asuhan keperawatan anak dengan kejang

BAB I
PENDAHULUAN
.1. Latar Belakang
Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan anak
yaitu gizi dan infeksi. Saat ini 70% kematian balita disebabkan karena pneumonia, campak,
diare, malaria, dan malnutrisi. Ini berarti bahwa penyakit infeksi masih menjadi penyebab
kematian balita. Terjadinya proses infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh
yang biasa disebut dengan demam. Demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang
demam ( Selamihardja, 2001 ).
Kejang merupakan mal fungsi singkat pada system listrik otak dan menjadi karena
cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal. Manifestasi kejang di tentukan oleh lokasi
asal gangguan dan dapat meliputi keadaan tidak sadar atau perubahan kesadaran, gerakan
infolunter dan perubahan dalam persepsi, dan postur tubuh. Kejang merupakan difungsi
neurologic yang paling sering terlihat pada anak – anak dan dapat terjadi dengan berbagai
keadaan yang melibatkan SSP.
Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatrik dan
terjadi dengan frekuensi 4 sampai 6 kasus/1000 anak. Kejang ini merupakan penyebab yang
paling lazim untuk rujukan pada praktek neurologi anak.Kejang didefinisikan sebagai
gangguan fungsi otak tanpa sengaja paroksismal yang dapat nampak sebagai gangguan atau
kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau
disfungsi autonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau

gangguan kesadaran ( Behrman, Robert , Kliegman, Arvin, 2000 ).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada
bayi dan anak. Biasanya antara usia 3 bulan sampai 5 tahun. Sekitar 2 sampai 5% anak
pernah mengalami kejang demam sebelum usia 5 tahun ( Ngastiyah, 2005 ). Jumlah penderita
kejang demam diperkirakan mencapai 2 sampai 4% dari jumlah penduduk di Amerika
Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi
sekitar 20%, diantara jumlah penderita itu mengalami kejang demam kompleks yang harus
ditangani secara lebih teliti ( Millichap, 2002 ).
Kejadian kejang demam terjadi pada 2%-4% anak-anak, dengan insiden puncak pada usia
2 tahun, 30% kasus kejang demam akan terjadi kembali pada penyakit demam berikutnya,
prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian mencapai
0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian
1

berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2-7%. Kejang demam dapat mengakibatkan
gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik, 4%
penderita kejang demam secara bermakna mengalami tingkah laku dan penurunan tingkat
intelegensi.
Kejang demam berbeda dengan kejang yang disebabkan oleh epilepsi yang cenderung
lama, tidak seluruh anggota tubuh mengalami kejang, dan setelah kejang, anak tidak sadar.

Kejang demam juga berbeda dengan radang otak akibat herpes simplex, yakni hanya sebelah
tangan dan kaki yang bergerak lebih dari 10 menit dan setelah kejang, pasien tidak sadar
( Firdaus, 2011 ).
Pengobatan segera atau terapi sangat penting, untuk mencegah terjadinya kejang
berulang. Sekitar sepertiga pasien kejang demam akan mengalami kekambuhan sebesar 44%
pada pasien yang tidak diobati dan pada pasien yang mendapat terapi Fenobarbital maupun
terapi Diazepam per rektal kekambuhan sebesar 21%. Ada 3 hal yang perlu dikerjakan dalam
penatalaksanaan kejang demam, yaitu : pengobatan fase akut, mencari dan mengobati
penyebab,

serta

pengobatan

profilaksis

untuk

mencegah


berulangnya

demam

( Soetomenggolo, 2005 ).
Peran perawat dalam menangani pasien dengan kejang demam pada prinsipnya adalah
menjaga agar tidak terjadi serangan kejang berulang dengan cara mengontrol terjadinya
peningkatan suhu tubuh pasien dan mengendalikan infeksi penyebab demam. Selain itu
perawat juga berperan untuk mencegah terjadinya trauma atau injuri ketika kejang
berlangsung.
Bedasarkan hal di atas penulis akan membahas mengenai perawatan pada anak kejang
dan yang lebih lanjut akan menguraikan pengelolaan asuhan keperawatan pada anak dengan
kejang.
.2. Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas keperawatan anak
b. Tujuan khusus
Untuk mengetahui pengertian, tujuan, diagnosa keperawatan, dan prosedur
pengkajian dan perencanaan asuhan keperawatan yang tepat pada anak dengan
kejang.


2

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
.1. Pengertian kejang
Pada beberapa anak, demam dapat menimbulkan kejang. Kejang merupakan hal yang
menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan. Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38,4°C) yang disebabkan tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut. Kejang demam biasanya
dapat terjadi pada usia antara 3 bulan dan 5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu ( Pusponegoro et all., 2004 ). Menurut Tikoalu J.R (2009)
kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam akibat
proses di luar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena
dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak.
Menurut Doenges (1993), kejang (konvulsion) adalah aktifitas motorik dan gangguan
fenomena sensorik akibat dari pelepasan muatan listrik secara tiba-tiba yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba dan disertai gangguan
kesadaran.
Pendapat lain mengatakan bahwa kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau

anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam ( Pudjiaji et all., 2010 ). Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam.
Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak,
seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A ( Tejani et all., 2010 ).
Penyakit yang mendasari demam berupa infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Risiko berulangnya kejang demam akan meningkat
pada anak dengan riwayat orangtua dan saudara kandungnya juga pernah menderita kejang
demam. Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan sederhana ( Soetomenggolo et
all., 2005 )
.2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan kejang pada anak menurut NIC NOC :
1. Hipertermi berhubungan dengan viremia dan peningkatan metabolik
2. Potensial komplikasi kejang berhubungan dengan hipertermi
3

3. Resiko aspirasi berhubungan dengan akumulasi secret, muntah, penurunan
kesadaran
.3. Prosedur Perawatan pada anak dengan kejang

a. Definisi
Kejang deman merupakan bangkitan kejang yang terjadi oleh karena kenaikan suhu
tubuh ≥ 38°C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b. Tujuan
1. Untuk mengatasi serangan kejang.
2. Untuk mencegah atau meminimumkan cedera akibat kejang.
c. Indikasi
Klien yang mengalami kejang.
d. Alat dan Bahan
1. Bantal atau lipatan selimut
2. Handscoon
3. Diazepam injeksi dan suppositoria
e. Prosedur
1. Lakukan pendekatan dengan tenang.
2. Memperbaiki sirkulasi udara ruangan dengan mempersilahkan selain petugas
untuk keluar ruangan.
3. Membaringkan anak ditempat yang datar dengan posisi miring, kaki bagian
atas ditekuk untuk mencegah bahaya tersedak ludah atau muntahan.
4. Letakkan bantal atau lipatan selimut dibawah kepala anak.
Jangan :

-

Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan.

-

Memasukkan apapun kedalam mulut anak.

-

Memberikan makanan atau minuman.

5. Longgarkan pakaian yang ketat.
6. Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya.
7. Memberikan diazepam melalui dubur untuk mengatasi kejang.
4

8. Apabila tidak tersedia diazepam suppositoria maka bisa diberikan diazepam
injeksi secara intravena.
9. Memastikan jalan napas tidak tersumbat.

10. Memberikan oksigen melalui fask mask 2 ml/menit.
11. Awasi tanda-tanda gangguan pernapasan dengan menghitung jumlah
pernapasan dalam satu menit, melihat ada tidaknya tarikan dinding dada,
melihat ada tidaknya pernapasan cuping hidung.
12. Apabila kejang teratasi maka dilanjutkan pemberian fenobarbital secara IV
langsung setelah kejang berhenti dengan dosis awal :
Bayi 1 bulan-1 tahun : 50 mg
>1 tahun

: 75 mg

13. Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang).
14. Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan
refleks menelan pulih.
15. Melakukan evaluasi tindakan.
16. Membereskan alat-alat.
17. Mencuci tangan.
18. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan.

5


BAB III
PENUTUP
.1. Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang
bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya
terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera
normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat
terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini
mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini
sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin.
.2. Saran
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat
kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam

berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl dalam menetapkan diagnosa
keperawatan.
3. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan lainnya
khususnya dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam menunjang
keberhasilan perawatan dan pengobatan.

6

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Robert M, Kliegman, Ann M.Arvin, 2000, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3
Edisi 15.Jakarta: EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. 1993. Nursing care plans: guidelines for
planning and documenting patient care. (3rd edition). Philadelphia, Peensylvania, U.S.A.:
F.A. Davis Company.
Firdaus, A, 2011, Piawai jadi dokter Anak untuk Keluarga (hal. 39). Yogyakarta: DIVA pres.
Millichap, 2002, ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter

Anak Indonesia. Jakarta: IDAI.
Soetomenggolo TS. Kejang Demam. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting.
Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: BP IDAI; 2005.
Sekartini, R., Tikoalu, J.R (2009) Air Susu Ibu dan Tumbuh Kembang Bayi. Tersedia dalam
www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201033112850.

7