Hubungan Rotasi Kerja Dan Burnout Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai
dengan adanya mutu pelayanan yang berkualitas oleh pihak rumah sakit
(Nugroho & Marselius, 2012). Oleh sebab itu industri pelayanan kesehatan
membutuhkan tenaga kerja yang lebih terampil sebagai akibat dari kemajuan
teknologi medis dan permintaan perawatan pasien yang lebih canggih
(Ramasodi, 2010). Tim keperawatan dituntut untuk bekerja sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Hal ini ditujukan agar pelayanan keperawatan yang diberikan senantiasa
merupakan pelayanan yang aman dan mampu memenuhi kebutuhan serta
harapan baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Liang, Chen, Le & Huang,
2012).
Kepuasan kerja adalah salah satu ukuran yang harus dimasukkan ke
dalam program perbaikan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit (Ogresta,
Rusac, & Zorec, 2008). Beberapa organisasi bahkan telah menjadikan kepuasan
kerja sebagai prioritas utama (Moumtzoglou, 2010). Menurut Shives (2012)
beberapa perawat memutuskan untuk meninggalkan profesinya dikarenakan
upah yang relatif rendah, tuntutan lembur, burnout, rasio perawat dan pasien

yang tidak sesuai, cedera terkait dengan pekerjaan dan rendahnya tingkat
kepuasan kerja perawat.

1

2

Kepuasan kerja adalah prilaku positif atau negatif yang dimiliki oleh
seorang perawat terkait aspek pekerjaannya (Ho, Chang, Shih, & Liang, 2009).
Kepuasan kerja merupakan konsep kunci dalam suatu organisasi, khususnya
dalam menyediakan asuhan keperawatan (Diganani & Toccaceli, 2013). Kepuasan
kerja perawat menjadi komponen penting bagi penyedia layanan kesehatan dan
pasien (Hayers, Bonner, & Pryors, 2010), indikator dalam manajemen sumber
daya perawat (Siquera & Kuregant, 2012), dan indikator utama dalam
pengembangan kerja melalui peningkatan produktivitas dan tingkat prestasi kerja
(Mohamed & Al-Juboori, 2010).
Kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor balas jasa yang adil dan layak,
penempatan yang tepat sesuai keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan
lingkungan kerja, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap
pimpinan, dan sifat pekerjaan yang monoton atau tidak (Hasibuan, 2007).

Kepuasan kerja juga berhubungan dengan stress dan burnout, komitmen
organisasi, komunikasi dengan atasan dan rekan kerja, autonomy, pengakuan,
usia, lama kerja, pendidikan, dukungan sosial, beban kerja, ketidakjelasan peran,
dan depresi (Lu, While, & Barriball, 2005).
Kepuasan kerja berkontribusi dalam mengidentifikasi masalah pada
pelayanan kesehatan, perencanaan, perbaikan lingkungan kerja dan kualitas
pelayanan (Melo, Barbosa, & Souza, 2009) serta berpengaruh

terhadap

keselamatan pasien, produktivitas dan kinerja, retention dan turnover, kualitas
asuhan pasien, serta komitmen terhadap organisasi dan profesi (Murrels,
Robinson, & Griffiths, 2008).

3

Menurut Syamsu (2008) kepuasan kerja terlihat dari sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaan yang tercermin dari moral kerja,
kedisiplinan, dan prestasi kerja. Seorang perawat yang merasakan kepuasan dalam
bekerja biasanya akan memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik kepada

pasien (Cherry & Jacob, 2005), sebaliknya perawat yang tidak memperoleh
kepuasan dalam bekerja kerja tidak akan mencapai kepuasan psikologis bahkan
menimbulkan sikap atau tingkah laku negatif yang pada akhirnya akan
menyebabkan frustasi dalam bekerja (Sutrisno, 2009).
Beberapa penelitian di rumah sakit menunjukkan bahwa mayoritas
perawat masih merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka, sebanyak 43%
responden mengatakan pekerjaan perawat membosankan, 44% berfikir perawat
tidak memiliki kreativitas, 81% mengatakan pekerjaan perawat melelahkan, 60%
berfikir perawat tidak dihormati, 67% berfikir pekerjaan perawat tidak sehat, 60%
berpikir pekerjaan perawat membuat frustrasi, dan hanya 40% responden
memperoleh prestasi dalam keperawatan (Hu & Liu, 2004). Penelitian lain oleh
Ramasodi (2010) di Rumah Sakit Afrika Selatan dinyatakan bahwa tingkat
kepuasan kerja perawat masih berada pada kategori rendah, dimana hampir 80%
responden menunjukkan perasaan tidak puas terhadap pekerjaan mereka.
Penelitian di Indonesia oleh Mulatinah, Kana, Nico, Warsito, dan
Bambang (2014) di RSU Budi Rahayu Pekalongan menemukan sebanyak 54,3%
perawat merasa tidak puas dalam pekerjaanya, dimana 62,9% perawat merasa
tanggungjawab yang diberikan kepada mereka masih kurang baik, 59,9%
mengatakan kesempatan untuk berkembang di rumah sakit tersebut kurang baik,


4

58,6% pengakuan oleh pihak rumah sakit kurang baik, 57,1% kondisi kerja di
rumah sakit tersebut kurang baik, 55,7% kebijakan yang ditetapkan oleh rumah
sakit kurang baik, 52,9% promosi kerja kurang baik, 52,9% gaji yang diperoleh
kurang baik, dan 52,9% merasa interaksi antar personal masih kurang baik.
Rumah sakit jiwa adalah suatu rumah sakit yang termasuk ke dalam rumah
sakit khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya (UU No.44, 2009; Permenkes
No.340, 2010). Rumah sakit jiwa merupakan bagian penting dalam pelayanan
keperawatan

yang

berkelanjutan,

berorientasi

terhadap


pemulihan,

dan

memberikan komponen pengobatan dalam sistem kesehatan untuk menilai,
mengevaluasi, dan memperlakukan orang dengan kondisi kejiwaan yang paling
kompleks yang beresiko membahayakan diri sendiri atau orang lain dan tidak
dapat secara efektif diobati dengan layanan yang tersedia yang ada di masyarakat
(National Association of State Mental Health Program Directors [NASMHPD],
2014).
Perawat jiwa dianggap sebagai area yang memiiki tingkat burnout yang
tinggi yang dapat berpengaruh terhadap individu maupun organisasi. Perawat jiwa
juga dilaporkan sebagai individu dengan tingkat stress yang tinggi dengan
kepuasan kerja yang rendah (Konstantinos & Christina, 2008). Penelitian Yousefy
dan Ghassemi (2006) di Iran dinyatakan bahwa perawat yang bekerja di unit jiwa
memiliki level burnout yaitu pada emotional exhaustion yang lebih tinggi
dibandingkan perawat yang bekerja di unit lain.

5


Penelitian tersebut didukung oleh penelitian Imai, Nakao, Tsuchiya,
Kuroda, dan Katoh (2015) di Croatia yang menyatakan bahwa angka prevalensi
terjadinya burnout pada komunitas perawat jiwa lebih tinggi dibandingkan dengan
perawat kesehatan lainnya yaitu sebesar 59,2%. Rahman (2010) dalam
penelitiannya di Surakarta, menemukan beberapa kondisi yang menjadi masalah
perawat terkait dengan burnout, yaitu kurangnya perhatian atasan terhadap
pendapat atau ide yang diberikan bawahan, aktivitas di rumah sakit jiwa yang
monoton, banyaknya jumlah pasien yang harus dirawat, peraturan dan keputusan
dari atasan yang kurang adil, masalah adaptasi awal (rasa takut dan kurang cocok
dengan profesi), dan masalah ketidaknyamanan (kurangnya perhatian oleh pihak
rumah sakit jiwa, rekan kerja yang kurang disiplin, fasilitas yang kurang
memadai).
Burnout didefinisikan sebagai suatu kondisi psikologis negatif yang
berkembang selama jangka waktu yang panjang terhadap individu (Maslach &
Leiter, 1997). Burnout dianggap penting karena berkaitan dengan kesehatan fisik
dan mental. Burnout dapat mempengaruhi hampir setiap orang dalam berbagai
pekerjaan, termasuk pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan
(Bahrer-Kohler, 2013). Burnout diidentifikasi sebagai masalah di bidang
pelayanan manusia yang memerlukan penanganan dan perhatian yang cukup

serius (Abushaikha & Hazboun, 2009). Burnout sangat mempengaruhi kualitas
pelayanan keperawatan kepada pasien, menyebabkan efektifitas pekerjaan
menurun, hubungan sosial antara rekan kerja renggang, timbul perasaan negatif
terhadap pasien, pekerjaan dan tempat kerja (Tawale, Budi, & Nurcholis, 2011).

6

Penelitian Bogaert, Clarke, Willems dan Mondelaers (2012) di Belgia
menunjukkan hasil bahwa burnout pada perawat dapat mengurangi kepuasan
kerja, meningkatkan keinginan perawat untuk keluar dari profesinya dan
berpotensi kepada dampak negatif kualitas pelayanan. Penelitian Mizmir (2011)
menyatakan bahwa level burnout memiliki hubungan dengan kepuasan kerja,
semakin tinggi level burnout maka semakin rendah kepuasan kerja, sebaliknya
semakin rendah level burnout, maka kepuasan kerja yang dirasakan akan semakin
besar. Penelitian Maharani dan Triyoga (2012) di Kediri menjelaskan bahwa
burnout memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan motivasi
dalam bekerja, dengan kepuasan kerja yang tinggi maka motivasi kerja juga akan
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perawat.
Fokus utama pendekatan manajemen adalah pengelolaan tenaga
keperawatan agar dapat lebih produktif sehingga misi dan tujuan organisasi dapat

tercapai. Perawat merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang
memiliki kesempatan paling banyak melakukan praktik profesional terhadap
pasien yang dirawat di rumah sakit. Seorang perawat akan mampu memberikan
pelayanan dan asuhan keperawatan yang profesional jika sejak awal bekerja
menjalankan program pengembangan staf yang terstruktur (Keliat, 2010).
Pelaksanaan rotasi kerja dianggap bisa memperbaiki efisiensi manajemen sumber
daya dalam mempersiapkan perawat yang memiliki kompetensi, menambah
pengetahuan profesional (Chen, Wu, Chang, & Lin, (2013), memberikan inspirasi
untuk mencapai kinerja yang tinggi dalam meningkatkan kualitas asuhan, serta
meningkatkan kepuasan kerja perawat (Ho, Chang, Shih, & Liang, 2009).

7

Rotasi kerja adalah perpindahan individu dari satu pekerjaan ke pekerjaan
lain dengan keahlian yang sama (Robbin & Judge, 2013). Pelaksanaan rotasi kerja
dimaksudkan untuk menghindari burnout perawat pada rutinitas pekerjaan yang
terkadang membosankan. Rotasi kerja berperan efektif dalam pengembangan
kemampuan perawat, dan menjadikan pekerjaan lebih bervariasi (Rashki,
Hasanqasemi, & Mazidi, 2014).
Pelaksanaan rotasi kerja sering kali menimbulkan ketidaknyamanan dan

ketidakpuasan bagi perawat yang akan dirotasi. Hasil penelitian Raihan (2011)
menunjukkan bahwa persepsi perawat terhadap rotasi pekerjaan masih belum
baik, sehingga respon perawat terhadap pelaksanaan rotasi masih negatif yang
dikarenakan oleh berbagai alasan. Informasi yang diperoleh dari pihak manajemen
rumah sakit bahwa pelaksanaan rotasi kerja di Rumah Sakit Prof. DR.
Muhammad Ildrem Medan biasanya dilakukan setiap tahun. Rotasi kerja
ditujukan pada seluruh unit ruangan kecuali unit gawat darurat. Pelaksanaan rotasi
dilakukan atas dasar rotasi tempat, promosi, dan penurunan jabatan ke tingkat
yang lebih rendah.
Lebih lanjut survey terhadap 5 orang perawat pelaksana di Rumah Sakit
Jiwa Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan, diperoleh beberapa keluhan yang
menimbulkan ketidakpuasan bagi perawat yaitu: pelaksanaan rotasi kerja tidak
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan khususnya dalam dua tahun terakhir,
pemindahan dan penempatan staf terkadang tidak sesuai dengan keahlian
tergantung kebijakan dari manajemen, evaluasi pelaksanaan rotasi tidak dilakukan
secara rutin, jumlah pasien yang banyak dengan jumlah perawat yang terbatas.

8

Keluhan lain yaitu: kurangnya kesempatan mendapatkan promosi, kesempatan

untuk mengikuti pelatihan sedikit, rutinitas kerja yang monoton, jumlah pasien
yang banyak dengan jumlah perawat yang terbatas, ketidaknyamanan kerja terkait
dengan rekan kerja yang kurang disiplin dan sering tidak berada di ruangan, serta
pasien yang cenderung dapat membahayakan.
Fenomena di atas menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan rotasi kerja dan burnout dengan kepuasan kerja
perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan.

1.2. Permasalahan
Kemampuan perawat melakukan praktik profesional harus dikembangkan
dan ditingkatkan melalui manajemen SDM perawat yang konsisten serta
disesuaikan

dengan

perkembangan

ilmu

pengetahuan


dan

teknologi.

Pengembangan SDM sebagai proses pengelolaan motivasi staf yang bertujuan
untuk menciptakan iklim yang menyenangkan, memberikan kepuasan kepada staf
dan pasien sehingga staf dapat bekerja lebih produktif. Hal tersebut merupakan
penghargaan bagi tenaga perawat untuk mendapatkan kompensasi berupa
penghargaan sesuai dengan apa yang telah dikerjakan perawat (Keliat, 2010).
Pada kenyataannya di lapangan ditemukan beberapa kondisi yang
menunjukkan ketidakpuasan perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad
Ildrem Medan yaitu: pelaksanaan rotasi kerja tidak sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan khususnya dalam dua tahun terakhir, pemindahan dan penempatan staf
terkadang tidak sesuai dengan keahlian tergantung kebijakan dari manajemen,

9

evaluasi pelaksanaan rotasi tidak dilakukan secara rutin, kurangnya kesempatan
promosi, kesempatan untuk mengikuti pelatihan sedikit, rutinitas kerja yang
monoton, jumlah pasien yang banyak dengan jumlah perawat yang terbatas,
ketidaknyamanan kerja terkait dengan rekan kerja yang kurang disiplin dan sering
tidak berada di ruangan, serta pasien yang cenderung dapat membahayakan.
Berdasarkan beberapa masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan
penelitian yaitu Bagaimana hubungan antara rotasi kerja dan burnout dengan
kepuasan kerja perawat di rumah sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara
rotasi kerja dan burnout dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa
Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. DR.
Muhammad Ildrem Medan;
2. Mengidentifikasi burnout perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad
Ildrem Medan;
3. Mengidentifikasi rotasi kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. DR.
Muhammad Ildrem Medan;
4. Menguji hubungan antara rotasi kerja dengan kepuasan kerja perawat di
Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan;

10

5. Menguji hubungan antara burnout dengan kepuasan kerja perawat di Rumah
Sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan.

1.4. Hipotesis
1. Ada hubungan positif antara rotasi kerja dengan kepuasan kerja perawat di
Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan;
2. Ada hubungan negatif antara burnout dengan kepuasan kerja perawat di
Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. Muhammad Ildrem Medan.

1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi pendidikan
Penelitian ini dapat menjadi bahan tambahan dalam bidang ilmu
keperawatan khususnya terkait dengan rotasi kerja, burnout dan kepuasan kerja
perawat.
1.5.2. Rumah sakit
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan rumah sakit dalam upaya
meningkatkan kepuasan kerja perawat yang diharapkan akan berdampak terhadap
mutu asuhan keperawatan.
1.5.3. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evidence based dan
pertimbangan

bagi

penelitian

keperawatan

dalam

melakukan

penelitian

selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan rotasi kerja, burnout dan kepuasan
kerja perawat.