Peran Pemulung Dalam Pengelolaan Sampah dan Timbulan Sampah di TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan

sumber daya alam yang berasal dari lingkungan demi memenuhi kebutuhan dan
kelangsungan hidupnya, yang akhirnya mengembalikan hasil aktifitas berupa
buangan kembali ke lingkungan. Keseimbangan dampak positif dan dampak
negatif dari pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan manusia sangat
dipengaruhi oleh penggunaan teknologi yang digunakan mengeksplorasi sumber
daya alam, mengolah buangannya, serta daya asimilasi atau daya dukung
lingkungan. Menurut Wardhana (2001), daya dukung lingkungan yang dimaksud
yakni sebagai kemampuan alam untuk mendukung kebutuhan hidup manusia.
Proses pembentukan daya dukung lingkungan membutuhkan waktu yang
sangat lama. Sehingga apabila eksplorasi terhadap sumber daya alam dilakukan
secara berlebihan maka kerusakan yakni ketidakseimbangan dalam lingkungan tak
bisa dihindari. Karena secara teoritis, kerusakan pada daya dukung lingkungan
dengan sendirinya mengalami siklus pemulihan yang alami.


Agar dapat

memanfaatkan dan mengolah sumber daya secara baik diperlukan campur tangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (Wardhana, 2001).
Namun, meningkatnya taraf hidup dan rasa puas yang tidak kunjung
terpenuhi membuat masyarakat semakin konsumtif dan menyukai kebudayaan
serba instan. Kecenderungan inilah yang memicu industri-industri berpacu dalam
menciptakan berbagai produk yang menarik minat masyarakat, sehingga ilmu

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan dan teknologi yang awalnya digunakan untuk mengendalikan
keseimbangan lingkungan, digunakan sebaliknya. Kemajuan industri dan
teknologi ternyata menimbulkan jenis limbah baru yang sebelumnya jarang
ditemui di peradaban masa lampau, yang tidak hanya bersifat organik namun juga
bersifat anorganik (Wardhana, 2001). Limbah yang bersifat anorganik ini terbuat
secara sintetis dan kebanyakan berasal dari hasil pengolahan bahan tambang yang
mempunyai waktu paruh dan proses degradasi di lingkungan yang cukup lama
(Basriyanta, 2007).
Walaupun negara maju saat ini sudah menerapkan berbagai upaya untuk

meminimalisir timbulnya sampah. Kegiatan ini tak hanya menguras banyak
energi, melainkan menciptakan timbulan sampah yang tak kunjung terselesaikan
hingga saat ini. Menurut Setiono, Mashjur, dkk. (2007), dengan bertambahnya
pendapatan disertai meningkatnya jumlah penduduk, maka diperkirakan pada
tahun 2025 mendatang sekitar setengah dari limbah dunia (85% diantaranya
merupakan limbah baru) akan dihasilkan oleh negara-negara berkembang.
Sampah merupakan seluruh sisa dari kegiatan manusia yang berbentuk
padat, tidak termasuk tinja dan air seni. Sampah masing-masing memiliki daya
urai yang berbeda, ada yang mudah diuraikan oleh alam dan ada juga yang
membutuhkan waktu lama sehingga lingkungan dapat mentolerirnya. Secara
umum, sampah dibedakan menurut zat organik dan daya urainya, diantaranya
sampah organik dan anorganik (Chandra, 2005). Sampah organik kita kenal
dengan istilah sampah basah yang berupa kulit buah ataupun sisa sayuran yang

Universitas Sumatera Utara

tidak dikonsumsi lagi. Sedangkan sampah anorganik terdiri dari banyak jenis
seperti kertas, kaca, logam dan plastik yang tidak dipergunakan lagi.
Masalah limbah kota menurut penelitian di Amerika semakin kompleks
sejalan dengan pertambahan penduduk yang sangat pesat. Sejak tahun 1960, 1970,

1980, 1990 dan 2000 berturut-turut sampah kota yang ditimbulkan setiap orang
per kapita adalah 5,4 kg, 6,6 kg, 7,4 kg, 9 kg dan 9,2 kg/orang/hari. Dan diketahui
peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan setiap orang di atas 2 kg dalam
sehari. (Cunningham, W.P. dan Cunningham M.A., 2004). Bisa dibayangkan
apabila jumlah penduduk perkotaan yang lebih dari 1 juta jiwa akan menghasilkan
sampah sebesar 2.000.000 kg dalam sehari.
Upaya untuk mengurangi timbulan sampah sebenarnya sudah banyak
dilakukan, namun tetap saja masalah tentang sampah di perkotaan tidak berhenti.
Para ahli juga mencari cara agar sampah menjadi „warisan‟ bagi generasi
mendatang. Mereka menemukan metode yang disebut 3 R yang merupakan
singkatan dari Reduce-Reuse-Recycle atau yang kita kenal dengan slogan
”Mengurangi, Memakai kembali dan Melakukan daur ulang (3M)” terhadap
sampah (Sirait, 2009). Dan kebanyakan negara sudah menjalankan metode ini.
Meskipun metode mengurangi jumlah dan volume sampah yang
ditimbulkan sudah gencar dilakukan, kehadiran sampah di Kota Medan tetap saja
merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola
kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Menurut BPS
Kota Medan tahun 2013, jumlah penduduk Kota Medan sebesar 2.122.804 jiwa.
Dan menurut Pemerintah Kota Medan tahun 2013, diketahui jumlah timbulan


Universitas Sumatera Utara

sampah dalam setahun sebesar 387.412 kg per m3 atau 1.937.059 liter per m3.
Perinciannya, 48 persen merupakan sampah organik dan 52 persen lagi sampah
anorganik. Jumlah sampah ini diperkirakan akan terus bertambah, dimana tingkat
pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 4 persen.
Dengan peningkatan jumlah sampah sebesar itu jika tidak dilakukan
dengan manajemen pengelolaan yang baik akan mengalami penurunan kualitas
lingkungan. Terbukti pada beberapa dasawarsa terakhir Kota Medan tidak
memperoleh piagam Kalpataru (Pakpahan, 2010).
Namun, sebagian masyarakat memanfaatkan „masalah‟ ini untuk
melangsungkan kehidupannya. Seringkali mereka rela mencari dan memisahkan
sampah yang dapat dijual kembali dengan yang tidak bernilai lagi. Mereka
melakukan aktivitas ini di Tempat-tempat Pembuangan Sampah, baik di TPA,
TPS maupun di tong sampah jalanan. Kelompok masyarakat ini sering kita sebut
sebagai Pemulung. Dalam sehari-hari pemulung dikenal sebagai orang yang
memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan
barang–barang bekas (seperti puntung rokok, plastik, kardus bekas dan
sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya
kembali menjadi barang komoditi (Marpaung. 2012).

Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan.
Tidak jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak
terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa
dijual. Pemulung bisa saja tidak memiliki pilihan lain untuk memulung karena

Universitas Sumatera Utara

tuntutan ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih layak (Siallagan, 2014).
Menurut Listautin (2012), jumlah pemulung di TPA Terjun sebesar 450
orang. TPA Terjun ini sendiri merupakan TPA yang sudah ada sejak tahun 1993
di kota Medan. Menurut Badan Lingkungan Hidup tahun 2009, luas TPA Terjun
adalah 13,8 Ha dengan daya tampung 500.000 m3 yang menampung seluruh jenis
sampah termasuk sampah dari kawasan industri.
Pemulung pada awalnya tidak diizinkan oleh pihak pengawas TPA untuk
mengumpulkan sampah di dalam TPA. Kondisi ini disebabkan oleh risiko
gangguan kesehatan, kecelakaan dan bahaya yang dapat menimpa para pemulung
pada saat sedang dan setelah bekerja di dalam TPA. Selain itu, para pemulung
juga mengganggu proses penimbunan sampah karena para pemulung mengais dan
menyebarkan sampah yang seharusnya tidak disebarkan lagi. Seiring berjalannya

waktu, para pemulung yang tetap bersikeras mengambil sampah tersebut akhirnya
tidak dilarang oleh pengawas TPA. Hal ini dilakukan oleh pengawas TPA karena
tidak hanya menguntungkan pemulung, tapi juga membantu proses pengurangan
jumlah serta jenis sampah yang ada di dalam TPA.
Jumlah pemulung yang cukup banyak ini seharusnya memberikan
perubahan yang signifikan terhadap volume sampah di Kota Medan. Namun
sampai saat ini belum ada hasil yang memuaskan dari sistem pengelolaan sampah
perkotaan, di mana kita masih menjumpai timbulan sampah bahkan sampah yang
berserakan di tepi-tepi jalan dan tempat-tempat umum. Masalah sampah di Kota
Medan yang tak kunjung selesai tersebut membuat penulis tertarik ingin melihat

Universitas Sumatera Utara

gambaran peran para pemulung dalam pengelolaan sampah yang berada di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, Kecamatan Medan Marelan Kota
Medan.
1.2

Rumusan Masalah
Sampah merupakan segala sesuatu yang dianggap tidak berguna lagi yang


bersumber dari dan di sekeliling kegiatan manusia. Sampah yang timbul di
lingkungan tidak hanya mengganggu estetika, namun juga dapat menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat serta lingkungan. Untuk itu, keberadaan
pemulung saat ini sebagai salah satu pengendali sampah di Tempat Pembuangan
Akhir sampah (TPA) sangat diperhitungkan.
Berdasarkan

latar

belakang

yang

telah

diuraikan

sebelumnya,


permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa tindakan yang dapat dilakukan pemulung dalam pengelolaan
sampah di TPA Terjun Kota Medan.
2. Bagaimana peran pemulung dalam pengurangan timbulan/volume
sampah di TPA Terjun Kota Medan.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan umum :
Untuk mengetahui apa peran pemulung dalam pengelolaan sampah.

1.3.2

Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui volume sampah yang masuk ke dalam TPA Terjun
setiap harinya.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis penanganan sampah di TPA Terjun.


Universitas Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui volume sampah yang dikumpulkan oleh para
pemulung.
4. Untuk mengetahui komposisi sampah yang dikumpulkan oleh para
pemulung.
5. Untuk mengetahui metode pengelolaan sampah yang dilakukan para
pemulung terhadap sampah yang ada dalam TPA Terjun.
1.4

Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan bagi masyarakat awam sehingga mau ikutserta
dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitarnya.
2. Menambah wawasan para pelajar ataupun mahasiswa kesehatan
masyarakat

tentang

metode


pengelolaan

sampah

dan

dapat

mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari.
3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang melakukan analisis
ataupun mencari hubungan antara peran pemulung terhadap sistem
pengelolaan sampah.
4. Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya
Pemerintah Kota Medan untuk mengawasi dan mendukung peran para
pemulung dalam mengelola sampah kota, serta mengajak masyarakat
berpartisipasi dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitar.
5. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan yang baik untuk menambah
wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai
sampah, pengelolaan sampah dan peran pemulung dalam mengelola

sampah di tempat pembuangan akhir sampah.

Universitas Sumatera Utara