Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indoneisa Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan
dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional.
Salah satu peraturan perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyatakan bahwa
setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional.
Kesehatan merupakan faktor sangat penting bagi produktivitas dan

penigkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi
kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang
baik pula. Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja tinggi hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima. Sebaliknya keadaan
sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja tidak atau kurang
produktif dalam melakukan pekerjaannya (Suma’mur, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Bekerja merupakan salah satu kegiatan utama bagi setiap orang atau
masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. Dalam melakukan
pekerjaan, mempunyai resiko gangguan kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan
oleh pekerjaan tersebut, terutama disektor informal, baik petani, nelayan,
pedagang kaki lima dan bahkan pembantu rumah tangga, karena ketidaktahuan
tenaga kerja sektor informal mempunyai resiko yang lebih tinggi dan kaitannya
dengan gangguan kesehatan yang diderita akibat dari kerjaan (Anies,2005).
Kaitannya dengan faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan,
dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya risiko
yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat, dan
bahan serta lingkungan di samping faktor manusianya, oleh karena itu perlu

adanya upaya pencegahan dan pengendalian terhadap kemungkinan timbulnya
gangguan kesehatan (Sugeng,2003).
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun
membutuhkan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi kebutuhan
pangan tersebut, Indonesia mencanangkan beberapa program di bidang pertanian.
Salah satunya adalah program intensifikasi tanaman pangan. Dari program ini di
harapkan produksi pangan meningkat dari luasan lahan yang sudah ada. Program
ini tentu ditunjang dengan perbaikan teknologi pertanian. Penggunaan varietas
lahan, perbaikan teknik budidaya yang meliputi pengairan, pemupukan, dan
pengendalian hama penyakit terus diaktifkan (Wudianto,2007).
Pemberantasan hama dengan pestisida yang dengan frekuensi tetap tanpa
mempedulikan ekosistem tersebut telah mengakibatkan efek samping yang cukup

Universitas Sumatera Utara

besar. Di antaranya muncul resistensi dan resurjensi hama sasaran, ledakan hama
penyakit sekunder yang bukan sasaran, berpengaruh negatif terhadap biota bukan
sasaran, misalnya musuh alami dan serangga berguna, residu pestisida yang
membawa keracunan pada konsumen, kematian dan cacat tubuh akibat keracunan
bagi penggunanya dan pencemaran lingkungan ( Wudianto,2007).

Menurut Kardinan (2004), dilema yang dihadapi dalam menangani
masalah produksi pertanian, khususnya pangan adalah apabila kegiatan pertanian
dilaksanakan tanpa penggunaan pestida maka sulit diperoleh produksi pertanian
yang memadai. Namun, di lain pihak dengan penggunaan pestisida yang kurang
bijaksana (khususnya yang bersifat sintetis) sering merugikan terhadap
lingkungan. Beberapa kasus yang merugikan tersebut di antaranya
1. Kasus keracunan (lebih dari 400.000 kasus dilaporkan per tahunnya, 1,50% di
antaranya fatal);
2. Polusi lingkungan (kontaminasi air tanah, udara, dan dalam jangka panjang
terjadi kontaminasi terhadap manusia dan kehidupan lainnya);
3. Perkembangan serangga menjadi resiten, resurgen, ataupun toleran terhadap
pestisida;
4. Serta dampak negatif lainnya.
Setiap hari ribuan petani dan para pekerja di sektor pertanian teracuni oleh
pestisida dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat di pertanian
menderita keracunan akibat pestisida. Perkiraan World Health Orgazation (WHO)
pada tahun 2009 terjadi sekitar 600.000 kasus dan 60.000 kematian terjadi di India
dan yang paling rentan adalah anak-anak, perempuan, pekerja di sektor informal,

Universitas Sumatera Utara


dan petani miskin. Di Bangladesh pada tahun 2008, keracunan pestisida paling
tinggi menyebabkan kematian. Di kamboja, setidaknya 88% petani mengalami
dampak akut keracunan pestisida. Di China, antara 53.000 dan 123.000 orang
keracunan pestisida setiap tahun (Purwati, 2010).
Sebagai Negara agraris, penggunaan pestisida di Indonesia cukup tinggi.
Pada tahun 2006 tercatat sekitar 1.336 formulasi dan 402 bahan aktif pestisida
telah didaftarkan untuk mengendalikan hama di berbagai bidang komoditi. Hasil
penelitian Pesticide Action Network Asian and the Pasific (PANAP) tentang
bahaya pestisida di Wonosobo, Jawa Tengah sebagai bagian pemantauan di
kawasan Asia, pada Agustus-Oktober 2008 menunjukkan bahwa 6 orang terdiri
dari 2 perempuan dan 4 laki-laki dari 10 responden mengalami gangguan
kesehatan (Purwati, 2010).
Adanya berbagai akibat disamping penggunaan pestisida tersebut,
pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan. Tahun 1986 dikeluarkan Instruksi
Presiden No.3 tahun 1986 tentang penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
dan larangan peredaran dan penggunaan 57 jenis pestisida untuk tanaman padi.
Program PHT sendiri mulai dilaksanakan tahun 1989. Subsidi pestisida pun
dihapuskan sejak bulan Januari 1989 (Wudianto, 2007).
Masalah produksi pertanian, khususnya produksi pangan, menjadi masalah

yang sangat dilematis. Di satu sisi, penggunaan pestisida, khusunya pestisida
sintesis sangat membantu peningkatan produktivitas hasil pertanian, walaupun
telah disadari pula dampak negatif yang ditimbulkan tidak kecil. Namun
demikian, apabila penggunaan pestisida sintetis dihentikan secara drastis maka

Universitas Sumatera Utara

dikhawatirkan produksi pertanian akan turun. Oleh sebab itu, sudah tiba saatnya
untuk memasyarakatkan pestisida nabati yang ramah lingkungan (Kardinan,
2004).
Dengan melihat kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia, keadaan
sosial ekonomi sebagian besar petani Indonesia, program Internasional mengenai
kegiatan pertanian organik yang sangat mendukung pestisida nabati, peraturan
pendaftaran pestisida nabati di Indoneisa yang relatif sederhana (khususnya yang
digunakan sendiri), hasil- hasil penelitian dan teknologi sederhana yang tersedia,
serta hal-hal yang mendukung maka peluang penggunaan pestisida nabati di
Indonesia terbuka cukup lebar (Kardinan,2004).
Kelompok Tani pada dasarnya adalah organisasi Non Formal di pedesaan
yang tumbuh kembangkan dari oleh dan untuk petani yang merupakan kumpulan
petani / peternak / pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan,

kesamaan kondisi lingkungan (social, ekonomi, sumber daya) dan keakrapan
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha kelompok. Pengembangan
Kelompok

Tani

melaksanakan

diarahkan

fungsinya,

pada

peningkatan

peningkatan

kemampuan


kemampuan

para

tani

dalam

anggota

dalam

mengembangkan Agribisnis, penguatan kelompok tani menjadi organisasi yang
kuat dan mandiri. Kelompok Tani ini dinamakan kelompok tani subur dengan
dasar pemanfaatan pestisida nabati dan menghasilkan beras organik.
Pestisida nabati lebih dikenal di masyarakat Desa Lubuk Bayas dengan
sebutan pestisida organik dikarenakan hasil panen mereka sudah termasuk pangan
organik yang kegiatannya untuk mensukseskan pertanian organik. Petani di Desa

Universitas Sumatera Utara


Lubuk Bayas merupakan petani binaan Badan Pelaksana Penyuluhan dan
Ketahanan Pangan (BP2KP) dan dinas pertanian Kabupaten Serdang Bedagai.
Dahulu budidaya tanaman padi di Desa Lubuk Bayas menggunakan pupuk
sintetis, akan tetapi sejak tahun 2010 sebagian petani sudah mulai menggalakkan
pertanian organik dengan menggunakan pestisida nabati. Hal itu disebabkan
sebagian petani telah meningkat pengetahuannya dan juga bahan baku untuk
pembuatan pestisida nabati cukup tersedia dan para petani menyadari dampak
pestisida sintetis terhadap kesehatan.
Kelompok tani dibina untuk memanfaatkan sumber daya alam yang
tersedia di sekitar untuk pembuatan pestisida nabati dengan bahan dasar seperti
sere wangi, jengkol, pete, daun sirih, daun jambu air, pinang muda, daun mindi,
dan urin sapi. Walaupun penggunaan pestisida nabati menimbulkan residu relatif
rendah pada bahan makanan dan lingkungan serta dianggap lebih aman dari pada
sintetis, tetapi frekuensi penggunaannya menjadi lebih tinggi. Tingginya frekuensi
penggunaan jenis pestisida ini karena sifatnya mudah terurai di alam sehingga
memerlukan pengaplikasian yang lebih sering (Kardinan, 2004).
Pada saat survei awal, dilihat bahwa petani berjalan menyemprot secara
melingkar dan tidak beraturan arahnya karena kondisi tinggi tanaman padi yang
cukup tinggi. Dengan kondisi bau tidak sedap dari pestisida nabati tersebut yang

berasal dari fermentasi semua bahan nabati didiamkan selama 3 minggu dan di
tambah dengan urin sapi yang dapat mengganggu pernafasan dan penciuman bagi
pengguna pestisida nabati, serta tingginya tanaman padi organik ini membuat
petani sering terhirup residu pestisida nabati saat penyemprotan. Terdapat 3

Universitas Sumatera Utara

varietas padi di Desa Lubuk bayas untuk beras organik ini yaitu Cintanur dengan
tinggi tanaman 125 cm, Panen wangi dengan tinggi tanaman 100 cm, dan
Ciherang dengan tinggi tanaman 90 cm.
Hampir semua petani tidak memakai APD ( Alat Pelindung Diri ) secara
lengkap. Mereka hanya memakai topi, baju lengan panjang, celana panjang dan
sepatu boot bahkan ada pekerja yang tidak memakai sepatu boot dengan alasan
kondisi tanah yang digenangi air dan tinggi tanaman padi membuat
ketidaknyamanan di dalam melakukan pekerjaan. Selain itu para petani
menganggap bahwa bahan pestisida yang digunakan tidak berbahaya karena
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tanpa tambahan bahan kimia. Selain itu
pestisida nabati merupakan penemuan yang baru, untuk teori penggunaan alat
pelindung diri khusus pengguna pestisida nabati serta gangguan kesehatan akibat
pestisida nabati ini belum ada.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui
bagaimana hubungan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan gangguan
kesehatan pada kelompok tani pengguna pestisida nabati di Desa Lubuk Bayas.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
dengan gangguan kesehatan pada kelompok tani subur pengguna pestisida nabati
Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1


Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

dengan gangguan kesehatan pada kelompok tani subur pengguna pestisida nabati
Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016.
1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) petani saat penggunaan
pestisida.
2. Mengetahui gangguan kesehatan pada petani.
1.4

Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi kelompok tani subur terkait dalam hal perilaku
pengguna pestisida nabati.
2. Sebagai masukan kepada petani pengguna pestisida nabati tentang dampak
penggunaan pestisida nabati dengan gangguan kesehatan petani itu sendiri.
3. Menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan dampak terhadap kesehatan.
4. Sebagai masukan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian sejenis.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perilaku Kepatuhan Petugas Kesehatan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum dr. Yulidin Away Tapaktuan Aceh Selatan pada Tahun 2012

3 64 79

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

2 21 124

HUBUNGAN PENGETAHUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA Hubungan Pengetahuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Bagian Weaving Di Pt Delta Merlin

0 2 16

TINGKAT PENGETAHUAN BAHAYA PESTISIDA DAN KEBIASAAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DILIHAT Tingkat Pengetahuan Bahaya Pestisida Dan Kebiasaan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dilihat Dari munculnya tanda Gejala Keracunan Pada kelompok Tani Di Karanganyar.

0 1 16

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri Pada Petani Pengguna Pestisida di wilayah subak desa kenderan.

1 2 54

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 17

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 1 35

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 29