Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Kridalaksana (2008:24), Bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang arbitrer dan konvensional yang digunakan kelompok sosial untuk bekerja
sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.
Sutedi

(2003:2)

menyatakan

bahwa

bahasa

adalah

alat


untuk

menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Jadi, Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer dan konvensional yang digunakan
dalam

kelompok

sosial

untuk

bekerja

sama,

berkomunikasi

dan


mengidentifikasikan diri. Sehingga, Bahasa memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia sehari-hari untuk mengkomunikasikan pikiran, hasrat,
keinginan dan maksud kepada lawan bicaranya baik secara lisan maupun secara
tulisan guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan fungsinya, bahasa dapat dikaji secara internal maupun
eksternal. Yang dimaksud kajian secara internal adalah pengkajian itu hanya
dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu saja, yaitu struktur fonologis,
morfologis, sintaksis dan semantik. Fonologi (on-inron) merupakan cabang
linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya.
Morfologi (keitairon) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan
proses pembentukannya. Sintaksis (tougoron) adalah cabang linguistik yang
mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Dan cabang ilmu

11

Universitas Sumatera Utara

linguistik internal yang terakhir adalah semantik (imiron). Semantik merupakan
salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik memiliki
peranan yang penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tidak lain

hanya untuk menyampaikan suatu makna. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu struktur
kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak akan
terlepas dari makna.
Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh
konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang
berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah
hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan
bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297). Salah satu jenis relasi makna ini adalah
menyangkut kesamaan makna (sinonim).
Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 2007:267).
Walaupun ada kesamaan makna, namun nuansa maknanya tidak sepenuhnya sama,
atau tidak sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya
penggunaannya dalam kalimat. Misalnya pada kata /tsukau/ dan /mochiiru/, kedua
kata tersebut merupakan verba yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia memiliki makna yang sama yaitu „menggunakan‟. Akan tetapi,
meskipun kedua kata tersebut bersinonim, namun hanya pada konteks tertentu
saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks atau
situasi tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil.


12

Universitas Sumatera Utara

Sinonim dalam bahasa Jepang disebut Ruigigo ( 類 義 語 ) dan kadang
disebut juga dengan istilah Dougi Kankei (同義関係) adalah dua buah kata atau
lebih yang mempunyai salah satu imitokuchou (suatu fitur semantik yang terdapat
dalam suatu makna kata) yang sama (Dedi Sutedi, 2008:124). Sebagai contoh,
pemakaian verba /tsukau/ dan /mochiiru/ adalah pada kalimat berikut :
1. A:こ

クス

使っ

いい

Kono fakusu, tsukattemo ii desuka.


Bolehkah menggunakan faksimil ini?
B:そ

故障し





使っ



さい

Sore wa koshoushite imasukara, achira nowo tsukatte kudasai.

Karena faksimil ini sedang rusak, silahkan menggunakan yang itu.
(minna no nihonggo II, bab 29 2006:26)
2.


多く

電気製品

ン技術

用い



Ima dewa ookuno denki seihin ni, maikon gijutsu ga mochiirareteiru .

Saat

ini

banyak

alat-alat


listrik

yang

menggunakan

teknologi

mikrokomputer.
(Hirose Masayoshi, 2005:437-438)
Melihat kedua contoh kalimat tersebut, kata /tsukau/ dan /mochiiru/ itu
memiliki makna yang sama yaitu „menggunakan‟. Namun dalam penggunaannya
kata /tsukau/ lebih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari/bahasa lisan,
sedangkan kata /mochiiru/ jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari atau
lebih sering digunakan dalam bahasa tulisan. Kalau dilihat dari sudut makna,

13

Universitas Sumatera Utara


verba /tsukau/ dan /mochiiru/ adalah sinonim. Sinonim kata dalam bahasa Jepang
merupakan salah satu penyebab yang membuat pembelajar asing selalu
melakukan kesalahan, karena sulit menentukan kata mana yang cocok digunakan
pada kalimat bahasa Jepang. Oleh karena itu masih perlu dilakukan penelitian
untuk mendeskripsikan makna kata satu persatu, termasuk didalamnya kata-kata
yang bersinonim sehingga pada akhirnya dapat diketahui makna setiap kata,
persamaan dan perbedaannya.
Berdasarkan latar belakang inilah maka penulis merasa tertarik untuk
menganalisis tentang sinonim kata /tsukau/ dan /mochiiru/ yang memiliki makna
yang sama yaitu menggunakan”. Penulis akan meneliti sinonim kata verba
“Tsukau dan Mochiiru” dalam majalah “Nipponia ”. Adapun judul penelitian
“Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau Dan Mochiiru” Dalam
Majalah “Nipponia ”.

1.2 Perumusan Masalah
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, setiap pembelajar Bahasa Jepang
mempelajari pemakaian doushi yang bersinonim dengan benar. Karena tidak
jarang sebuah doushi yang bersinonim memiliki makna gramatikal dan fungsi
yang tidak persis sama ketika dipahami dalam kalimat yang berbeda pula

walaupun perbedaannya hanya sedikit. Munculnya perbedaan makna yang
diinterpretasikan dan akhirnya dapat menimbulkan kesalahpahaman antar individu
yang berkomunikasi dalam Bahasa Jepang diakibatkan adanya kesalahan
pemakaian doushi yang bersinonim dalam suatu kalimat. Makna sebuah doushi

14

Universitas Sumatera Utara

yang bersinonim hanya akan muncul bila doushi yang bersinonim tersebut dipakai
dalam sebuah kalimat yang disebut makna gramatikal. Hal ini dikarenakan tidak
mempunyai makna leksikal dan tidak bisa berdiri sendiri.
Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka penelitian ini hanya akan
dibatasi dalam beberapa hal saja. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah Bagaimanakah Perbedaan Fungsi dan Makna Doushi
/Tsukau/ dan /Mochiiru/ dalam kalimat yang terdapat dalam majalah “Nipponia ”
(no.7 & no.8 tahun 1999, no.20 & no.21 tahun 2002, no.29 & no.31 tahun 2004,
no.33 tahun 2005 & no.47 tahun 2008).

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka penulis membuat ruang
lingkup permasalahan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan masalah tidak
terlalu melebar sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami pokok
permasalahan yang dibahas.
Penelitian ini difokuskan kepada pembahasan atau masalah yang
berhubungan dengan fungsi dan makna dari doushi /tsukau/ dan /mochiiru/ yang
diambil dari cuplikan kalimat bahasa Jepang yang terdapat pada majalah
“Nipponia ” (no.7 & no.8 tahun 1999, no.20 & no.21 tahun 2002, no.29 & no.31
tahun 2004, no.33 tahun 2005 & no.47 tahun 2008).
Doushi /tsukau/ dan /mochiiru/ sendiri merupakan dua buah kata kerja

yang bersinonim dalam bahasa Jepang. Oleh karena itu penelitian ini akan

15

Universitas Sumatera Utara

difokuskan pada perbedaan fungsi dan makna doushi /tsukau/ dan /mochiiru/
sebagai doushi yang bersinonim.


1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1

Tinjauan Pustaka
Menurut Ferdinand de Saussure dalam Abdul Chaer (2009:29) makna

adalah pengertian suatu konsep yang dimiliki atau terdapat pada tanda linguistik ,
tanda linguistik bisa berupa kata atau leksem maupun morfem. Sutedi (2003:14)
berpendapat bahwa dalam bahasa Jepang ada dua istilah tentang makna, yaitu kata
imi (意味) yaitu makna asli dari suatu kata yang terdapat dalam kamus dan igi (意

義 ) yaitu makna dari suatu kata yang mengalami perubahan akibat proses
gramatikalnya. Kata imi digunakan untuk menyatakan makna hatsuwa (tuturan)
yang merupakan wujud satuan dari parole , menurut Robins (1989:45) parole
adalah “apa yang sebenarnya diucapkan” oleh penutur bahasa dalam
(waki14.blogspot.com/2012/.../pengertian-langage-langue-dan-parole.html),
sedangkan igi digunakan untuk menyatakan makna dari bun (kalimat) sebagai
wujud satuan dari langue, menurut Robins (1989:45) langue adalah hasil kolektif
masyarakat bahasa dan digambarkan sebagai kesatuan di luar individu
(waki14.blogspot.com/2012/.../pengertian-langage-langue-dan-parole.html).
Dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana, 2008:132), pengertian makna
dijabarkan menjadi :
1. Maksud pembicara

16

Universitas Sumatera Utara

2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia
atau kelompok manusia.
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa
atauantara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya.
4. Cara manggunakan lambang-lambang bahasa.
Makna terbagi atas makna leksikal dan makna gramatikal, Sutedi
(2008:115) mengemukakan bahwa makna leksikal dalam bahasa Jepang dikenal
dengan istilah jishoteki-imi yang berarti makna kata sesungguhnya sesuai dengan
referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya,
atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata, sedangkan makna
gramatikal dalam bahasa Jepang disebut bunpoteki-imi yaitu makna yang muncul
akibat proses gramatikalnya. Makna ini berkaitan dengan relasi makna, relasi
makna menyangkut kesinoniman.
Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 2007:267).
Walaupun ada kesamaan makna, namun nuansa maknanya tidak sepenuhnya sama,
atau tidak sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya
penggunaannya dalam kalimat. Misalnya pada kata /tsukau/ dan /mochiiru/, kedua
kata tersebut merupakan verba yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia memiliki makna yang sama yaitu „menggunakan‟. Akan tetapi,
meskipun kedua kata tersebut bersinonim, namun maknanya bisa berbeda pada
konteks dan situasi tertentu saja. Makna yang bisa berbeda pada konteks dan
situasi tertentu saja inilah disebut makna kontekstual. Makna kontekstual muncul

17

Universitas Sumatera Utara

sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan situasi. Makna kontekstual disebut
juga makna struktural karena proses dan satuan gramatikal itu selalu berkenaan
dengan

struktur

ketatabahasaan.

(http://tinnietea.blogspot.com/p/makalah-

semantik_2.html).
Sinonim dalam bahasa Jepang disebut Ruigigo ( 類 義 語 ) dan kadang
disebut juga dengan istilah Dougi Kankei (同義関係) adalah dua buah kata atau
lebih yang mempunyai salah satu imitokuchou (suatu fitur semantik yang terdapat
dalam suatu makna kata) yang sama (Dedi Sutedi, 2008:124).
Verba /tsukau/ dan /mochiiru/ memiliki makna „menggunakan‟. Menurut
Fina (2009:52) verba /tsukau/ dalam kalimat bahasa Jepang menjelaskan bahwa
verba /tsukau/ adalah verba yang lebih sering digunakan dalam percakapan seharihari/bahasa lisan, verba /tsukau/ menggunakan benda konkret (nyata) dalam arti
menghabiskan atau tanpa tersisa dan verba /tsukau/ menggunakan tenaga orang
lain dalam arti menyuruh orang lain membantu pekerjaan kita atau
mempekerjakan tanpa melihat bakat/potensi yang dimiliki oleh orang tersebut.
Sedangkan verba /mochiiru/ menurut Fina (2009:52) utuk menjelaskan
bahwa verba /mochiiru/ adalah verba yang lebih sering digunakan dalam bahasa
tulisan daripada dalam percakapan/bahasa sehari, verba /mochiiru/ menggunakan
benda konkret (nyata) dengan memanfaatkannya secara efisien atau dengan tepat
dan verba /mochiiru/ menggunakan tenaga orang lain dalam arti menyuruh orang
lain membantu untuk pekerjaan kita atau mempekerjakan dengan melihat
potensi/bakat yang dimiliki oleh orang tersebut.

18

Universitas Sumatera Utara

1.4.2

Kerangka Teori
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:203), Fungsi adalah (1)

jabatan (pekerjaan) yang dilakukan, (2) faal (kerja suatu bagian tubuh), (3)
besaran yang berhubungan, jika besaran satu bertambah besaran yang lain berubah,
(4) kegunaan suatu hal, (5) peran sebuah unsur bahasa dalam satuan sintaksis
yang lebih luas. Makna adalah (1) arti, (2) maksud pembicara atau penulis, (3)
pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2009:864).
Dalam bahasa Jepang sinonim menurut Akimoto dalam Debya (2012:6)
terbagi atas 3 Jenis yaitu:
1. Housetstu Kankei (Suatu arti kata termasuk kedalam arti lain).
2. Shisateki Tokucho (Sepadan dalam arti namun memiliki perbedaan).
3. Dougigo (Arti dan makna yang sama atau sepadan).
Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 2007:267).
Walaupun ada kesamaan makna, namun nuansa maknanya tidak sepenuhnya sama,
atau tidak sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya
penggunaannya dalam kalimat. Misalnya pada kata /tsukau/ dan /mochiiru/, kedua
kata tersebut merupakan verba yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia memiliki makna yang sama yaitu „menggunakan‟. Akan tetapi,
meskipun kedua kata tersebut bersinonim, namun maknanya bisa berbeda pada
konteks dan situasi tertentu saja. Makna yang bisa berbeda pada konteks dan
situasi tertentu saja inilah disebut makna kontekstual. Makna kontekstual adalah

19

Universitas Sumatera Utara

pertama, makna penggunaan sebuah kata (atau gabungan kata) dalam konteks
kalimat tertentu; kedua, makna keseluruhan kalimat (ujaran) dalam konteks situasi
tertentu (Abdul Chaer, 2007:81).
Dalam meneliti suatu verba yang bersinonim bukan hanya makna
kontekstual saja yang perlu diperhatikan pada pembahasannya tetapi harus
diperhatikan juga teori kontrastif atau teori tentang perbedaan pada verba tersebut.
Kontrastif dapat diartikan dua hal yang memperlihatkan perbedaan (Prof. Dr. Sri
Hastuti, P.H., 2003:45). Perbedaan yang menarik untuk diteliti dan dipahami (Prof.
Dr. Sri Hastuti, P.H., 2003:45). Mula-mula istilah kontrastik lebih dikenal dalam
ranah (domain) ilmu kebahasaan (linguistik); juga dalam ranah–ranah yang lain
seperti dalam ranah kebudayaan (Prof. Dr. Sri Hastuti, P.H., 2003:45). Linguistik
kontrastif adalah cabang ilmu bahasa yang membandingkan dua bahasa dari
segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan-bedaan dan
kemiripan-kemiripan yang ada. Sedangkan menurut Dedi Sutedi (2011:221),
linguistik kontrastif yang dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan taishou
gengokaku, atau disebut juga linguistik bandingan merupakan kajian linguistik

yang bertujuan untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dua bahasa yang
berbeda.
Sinonim dalam bahasa Jepang disebut Ruigigo ( 類 義 語 ) dan kadang
disebut juga dengan istilah Dougi Kankei (同義関係) adalah dua buah kata atau
lebih yang mempunyai salah satu imitokuchou (suatu fitur semantik yang terdapat
dalam suatu makna kata) yang sama (Dedi Sutedi, 2008:124).

20

Universitas Sumatera Utara

Verba /tsukau/ menurut Zhongkui Tien, Shouji Izuhara dan Jin Xiangshun
(Ruigigo Tsukaiwake Jiten, 1998:58-60) bermakna „menggunakan‟ dalam arti
„menghabiskan‟

(menggunakan

uang

untuk

berpesta)/„mempekerjakan‟

(menggunakan tenaga atau jasa orang lain) dan verba /mochiiru/ menurut
Zhongkui Tien, Shouji Izuhara dan Jin Xiangshun (Ruigigo Tsukaiwake Jiten,
1998:58-60) bermakna „menggunakan‟ dalam arti „memanfaatkan‟ (menggunakan
uang untuk menyumbangkan dana bantuan bencana alam)/„mempekerjakan‟
(menggunakan tenaga atau jasa orang lain dengan menghargai keahlian yang
dimiliki orang tersebut).

1.5 Tujuan dan Manfaat
1.5.1

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan fungsi

dan makna doushi /tsukau/ dan /mochiiru/ dalam majalah “Nipponia ”
1.5.2

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui bagaimanakah penggunaan doushi /tsukau/ dan /mochiiru/
dalam kalimat bahasa Jepang.
2. Dapat mengetahui perbedaan fungsi dan makna doushi /tsukau/ dan /mochiiru/
yang terdapat dalam majalah “Nipponia ”.
3. Membantu menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik
khususnya kajian semantik untuk menunjang proses pembelajaran bahasa
Jepang.

21

Universitas Sumatera Utara

1.6 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Azwar

(2010:7)

menyatakan

bahwa

penelitian

deskriptif

bertujuan

menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai
populasi atau mengenai bidang tertentu. Sedangkan Nawawi (1991:63) adalah
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan
keadaan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau sebagaimana adanya.
Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research),
yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan bukubuku ataupun artikel-artikel yang ada kaitannya dengan pembahasan penelitian.
Objek dalam penelitian ini adalah majalah “Nipponia ‟‟. Sedangkan teknik
penyajian data dalam penelitian ini adalah dengan teknik deskriptif, yaitu dengan
memberikan penjabaran-penjabaran dan uraian yang menggunakan kata-kata.
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Membaca majalah “Nipponia ”.
2. Mencari doushi /tsukau/ dan /mochiiru/ yang terdapat dalam majalah
“Nipponia ”.
3. Setelah itu menganalisis doushi /tsukau/ dan /mochiiru/ berdasarkan
perbedaan fungsi dan makna.
4. Mendeskripsikan dalam sebuah laporan.

22

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

3 113 70

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

1 24 55

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

1 48 102

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 10

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 3

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 9

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

0 0 3

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 9

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 7

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

0 1 13