dalam hal ini pengembangan
budaya manusia hanya mungkin dilakukan dengan komunikasi dan melalui komunikasi
ini budaya dapat ditransmisikan dari satu generasi ke generasi lainya. Seperti yang
dikatakan Hall (Gudikunt &Yun Kim, 2002) bahwa budaya adalah komunikasi dan
komunikasi adalah budaya. Maka kita mengkomunikasikan apa yang kita kerjakan dalam
budaya yang memang sudah kita pelajari mulai dari bahasa, aturan, norma dari mulai kita
kecil dan tanpa kita sadari budaya tersebut mempengaruhi perilaku kita khususnya dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
KOMUNIKASI EMPATIK DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA YANG
EFEKTIF
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
Lalu setelah kita memahami bahwa dalam melakukan atau mengatasi adanya beda
budaya tidak berarti kita kemudian menutup diri rapat-rapat dan juga membuka lebarlebar diri kita terhadap gerusan untuk penyeragaman budaya tetapi paling tidak ada
alternatif solusi yaitu memilki kecakapan empatik dalam mengahadapi segala hal
tersebut. Dalam hal ini empati adalah sebagai kemampuan melakukan persepsi sosial,
adalah ketika seorang individu mampu memprediksi reaksi atau respon orang lain.
Detilnya adalah kemampuan seseorang---katakanlah A--- dalam melaporkan keadaan
emosional orang lain---misalnya B. Bila penilaian A tentang B sesuai dengan penilaian B
tentang dirinya, maka A memiliki empati yang tinggi terhadap B.Adapun langkah yang
dapat ditempuh antara lain seperti yang dinyatakan De Vito menyatakan (1)Menahan
godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik.Karena focusnya
supaya terjadi pemahaman.(2)makin banyak kita mengenal seseoramng-keinginannya,
pengalamnnay, kemampuannya,ketakutannya, dan lain sebagainya-makin mampu melihat
apa yang dilihat orang lain itu dan kita makin bisa merasakan apa yang dirasakannya.
(3)cobalah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya.
Sehingga sangat memungkinkan bahwa kita terhindar dari komunikasi yang terpolarisasi.
Polarized Communication / komunikasi yang terpolarisasi. Komunikasi terpolarisasi
terjadi ketika komunikator tidak memiliki kemampuan untuk mempercayai dan
mempertimbangkan pandangan seseorang sebagai kesalahan yang serius dan opini-opini
yang lain sebagai kebenaran. Komunikasi dengan komunitas manusia menjadi ditipekan
dengan adanya retorika yaitu bahwa kita yang benar dan mereka yang salah. Komunikasi
polarisasi ada ketika kelompok-kelompok atau para individu melihat kepentingan mereka
sendiri dan tidak concern pada kepentingan orang lain.
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
Penghormatan
sekaligusnya
disikapi
terhadap
secara
masing-masing
manusiawi.Kita
keunikan
tidak
budaya
melihat
yang
dengan
dimilki
kacamata
etnosentrisme. Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap
asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri.
“ ( The Random House Dictionary ).
REFLEKSI
Setelah kita pahami tentang komunikasi antarbudaya yang efektif maka perlu kita
melakukan refleksi pada diri kita masing-masing bahwa ternyata masih banyak pekerjaan
rumah kita terutama untuk lebih mendukung atau sekaligus melakukan kecakapan
empatik yang ternyata tidak mudah. Perlu ketrampilan yang dipelajari dengan sangat
serius guna memperoleh harapan harapan terciptanya manusia antarbudaya
Salah satu konsekuensi adanya interaksi budaya tersebut menimbulkan pertemuan
budaya yang memungkinkan terjadinya perubahan orientasi pada nilai-nilai yang pada
akhirnya mewujud pada apa yang kita sebut sebagai pergeseran, perbenturan (clash)
ataupun konflik. Dan sumber utama penyebabnya adalah komunikasi antar budaya yang
tersumbat. Dalam konteks komunikasi antar budaya penyebab spesifik dari konflik
tergantung situasi, namun demikian semua peristiwa yang terjadi terbagi dalam satu
kebiasaan yang disebut Polarized Communication / komunikasi yang terpolarisasi.
Komunikasi terpolarisasi terjadi ketika komunikator tidak memiliki kemampuan untuk
mempercayai dan mempertimbangkan pandangan seseorang sebagai kesalahan yang
serius dan opini-opini yang lain sebagai kebenaran. Komunikasi dengan komunitas
manusia menjadi ditipekan dengan adanya retorika yaitu bahwa kita yang benar dan
mereka yang salah. Komunikasi polarisasi ada ketika kelompok-kelompok atau para
Dwi Kartikawati(Universitas Nasional)
individu melihat kepentingan mereka sendiri dan tidak concern pada kepentingan orang
lain. Maka dapat dilihat, salah satu konsekuensi dan terjadinya pentemuan antar-budaya
ialah kemungkinan terjadinya perubahan onientasi pada nilai-nilai yang sangat mungkin
berpengaruh pada terjadinya perubahan norma-norma peradaban sebagai tolak ukur
warga masyarakat sebagai satuan budaya. Contohnya adalah terjadinya “pergeseran” atau
shift, mungkin ini relative mudah antara lain dilakukan dengan cara adaptasi ataupun
asimilasi antara nilai dan norma yang lama yang baru dikenal. Atau mungkin juga terjadi
sengketa. Hal ini perlu dilakukan dan harus dihadapi dengan melakukan sikap positif atau
acceptance, ada sebagian bisa dilakukan namun ada sebagian yang menolaknya
(rejection). Yang sangat mungkin terjadi juga adalah benturan atau clash. Ini
Ini sangat mudah terjadi terutama ketika timbul derajat penentangan (rejection)
yang merupakan tingkatan paling ekstrem. Karena kita tahu bahwa ada unsure
etnosentrisme yang melekat. “ … Etnosentrisme cenderung memandang rendah orangorang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing
dengan budayanya sendiri. “ ( The Random House Dictionary ).
Untuk itulah perlu penghormatan terhadap masing-masing keunikan budaya yang
dimiliki sekaligusnya disikapi secara manusiawi. Dari sisi kita sebagai masyarakat
dandiri yang memiliki budaya juga harus memiliki ketahanan budaya dan kesadaran
terhadap kebudayaan masing masing sebagai pengukuh jati diri pendukung bangsa.
Dengan demikian terjadilah situasi Antar Budaya yang menyenangkan.