Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)

(1)

A. Latar Belakang

Fungsi pengawasan Lembaga Keuangan baik Bank maupun bukan Bank akan diambil alih Otoritas Jasa Keuangan. Sementara Bank Indonesia sebagai Bank Sentral hanya berperan sebagai regulator kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas moneter. Dengan demikian pembentukan Otoritas Jasa Keuangan akan berdampak pada perubahan atas empat peraturan perundang-undangan terkait dengan Asuransi, Pasar Modal, Perbankan, serta Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan lainnya. Secara substansi keberadaan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat menjembatani kepentingan setiap regulator pengawasan saat ini.

Tugas Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yaitu: Melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang mempunyai relasi dan


(2)

keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini Otoritas Fiskal (Menteri Keuangan) dan Otoritas Moneter (Bank Indonesia).

Berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 menegaskan bahwa tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi Bank yang dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang berkaitan dengan Microprudential, sedangkan Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan Perbankan terkait

Macroprudential. Berkaitan dengan hal tersebut, tugas pengaturan Perbankan

tidak sepenuhnya dilaksanakan secara independen oleh Otoritas Jasa Keuangan, karena pengaturan Microprudential dan Macroprudential akan sangat berkaitan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa Otoritas Jasa Keuangan masih memiliki ”hubungan khusus” dengan Bank Indonesia terutama dalam pengaturan dan pengawasan Perbankan.1

Krisis ekonomi 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah melakukan pembenahan di sektor Perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Untuk mengatasi permasalahan ini maka muncul gagasan untuk mendirikan suatu lembaga pengawasan yang mandiri. Lembaga pengawasan ini dinamai Otoritas Jasa Keuangan atau disingkat dengan OJK. Sebelum mengenal lebih lanjut tentang Otoritas Jasa Keuangan kita harus lebih dahulu mengerti apa yang dimaksud dengan jasa keuangan. Jasa keuangan secara umum adalah istilah yang digunakan untuk merujuk jasa yang disediakan oleh industri atau organisasi keuangan salah

1

Zulfi Diane Zaini, ”Hubungan Hukum Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa

Keuangan (Ojk)”, Http://Zulfidianezaini.Blogspot.Com/, Diakses Pada Tanggal 29 Mei 2014


(3)

satu bentuk perusahaan yang menyediakan jasa keuangan adalah Bank, Asuransi, Kartu Kredit, dan Sekuritas.

Otoritas Jasa Keuangan Indonesia lahir berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang disahkan pada tanggal 22 November 2011, sehingga jelas sekarang landasan kerja, tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dan hal-hal lain tentang lembaga ini diatur oleh Undang-Undang tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang-Undang-Undang Otoritas Jasa keuangan, pengertian “Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”2

Di lihat dari sistematika lingkup Otoritas Jasa Keuangan tidak hanya dibatasi untuk melakukan pengawasan terhadap Bank, namun juga pengawasan terhadap Lembaga Keuangan lain yang bukan merupakan kewenangan Bank Indonesia seperti Lembaga Asuransi, Dana Pensiun, Sekuritas (Pasar Modal), Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia terdapat pembagian tugas dalam melaksanakan pengawasan Perbankan, yaitu tugas mengatur Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia, sementara tugas mengawasi Bank dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Adanya Otoritas Jasa Keuangan,

2

Zulaikakita,“Ojkdalamketatanegaraanindonesia”,Http://Zulakita.Blogspot.Com/2012/12/ Ojk-Dalam-Ketatanegaraan-Indonesia.Html, Diakses Pada Tanggal 30 Mei 2014 Pukul 20.00


(4)

fungsi pengawasan Lembaga Keuangan baik Bank maupun bukan Bank akan diambil alih Otoritas Jasa Keuangan. Sementara Bank Indonesia sebagai Bank Sentral hanya berperan sebagai regulator Kebijakan Moneter untuk menjaga stabilitas moneter.3

1. Membuat peraturan di bidang jasa keuangan.

Di samping itu, tujuan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ini agar Bank Indonesia fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan Bank karena Bank itu merupakan sektor dalam perekonomian. Untuk mencapai tujuan, Otoritas Jasa Keuangan punya kewenangan yang luas yaitu :

2. Memberi dan mencabut izin persetujuan dan lain-lain, memperoleh laporan periodik dan informasi industri jasa keuangan.

3. Mengenakan sanksi administratif, melakukan pemeriksaan. 4. Melakukan penyidikan atas pelanggaran Undang-Undang. 5. Memberikan arahan atau perintah tertulis.

6. Menunjuk pengelolaan statuter, mewajibkan pengalihan usaha demi menjaga kepentingan nasabah.

7. Mencegah kejahatan di bidang keuangan, dan mengatur pengendalian Lembaga Keuangan.4

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

3

Zulfi Diane Zaini., Loc.Cit. 4

Adrian Sutedi, “Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan”, Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup), Jakarta, 2014, Hal.43.


(5)

berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, antara lain melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan.5

1. Terkait khusus pengawasan dan pengaturan Lembaga Jasa Keuangan bank yang meliputi :

Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang :

a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.

b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

5


(6)

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan Bank yang meliputi: Likuiditas, Rentabilitas, Solvabilitas, Kualitas Aset, Rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan Bank, Laporan Bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja Bank, Sistem informasi Debitur, pengujian kredit (Credit

Testing), dan Standar Akuntansi Bank.

d. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian Bank, meliputi: manajemen risiko, tata kelola Bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang, dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan Perbankan, dan pemeriksaan Bank.

2. Terkait pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :

a. Menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan. b. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa

keuangan.

c. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan.

d. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu. e. Menetapkan peraturan tata cara penetapan pengelola statuter pada


(7)

f. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban. g. Menetapkan peraturan mengenai cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor keuangan.

3. Terkait pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap Kegiatan Jasa Keuangan.

b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif.

c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang Kegiatan Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan atau kepada pihak tertentu.

e. Melakukan penunjukan pengelola statuter. f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter.

g. Menetapkan sanksi administratif kepada pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.


(8)

h. Memberikan dan/atau mencabut : izin usaha, izin perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.6

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan atas asas-asas sebagai berikut :

1. Asas Independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Asas Kepastian Hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan. 3. Asas Kepentingan Umum, yakni asas yang membela dan melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum.

4. Asas Keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

6


(9)

5. Asas Profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Asas Integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan putusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.

7. Asas Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada publik.

Sejalan dengan asas-asas diatas maka Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “Check and Balances”, hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan.7

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan yang ingin penulis bahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan tentang Otoritas Jasa Keuangan?

2. Bagaimana Pengaturan tentang Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan? 3. Bagaimana Fungsi dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam

Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan?

C. Tujuan Penelitian

7


(10)

Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengaturan tentang Otoritas Jasa Keuangan.

b. Untuk mengetahui hubungan antara Lembaga Perbankan dengan Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengganti Bank Indonesia.

c. Untuk mengetahui Fungsi dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Perguruan Tinggi dan dapat dipergunakan sebagai referensi bagi perpustakaan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.

b. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang gambaran umum mengenai fungsi dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan.

c. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan Otoritas Jasa Keuangan dalam penyelenggaraannya dapat mewujudkan sistem keuangan yang lebih Struktur, Sistematis, dan Akuntabel sesuai dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011.


(11)

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini agar terhindar dari suatu penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara sembarangan dan tanpa di dukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan juga penelitian empiris yang dilaksanakan pada kantor Otoritas Jasa Keuangan kota Medan:

1. Sifat Penelitian.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat Deskripstif Analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.8

2. Sumber Data.

Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang diperoleh, yaitu Data Primer dan Data Sekunder. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.9

8

Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hal. 105-106 9


(12)

Di dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan berupa: a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.

Yaitu dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang “Otorita Jasa Keuangan (OJK)”.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder. Yaitu yang berasal dari kamus, majalah, surat kabar, internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penulisan skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data melalui kepustakaan. Teknik pengumpulan data dengan cara ini yaitu mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka, yang terdiri dari Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang “Otoritas Jasa Keuangan”, buku-buku, literatur, makalah, dan lain sebagainya. Selain


(13)

itu dilakukan juga wawancara terstruktur pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang terdapat di Kota Medan.

4. Analisis Data.

Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara bertingkat (Hierarki). Teknik analisis data kualitatif ini tidak membutuhkan populasi dan sampel melainkan dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik itu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berhubungan dengan penulisan skripsi.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan telah dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis. Diantaranya adalah:


(14)

Menuliskan skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan (Studi Kasus Putusan PN Niaga Jakarta Pusat)”.

Penulisan skripsi dengan judul “FUNGSI DAN KEWENANGAN

OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN (STUDI PADA OTORITAS JASA KEUANGAN CABANG MEDAN)” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan

demikian, berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, referensi dari buku-buku, Undang-Undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pemahaman atas isi dari skripsi ini, penulis membuat sistematika pembahasan secara teratur yang semuanya mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain. Dalam skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan sejumlah sub bab.


(15)

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang landasan dan dasar pemikiran bagi penyusun skripsi, baik mengenai Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia

Bab ini menguraikan tentang Pengertian dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keungan, Pihak-Pihak dalam Otoritas Jasa Keuangan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dan Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan.

BAB III : Tinjauan Umum Tentang Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan Di Indonesia

Bab ini membahas mengenai Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan, Pihak-Pihak dalam Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan, Sejarah dan Asas hukum Perbankan, dan Teori Hukum tentang Bank Sentral dan Pengawasan Bank.

BAB IV : Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan Medan)

Bab ini membahas mengenai Profil Otoritas Jasa Keuangan, Pelaksanaan Fungsi, Tugas, Wewenang Otoritas Jasa Keuangan, Efektifitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.


(16)

Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran yang menjadi pokok-pokok pikiran penulis berdasarkan atas uraian-uraian yang telah di kemukakan.


(1)

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini agar terhindar dari suatu penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara sembarangan dan tanpa di dukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan juga penelitian empiris yang dilaksanakan pada kantor Otoritas Jasa Keuangan kota Medan:

1. Sifat Penelitian.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat Deskripstif Analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.8

2. Sumber Data.

Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang diperoleh, yaitu Data Primer dan Data Sekunder. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.9

8

Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hal. 105-106 9


(2)

Di dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan berupa: a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.

Yaitu dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang “Otorita Jasa Keuangan (OJK)”.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder. Yaitu yang berasal dari kamus, majalah, surat kabar, internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penulisan skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data melalui kepustakaan. Teknik pengumpulan data dengan cara ini yaitu mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka, yang terdiri dari Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang “Otoritas Jasa Keuangan”, buku-buku, literatur, makalah, dan lain sebagainya. Selain


(3)

itu dilakukan juga wawancara terstruktur pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang terdapat di Kota Medan.

4. Analisis Data.

Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara bertingkat (Hierarki). Teknik analisis data kualitatif ini tidak membutuhkan populasi dan sampel melainkan dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik itu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berhubungan dengan penulisan skripsi.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan telah dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis. Diantaranya adalah:


(4)

Menuliskan skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan (Studi Kasus Putusan PN Niaga Jakarta Pusat)”.

Penulisan skripsi dengan judul “FUNGSI DAN KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN (STUDI PADA OTORITAS JASA KEUANGAN CABANG MEDAN)” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, referensi dari buku-buku, Undang-Undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pemahaman atas isi dari skripsi ini, penulis membuat sistematika pembahasan secara teratur yang semuanya mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain. Dalam skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan sejumlah sub bab.


(5)

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang landasan dan dasar pemikiran bagi penyusun skripsi, baik mengenai Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia

Bab ini menguraikan tentang Pengertian dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keungan, Pihak-Pihak dalam Otoritas Jasa Keuangan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dan Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan.

BAB III : Tinjauan Umum Tentang Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan Di Indonesia

Bab ini membahas mengenai Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan, Pihak-Pihak dalam Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan, Sejarah dan Asas hukum Perbankan, dan Teori Hukum tentang Bank Sentral dan Pengawasan Bank.

BAB IV : Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan Medan)

Bab ini membahas mengenai Profil Otoritas Jasa Keuangan, Pelaksanaan Fungsi, Tugas, Wewenang Otoritas Jasa Keuangan, Efektifitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.


(6)

Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran yang menjadi pokok-pokok pikiran penulis berdasarkan atas uraian-uraian yang telah di kemukakan.