Fenomena Jidougyakutai (kekerasan pada anak dalam keluarga) di Jepang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Dunia mengakui Jepang telah menjelma menjadi negara yang modern

dan sibuk yang kedudukannya sejajar dengan negara-negara besar di Barat.Meski
begitu, Jepang juga terkenal dengan berbagai macam kebudayaannya yang masih
dipertahankan hingga saat ini.Jadi dapat dikatakan bahwa Jepang merupakan
negara modern dan tradisional dimana keduanya berjalan beriringan. Hal ini juga
didorong oleh masyarakat Jepang sendiri yang memiliki tingkat kedisiplinan dan
kepercayaan akan budaya yang tinggi.
Masyarakat sendiri menurut Wisadirana (2004: 23) adalah merupakan
hasil budaya dan akumulasi budaya.Jadi masyarakat bukan sekedar jumlah
penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar
mereka, sehingga menampilkan realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri
sendiri.Masyarakat

Jepang


merupakan

masyarakat

yang

dikenal dengan

kedisiplinan yang tinggi.Dimana hal ini sudah diturunkan secara turun temurun
yang sudah menjadi kebiasaan.Solidaritas bermasyarakat pun sangat dijunjung
tinggi oleh mereka.
Keluarga

inti

dalam

masyarakat


perkotaan

lebih

banyak

menghabiskan kehidupannya di luar rumah karena sibuk dengan pekerjaannya,
sehingga dalam hal pengasuhan keluarga terutama anak dibebankan kepada si
ibu.Hal inilah yang memungkinkan terjadinya tekanan untuk para ibu karena

Universitas Sumatera Utara

beban pengasuhan yang dilakukan sendiri.Hal ini menyebabkan si ibu
melimpahkan stresnya ini dengan menganiaya anaknya sendiri.
Para orang tua dewasa ini terutama ibu masih percaya bahwa
hukuman fisik kepada anak merupakan bentuk disiplin yang mereka tanamkan
sejak dini.Orang tua tidak mengetahui bahwa hukuman fisik yang mereka anggap
bentuk disiplin merupakan salah satu kekerasan pada anak.
Masalah umum di dalam keluarga Jepang salah satunya adalah
Jidougyakutai (kekerasan pada anak di dalam keluarga).Jidougyakutai ini

merupakan fenomena sosial yang cukup serius di negara Jepang sendiri yang
mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya.
Masalah Jidougyakutai banyak mendapat sorotan dari media massa
Jepang dewasa ini. Hal ini tampak dari banyaknya media massa yang mengangkat
tema kekerasan tersebut ke dalam bahan beritanya. Pembahasan mengenai tema
ini banyak dilontarkan oleh para sosiolog.Salah satunya mengangkat pembahasan
yang diambil dari sudut pandang berkurangnya atau menipisnya otoritas ayah
dalam keluarga kontemporer Jepang.Ahli studi keluarga kebanyakan mengambil
studi perbandingan antara struktur keluarga Jepang sebelum dan sesudah Perang
Dunia II. Memang, suatu fenomena yang jelas sekali bahwa perubahan dari sistem
家 “ie” menuju ke 核家族 “kakukazoku”atau keluarga inti memberikan dampak
yang besar dalam perkembangan kemasyarakatan. Pada masyarakat Jepang
dewasa ini, terutama di kota-kota besar, sudah jarang ditemui sistem kekerabatan
家.

Universitas Sumatera Utara

Selain faktor dari berkurangnya atau menipisnya otoritas ayah dalam
keluarga kontemporer Jepang, kedudukan dan peranan ibu juga sangat
berpengaruh terhadap terjadinya Jidougyakutai. Menurut Soekanto (1988:5-6)

kedudukan adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau juga
berarti tempat seseorang dalam pola tertentu. Aspek dinamis dari kedudukan
adalah peranan, yang mempunyai arti sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik dan penting untuk
membahas masalah ini dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul
“ Fenomena Jidougyakutai (Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga) Di
Jepang”.

1.2

Perumusan Masalah
Masyarakat menurut Wisadirana (2004: 23) adalah merupakan hasil

budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk
saja, melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka,
sehingga menampilkan realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri sendiri.
Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang dikenal dengan kedisiplinan yang
tinggi. Hal ini sudah diturunkan secara turun temurun yang sudah menjadi
kebiasaan. Solidaritas bermasyarakat pun sangat dijunjung tinggi oleh mereka.

Jidougyakutai terjadi akibat berkurangnya atau menipisnya otoritas
ayah dalam keluarga kontemporer Jepang. Suami dan ayah telah kehilangan
posisinya sebagai kepala keluarga. Mereka kehilangan kedudukan dan perannya

Universitas Sumatera Utara

dalam keluarga.Sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya
Jidougyakutai.
Jidougyakutai menjadi masalah yang sangat serius di dalam
masyarakat dan juga pemerintah Jepang. Jumlah kasus Jidougyakutaidi Jepang
meningkat signifikan dari tahun lalu. Menurut data Kementerian Kesehatan,
Buruh dan Kesejahteraan Jepangjumlah kasus pada 2011 menjadi 59.862. Jumlah
ini naik 3.478 kasus dari tahun 2010.Bahkan data ini menunjukkan 84,3 persen
anak yang tewas akibat penyiksaan pada 2010 merupakan batita alias anak di
bawah tiga tahun. Sebuah rekor baru di negeri Sakura itu. Pada tahun itu,
sebanyak 51 anak tewas, termasuk 23 bayi kurang dari setahun dan 43
batita. Yang mengerikan, dari data ini menunjukkan separuh dari pelaku
penyiksaan

merupakan


ibu

kandung

para

anak.(http://m.tempo.co/read/news/2012/07/27/174419764/Kasus-Penyiksaan-Anak-diJepang-Meningkat ).

Berdasarkan

hal

tersebut

maka

permasalahan

penelitian


ini

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana terjadinya Jidougyakutai dalam keluarga di Jepang?
2.

1.3

Bagaimana fenomena terjadinya Jidougyakutaidi Jepang?

Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

penulis membatasi masalah mengenai Fenomena Jidougyakutai di Jepang karena

Universitas Sumatera Utara

dalam setiap penelitian diperlukan adanya pembatasan masalahagar pembahasan
tidak terlalu melebar. Sehingga penulis dapat lebih fokus terhadap pembahasan

dalam masalah tersebut dan agar tidak menyulitkan pembaca dalam memahami
pokok permasalahan yang dibahas.
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup
pembahasan penelitian yang difokuskan kepada terjadinya Jidougyakutai, dan
dampak serta cara penanggulangan Jidougyakutaidi Jepang dewasa ini. Untuk
mendukung pembahasan ini, maka penulis akan menjelaskan juga mengenai
bentuk-bentuk Jidougyakutai, faktor terjadinya Jidougyakutai , dan contoh kasus
Jidougyakutai di Jepang.

1.4

Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fenomena berarti hal-hal
yang dapat disaksikan oleh panca indra dan dapat diterangkan secara ilmiah atau
peristiwa yang tidak dapat diabaikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga
diterangkan bahwa persamaan dari fenomena adalah gejala yang berarti hal atau
keadaan, peristiwa yang tidak biasa dan patut diperhatikan dan adakalanya
menandakan akan terjadi sesuatu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1996:227).
Menurut Wisadirana (2004: 23) masyarakat adalah hasil budaya dan
akumulasi budaya.Jadi masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk saja,

Universitas Sumatera Utara

melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka,
sehingga menampilkan realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri sendiri.
Kata Jidougyakutai terdiri dari kata 児童“jidou”dan 虐待 “gyakutai”.
Jidoumemiliki arti anak, remaja, atau anak-anak. Sedangkan gyakutai memiliki
arti perlakuan kejam, penindasan, pelecehan, atau kelakuan tidak wajar.Dalam arti
sempit 児童虐待“Jidougyakutai” adalah pelecehan anak atau kekerasan pada
anak.Secara terminologi sosial Jidougyakutaiadalah penganiayaan atau tindak
kekerasan yang dilakukan pada anak-anak (Yulia, 2001:10).
Terjadinya Jidougyakutai di Jepang tidak lepas dari pengaruh figur
seorang ayah. Akibat kekerasan pada anak dalam keluarga akibat peran ayah yang
menghilang dalam keluarga (Hayashi , 1996:39).
MenurutGoodman (2002:24)ada lima kategori Jidougyakutai:
1.


Penelantaran anak

2.

Pembunuhan anak

3.

Oyaku shinju(orang tua yang mengajak anak untuk bunuh diri bersama)

4.

Pembunuhan yang disebabkan penelantaran

5.

Kekerasan

1.4.2 Kerangka Teori
Dalam penelitian kebudayaan masyarakat diperlukan pendekatan yang

sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Menurut Koentjaraningrat

Universitas Sumatera Utara

(1976: 1) kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif
yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata.
Agar dapat lebih menjelaskan Jidougyakutai diperlukan teori
pendekatan yang sesuai pada objek dan tujuan penulisan ini.Dalam hal ini penulis
menggunakan pendekatan fenomenologis dan sosiologis untuk melakukan
penelitian dalam hal ini kasus Jidougyakutai di Jepang.
Sedangkan pendekatan sosiologi menurut Soekanto (2009:39)
menyatakan bahwa sosiologi sosial adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial,
proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial dan masalah sosial.
Pendekatan fenomenologis menekankan rasionalitas dan realitas
budaya yang ada serta berusaha memahami budaya dari sudut pandang pelaku
budaya tersebut.Dalam pendekatan fenomenologis, peneliti berusaha memahami
arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi tertentu
(Moleong, 2007:8).
Jidougyakutaisendiri menurut data Kementerian Kesehatan, Buruh
dan Kesejahteraan Jepang menjadi sebuah fenomena yang berkembang pesat di
Jepang dewasa ini.Dimana perkembangan kasusnya meningkat dari tahun ke
tahun.Hal ini juga berkaitan dengan sosiologi, karena Jidougyakutaidapat
mempengaruhi keadaan sosial ataupun menjadi masalah sosial di sekitar.

Universitas Sumatera Utara

1.5

Tujuan dan Manfaat

1.5.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan terjadinya Jidougyakutai di Jepang.
2. Untuk mendeskripsikan fenomena terjadinya Jidougyakutai di
Jepang .
1.5.2 Manfaat
Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat untuk:
1. Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang Jidougyakutai.
2. Menambah wawasan penulis dan pembaca untuk mengetahui cara
penanggulangan dan dampak dari Jidougyakutai.
3. Menjadi referensi pembaca yang ingin meneliti Jidougyakutai di
Jepang.

1.6

Metode Penelitian
Metode penelitian dapat diartikan sebagai prosedur atau tatacara yang

sistematis yang dilakukan seorang peneliti dalam upaya mencapai tujuan seperti
memecahkan masalah atau menguak kebenaran atas fenomena tertentu
(Siswantoro, 2005:55).Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976: 30), penelitian yang bersifat
deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang

Universitas Sumatera Utara

diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian
diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang
pengumpulan data-data ini menggunakan teknik kepustakaan.Teknik kepustakaan
adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik
permasalahan yang dipilih penulis.Kemudian merangkainnya menjadi suatu
informasi yang mendukung penulisan skripsi ini (Nasution, 2001:14).
Penulis dalam pengumpulan data memanfaatkan fasilitas yang ada di
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, dan Perpustakaan Departemen Sastra Jepang
Sumatera Utara.Penulis juga mengumpulkan data dari koleksi pribadi, dan
menghimpun data yang bersumber dari situs internet yang ada kaitannya dengan
Jidougyakutai.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pemilihan topik dan judul penelitian.
2. Merumuskan masalah yang ingin diteliti.
3. Menyusun kerangka teori.
4. Melakukan studi pustaka.
5. Mengumpulkan data.
6. Menganalisis data.
7. Menggunakan referensi.
8. Menulis laporan penelitian.

Universitas Sumatera Utara