Aplikasi teknologi nuklir dalam bidang p

APLIKASI

TEKNOLOGI

NUKLIR

DALAM

BIDANG

PERTANIAN
I.

LATAR BELAKANG
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom
yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945.
Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom tersebut sehingga
pengaruhnya masih dapat dirasakan sampai sekarang.
Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang telah
memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan umat
manusia. Energy nuklir merupakan salah satu sumber energi yang sangat besar

potensinya untuk digunakan dalam kehidupan manusia. Sampai saat ini tenaga
nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai
bidang antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan, sterilisasi
produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, bidang hidrologi,
yang merupakan aplikasi teknik nuklir untuk non energy. Khusus dalam bidang
pertanian, salah satu contoh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) telah
menghasilkan sejumlah varietas unggul yang baru dengan cara mutasi oleh imbas
radiasi, seperti varietas padi untuk dataran rendah dan dataran tinggi, kedelai, dan
kacang hijau.

II.

TUJUAN
Mengetahui aplikasi teknologi nuklir dalam bidang pertanian di Indonesia.

III.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana aplikasi nuklir dalam bidang pertanian di Indonesia ?
2. Apa jenis-jenis aplikasi teknologi nuklir dalam bidang pertanian yang telah

diterapkan di Indonesia?

IV.

PEMBAHASAN
Teknik nuklir adalah teknik yang berhubungan dengan penggunaan sinar
radiasi yang dihasilkan unsur radioaktif, antara lain sinar alfa, beta, dan gamma.
Sinar-sinar tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, misalnya bidang
kedokteran, teknik perunutan, dan bidang pertanian. Khusus dalam bidang

1

pertanian, manfaat sinar radioaktif sangat besar, yaitu sebagai berikut:
4.1. Mutasi tanaman (untuk menemukan varietas unggul).
Salah satu cara untuk mendapatkan rangkaian sifat yang baik yaitu
dengan mengubah faktor pembawa sifat (gen). Perubahan gen yang dapat
menyebabkan perubahan sifat makhluk hidup dan diwariskan disebut mutasi. Sinar
radioaktif yang biasanya digunakan untuk mutasi adalah sinar gamma yang
dipancarkan dari radioaktif Cobalt-60.
Pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi radiasi untuk mendapatkan

varietas baru dilakukan dengan cara mengiradiasi biji tanaman yang dikehendaki
pada dosis tertentu. Radiasi yang digunakan adalah sinar gamma yang mampu
menembus biji tanaman hingga pada lapisan DNA (gen pembawa sifat keturunan).
Perubahan yang terjadi pada DNA akan menghasilkan perubahan sifat pada
keturunannya. Perubahan sifat secara genetik dapat diamati melalui pertumbuhan
tanaman. Dengan teknik ini dapat diperoleh sifat-sifat baru yang lebih unggul dari
varietas induknya, meliputi daya hasil, daya adaptasi, umur tanaman, serta
ketahanan terhadap hama dan penyakit. Penyinaran radiasi terhadap biji tanaman
tidak mengakibatkan biji menjadi bersifat radioaktif.
Arti dari mutasi dalam bahasan ini adalah suatu proses dimana suatu gen
mengalami perubahan struktur dan/atau suatu perubahan sifat keturunan yang
mengakibatkan perubahan fenotipe yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Sedangkan radiasi adalah pancaran energi melalui materi atau ruang
dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik / cahaya (foton) dari sumber
radiasi.
Keuntungan pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi radiasi adalah
prosesnya yang relatif cepat dibanding teknik lain, dapat memperbaiki satu atau dua
sifat tanaman, dapat menimbulkan sifat baru, serta dapat mematahkan dua sifat yang
linkage.
Teknik mutasi radiasi telah dilakukan di BATAN sejak tahun 1980-an.

Sebagai contoh adalah seleksi pedigree varietas padi Cisantana dengan penyinaran
radiasi sinar gamma dosis 0,2 kGy menggunakan irradiator gamma (gambar 2.)
menghasilkan varietas baru yang diberi nama Bestari. Perbaikan yang dihasilkan
adalah dihilangkannya bulu pada gabah Cisantana (gambar 3.). Adanya bulu tidak
disukai petani karena dapat menurunkan rendemen beras. Selain itu, potensi hasil
produksi juga meningkat dibandingkan dengan varietas induknya, yaitu dari 7,0
2

ton/ha menjadi 9,42 ton/ha. Kadar amilosanya turun dari 23 % menjadi 20,62 %.
Kadar amilosa menentukan tekstur nasi, nilai kadar amilosa antara 10 – 20 %
tekstur nasinya sangat pulen, antara 20 – 25 % pulen dan diatas 25 % merupakan
nasi pera.
Dengan teknik mutasi radiasi, BATAN hingga saat ini telah menghasilkan
15 varietas padi unggul yang dilepas melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian.
Hasil kegiatan pemuliaan tersebut merupakan kontribusi kepada pemerintah dalam
upaya meningkatkan produktivitas padi nasional dan membuat petani memiliki
banyak pilihan terhadap varietas yang ingin ditanam. Selain itu juga dapat
menunjukkan kepada masyarakat bahwa teknik nuklir dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pendapatan petani dengan memanfaatkan benih unggul yang lebih
tahan terhadap penyakit tanaman dan hasil produksi tinggi.

Tabel Varietas Padi Unggul Hasil Litbang BATAN Tahun Pelepasan

Varietas Padi

Tahun Pelepasan

Atomita 1

1982

Atomita 2

1983

Atomita 3

1990

Atomita 4


1991

Situgintung

1992

Cilosasi

1996

Meraoke

2001

Woyla

2001

Kahayan


2003

Winongo

2003

Diahsuci

2003

Yuwono

2004

Mayang

2004

Mira-1


2006

Bestari

2008

3

Penggunaan benih padi unggul BATAN dapat meningkatkan produktivitas
padi lebih dari hasil rata-rata nasional yang hanya 4,9 ton perhektar (BPS 2009).
Dari penanaman varietas padi BATAN di beberapa daerah terutama menggunakan
varietas Bestari, hasil produksinya dapat mencapai 9 sampai 11 ton per hektar.
Sebagai bukti pengakuan pemerintah bahwa BATAN telah berhasil
melakukan inovasi di bidang pertanian dan mendukung program peningkatan
ketahanan pangan, maka pada tanggal 6 Agustus 2009 telah menerima Penghargaan
Agro Inovasi 2009 dari Menteri Pertanian Anton Apriyantono. Dalam sambutannya
pada acara penyerahan penghargaan tersebut Mentan menyatakan, "Peran lembaga
penelitian tidak hanya sebatas sebagai penghasil teknologi yang handal dalam
pembangunan pertanian, namun dapat juga mengambil peran sebagai "agen
perubahan" dan menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pembangunan dan

transformasi pertanian". (Wijananto, Pusat Diseminasi Iptek Nuklir - BATAN)
Jumlah ketersediaan varietas unggul kedelai di Indonesia hingga
sekarang

masih

terbatas. Karena

itu

BATAN dalam

peran

sertanya

memperbanyak varietas unggul terus melaksanakan kegiatan penelitian untuk
memecahkan masalah nasional tersebut. Pemuliaan mutasi kedelai dimulai pada
tahun 1977. Sampai dengan tahun 1998 dengan memanfaatkan teknik mutasi
radiasi telah dihasilkan 3 varietas unggul kedelai yaitu Muria dan Tengger,

yang dirilis.pada tahun 1987 dan varietas yang diberi nama Meratus dan
dirilis pada tahun 1998. Hasil dari kegiatan litbangyasa di bidang kekacangan
ini agak lambat karena penelitian lebih difokuskan pada varietas padi yang
merupakan bahan pangan utama dan lebih memerlukan perhatian untuk
mencukupi kebutuhan pangan nasional. Pada tahun 2004, BATAN merilis
varietas unggul baru kedelai setelah beberapa tahun tidak merilis varietas sejak
tahun 1998. Varietas baru ini diberi nama Rajabasa yang merupakan hasil
persilangan dari galur mutan No. 214 dengan galur mutan 23 D (dihasilkan
dari iradiasi sinar gamma terhadap varietas Guntur). Dibandingkan dengan
varietas sebelumnya, varietas
Rajabasa

memiliki

beberapa

keunggulan

tertentu,


yaitu tingkat

produktivitasnya mencapai 2,05 - 3,90 ton per hektar, sedangkan varietas
lainnya hanya berkisar antara I,4- 1,6 ton per hektar. Biji kedelai varietas
Rajabasa berwarna kuning mengkilat dan ukuran butir lebih besar serta berat
per butirnya mencapai 150 gr. Namun sisi kelemahannya adalah umur
tanamnya lebih panjang sekitar 6-8 hari.

4

Kemudian pada tahun 2008 melalui SK Menteri Pertanian No.
1013/Kpts/SR.1201712008, BATAN kembali merilis varietas unggul baru kedelai
dengan nama Mitani. Varietas baru ini merupakan hasil persilangan dari galur
mutan No. 13-D x 9 dosis 200 Gy yang berasal dari hasil iradiasi sinar gamma
terhadap Varietas

Guntur. Walaupun produksinya

lebih rendah dibanding

varietas Rajabasa. yakni hanya mencapai 2,0 - 3,2 ton per hektar, kandungan
protein varietas Mitani bisa mencapar12,56Vo, sedangkan varietas Rajabasa
hanya mencapai 39,627a.
Dengan tersedianya berbagai varietas unggul kedelai diharapkan para
petani kembali bergairah untuk menanam palawija, khususnya kedelai untuk
memenuhi

kebutuhan

nasional yang

saat

ini

masih

jauh

lebih

besar

dibandingkan dengan kemampuan produksinya. Dengan memanfaatkan teknik
mutasi radiasi, BATAN terus berupaya menciptakan varietas baru untuk
memperkaya keragaman genetik yang memudahkan petani dalam memilih
varietas yang disukai.
Hasil varietas unggul BATAN ini terus dimasyarakatkan ke berbagai
daerah agar hasil litbang ini didayagunakan oleh masyarakat luas. Melalui
program

kerja

sama

yang

dijalin

BATAN dengan

Pemerintah

Propinsi,

Pemerintah Daerah, dan perguruan tinggi setempat, hasil litbang tersebut sudah
dikenalkan di daerah yang meliputi 23 propinsi di seluruh Indonesia.

5

4.2. Pemberantasan hama tanaman.
Pada dasarnya teknik nuklir dibagi menjadi dua yaitu teknik radiasi dan
isotop radioaktif.

Iradiasi memberikan bermacam-macam pengaruh terhadap

makhluk hidup diantaranya adalah pengaruh letal yaitu menimbulkan kematian
terhadap makhluk hidup dan pengaru mandul/steril. Pengaruh terhadap kemandulan
ini dikembangkan oleh Knipling (1955) menjadi teknik pengendalian hama yang
dikenal sebagai Teknik Serangga Mandul (TSM). Selain TSM, pengaruh letal dapat
dimanfaatkan untuk membunuh hama dan penyakit untuk desinfestasi dan perlakuan
fitosanitari

hama

pasca

panen.

4.2.1. Teknik Serangga Mandul
Prinsip kerja Teknik Serangga Mandul (TSM) sebagai berikut: bila ke
lapangan dilepaskan serangga mandul sebanyak 9 kali populasi serangga kebun,
maka akan terjadi persaingan kawin antara serangga mandul dengan serangga
normal, dan hanya 1/10 serangga normal yang kawin dengan serangga normal dan
menghasilkan keturunan. Bila penglepasan serangga mandul dilakukan berulangulang maka dari generasi ke generasi populasi hama akan terus menurun sampai nol.
TSM telah berhasil digunakan di berbagai negara untuk mengendalikan
hama tertentu sampai musnah. Kelompok Hama dan Penyakit Tanaman PATIR,
telah mengembangkan TSM untuk mengendalikan hama lalat buah dan nyamuk.

6

TSM untuk mengendalikan lalat buah Bactrocera carambolae dan Bactrocera
papaya telah dapat dikuasai, mengingat teknik pembiakkan massal lalat buah di
laboratorium dengan kapasitas produksi jutaan per minggu telah berhasil
dikembangkan, dinamika populasinya di kebun telah dipelajari, demikian juga
teknik mass trapping hama ini dengan metil eugenol telah dikuasai. Di sisi lain,
teknik pembiakkan massal nyamuk telah mampu menghasilkan 25.000 jantan
mandul dalam satu minggu, jumlah tersebut dapat ditambah sampai 100.000 ribu
jantan

mandul

sesuai

dengan

permintaan

aplikasi.

Jenis

nyamuk

yang

dikembangbiakkan adalah nyamuk vektor penyakit Demam Berdarah Dengue
(Aedes aegypti)dan Malaria (Anopheles).
a). TSM Lalat Buah
Lalat Buah Bactrocera carambolae dan Bactrocera papaya. Tanpa
perlakuan khusus selagi masih di pohon, buah-buah seperti belimbing, jambu air,
jambu biji, mangga bahkan cabai merah sulit terhindar dari sernagan hama lalat
buah. Bahkan menurut KALSHOVEN hama ini sering menyebabkan gagal panen.
Menurut laporan, kerusakan pada perkebunan mangga di Jawa Timur dapa
mencapai 30 %.. Buah yang terserang sering tampak sehat dan utuh dari luar tetapi
bila dikupas di dalamnya membusuk dan mengandung larva lalat. Penyebabnya
adalah hama lalat buah terutama Bactrocera carambolae dan Bactrocera papayae.
Karena gejala awalnya yang tak tampak jelas, sementara hama ini
sebarannya masih terbatas di kepulauan Indonesia, lalat buah menjadi hama
karantina yang ditakuti sehingga dapat menjadi penghambat ekspor buah-buahan.
Sebenarnya pembrongsongan dapat mencegah serangan, akan tetapi cara ini tidak
praktis untuk dilakukan pada buah di pohon yang tinggi dalam areal yang luas.
Sementara penggunaan insektisida selain mencemari lingkungan juga sangan
berbahaya bagi konsumen buah. Oleh karena itu diperlukan cara pengendalian yang
ramah lingkungan dan cocok untuk diterapkan di areal luas seperti di perkebunanpertkebunan mangga yang luasnya ratusan sampai ribuan hektar yang sekarang
dikembangkan di beberapa propinsi seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatra
Utara.
Hasil

pembiakan

massal

lalat

buah

terutama

diperlukan

dalam

pengendalian dengan TSM. Jutaan kepompong yang dihasilkan dapat dimandulkan
dengan iradiasi gama untuk kemudian dilepas di lapangan sebagai agen pengendali.
Namun serangga hasil biakkan juga diperlukan sebagai inang dalam pembiakkan
parasit atau predator yang dapat digunakan dalam pengendalian hayati. Di
7

Laboratorium Hama PATIR, lalat buah Bactrocera carambolae telah berhasil
dibiakkan dengan menggunakan makanan buatan yang murah dan mudah didapat
yaitu terdiri dari sekam gandum, gula, ragi roti, HCl, Nipagin, Benzoat dan air,
dengan kapasitas produksi jutaan ekor per bulan. Telah diketahui juga bahwa
dengan menggunaakan iradiasi gama dosis 90 Gy lalat buah dapat dimandulkan.
Lalat buah Bactrocera carambolae jantan tertarik pada senyawa metil
eugenol. Perangkap berisi bahan ini dapat digunakan sebagai alat monitor populasi,
namun bila sejumlah besar perangkap dipasang maka lalat buah dapat diperangkap
secara massal sehingga populasinya diharapkan dapat turun. Laboratorium Hama
PATIR telah berhasil membuat dispenser berisi metil eugenol beracun yang bila
dipasang (10 buah perhektar) dapat digunakan untuk menekan populasi lalat buah di
kebun. Dispenser ini selain lebih praktis untuk digunakan karena tidak memerlukan
perangkap juga lebih awet karena dapat efektif selama lebih dari dua bulan.
FOTO KEGIATAN PELEPASAN LALAT BUAH KABUPATEN KARO

Petani Jeruk dengan perangkap particle
Pupa Mandul Siap dilepas
board

Shipping & Packaging

Panen Jeruk

8

Blok Metil Eugenol

Kebun Jeruk Kabupaten Karo

b). TSM Nyamuk
Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan sebuah produk inovasi
terbaru pada pengendalian nyamuk. Dosis iradiasi yang digunakan untuk
memandulkan Aedes aegypty adalah 65 dan 70 Gy, sedangkan untuk Anophelles sp.
Adalah 120 Gy. Bila dibandingkan dengan sistem pengendalian kovensional, TSM
mempunyai banyak kelebihan, yaitu bersifat spesifik species, mudah, murah dan
ramah lingkungan. Itulah sebabnya Depkes dalam hal ini Direktorat Pemberantasan
Penyakit Menular meminta kepada Batan agar melakukan TSM pada pengendalian
nyamuk.
1). Metode


Pengurusan izin :

a.

Izin Etik dari Badan litbang Kesehatan Depkes

b.

Izin Lokasi dari Dinas Kesehatan terkait lokasi


Survei populasi awal



Pemeliharaan nyamuk



Proses iradiasi



Evaluasi Populasi

TSM merupakan suatu cara pengendalian vektor yang ramah lingkungan,
murah, efektif, dan potensial. Teknik ini disebut juga sebagai pengendalian spesifik
species, yaitu membunuh vektor dengan vektor itu sendiri (autocidal technique).
Cara kerja teknik ini pun relatif mudah, yaitu mengiradiasi koloni serangga jantan di
laboratorium, kemudian melepaskannya ke habitat secara periodik. Akibat
pelepasan serangga ke habitat, maka lama kelamaan di lokasi pelepasan tersebut
akan terjadi penurunan populasi, yang secara otomatis akan menurunkan jumlah
penderita DBD atau malaria.
2). Prestasi yang Telah Dicapai
 Mendapat penghargaan dari Menristek sebagai Riset Inovasi Paling
Prospektif tahun 2009.
9

 Fakta-fakta (2011):

Sebelum rilis TSM

Setelah rilis TSM

1. Banjarnegara :
1. Banjarnegara:
a. IH = 10 – 50 (r = 35)
a. HI = 12 – 23 (r = 15,8)
b. Kasus dari bln ke 4 selalu ada
b. Penekanan populasi 95 – 75 %
2. Bangka Barat:
(rata-rata = 78,34 %)
a. IH = 33 – 78 (r = 49,6)
c. Kasus dari bln ke 4 sampai akhir
b. Kasus tiap bulan ada dan ada 3
tahun = 0
orang meninggal
2. Bangka Barat:
a. HI = 17 – 32 (r = 22,25)
b. Penekanan populasi 46,61 – 95,2
% (r = 42 %)
c. Sampai dengan Februari 2012 hanya
terjadi 3 kasus

IV.3.

Pengawetan makanan.
Iradiasi merupakan suatu proses fisika yang dapat digunakan untuk

mengawetkan dan meningkatkan keamanan bahan pangan. Jenis radiasi yang
digunakan adalah radiasi berenergi tinggi yang disebut radiasi pengion, karena
menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya. Energi yang dihasilkan oleh
sumber radiasi dapat dimanfaatkan untuk tujuan menghambat pertunasan dan
pematangan serta membasmi serangga (dosis rendah) dan membunuh mikroba
patogen (dosis sedang), serta membunuh seluruh jenis bakteri yang ada (dosis
tinggi), sehingga mutu bahan pangan dapat tetap dipertahankan di dalam kemasan
yang baik selama penyimpanan. Sumber radiasi yang dapat digunakan untuk proses
pengawetan bahan pangan terdiri dari 4 macam, yaitu: Co-60, Cs-137, masingmasing menghasilkan sinar gamma, mesin berkas elektron dan mesin
generator sinar-X.
Dengan menggunakan pembatas dosis iradiasi dan batas maksimum
energi dari keempat sumber tersebut, maka bahan pangan yang diawetkan
dengan iradiasi tidak menjadi radioaktif. Uji keamanan makanan iradiasi untuk
konsumsi manusia dikenal dengan istilah

wholesomeness test,

mencakup uji

toksikologi, makro dan mikro nutrisi serta uji mikrobiologi dan sensorik.
Dalam teknologi iradiasi, terjadinya interaksi antara radiasi dengan
materi/sel hidup dapat menimbulkan berbagai proses fisika dan kimia di

10

dalam materi tersebut, yang diantaranya dapat menghambat sintesa DNA dalam
sel hidup, misalnya mikroba. Proses ini yang selanjutnya dimanfaatkan untuk
berbagai tujuan, yaitu menunda pertunasan, membunuh serangga dan mikroba.
4.3.1. Aspek Keamanan Makanan Iradiasi
Komoditi yang akan diiradiasi wajib memenuhi kriteria higienis dan
dengan kontaminasi awal serendah mungkin. Sumber radiasi pengion yang
menghasilkan sinar gamma dan sinar-X untuk pengawetan bahan pangan
telah ditetapkan batasan maksimalnya masing-masing sebesar 5 MeV dan 10
MeV

untuk

mesin

berkas

elektron.

Batasan

ini

dibuat

berdasarkan

pembentukan

imbas

radioaktif. Radioaktivitas imbas baru akan timbul pada

atom-atom bahan yang diiradiasi bila energi yang digunakan di atas 5 MeV untuk
radiasi gamma. Batas energi untuk sumber elektron lebih tinggi karena
radioaktivitas imbas yang timbul pada energi kurang dari 16 MeV sangat sedikit
jumlahnya dan relatif berumur pendek.
Pembentukan residu zat radioaktif yang berasal dari sumber radiasi pada
bahan pangan sama sekali tidak ada, karena radionuklida sumber radiasi tersimpan
rapat dalam kapsul logam yang berlapis. Selama proses berlangsung, bahan
pangan sama sekali tidak menempel pada sumber.Iradiasi secara umum dapat
digambarkan sebagai seberkas sinar yang menembus dengan kekuatan yang
berbeda bergantung pada panjang gelombang dan berbanding terbalik dengan
frekuensinya. Oleh karena itu, proses radiasi tidak meninggalkan residu apapun,
baik pada bahan yang disinari, maupun berada di sekitarnya, sehingga proses
tersebut benar-benar aman, bersih dan ramah lingkungan.
4.3.2. Aspek Kimia
Proses penyinaran dengan menggunakan radiasi pengion merupakan
proses “dingin” karena tidak menimbulkan kenaikan suhu pada bahan yang
dilaluinya. Energi yang diserap bahan pangan dengan teknik tersebut jauh lebih
rendah dari energi makanan yang dipanaskan. Akibatnya perubahan unsur kimia
yang terjadi akibat radiasi secara kuantitatif juga lebih sedikit. Senyawa kimia
yang terbentuk akibat radiasi bergantung pada komposisi bahan dan jumlahnya
akan meningkat sesuai dengan bertambahnya dosis radiasi. Perubahan kimia
dapat ditekan dengan mengatur suhu dan kadar air bahan, serta menghilangkan
oksigen udara di sekeliling bahan yang diiradiasi.

11

4.3.3. Aspek Gizi
Sebagaimana

diutarakan

sebelumnya

bahwa

iradiasi

dapat

menimbulkan perubahan kimia pada bahan pangan, maka timbul kekhawatiran
bahwa iradiasi dapat mempengaruhi nilai gizi dari bahan tersebut. Dari hasil
penelitian terbukti bahwa hilangnya zat gizi pada makanan yang diiradiasi sampai
dosis 1 kGy tidak nyata. Iradiasi bahan pangan pada dosis sedang (1-10 kGy)
dapat menurunkan beberapa unsur mikro nutrisinya apabila udara dan suhu serta
kondisi selama proses tidak diatur dengan baik. Perlakuan kombinasi

antara

pengaturan kondisi iradiasi (dosis, suhu, oksigen) dan teknik pengemasan
dapat mempertahankan mutu dan nutrisi pada bahan pangan olahan siap saji.
Beberapa jenis vitamin seperti riboflavin, niacin dan vitamin D cukup
tahan terhadap radiasi, tetapi vitamin A, B, C dan E sangat peka. Pada umumnya,
penurunan kadar vitamin dalam bahan pangan akibat iradiasi hampir sama saja
dengan penurunan akibat pemanasan. Pada sterilisasi panas, kadar thiamin, niacin
dan pridoksin masing-masing mengalami penurunan 80, 35 dan 16%, sedangkan
pada sterilisasi radiasi dengan dosis 45 kGy yang dilakukan pada suhu -79 C
(CO padat) masing-masing hanya mengalami 2 penurunan sebesar 15%, 22%,
dan 2%.
4.3.4. Aspek Mikrobiologi
Paparan radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan DNA pada sel
hidup termasuk sel mikroba khususnya

yang

bersifat

patogenss

Namun,

aplikasi iradiasi dosis sedang (1-10 kGy) tidak dapat menyebabkan terjadinya
mutasi pada mikroba yang bersifat lebih patogen atau resisten terhadap radiasi.
Sebagian besar bakteri patogen vegetatif, tidak berspora dan gram negatif sangat
peka terhadap radiasi, sedangkan bakteri berspora umumnya lebih tahan, kecuali
diiradiasi pada dosis tinggi (> 10 kGy).
4.3.5. Aspek Toksikologi
Meskipun dengan cara analisis kimia tidak ditemukan senyawa apapun
yang dapat membahayakan kesehatan, namun uji toksikologi terhadap bahan
pangan yang diawetkan dengan radiasi masih tetap dilakukan, terutama apabila
ada pengembangan jenis produk yang baru. Uji coba keamanan pangan

12

dilakukan berdasarkan kode etik (ethical clearance) baik pada hewan maupun
manusia. Sebagai relawan, responden perlu mengisi inform consentuntuk
meyakinkan kesediannya. Uji toksikologi terhadap bahan pangan iradiasi dilakukan
dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan paling lengkap bila dibandingkan dengan
pengujian terhadap proses konvensional. Hasil pengujian pangan iradiasi yang
dilakukan para pakar yang bergabung di dalam International Food

Irradiation

Project (IFIP) dan berpusat di Karlshruhe membuktikan bahwa teknik iradiasi
yang diterapkan untuk memproses bahan pangan jauh lebih aman dibandingkan
teknik pengolahan konvensional lainnya.
4.3.6. Aspek Pengemasan
Persyaratan yang berlaku dalam pemilihan bahan pengemas yang
digunakan sebagai pembungkus makanan atau bahan pangan yang akan diiradiasi
harus tetap diperhatikan. Bahan dan teknik pengemasan merupakan unsur yang
tidak kalah penting, karena mutu dari bahan pangan yang diiradiasi sangat
bergantung pada kekuatannya. Bahan pengemas yang “flexible” dalam bentuk
laminasi saat ini lebih banyak disukai daripada wadah yang terbuat dari kaleng,
terutama untuk pembungkus makanan siap saji yang diiradiasi. Bahan pengemas
tersebut umumnya dibuat secara khusus dan bersifat tahan terhadap radiasi,
suhu -79 C, kedap udara serta tidak mudah terkelupas, sehingga mampu
mempertahankan mutu makanan di dalamnya untuk jangka panjang pada suhu
kamar (28 - 30 C).
4.3.7. Aspek Dosimetri
Sebelum bahan pangan diiradiasi, dosis yang akan diterapkan sesuai
tujuannya harus sudah diketahui. Dosimetri ditujukan untuk menetapkan tingkat
keseragaman

dosis,

sehingga

bahan

pangan benar-benar menerima jumlah

paparan dosis yang sama sesuai dengan tujuan iradiasi.
4.3.8. Perkembangan Makanan Iradiasi di Indonesia
Penelitian makanan iradiasi sudah dikembangkan sejak tahun 1968,
dan aplikasinya terus mengalami peningkatan yang sangat nyata. Makanan iradiasi
lazim pula disebut iradiasi pangan telah dikomersialisasikan meskipun hanya
terbatas pada kebutuhan ekspor ke berbagai negara di Eropa, Amerika dan Timur
Tengah. Komersialisasi bahan pangan iradiasi dilakukan berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 701/MENKES/PER/VIII/2009,

13

Undang-undang Pangan RI No. 7/1996, Label Pangan No. 69/1999 par. 34 dan
peraturan perdagangan internasional dari segi komersialisasinya.
V. KESIMPULAN
Aplikasi teknologi nuklir dalam bidang pertanian
VI. DAFTAR PUSTAKA


http://ruddysusanto.blogspot.com/2011/12/

diakses

pada

tanggal

30

September 2013 pukul 19.45 WIB


http://www.infonuklir.com/read/detail/112/nuklir-berperan-dalampeningkatan-produksi-melalui-kegiatan-pertanian-dan-peternakan-untukmendukung diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pukul 20.15 WIB



http://www.batan.go.id/pdin/index.php?page=artikel&artikel=24

diakses

pada tanggal 18 Oktober 2013 pukul 22.07 WIB


http://www.gatra.com/il-tek/sain/32574-pengembangan-teknologi-iradiasiaman-untuk-pengawetan-makanan.html diakses pada tanggal 18 Oktober
2013 pukul 22.52 WIB

14