KejahatanPerang di SuriahdenganMenggunakanSenjata KimiaTerhadapWarga Sipil Ditinjau dari Hukum Internasional Chapter III V

BAB III
ATURAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM PENGGUNAAAN
SENJATA KIMIA
A. Pengaturan Hukum Internasional atas Pelarangan Penggunaan Senjata
Kimia
Senjata kimia adalah senjata yang

memanfaatkan sifat racun senyawa

kimia untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Penggunaan senjata
kimia berbeda dengan senjata konvensional dan senjata nuklir karena efek
merusak

senjata

kimia

terutama

bukan


disebabkan

daya ledaknya.

Penggunaan organisme hidup (seperti antraks) juga bukan dianggap senjata kimia,
melainkan senjata biologis. Menurut Konvensi Senjata Kimia (Chemical Weapons
Convention), yang dianggap sebagai senjata kimia adalah penggunaan produk
toksik yang dihasilkan oleh organisme hidup (misalnya botulinum, risin,
atau saksitoksin). Menurut konvensi ini pula, segala zat kimia beracun, tanpa
memedulikan asalnya, dianggap sebagai senjata kimia, kecuali jika digunakan
untuk tujuan yang tidak dilarang (suatu definisi hukum yang penting, yang dikenal
sebagai Kriteria Penggunaan Umum, General Purpose Criteron). 82
Upaya pelarangan senjata kimia telah dimulai sejak lebih dari satu abad
yang lalu. Tahun 1874 negara-negara eropa bersepakat mengeluarkan Brussels
Declaration (Deklarasi Brussel) yang melarang penggunaan racun dan peluru
beracun di dalam peperangan. Pada tahap berikutnya berhasil disahkan Deklarasi
Den Haaq yang berkaitan dengan gas pencekik (Hague Declaration Asphyxiating
82

“Senjata Kimia” dimuat dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Senjata_kimia, diakses

pada tanggal 4 Desember 2016, Pukul 09.00.

41
Universitas Sumatera Utara

42

Gases). Deklarasi Den Haaq 1899 berkaitan dengan gas pencekik ini
merupakan perjanjian internasional pertama yang menyatakan tidak bolehnya
penggunan gas dalam peperangan. 83
Meskipun telah ada dekarasi-deklarasi tersebut, senjata kimia tetap dipakai
bahkan dalam perang Dunia I telah mengakibatkan korban lebih dari seratus ribu
orang meninggal dan sekitar satu juta orang Cidera. Keadaan terbseut sangat
memprihatinkan masyarakat internasional, sehingga kemudia tercapai protocol for
the the Prohibitation of the Use in War of Asphyxiating, poisonous or other
Gases, and of Bacteriologiccal Methods of Warfare (Protokol Pelarangan
Penggunaan dalam Perang Gas Penyesak Pernapasan, Gas Beracun atau Gas
lainya, dan tentang metode perperangan dengan menggunakan Bakteri), yang
ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1925, selanjutnya disebut protokol Jenewa
pada tahun 1925. 84

Protokol jenewa melarang penggunaan dalam peperangan gas-gas yang
mengakibatkan sesak napas dan beracun, cairan, benda atau peralatan sejenis,
serta melarang juga penggunaan bakteri dalam metode peperangan. Walaupun
Protokol Jenewa 1925 melarang penggunaan senjata biologi dan senjata kimia,
tetapi tidak melarang pengembangan, produksi, penimbunan atau penyebarannya,
demikian juga tidak mengatur mekanisme dan prosedur penanganan dalam hal
terjadi pelanggaran.

83

The 1899 Hague Declaration concerning Asphyxiating Gases was the first treaty to
outlaw the use of gas in warfare. “Practice Relating to Rule 74. Chemical Weapons”
www.icrc.0rg?customary-ihl?eng?docs?v2_rule74, diakses pada tanggal 14 Desember 2016, pukul
09.30 WIB.
84
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Konvensi Tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata
Kimia Serta Tentang Pemusnahannya.

Universitas Sumatera Utara


43

Karena kelemahan-kelemahan protokol Jenewa 1925, sekaligus karena
mulai meningkatnya kesadaran terhadap bahaya dari senjata pemusnah massal,
maka masyarakat internasional terus mengupayakan tercapainya pelarangan total
senjata kimia. Pada tahun 1948, komisi Senjata Konvensional PBB menetapkan
senjata kimia dan senjata bakteri sebagai pemusnah massal. Pada tahun 1968 The
Eighteen-nations Committee on Disarmament (Komite Pelucutan senjata 18
Negara) mulai merundingkan cara-cara pelarangan senjata ini.keprihatinan
masyarakat internasional pada waktu itu terhadap bahaya kimia juga tercermin
dalam laporan sekjen PBB yang berjudul Chemical and Bacteriological
(Biological)Weapons and the Effect of their Possible Use (Senjata Kimia dan
Bakteri (Biologi) dan Dampak dari Kemungkinan Penggunaannya). 85
Pada mulanya masalah senjata kimia dan senjata biologi ditangani
bersamaan dengan satu pendekatan di dalam komite Perlucutan Senjata 18 Negara
tersebut. akan tetapi, pada tahun 1971 disepakati untuk memisahkannya, agar
dapat tercapai pelarangan senjata biologi terlebih dahulu mengingat aspek militer
senjata biologi dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan senjata kimia.
Pada tahun 1972, setelah diserahkan rancangan naskah oleh negara-negara Eropa

Timur di satu pihak dan Amerika Serikat di pihak lain, berhasil disepakati
Konvensi Pelarangan Pengebangan, Produksi dan Penimbunan Senjata Bakteri
(Biologi), Senjata Beracun serta tentang Pemusnhannya, yang nama lengkapnya
Convention on the Prohibition of the Development, Production and stockpiling of
Bacteriological

85

(Biological)

and

Toxin

weapons

and

on


their

Ibid, hal 2.

Universitas Sumatera Utara

44

destruction. 86Konvensi ini terbuka penandatangannya pada tanggal 10 April 1972
dan mulai berlaku pada tanggal 26 Maret 1975.
Tercapainya Konvensi Pelarangan Senjata Biologi merupakan langkah
awal bagi kemungkinan tercapainya pelarangan secara menyeluruh mengenai
senjata kimia. Bersamaan dengan meningkatnya keberhasilan insudtri kimia
modern di banyak negara, jumlah negara yang berpotensi memiliki senjata kimia
modern di banyak negara, jumlah negara yang berpotensi memiliki senjata
kimiapun meningkat tajam. Pada tahun 1980 Konferensi Perlucutan Senjata yang
melaksanakan sidang-sidangnya di Jenewa mulai merundingkan satu konvensi
tentang pelarangan senjata kimia. Meskipun demikian, kemajuan penyelesaina
konvensi tersebut baru tercapai dalam waktu satu dekade kemudian, yaitu
setelahnya tercapai kesepakatan-kesepakatan prinsip mengenai masalah-masalah

sensitif

yang

menyangkut

penjelasan

terhadap

implementasi

konvensi.

Penyelesaian konvensi tersebut juga didukung adanya kemajuan perundingan
bilateral antara dua negara adidaya, Uni Soviet dan Amerika Serikat. Pada tahun
1898 kedua negara bahkan dapat mencapai sau perjanjian bilateral bagi
penghapusan sebagian besar timbunan senjata kimia mereka.
Selain deklarasi-deklarasi diatas terdapat juga beberapa sumber lainnya
yang mengatur masalah larangan penggunaan senjata kimia. Adapun perangkat

hukum internasional yang mencakup tentang larangan penggunaan senjata kimia
dalam konflik bersenjata, diantaranya:

87

1. Perjanjian (Treaties)
86

Ibid.
“Pactice Relating to Rule 74. Chemical Weapons” www.icrc.org/customaryihl/eng/docs/v2_rul_rule74, diakses pada 14 Desember 2016, Pukul 09. 50 WIB.
87

Universitas Sumatera Utara

45

a. Hague Declaration concerning Asphyxiating Gases
b. Treaty of Versailles
c. Treaty on the Use of Submarines and Noxious Gases in Warfare
d. Genewa Gas Protocol

e. Treaty of Peaces between the Allied and associated Powers and
Bulgaria
f. Treaty of Peaces between the Allied and associated Powers and
Finland
g. Treaty of Peaces between the Allied and associated Powers and
Hungary
h. Treaty of Peaces between the Allied and associated Powers and
Italy
i. Treaty of Peaces between the Allied and associated Powers and
Romania
j. Austrian State Treaty
k. Biological Weapons Convention
l. US-Soviet Chemical Weapons Agreement
m. India-Pakistan Declaration on Prohibitation of Chemical Weapons
n. Chemical weapons Convention
o. ICC Satute 88
2. Instrumen lainnya (Other Instruments)
a. Offord Manual of Naval War
b. Report of the Commision on Responsibility


88

ICC stands for International Criminal Court

Universitas Sumatera Utara

46

c. ILA Draft Convention for the Protection of Civilian Populations
against New Engines of War 89
d. New Delhi Draft Rules
e. Mendoza Declaration on Chemical and Biological Weapons
f. Cartagena Declaration on Weapons of Mass Destruction
g. Comprehensive Agreement on Respect for Human Rights and IHL
in the Philippines 90
h. UN Secretary-General’s Buletin
i.

UNTAET Regulation No. 2000/15 91


3. Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unites Nations)
a. League of Nation Council
b. League of Nation Assembly
c. UN Security Council
d. UN General Assembly
e. UN Sub-Commission on Human Right
f. UN Secretary-General
g. UN Commission on Human Rught (Special Rapporteur) 92
4. Organisasi Internasional lainnya (Other International Organizations)
a. ACP-EU Joint Parliamentary Assembly
b. Council of Europe Parlimentary Assembly
c. C. European Economic Community
89

ILA Stands for International Law Association
IHL Stands for International Humanitarian Law
91
UNTAET Stands for United Nations Transitional Administration in East Timor
92
Special Rapporteur atau pelapor khusus adalah suatu nama yang diberikan kepada
seorang individu yang bekerja atas nama berbagai organisasi internasional yang diberi mandat
tertentu untuk menginvestigasi, memantau, serta memberikan saran penyelesaian terhadap
permasalahan-permasalahan tertentu di bidang Hak Asasi mManusia. Special Rapporteur, en.
Wikipedia.org?wiki/Special_Rappoteur, diakses pada 14 Desember 2016, Pukul 10.00 WIB.
90

Universitas Sumatera Utara

47

d. GCC Supreme Council
e.

League of Arab States Council

f. Organization of the Islamic Conference
g. Organization of the Prohibitation of Chemical Weapons
5. Konferensi Internasional (Internasional Conferences)
a. International Conference of the Red Cross (1965, 1969, 1986)
b. Tehran International Conference on Human Rights
c. Conference of states parties to the 1925 genewa Protocol and
Other Interested States.
d. Conference of States Parties to the Chemical Weapons Convention
(First Session)
6. Badan Intrnasional dan Peradilan Campuran dan kuasi Peradilan
(International and Mixed Judicial and Quasi-Judicial Bodies)
a. Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
7. Gerakan Internasional Palang Meraah dan Buan Sabit Merah
(International Red Cross and Red Crescent Movement)
a. ICRC 93
b. Council of Delegates (1987)
c. National Society (Slovenia)
d. National Society (Croatia)
8. Hal lainnya (Other)
a. Thomas and Thomas
b. Robinson

93

ICRC stands for International Commitee of the Red Cross

Universitas Sumatera Utara

48

c. International Intitute of Humanitarian Law
d. Turku Declaration of Minimum Humanitarian Standards
e. Middle East Watch
f. Uniao Nacional para Independencia Total d Angola (UNITA)
g. United Tajik Opposition
h. Lauterpacht Research Centre for International Law
i. Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI)
j. Bulletin of the Atomic Scientists
k. The CBW Conventions Bulletin
l. Center for Nonproliferation Studies.
Adapun dari sekian banyak pengaturan yang membahas masalah
pelarangan penguunaan senjata kimia diatas, selanjutnya akan dibahas secara
khusus mengenai Chemical Weapons Convention.
Pada tanggal 3 september 1992 konferensi Perlucutan Senjata di
Jenewa berhasil merampungkan negosiasinya dan mengesahkan teks Convention
on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of
Chemical Weapons and on their Destruction, yang selanjutnya disebut Konvensi
Senjata Kimia (Chemical Weapons Convention). Konferensi ini ditandatangani
pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris oleh 130 negara, termasuk Indonesia. Saat
ini CWC telah ditandatangani oleh 169 negara. 94
CWC merupkan pengaturan yang didasarkan atas hukum Den Haag,
yang berisi 24 Pasal dengan 3 Annex, yakni Annex on Chemicals, Verification

94

Ibid. Hal 2.

Universitas Sumatera Utara

49

Annesx, dan Confidentiality Annex. Hingga saat ini, CWC telah berlaku bagi 190
negara, termasuk di dalamnya Suriah yang baru dinyatakan berlaku pada 14
Oktober 2013.95 Termasuk juga Indonesia yang ikut menandatangani konferensi
ini. 96 CWC diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang nomor 6 Tahun 1998
tentang Pengesahan Convention on the Prohibition of the Development,
Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction
Konvensi Tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan
Penggunaan Senjata Kimia serta Tentang Pemusnahannya).

97

Hingga saat ini,

terdapat 6 negara yang merupakan negara bukan anggota daripada CWC,
diantaranya Israel dan Myanmar yang belum meratifikasi CWC, serta Angola
Mesir, Korea Utara, dan Sudan Selatan yang belum menyetujui CWC. 98 CWC
dinyatakan berlaku atau entry into Force pada 29 April 1997. 99
Sebelumnya, perlulah dipahami bahwa CWC ini, sesuai dengan
namanya, bukanlah suatu konvensi yang mengatur mengenai penggunaan senjata
kimia pada saat terjadi konflik bersenjata, melainkan mengenai penggunaan
senjata kimia pada umumnya, yang berarti pada masa damai ataupun konflik
bersenjata. Hal tersebut dapat terlihat jelas dalam pengaturannya yang melarang

95

OPCW Member States, www.opcw.org/about-opcw/member-states/, diakses pada 15
Desember 2016, Pukul 15.00 WIB.
96
Indonesia menandatangani CWC pada 13 Januari 1993, dan meratifikasi CWC dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 pada 12 November 1998, dan dinyatakan berlaku pada 12
Desember 1998. Ibid.
97
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention on the
Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on
their Destruction (Konvensi Tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan
Penggunaan Senjata Kimia serta Tentang Pemusnahannya), Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 171, yang dapat terlihat pada Undang-Undang yang tersebut.
98
OPCW Non-Member States , www.opcw.org/about-opcw/non-member-states/, diakses
pada 15 Desember 2016, Pukul 15.10 WIB.
99
Chemical
Weapons
Convention,dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Chemical_Weapons_Convention, diakses pada tanggal 15 Desember
2016, Pukul 15.15 WIB.

Universitas Sumatera Utara

50

suatu negara untuk mengembangkan, memproduksi, ataupun memperoleh,
menyediakan ataupun mempertahankan senjata kimia, ataupun mengalihkan
senjata kimia tersebut kepada siapapun baik secara langsung maupun tidak
langsung. 100 Lebih lanjut, oleh ketentuan Pasal 1 CWC tersebut, setiap negara
anggota adalah dilarang untuk menggunakan senjata kimia

101

; untuk ikut serta

dengan persiapan militer apapun untuk menggunakan senjata kimia 102 ”; untuk
membantu, mendukung atau menyebabkan, dengan cara apapun, seseorang untuk
ikut serta dalam kegiatan yang dilarang oleh konvensi ini. 103
CWC merupakan perangkat hukum yang mengatur mengenai
penggunaan senjata kimia. Oleh karena itu, perlulah dilihat lingkup daripada
senjata kimia yang dimaksud di dalam CWC yang terdapat pada Pasal 2 ayat 1
CWC, yakni diantaranya (a) zat kimia yang beracun beserta turunannya, kecuali
zat kimia beracun yang ditujukan untuk hal-hal yang diizinkan oleh konvensi ini,
sepanjang jenis dan jumlahnya sejalan dengan tujuan diizinkannya penggunaan
zat kimia beracun tersebut

104

; b0 Mesiu dan senjatanya yang khusus dibuat untuk

membunuh ataupun melukai orang lain dengan menggunakan zat kimia beracun

100

Dapat dilihat pada bunyi pasal 1(a) CWC, diantaranya “Each State Party to this
Convention undertakes never under any cirumstances: (a) to develop, produce, otherwise acquire,
stockpile or retain chemical weapons or transfer, directly or indirectly, chemical weapons to
anyone;”
101
Pasal 1 (b) CWC, diantaranya “Each State Party to this Convention understakes never
under any circumstances: (b) to use chemical weapons;”
102
Pasal 1 (c) CWC, diantaranya “Each State Party to this Convention understakes never
under any circumstances: (c) to engage in any military prepartions to use chemical weapons.”
103
Pasal 1 (d) CWC, diantaranya “Each State Party to this Convention understakes never
under any circumstances: (d) to assist, encourage or induce, in any way, anyone to engage in any
activity prohibited to a state Party under this Conventionc.”
104
Pasal 2 ayat 1(a) CWC, diantaranya “toxic chemical and their precursor, except where
intended for purpose nt prohibited under this Convention, as long as the types and quantities are
consistent with such purposes;”

Universitas Sumatera Utara

51

yang terdapat pada sub bagian (a) 105; serta c) Alat-alat lainnya yang dibuat khusus
untuk digunakan secara langsung dengan penggunaan mesiu dan senjata yang
dijelaskan pada sub-bagian (b) 106.
Pendeskripsian mengenai lingkup senjata kimia atau Chemical
Weapons berdasarkan Pasal 1 semata belumlah cukup jelas apabila tidak
dideskripsikan penjelasan lebih lanjut mengenai makna zat kimia yang beracun
beserta turunannya atau toxic chemicals and their precursors seperti yang terdapat
pada pasal 2 angka 2 CWC, yakni zat kimia apapun yang melalui reaksi kimianya
terhadap proses kehidupan dapat menyebabkan kematian, cacat sementara,
ataupun bahaya permanen bagi manusia atau binatang. Zat kimia yang dimaksud
mencakup semua zat kimia yang demikian, tanpa membedakan asal mula ataupun
cara memproduksi, dan tanpa membedakan tempat mereka diproduksi. Zat-zat
kimia yang telah terindentifikasi telah tercantum di dalam Annex on Chemicals. 107
Lebih lanjut, perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan adalah
dilarang oleh CWC ini seperti yang telah disinggung pada Pasal 2 ayat 1(a) CWC.
Kegiatan-kegiatan yang diizinkan oleh CWC diantaranya terdapat pada Pasal 2

105

Pasal 2 ayat 1 (b), yang berbunyi “Munitions and devices, specifically designed to
cause death or other harm through the toxic properties of those toxic chemical specified in
subparagraph (a), which would be released as a result of the employment of such munitions and
devices;”
106
Pasal 2 ayat 1 (C), yang berbunyi “Any equipment specifically designed for use
directly in connection with the employment of munitions and devices specified in subparagraph
(b).”
107
Pasal 2 ayat 2, berbunyi ‘Toxic Chemical means any chemical which through its
chemical action on life processes can cause death, temporary incapacitation or permanent harm to
humans or animals. This includes all such chemicals, regardless of their origin or of their method
of production, and regardless of wheter they are produced in facilities, in munitions or elsewhere.
(for the purpose of implementing this Convention, toxic chemicals which have been identified for
the application of verification measures are listed in Schedules contained in the Annex on
Chemicals.)”

Universitas Sumatera Utara

52

ayat 9 CWC, yakni a) industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi; 108 b)
perlindungan; 109 c) militer yang tidak berhubungan dengan penggunaan senjata
kimia dan tidak bergantung dengan penggunaan zat kimia sebagai salah satu
metode berperang; 110 serta d) penegakan hukum. 111
Berkaitan dengan tuduhan penggunaan senjata kimia yang melibatkan
negara bukan anggota daripada CWC, ataupun pada teritorial yang bukan dikuasai
oleh negara anggota, maka berdasarkan Part XI(E) Annex on Implementation and
Verification (Verification Annex), dikatakan bahwa OPCW harus bekerjasama
dengan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa. 112
Adapun berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat 2 CWC diketahui bahwa
atas rekomendasi Dewan Eksekutif, the Conference of the States Parties berhak
membatasi atau menangguhkan hak dan hak-hak istimewa negara anggota yang
diberikan oleh konvensi ini. Pembatasan atau penangguhan hak tertentu tersebut
dilakukan hingga negara tersebut melakukan tindakan yang diperlukan yang
sesuai dengan kewajibannya menurut konvensi ini. Adapun kewenangan tersebut
dapat dilakukan dalam kasus dimana negara anggota telah diminta oleh Dewan
Eksekutif untuk mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi yang
108

Pasal 2 ayat 9(a), yang berbunyi “Purposes Not Prohibited Under this Convention
means: (a) Industrial, agricultural, research, medical, pharmaceutical or other peaceful
purposes;”
109
Pasal 2 ayat 9(b), yang berbunyi “Purposes Not Prohibited Under this Convention
means: (b) Protective purposes, namely those purposes directly related to protection against toxic
chemicals and to protection against chemical weapons;”
110
Pasal 2 ayat 9(c), yang berbunyi “Purposes Not Prohibited Under this Convention
means: (c) Military purposes not connected with the use of chemical weapons and not dependent
on the use of the toxic properties of chemical as a method of warfare;”
111
Pasal 2 ayat 9(d), yang berbunyi “Purposes Not Prohibited Under this Convention
means: (d) Law enforcement including domestic riot control proposes.”
112
Part XI(E) Annex on Implementation and Verification (Verification Annex) berbunyi
“In the case of alleged use of chemical weapons involving a State not Party to this Convention or
in territory not controlled by a State Party, the Organization shall closely cooperate with the
Secretary-General of the United Nations…”

Universitas Sumatera Utara

53

menimbulkan masalah yang berkenaan dengan kepatutan, namun negara anggota
tersebut gagal memenuhi permintaan tersebut dalam jangka waktu yang telah
diberikan.
B.

Kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Menangani Kasus
Penggunaan Senjata Kimia dalam Konflik di Suriah
Munculnya keinginan bersama untuk membentuk suatu organisasi

internasional sebagai jawaban atas kekhawatiran akan terjadi perang setelah
berakhirnya perang dunia ke-2 PBB merupakan salah satu kepanjangan tangan
dari dari Liga Bangsa-Bangsa yang bubar setelah Perang Dunia I. Keseriusan
negara-negara untuk membahas masalah tersebut ditunjukan dengan sering
diadakanya perundingan-perundingan antar negara untuk membahas perlunya
suatu organisasi internasional yang dapat menjamin stabilitas keamanan dunia.
Dalam setiap pertemuan yang diadakan, juga dibahas mengenai keinginan untuk
hidup bersama secara damai dalam masyarakat internaslonal.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau yang lebih dikenal sebagai The
United Nations (UN) merupakan suatu organisasi internasional yang terbentuk
pada tahun 1945 setelah Perang Dunia Kedua oleh 51 negara yang berdedikasi
untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan
hubungan yang

bersahabat

diantara negara-negara dan mempromosikan

perkembangan sosial, standar kehidupan yang lebih baik, serta hak asasi
manusia. 113 Hingga saat ini PBB memiliki 193 negara anggota. 114
113

The United Nations is an international organization founded in 1945 after the Second
World War by 51 countries committed to maintaining international peace and security, developing
friendly relations among nations and promoting social progress, better living standards and
human rights. “UN at a Glance”, www.un.org/en/aboutun/index.shtml, diakses pada 16 Desember
2016 pukul 14.23 WIB

Universitas Sumatera Utara

54

PBB memiliki 6 organ utama yang memiliki kewenangan tersendiri, yang
membedakan suatu organ dengan organ PBB lainnya, diantaranya Majelis Umum
(General Assembly), Dewan Keamanan (Security Council), Dewan Ekonomi dan
Sosial (Economic and Social Council), Dewan Perwalian (Trusteeship Council),
Mahkamah Internasional (International Court of Justice), serta Sekretariat
(Secretariat). 115 Keenam organ utama PBB ini tercantum di dalam Pasal 7 ayat 1
Piagam PBB yang berbunyi “There are established as principal organs of the
United Nations: a General Assembly, a Security Council, an Economic and Social
Council, a Trusteeship Council, an International Court of Justice and a
Secretariat.” 116
Salah satu tujuan utama PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah
mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional.

117

Seperti yang

tercantum pada Pasal 1(1) Piagam PBB. 118
Sejak berdiri, PBB telah sering diminta untuk mencegah pertikaian agar
tidak meningkat menjadi peperangan, untuk membujuk pihak-pihak supaya
menggunakan meja konferensi dan bukannya kekuatan persenjataan, atau untuk
membantu memulihkan kembali perdamaian ketika konflik meletus.
Selama puluhan tahun PBB telah membantu mengakhiri sejumlah konflik,
sering melalui tindakan Dewan Keamanan (organ utama dalam menanggulangi
114

Untuk daftar negara anggota, dapat dilihat pada www.un.org/en/members/index/shtml,
diakses pada 16 Desember 2014 pukul 14.30 WIB
115
“Main Bodies” www.un.org/en/mainbodies/, diakses pada 16 Desember 2016 pukul
14.42 WIB.
116
Pasal 7 ayat 1 Piagam PBB
117
Terjemahan dari “The principal function of the United Nations is to maintain
international peace and security”, N. D. White, Keeping the peace – The United Nations and the
maintenance of International peace and security, yang terdapat pada “World Tourism
Organization”, en.wikipedia.org/wiki/World_Tourism_Organization, yang diakses pada tanggal
16 Desember 2016 pukul 15.00 WIB.
118
Pasal 1(1) Piagam PBB berbunyi “The Purposes of the United Nations are: 1. To
maintain international peace and security…”

Universitas Sumatera Utara

55

masalah-masalah perdamaian dan keamanan internasional). Dewan Keamanan
adalah suatu organ yang ditunjuk sebagai penanggung jawab utama dalam
pemeliharaan perdamaian internasional, disertai dengan kewenangan yang
lengkap untuk memungkinkan dewan keamanan untuk memenuhi peran
tersebut.119
Dewan Keamanan terdiri atas 15 anggota dalam mana lima diantaranya
merupakan anggota-anggota tetap, yaitu Cina, Perancis, Uni Soviet, Inggris, dan
Amerika Serikat. 120 Kelima anggota tetap ini menikmati status luar biasa
(exceptional) tidak hanya berdasarkan atas kepermanenannya saja akan tetapi juga
oleh alasan-alasan hak suara khusus, terutama hak veto.121
Dasar pikiran yang melandasi diberikannya status luar biasa teradap lima
anggota tetap ini adalah bahwa pada anggota-anggota inilah dibebankan tanggung
jawab terberat untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan
oleh karena itu kepada mereka harus diberikan hak suara final dan menentukan
dalam memutuskan tentang bagaimana tanggung jawab itu harus dilaksanakan. 122
Selama 1990-an, telah terjadi perubahan-perubahan besar dalam pola
konflik dan dalam cara bagaimana komunitas internasional memberikan
tanggapan terhadap konflik. Salah satu penyebabnya adalah bahwa lebih dari 90
persen dari konflik belakangan ini berlangsung di dalam negara dan bukannya
antar negara. 123

119

Terjemahan dari “…Security Council ‘primary responsibility’ for the maintenance of
international peace, accompanied by comprehensive powers to enable it to fulfil that role.” N.D.
White, Keeping the Peace – The United Nations and the maintenance of International peace and
security, Manchester University Press, United Kingdom, 1997, hal. 3.
120
D.W. Bowett, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 34.
121
Ibid.
122
Alasan sah tersebut terletak dalam “inescapable fact of powers differentials” mengutip
istilah JESSUP. Ibid., hal. 35.
123
Basic Facts about United Nations; United Nations Information Centre, 1995, hal 74

Universitas Sumatera Utara

56

Oleh karena itu, PBB telah membentuk kembali dan meningkatkan
jangkauan perannya yang berada di bawah komandonya, dengan memberikan
tekanan pada pencegahan konflik. Secara terus-menerus, PBB mengadaptasi
operasi-operasi pengawasan perdamaian untuk menjawab tantangan-tantangan
baru. Dalam usahanya ini, PBB juga banyak melibatkan organisasi-organisasi
regional

dan

memperkuat

pembangunan

perdamaian

pasca-konflik.

Konflikkonflik sipil telah memunculkan masalah yang kompleks dalam kaitannya
dengan respon komunitas internasional. 124
Chapter VI dari Piagam PBB lebih membahas cara-cara konvensional dalam
menyelesaikan suatu konflik dan lebih mengandalkan dari kesediaan para pihak
yang bersengketa untuk mau bekerjasama dengan DK PBB dalam mencari solusi
atau kesepakatan agar konflik dapat diakhiri, dan kemudian mendukung
terciptanya situasi yang kondusif supaya kesepakatan yang telah diterima dapat
dijalankan. Beberapa pasal dalam Chapter VI yang berhubungan dengan langkahlangkah yang diambil oleh DK PBB pada konflik Suriah:
1. Pasal 33: Para pihak pada suatu sengketa, yang jika berkelanjutan
memungkinkan untuk membahayakan pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional, harus, pertama-tama mencari jalan keluar
melalui

negosiasi,

penyelidikan,

mediasi,

konsiliasi,

arbitrase,

penyelesaian hukum, cara-cara alternatif melalui badan regional atau
kesepakatan-kesepakatan, atau cara-cara damai sesuai dengan pilihan
sendiri.

124

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

57

2. Pasal 34: Dewan Keamanan dapat menyelidiki suatu sengketa atau
apapun yang dapat menyebabkan terjadinya permasalahan internasional,
untuk menentukan apakah sengketa atau situasi tersebut berkelanjutan
dan dapat membahayakan pemeliharaan perdamaian atau keamanan
internasional.
3. Pasal 36: Ayat 1; Dewan Keamanan dapat, pada setiap tahapan situasi
seperti yang tercantum dalam pasal 33, merekomendasikan prosedur atau
metode-metode penyelesaian yang sesuai. Ayat 2; Dewan Keamanan
harus mempertimbangkan segala prosedur apapun untuk diterapkan pada
penyelesaian sengketa yang telah diterima/dijalankan oleh semua pihak.

Sedangkan Chapter VII dari Piagam PBB lebih membahas mengenai caracara lain di luar metode konvensional untuk memaksa pihak yang bersengketa
agar

mau

bekerjasama

dalam

menyelesaikan

konflik,

apabila

konflik

berkelanjutan dan dinilai membahayakan stabilitas regional dan internasional.
Seperti yang terdapat pada:
1. Pasal 41: Dewan Keamanan dapat mengambil tindakan tanpa penggunaan
senjata apapun yang dinilai mampu memberikan pengaruh terhadap
keputusannya, seperti gangguan hubungan ekonomi, laut, udara,
telekomunikasi, radio hingga pemutusan hubungan diplomatik.
2. Pasal 42: Apabila tindakan-tindakan yang tercantum dalam Pasal 41 telah
diambil dan dinilai tidak memadai, Dewan Keamanan mungkin
mengambil tindakan melalui laut, udara dan pasukan darat yang
diperlukan untuk memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.

Universitas Sumatera Utara

58

Tindakan tersebut dapat mencakup demonstrasi, blokade, atau operasi
lainnya melalui udara atau laut, serta pasukan darat anggota PBB.
3. Pasal 51: Tidak tercantum dalam Piagam PBB yang mengganggu hak
asasi individu atau kolektif untuk membela diri jika terjadi serangan
bersenjata, hingga Dewan Keamanan memutuskan langkah selanjutnya
untuk

dapat

kembali

memelihara

perdamaian

dan

keamanan

internasional. Secara normatif, peacekeeping operation yang dijalankan
PBB memang hanya terbatas pada mendukung implementasi suatu
perjanjian damai atau gencatan senjata namun seringkali PKO tersebut
dibutuhkan untuk peranan yang lebih aktif dalam proses peacemaking
dan peace building. Namun jika dalam menjalankan misinya para
pasukan PKO PBB turut terkena serangan dari pihak yang berkonflik,
mereka diperbolehkan untuk menyerang balik dengan tujuan membela
diri (self-defense) dan melindungi kaum sipil.
Lalu bagaimana peranan PBB dalam penanganan terkait penggunaan senjata
kimia? Seperti yang kita ketahui, bahwa Pasal 8 CWC mengatur mengenai
Organisasi, yakni OPCW. Adapun Pasal 8 CWC ini menjadi dasar lahirnya, serta
tugas dan kewenangan daripada OPCW. 125 Haruslah dipahami bahwa dengan
lahirnya CWC yang mengatur mengenai senjata kimia pada umumnya, maka
segala jenis aktivitas yang berkenaan dengan penggunaan senjata kimia harus
tunduk pada CWC dan menjadi kewenangan daripada OPCW. Adapun organisasi
yang dimaksud pada Pasal 8 itu merujuk pada pengertian atau ruang lingkup

125

Pasal 8 CWC berjudul “The Organization” yang mengatur khusus mengenai OPCW,
termasuk di dalamnya ketentuan umum, keanggotaan, tugas dan kewenangan, hingga struktur
beserta kewenangan struktur-sturuktur OPCW.

Universitas Sumatera Utara

59

organisasi menurut Pasal 2 CWC, yang menyatakan bahwa istilah “Organization”
atau Organisasi yang dimaksud di dalam CWC adalah OPCW yang dibentuk
menurut Pasal 8 Konvensi ini. 126 Berdasarkan bunyi Pasal 2 tersebut, jelaslah
relevansi antara CWC dan OPCW.
CWC ini dirancang untuk memastikan bahwa zat kimia beracun hanya
dikembangkan dan diproduksi untuk tujuan-tujuan yang tidak berhubungan
dengan senjata kimia. Teknologi kimia tidak boleh disalahgunakan, dan OPCW
memiliki mandat untuk memantau industri kimia untuk memastikan tentang hal
ini. 127
CWC menegaskan bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan
penggunaan senjata kimia merupakan kewenangan daripada OPCW. Namun,
haruslah diketahui bahwa ada kalanya OPCW wajib bekerjasama dengan PBB.
Adapun berdasarkan ketentuan Part XI(E) Annex on Implementation and
Verification (Verification Annex), dikatakan bahwa dalam hal dugaan penggunaan
senjata kimia yang melibatkan negara bukan anggota daripada konvensi atau pada
daerah teritorial yang bukan dikuasai oleh negara anggota, maka OPCW harus
bekerjasama dengan Sekretaris Jendral PBB. 128

126

Pasal 2 ayat 11 CWC berbunyi “"Organization" means the Organization for the
Prohibition of Chemical Weapons established pursuant to Article VIII of this Convention” yang
dapat dilihat pada “Article II Definitions and Criteria” http://www.opcw.org/chemical-weaponsconvention/articles/article-ii-definitions-and-criteria/ diakses pada 17 Desember 2016 pukul 08.30
WIB.
127
“Basic Facts on Chemical Disarmament – Introduction – Brief History on the Treaty”
yang dapat dilihat pada www.opcw.org/news-publications/publications/history-of-the-chemicalweapons-convention/ yang diakses pada 17 Desember 2016 pukul 08.00 WIB
128
Part XI(E) Annex on Implementation and Verification (Verification Annex) berbunyi
“In the case of alleged use of chemical weapons involving a State not Party to this Convention or
in territory not controlled by a State Party, the Organization shall closely cooperate with the
Secretary-General of the United Nations. If so requested, the Organization shall put its resources
at the disposal of the Secretary-General of the United Nations.”

Universitas Sumatera Utara

60

Selain daripada itu, oleh Pasal 36, dikatakan pula bahwa dalam hal darurat,
Badan Eksekutif OPCW wajib membawa isu atau masalah ini, termasuk dengan
informasi serta konklusi yang mendukung langsung kepada Majelis Umum dan
Dewan Keamanan PBB. 129
C. Alasan-Alasan Pelarangan Penggunaan Senjata Kimia
Pelarangan penggunaan senjata tertentu termasuk didalamnya senjata kimia
tentulah mempunyai alasan. Alasan tersebut terdapat dalam 3 aturan Internasional,
antara lain dalam Deklarasi St. Petersburg tahun 1868, Hague Regulations (1907),
dan Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa.
Bunyi mengenai pelarangan penggunaan senjata-senjata tertentu oleh
Deklarasi St. Petersburg tahun 1868, diantaranya: 130
Considering:
That the progress of civilization should have the effect of alleviating as
much as possible the calamities of war; That the only legitimate object
which States should endeavour to accomplish during war is to weaken the
military forces of the enemy; That for this purpose it is sufficient to disable
the greatest possible number of men; That this object would be exceeded by
the employment of arms which uselessly aggravate the sufferings of disabled
men, or render their death inevitable; That the employment of such arms
would, therefore, be contrary to the laws of humanity;

129

Pasal 36 CWC berbunyi “…The Executive Council shall, in cases of particular gravity
and urgency, bring the issue or matter, including relevant information and conclusions, directly to
the attention of the United Nations General Assembly and the United Nations Security Council. It
shall at the same time inform all States Parties of this step.”
130
Practice Relating to Rule 70. Weapons of a Nature to Cause Superfluous Injury or
Unnecessary Suffering, www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v2_rul_rule70, diakses pada 18
Desember 2016 pukul 10.38 WIB

Universitas Sumatera Utara

61

Deklarasi St. Petersburg tahun 1868 tersebut menyatakan dengan
menimbang bahwa kemajuan peradaban seharusnya mempunyai dampak untuk
mengurangi sebanyak-banyaknya malapetaka suatu perang; bahwa satu-satunya
sasaran yang sah,yang mana suatu negara harus berusaha selesaikan ketika perang
ialah untuk melemahkan kekuatan pasukan bersenjata lawan; bahwa untuk tujuan
ini, cukuplah dengan melumpuhkan sebanyak mungkin pasukan; bahwa sasaran
ini akan berlebihan dengan penggunaan senjata yang secara percuma memperberat
penderitaan daripada orang lumpuh, atau menyebabkan kematian mereka menjadi
tidak terelakkan; bahwa penggunaan senjata yang demikian, oleh karena
demikian, bertentangan dengan hukum humaniter.
Pelarangan penggunaan senjata-senjata tertentu tersebut oleh Hague
Regulations (1907) terdapat pada Pasal 23(e), yang berbunyi: 131
In addition to the prohibitions provided by special Conventions, it is
especially forbidden…to employ arms, projectiles, or material calculated to
cause unnecessary suffering;
Pasal 23(e) Hague Regulations 1907 tersebut berisi tentang pelarangan
penggunaan senjata, proyektil, ataupun materi yang diketahui akan menimbulkan
penderitaan yang tidak perlu.
Pelarangan penggunaan senjata-senjata tertentu oleh Protokol Tambahan I
1977 terhadap Konvensi Jenewa 1949 terdapat pada Pasal 35(2), yang
berbunyi: 132

131

“Convention (IV) respecting the Laws and Customs of War on Land and its annex :
Regulations concerning the Laws and Customs of War on Land. The Hague, 18 October 1907”,
www.icrc.org/applic/ihl/ihl.nsf/ART/195-200033?OpenDocument, diakses pada 18 Desember
2016 pukul 11.05 WIB
132
“Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to
the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol I), 8 June 1977”,

Universitas Sumatera Utara

62

1. In any armed conflict, the right of the Parties to the conflict to choose
methods or means of warfare is not unlimited.
2. It is prohibited to employ weapons, projectiles and material and methods
of warfare of a nature to cause superfluous injury or unnecessary suffering.
3. It is prohibited to employ methods or means of warfare which are
intended, or may be expected, to cause widespread, long-term and severe
damage to the natural environment.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan basic rules
atau aturan dasar dalam perang, diantaranya:
1. Di dalam konflik bersenjata, hak daripada pihak-pihak yang terlibat
konflik untuk memilih metode dan cara berperang tidaklah tidak terbatas;
2. Adalah dilarang untuk menggunakan senjata, proyektil, dan bahan dan
metode berperang yang secara alami akan menyebabkan luka yang berlebihan
ataupun penderitaan yang tidak perlu;
3. Adalah dilarang untuk menggunakan metode atau cara berperang yang
bertujuan, atau dapat diperkirakan untuk menyebabkan kerusakan yang luas,
berjangka panjang serta parah terhadap lingkungan alam.
Kesimpulan yang dapat diambil dari ketiga aturan yang berbeda diatas
terkait pelarangan senjata kimia tak lain ialah bahwa senjata tersebut mampu
menyebabkan luka yang berlebihan ataupun penderitaan yang tidak perlu. Apabila
kita kaitkan dengan bunyi yang terdapat pada Deklarasi St. Petersburg 1868,
bahwa tujuan daripada suatu peperangan ialah untuk memenangkan peperangan,
dan satu-satunya sasaran yang sah ialah dengan melumpuhkan sebanyak mungkin
www.icrc.org/applic/ihl/ihl.nsf/ART/470-750044?OpenDocument, diakses pada 18 Desember
2016 pukul 11.10 WIB

Universitas Sumatera Utara

63

pasukan bersenjata lawan, maka diharapkan bahwa ketika perang berakhir,
penderitaan pasukan-pasukan bersenjata tersebut turut berakhir, bukan tetap
menderita sebagai akibat dari perang. Dengan menggunakan senjata kimia, ketika
perang berakhir, mereka yang terkena senjata kimia ini masih akan merasakan
dampaknya.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
KEJAHATAN PERANG DISURIAH DENGAN MENGGUNAKAN
SENJATA KIMIA
A.

Latar Belakang Terjadinya Perang Suriah
Perang saudara Suriah adalah sebuah konflik bersenjata berbagai pihak

dengan intervensi internasional yang berlangsung di Suriah. Kerusuhan tumbuh
sejak protes kebangkitan dunia Arab tahun 2011, dan meningkat ke konflik
bersenjata setelah kekerasan atas protes kepada Pemerintah PresidenBashar alAssad untuk menekan pengunduran dirinya. Perang melibatkan Pemerintah
Suriah, kelompok aliansi longgar pemberontak Arab Suriah, Pasukan Demokratik
Suriah, kelompok jihaidst Salafi (termasuk Front al-Nusra), dan Negara Islam Irak
dan Syam (ISIL). Semua pihak menerima dukungan besar dari aktor asing, dan
banyak yang mengarahkan untuk melabelinya sebagai perang proksi yang
dilancarkan oleh negara-negara besar regional dan dunia. 133
Suriah, atau yang resmi dikenal dengan nama Syrian Arab Republic
merupakan salah satu negara di Asia Barat, yang berbatasan dengan Lebanon dan
Laut Mediterania di bagian barat, Turki di bagian utara, Irak di bagian timur,
Yordania di bagian selatan, dan Israel di bagian barat daya. Adapun ibukota
negara Suriah adalah Damaskus. 134

133

“perang Suriah” dimuat dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara_Suriah
diakses pada 19 Desember 2016 Pukul 12.17 WIB
134
Terjemahan dari “Syria, officially the Syrian Arab republic, is a country in Western
Asia, bordering Lebanon and Mediterranean Sea to the west, Turkey to the north, Iraq to the east,
Jordan to the south, and Israel to the southwest. Its capital Damascus…” dikutip dari “Syria Wikipedia” yang dapat diakses pada en.wikipedia.org/wiki/Syria, diakses pada 19 Desember 2016
Pukul 12.19 WIB

64
Universitas Sumatera Utara

65

Sejak Maret 2011, Suriah terlibat di dalam perang sipil (civil war) dengan partai
oposisi yang menentang Assad dan pemerintahan neo-Ba’athist. 135
Perang Sipil Suriah (Syrian Civil War), atau yang juga dikenal sebagai
Pemberontakan Suriah (Syrian Uprising) atau Krisis Suriah (Syrian Crisis) adalah
suatu konflik bersenjata yang masih berlangsung di Suriah, yang melibatkan
pasukan

yang

setia

terhadap

pemerintahan

Ba-ath

dan

mereka

yang

menentangnya. Kerusuhan ini dimulai pada 15 Maret 2011, yang mana
penuntutan para demonstran yang pada awalnya adalah reformasi demokrasi dan
ekonomi di dalam kerangka pemerintahan. 136
Protes yang dimulai pada pertengahan bulan Maret 2011 tersebut pada
bulan April 2011 akhirnya menjadi protes-protes yang populer dan berskala
nasional. Pada bulan April 2011 itu pula, pasukan Suriah dikerahkan untuk
mengatasi pemberontakan dengan cara menembak para demonstran di seluruh
negeri. Setelah terjadi pengepungan militer selama berbulan-bulan, demonstrasi
tersebut berubah menjadi suatu pemberontakan bersenjata. Konflik tersebut
asimetris dengan berontakan yang terjadi di berbagai kota di seluruh negeri. Pada
tahun 2013, Hizbullah (Hezbollah) turut di dalam peperangan, mendukung
pasukan Suriah. Pemerintah Suriah kemudian juga mendapat bantuan militer dari

135

“Syria - Wikipedia” yang dapat diakses pada en.wikipedia.org/wiki/Syria, diakses pada
19 Desember 2016 Pukul 12.23 WIB
136
Terjemahan dari “The Syrian Civil War, also known as the Syrian Uprising or the
Syrian Crisis, is an ongoing armed conflict in Syria between forces loyal to the Ba’ath government
and those seeking to oust it. The unrest began on 15 March 2011…Syrian protesters first
demanded democratic and economic reform within the framework of the existing government”,
terdapat pada “Syrian Civil War” yang dapat dilihat pada en.wikipedia.org/wiki/Syrian_civil_war,
diakses pada 19 Desember 2016 Pukul 12.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

66

Rusia dan Iran, sedangkan para pemberontak mendapat bantuan persenjataan dari
Qatar, Arab Saudi, dan Amerika Serikat. 137
Konflik di Suriah yang berlangsung sejak Maret 2011 ini telah menelan
korban lebih dari 100.000 jiwa dan membuat ribuan warga Suriah mengungsi ke
negara lain untuk menyelamatkan diri. Konflik antara pemerintah dengan
kelompok oposisi yang merupakan rakyatnya sendiri tersebut telah banyak
mendapat respon dari masyarakat internasional karena sikap pemerintah Suriah
yang menggunakan kekerasan untuk menyerang rakyat nya sendiri.
Pemerintah Suriah dikerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan
pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi,
tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara
Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan
"gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir 2011, warga
sipil dan tentara pembelot dibentuk 74 unit pertempuran, yang dimulai kampanye
pemberontakan melawan Tentara Suriah.
Para pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah
dan berjuang dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari
oposisi

bersenjata

tidak

memiliki

kepemimpinan

yang

terorganisir.

Pemberontakan memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik
tersebut telah dijelaskan sektarianisme sebagai memainkan peran utama. Pihak

137

Terjemahan dari “In April 2011, the Syrian army was deployed to quell the uprising
and soldiers fired on demonstators across the country. After months of military sieges, the
protesters evolved into an armed rebellion. The conflict is asymmetrical, with clashes taking place
in many cities across the country. In 2013, Hezbollah entered war in support of the Syrian army.
The Syrian government is further upheld by military support from Russia and Iran, while Qatar,
Saudi Arabia and United States transfer weapons to the rebels.”Ibid.

Universitas Sumatera Utara

67

oposisi didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka
adalah Alawit Muslim Syiah.
Kubu oposisi terdiri dari lebih dari 1.000 kelompok oposisi bersenjata, dari
seribu kelompok ini terbagi menjadi tiga kubu. Nasionalis, Sekuleris, dan Islamis.
Dari tiga kubu ini pun jika dijabarkan lagi, maka akan ada perbedaan diantara
mereka. Diantara mereka ada kelompok-kelompok kecil nasionalis dan kadangkadang unit sekuler, mereka berjuang hanya untuk membebaskan rakyat Suriah.
Kemudian, ada pula kelompok Brotherhood-salah satu jenis kelompok Muslim
yang berjihad di Suriah yang belum dapat dipastikan kemana arah tujuannya
setelah Bashar tumbang. Kemudian kelompok Salafi yang mengikuti jejak Arab
Saudi. Dan yang terakhir adalah afiliasi al-Qaeda serta kelompok yang sealiran
dengan Al-Qaeda, tujuan afiliasi ini jelas ingin mendirikan Daulah Islam.
Salah satu pertempuran yang cukup menguras tenaga adalah di wilayah
Safira, dimana ada beberapa kelompok terpaksa mundur dari pertempuran
tersebut. Wilayah yang sempat direbut oleh pasukan Syiah dari berbagai milisi ini,
akhirnya direbut kembali oleh ISIS/JAN/Ahrar Sham. Ada sekitar 50 Mujahidin
ISIS dan JAN yang menjadi gugur di Safira, namun jumlah ini belum
dikonfirmasi kebenarannya. Satu hal yang menjadi pertimbangan penting bahwa,
ada beberapa kelompok Mujahidin yang mundur dalam peperangan di Safira,
diantaranya adalah Liwa At-Tauhid.
Ini menunjukkan bahwa diantara mujahidin masih belum bisa menyatukan
kekuatan untuk menghadapi musuh bersama, atau karena ada alasan lain dengan
prasangka baik kelompok tersebut mundur akibat serangan angkatan udara Suriah
yang bertubi-tubi. Salah satu komandan yang mundur dari pertempuran adalah

Universitas Sumatera Utara

68

Kolonel Abdul Jabbar Akaidi, kelompok Jihad sekuler yang dibantu AS dan Arab
Saudi, meninggalkan Jabhat Al Nushra (JAN) dan ISIS bertempur sendirian.
Ahrar Al Sham maju ke depan saat itu membantu JAN. Hal ini dimanfaatkan oleh
milisi syiah Pro-Assad yang saat itu masuk merebut kota Safira, tenggara dari
pusat Aleppo. Jatuhnya Safira berakibat terciptanya jalur penting pasokan senjata
antara Damaskus dan Aleppo, dan pasukan Syiah Pro Assad bertahan di utara kota
untuk pertahanan dari serangan Mujahidin. Beberapa kutipan pemberitaan dari
VOA Islam (5/6/2013) menyatakan bahwa Saking bengisnya mereka (orang-orang
Syi’ah) anak-anak itu banyak yang mereka bunuh. Perempuan-perempuan (kaum
Sunni -red) itu banyak yang dinodai kehormatannya (diperkosa-red). Syukursyukur setelah dinodai kehormatannya mereka itu masih hidup, banyak diantara
mereka itu habis dinodai kehormatannya, dibunuh.
Persoalan perang sebenarnya bukan penganut agama apa yang paling
banyak, tetapi jumlah korban (terutama korban sipil tanpa senjata) dan kerusakan
harta benda yang sia-sia. Penggunaan senjata atau bom berbahan kimia yang
dilarang juga merupakan persoalan serius dalam perang. Terlepas dari siapa yang
bersalah dalam perang itu, atau terlepas dari siapa yang akan menang atau nanti
akan kalah, masalah kemanusiaan harusnya didahulukan penanganannya, bantu
mereka para orang sipil yang terjebak dalam perang itu untuk segera lepas dari
medan perang. 138
Sejak terjadinya konflik bersenjata di Suriah, lebih dari 4 juta (empat juta)
warga negara Suriah telah dipindahkan, lebih dari 3 juta (tiga juta) melarikan diri
dari Suriah dan menjadi pengungsi di negara lain, sedangkan jutaan lainnya
138

“perang Suriah” dimuat dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara_Suriah
diakses diakses pada 19 Desember 2016 Pukul 12.40 WIB

Universitas Sumatera Utara

69

ditinggalkan di dalam kondisi kehidupan yang buruk dengan makanan dan air
minum yang berkekurangan. 139
B.

Bentuk-Bentuk Kejahatan Perang di Suriah
Kejahatan perang terbagi menjadi empat kategori, yang merefleksikan

evolusi historis dari subjek dengan membedakan antara kejahatan yang dilakukan
pada saat konflik internasional dan pada saat konflik bersenjata internal. Kategori
pertama –pasal 8 (2) (a) – meliputi semua “pelanggaran berat” konvensi Jenewa,
1949, kategori kedua – pasal 8 (2) (b) – meliputi ‘pelanggaran yang berat terhadap
hukum dalam kerangka hukum Internasional’. Kategori ini meliputi serangan atas
pasukan penjaga perdamaian atau mereka yang memberikan bantuan kemanusiaan
di bawah naungan PBB; serangan yang dilakukan dengan sengaja dan mengetahui
bahwa serangan tersebut dapat menimbulkan kematian atau cidera terhadap
penduduk sipil; serangan secara sengaja terhadap target non militer seperti tempat
ibadah, museum, rumah sakit, dan tempat-tempat bersejarah atau memiliki nilai
kebudayaan. Kategori ketiga – pasal 8 (2) (c) – memperluas yuridiksi atas konflik
bersenjata internasional yaitu serangan tidak m