MAKALAH TEORI BELAJAR KOGNITIVISME .

BAB II
TEORI BELAJAR KOGNITIVISME

Pembelajaran menurut teori belajar kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan . secara
umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan;
pengetahuan (Knowledge) ; pemahaman (comprehention) ; penerapan (applicaton)
; analisis (analysis) ; sintesa (sinthesis); evaluasi (evaluation) . Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
rasional ( akal)
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki orang lain. Oleh sebab
itu, kognitif berbeda dengan teori behavioristik , yang lebih menekankan pada
aspek kemampuan prilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespon
terhadap stimulus yang datang kepada dirinya. Teori kognitif merupakan suatu
bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Yaitu proses
untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan
mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Teori kognitif
menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku yang tampak.
Teori kognitif sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran di

indonesia pada umumnya lebih cenderung cognitif oriented ( berorientasi pada
intelektual ) . Implikasinya lulusan pendidikan atau pembelajaran kaya intelektual
tapi miskin moral kepribadian. mestinya proses pembelajaran harus mampu
menjaga keseimbangan antara peran kognisi dan peran afeksi , sehingga lulusan
pendidikan memiliki kualitas intelektual dan kepribadian yang seimbang . Secara
umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau pembelajaran adalah
suatu proses yang menitikberatkan proses pembangun ingatan , retensi,
pengolahan informasi, emosi, dan aspek aspek yang bersifat intelektualitas , oleh

sebab itu , belajar juga dapat dikatakan bagian dari kegiatan yang melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks dan komprehensif ( Kartika, dkk., 2011)
Prinsip Dasar dan tujuan Teori belajar Kognitif
Prinsip teori psikologi adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku
dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat tingkat
perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri. Seseorang memiliki
kepercayaan , ide ide, dan prinsip yang dipilih untuk kepentingannya sendiri .
Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi . aspek
kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai
dirinya


dan

lingkungannya

dan

bagaimana

ia

berhubungan

dengan

lingkungannnya secara sadar. Sedangkan Aspek psikologis membahas masalah
hubungan atau interaksi antar orang dan lingkungan psikologisnya secara
bersamaan. Psikologis kognitif lebih menekankan pada pentingnya proses internal
dan proses proses mental.
Menurut teori belajar kognitif , Belajar merupakan proses proses internal yang
yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun tujuan teori ini adalah :

1. Membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang
orang pada ruang kehidupan mereka sendiri secara spesifik sesuai dengan
situasi psikologisnya.
2. Membantu guru untuk memahami orang lain , terutama muridnya dan
membantu dirinya sendiri
3. Mengkonstruksi prinsip prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas
untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan kondisi belajar
menjadi produktif
4. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaiman seseorang mencapai
pemahaman atas diri dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan
lingkungannya adalah faktor yang sangat berkaitan
Insight adalah pemahaman dasar yang dapat diaplikasikan pada beberapa
situasi yang sama . insight terjadi dengan melihat kasus kasus / kejadian yang
terpisah kemudian menggeneralisasikannya sehingga timbul sebuah pemahaman

Perbedaan pandangan teori kognitif dan teori conditioning stimulus- respon
adalah sebagai berikut
1. Teori kognitif menekankan pada fungsi fungsi psikologis. Sedangkan pada
teori behaviorisme pada segi fisiknya saja
2. Teori kognitif berfokus pada situasi saat ini , sedangkan teori behaviorisme

pada sejarah masa lalu
3. Dalam proses kognitif , Terjadi interaksi antar manusia dengan
lingkungannya secara simultan dan saling membutuhkan
Prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut
1. Belajar adalah peristiwa mental yang berhubungan dengan berfikir
perhatiani , persepsi, pemecahan masalah dan kesadaran
2. Sehubungan dengan pembelajaran , Teori belajar prilaku dan kognitif pada
akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan prilaku siswa yang
tampak seperti penyelesaian tugas rumah , hasil tes, disamping itu juga
harus memperhatikan faktor manusia dan psikologisnya
3. Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berfikir seseorang tidak sama
dan tidak tetap dari waktu ke waktu
Model teori belajar kognitif yang benyak diterapkan dalam dunia pendidikan
adalah model belajar penemuan bruner , model belajar bermakna ausubel, model
pemrosesan informasi , dan model peristiwa pembelajaran gagne, dan model
perkembangan intelektuan jean piaget

1. Model Teori belajar Bruner
a) Prinsip prinsip belajar bruner
Bruner tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis, . Dasar Pemikiran

Teorinya Memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir dan

pencipta informasi. Oleh karenanya yang terpenting dalam belajar adalah cara
cara bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan
informasi yang diterimanya secara aktif.
Menurut Bruner, Pada dasarnya belajar adalah proses kognitif yang terjadi dalam
diri seseorang . Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar yaitu :
1. Proses Perolehan informasi baru, dapat terjadi melalui kegiatan membaca,
mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau
mendengar / melihat audiovisual, dan lain lain. Informasi ini bersifat
penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah dimiliki.
2. Proses mentransformasikan informasi yag diterima, suatu proses
bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar
sesuai dengan kebutuhan
3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan , agar dapat bermanfaat
untuk memecahkan masalah yang dhadapi siswa dalam kehidupan sehari
hari
Selanjutnya agar berjalan dengan lancar menurut bruner didalam bukunya ,
Process of Education ada tiga faktor yang sangat ditekankan dan harus menjadi
perhatian para guru di dalam menyelenggarakan pembelajaran yaitu

a) Pentingnya memahami struktur mata pelajaran
b) Pentingnya belajar aktif supaya seseorang dapat menemukan sendiri
konsep konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar
c) Pentingnya nilai nilai dari berfikir induktif
Berdasarkan pandangan bruner ini , maka ada 4 macam aspek utama yang harus
menjadi perhatian dalam pembelajaran yaitu,
1.
2.
3.
4.

Pentingnya struktur mata pelajaran
Kesiapaan untuk belajar
Intuisi atau teknik teknik intelektual analitis
Motivasi

b) Strategi-strategi dalam Pembelajaran Penemuan
Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan yaitu
secara induktif, deduktif atau keduanya.


a.

Strategi Induktif
Strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus

dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat
digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil
kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu
mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya
kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu
mengguankan perkataan “barangkali” atau “mungkin”.
Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri
dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang
kedua bagian dari argumentasi itu . Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif
tidak perlu mengikuti fakta yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih
dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa membuktikan dalil untuk
mendukung. Sebagai contoh, fakta bahwa 3, 5, 7, 11, dan 13 adalah semuanya
bilangan prima dan masuk akal secara umum kita buat kesimpulan bahwa semua
bilangan prima adalah ganjil tetapi hal itu sama sekali “tidak membuktikan“. Guru
beresiko di dalam suatu argumentasi induktif bahwa kejadian semacam itu sering

terjadi. Karenanya, suatu kesimpulan yang dicapai oleh induksi harus berhati-hati
karena hal seperti itu nampak layak dan hampir bisa dipastikan atau mungkin
terjadi. Sebuah argumentasi dengan induktif dapat ditandai sebagai suatu
kesimpulan dari yang diuji ke tidak diuji. Bukti yang diuji terdiri dari kejadian
atau contoh pokok-pokok.

b.

Strategi deduktif
Dalam matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal

pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling
berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran
matematika. Dari konsep matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui
siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain
yang belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai contoh, untuk menentukan rumus luas

lingkaran, siswa dapat diarahkan untuk membagi kertas berbentuk lingkaran
menjadi n buah sector yang sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa
sehingga berbentuk seperti persegi panjang dan rumus keliling lingkaran yang

sudah diketahui sebelumnya, siswa akan dapat menemukan bahwa luas lingkaran
adalah .
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan
antar pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi
penemuan deduktif , kepada siswa dijelaskan konsep dan prinsip materi tertentu
untuk mendukung perolehan pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan
guru cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan untuk mengarahkan
pemikiran siswa ke arah penarikan kesimpulan yang menjadi tujuan dari
pembelajaran. Sebagai contoh dialog berikut sedang memecahkan masalah sistem
persamaan dengan menggunakan determinan koefisien dari dua garis yang sejajar
dengan penemuan deduktif di mana guru menggunakan pertanyaan untuk
memandu siswa ke arah penarikan kesimpulan tertentu.
Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep
matematika. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman suatu konsep dapat
diawali secara induktif melalui peristiwa nyata atau intuisi. Kegiatan dapat
dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat
yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang
kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan
deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari

matematika. Dengan penjelasan di atas metode penemuan yang dipandu oleh guru
ini kemudian dikembangkan dalam suatu model pembelajaran yang sering disebut
model pembelajaran dengan penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan model
ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat
bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik
matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong
untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan

bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing
tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.
Dengan model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada situasi
dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan
mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk
jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketrampilan
yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Dalam
model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar
karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru
memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan
masalah, investigasi atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu

tahap yang penting dan menentukan. Ini dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat
diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
matematika, karena siswa dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat
manipulasi, eksperimen, dan menyelesaikan masalah.
c) Model pengembangan kurikulum
1. Penyajian Enaktif
Penyajian enaktif adalah Penyajian yang dilakukan melalui tindakan , memiliki
manipulasi yang tinggi. dengan penyajian seperti ini seseorang dapat memahami
sesuatu dari melakukan sesuatu

2. Penyajian ikonik
Pada masa remaja , bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berfikir.
Kemudian pada masa transisi , penyajian ikonik didasarkan pada pengindraan
dilanjutkan dengan penyajian simbolik
3. Penyajian Simbolik

Penyajian simbolik ini dibuktikan dengan pada kemampuan seseorang untuk
memikirkan proposisi dibandingkan objek, memberikan struktur hierarkis pada
konsep konsep dan untuk memiikirkan alternatif yang mungkin dalam suatu cara
kombinatual
d) Pendekatan model belajar bruner
Pendekatan model belajar bruner ini didasarkan pada dua asumsi , yaitu
pendekatan interaktif, pengetahuan akan diperoleh peserta didik bila di dalam
pembelajaran yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya .
Orang

mengkonstruksikan

pengetahuannya

dengan

cara

menghubungkan

informasi yang tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya
e) Belajar penemuan dari bruner , manfaat dan contoh penerapannya
dalam pembelajaran
Ada beberapa manfaat belajar penemuan
1.

Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah

bermakna.
2.

Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah

diingat.
3.

Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab

yang diinginkan dalam belajar penemuan agar siswa dapat mendemontrasikan
pengetahuan yang diterima.
4.

Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan sendiri

oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi.
5.

Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam

menciptakan motivasi belajar.
6.

Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara

bebas

f) Langkah langkah Belajar Penemuan
a)

Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri . Tahap ini Guru
bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau
mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini
berfungsi

untuk

menyediakan

kondisi

interaksi

belajar

yang

dapat

mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal
ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada
kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
b)

Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agendaagenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)
c)

Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para

siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis . Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan
nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya
d)

Data processing (pengolahan data).
data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang

telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/
kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari

generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang
alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e)

Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan

dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya .
f)

Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi .Atau tahap
dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan
atau generalisasi tertentu .Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsipprinsip yang mendasari generalisasi

g) . Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Penemuan
Memperhatikan Model Belajar Penemuan tersebut diatas dapat disampaikan
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
Kelebihan dari Model Belajar Penemuan adalah sebagai berikut :
a.

Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.

b.

Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inkuiri (mencari-temukan).

c.

Mendukung kemampuan problem solving siswa.

d.

Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru,

dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
e.

Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan

lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.
f.

Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn).

g.

Belajar menghargai diri sendiri.

h.

Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer.

i.

Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.

j.

Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada

hasil lainnya
k.

Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

l.

Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan

memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Kekurangan dari Model Belajar Penemuan adalah sebagai berikut :
a.

Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

b.

Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di

lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model
ceramah.
c.

Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-

topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model
Penemuan

2. Model teori Belajar Ausubel
Pandangan Ausubel tentang belajar ini sangat bertentangan dengan ahli
psikologi kognitif lainnya, yaitu Bruner dan Piaget . menurut Ausubel, pada
dasarnya orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan bukan melalui
penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan pada siswa akan
diterima oleh siswa. Dapat juga konsep-konsep ini ditemukan sendiri oleh siswa.
a) Klasifikasi Belajar Ausubel dan Cara Pengajarannya

Ausubel mengklasifikasikan makna belajar kedalam dua dimensi seperti
pada gambar dibawah ini. Dimensi pertama hubungan dengan cara bagaimana
informasi atau materi pelajaran yang disajikan kepada siswa, apakah melalui
penemuan. Belajar menurut dimensi ini diperoleh melalui penerimaan informasi
dengan cara dikomunikasikan kepada siswa dalam bentuk belajar permainan dan
menyajikan informasi itu dalam bentuk final. Cara kedua berhubungan dengan
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi yang diterima dengan struktur
kognitif yang sudah dimilikinya. Kedua dimensi ini tidak menunjukkan dikatomi
yang sederhana. Tetapi lebih merupakan suatu kontinum, sebagai tampak dalam
gambar berikut:

Klasifikasi belajar menurut Ausubel dan Robinson 1969, dalam Ratna Wilis
( 1989,111 )

b) Empat Tipe Belajar Menurut Ausubel
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik. Peserta
didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur
kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat

suatu bujur sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti
sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat bujur
sangkar tersebut.
2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik,
kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat bujur
sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan
segiempat dengan sifat-sifatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka. Dengan alatalat ini diketemukan sifat-sifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan.
3. Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik
dalam bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan
yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan
mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan-bahan
yang akan diberikan yang susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi
persamaan kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan
yang sudah dimiliki peserta didik. Karena pengertian persamaan lebih inklusif
dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut dapat dipelajari peserta
didik secara bermakna.
4. Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final.
Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang disajikan tadi
tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

c) Struktur Kognitif
Struktur kognitif didefinisikan sebagai struktur organisasi yang ada dalam
ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah
dalam suatu unit konseptual. Struktur kognitif berisi konsep-konsep yang telah

tersusun secara hierarki dan tetap berada dalam kesadaran siswa. Konsep yang
paling inklusif terletak di atas lalu berangsur-angsur pada konsep spesifik sampai
pada yang terakhir. Sehubungan dengan itu agar bahan pelajaran yang dipelajari,
Ausubel (1963 ) berpendapat bahwa pengetahuan diorganisasikan dalam ingatan
seseorang secara hierarki. Dengan pandangan itu, Ausubel menolak pendapat
yang menyatakan bahwa belajar verbal akan mendorong siswa untuk cenderung
menghapal secara rutin. Untuk itu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
belajar menjadi bermakna. Beberapa syarat tersebut diantaranya adalah dengan
melakukan

Advanced

organizer,

progressive

differentiation,

integrative

reconciliation, dan consolidation.
Pengaturan awal ( advanced organizer ) berisi konsep-konsep tau ide-ide yang
diberikan kepada siswa jauh sebelum materi pelajaran sesungguhnya diberikan.
Ada tiga hal yang dapat dicapai yaitu:

1) pengaturan awal memberikan

konseptual untuk belajar yang berikutnya; 2) dapat menjadi penghubung antara
informasi yang sudah dimiliki oleh siswa saat ini dengan informasi baru yang
akan diterimanya; 3) berfungsi sebagai jembatan penghubung sehingga
memperlancar proses pengkodean pada siswa.
Pengaturan awal itu bermacam-macam bentuknya tetapi fungsinya tetap sama,
yaitu meningkatkan kemampuan siswa untuk mengorganisasikan materi, belajar
dan mengingat. Ada dua bentuk organizer, yaitu expository organizer, menyajikan
gambar konsep yang relevan dan comparative organizer menyajikan persamaan
dan perbedaan antara dua materi dari struktur kognitif yang sudah dimiliki.
Progressive differentiation menurut Ausubel pengembangan konsep-konsep
berlangsung paling baik bila dimulai dengan cara menjelaskan terlebih dahulu halhal yang khusus dan rinci disertai dengan perbaikan contoh-contoh.
Recinsilasi reconciliation ( integrative reconciliation). Guru menjelaskan dan
menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan
materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa.
Konsolidasi ( consolidation ). Guru memberikan pemantapan atas materi
pelajara yang telah diberikan untuk memudahkan siswa dalam memahami dan

Mempelajari materi selanjutnya ( Barlow;1985 dalam Muhibbin Syah;1995,245246 )
d) Penerapan Belajar Bermakna
belajar bermakna merupakan suatu proses untuk mengaitkan informasi
baru dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang.
Dalam menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, guru dianjurkan
untuk mengetahui terlebih dahulu kondisi awal siswa. Hal ini sesuai dengan
pandangan bahwa ada satu faktor yang sangat mempengaruhi belajar, yaitu
pengetahuan yang telah diterima siswa. Pandangan Ausubel ini diharapkan
menjadi kerangka berpikir dalam menerapkan teori tersebut dalam belajar
disamping memahami konsep dan prinsip-prinsip lain yang harus diperhatikan,
yaitu adanya pengaturan awal, adanya proses differensiasi progresif, rekonsiliasi
integratif, dan belajar suberdinat.
Dalam pengembangannya, belajar bermakna dapat diterpkan melalui
berbagai cara pembelajaran, misalnya pengajaran dengan menggunakan peta
konsep.
Penerapan peta konsep dalam pembelajaran dapat dilakukan untuk
menguji dan mengetahui pengetahuan siswa terhadap pokok materi yang akan
diberikan, serta untuk mengetahui konsep esensial apa saja yang perlu diajarkan.
Adapun cara pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Pilih suatu bacaan atau salah satu bab dari sebuah buku pelajaran.
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan dari topik yang akan atau sudah
diajarkan
3. Urutkan konsep-konsep tersebut dari paling inklusif ke yang paling tidak
inklusif berikan contoh-contohnya
4. Susun konsep-onsep tersebut diatas kertas dari konsep yang paling
inklusif ke konsep yang tidak inklusif secara berurutan dari atas ke bawah

5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata sehingga menjadi sebuah
peta konsep seperti contoh berikut:

Makhluk
hidup

dapat
Molekul

Gerak

Tumbuhan

dapat

Hewan

mengembang
Air

Panas

Padat

Gas

berubah
Tingkat
wujud
Cair

Gambar 3.2
Contoh: Peta Konsep, Ratna Wilis (1989)
3) Model Teori Belajar Robert Gagne

a) Hakikat Belajar Menurut Robert Gagne
ada beberapa unsur yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar.
Menurutnya, belajar buan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas
yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Belajar
merupakan suatu proses yang kompleks, yang menghasilkan berbagai macam
tingkah laku. Jadi, tingkah laku adalah hasil dari efek kumulatif belajar.suatu
proses yang kompleks, yang menghasilkan berbagai macam tingkah laku. Jadi,
tingkah laku adalah hasil dari efek kumulatif belajar. Belajar merupakan suatu

proses yang kompleks, yang menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang
berlainan yang disebut kapasitas. Kapasitas itu diperoleh dari (1) stimulus yang
berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang dilakukan siswa.
Berdasarkan pandangan itu, Robert Gagne mendefinisikan pengertian belajar
secara formal bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang
diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru ( Margaret G Bell. 117-129 ).
1. Ragam belajar
Berdasarkan pandangannya tentang belajar ini Gagne menemukan bahwa ada lima
ragam belajar yang terjadi pada manusia, yaitu informasi verbal, keterampilan
intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif
Informasi verbal adalah kapabilitas yang dinyatakan dengan kategori memperoleh
label atau nama-nama, fakta, dan bidang pengetahuan sudah tersusun.
Keterampilan intelek adalah kapabilitas yang berupa keterampilan yang membuat
seseorang mampu dan berguna di masyarakat. Keterampilan intelek ini terdiri dari
empat keterampilan yang berhubungan dan bersifat sederhana sampai yang rumit,
yaitu belajar diskriminasi, belajar konsep konkret dan konsep menurut definisi,
belajar kaidah dan belajar kaidah yang tarafnya lebih tinggi.
Keterampilan bergerak (motorik) adalah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan
perbuatan jasmani, termasuk keterampilan yang bersifat sederhana. Ciri umum
keterampilan ini adalah membutuhkan prasyarat untuk mngembangkan kehalusan
bertindak dan pengaturan waktu.
Sikap adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang
perlu diambil. Ciri kapabilitas ini adalah tidak menentukan tindakan khusus apa
yang perlu diambil. Belajar memperoleh sikap didasarkan pada informasi tentang
tindakan apa yang perlu dilakukan dan apa akibatnya.

Siasat kognitif adalah kapabilitas yang mengatur bagaimana siswa mengelola
belajarnya, seperti mengingat atau berpikir dalam rangka mengendalikan sesuatu
untuk mengatur suatu tindakan. Kapabilitas ini mempengaruhi siasat siswa dalam
rangka menemukan kembali hal-hal yang telah tersimpan. Siasat kognitif sama
dengan proses berpikir siswa sendiri.
Ada dua prasyarat yang mendukung terjadinya lima ragam belajar, yaitu
prasyarat esensial dan prasyarat pendukung. Prasyarat esensial adalah kapabilitas
khusus yang merupakan bagian terpadu, dan prasyarat pendukung adalah
kapabilitas-kapabilitas yang memperlancar proses belajar.
2. Proses Kognitif dalam Belajar
Menurut Gagne, ada sembilan tahap pengolahan (proses) kognitif yang
terjadi dalam belajar yang kemudian disebut “fase-fase belajar”. Fase-fase belajar
kemudian digolongkan ke dalam (1) fase persiapan untuk belajar, (2) fase
perolehan dan perbuatan, dan (3) alih belajar. Kesembilan tahapan belajar ini
harus dilakukan secara berurutan dan setiap tahap belajar perlu didukung oleh
suatu peristiwa pembelajaran tertentu agar pada setiap fase belajar menghasilkan
aktivitas (proses) belajar yang maksimal dalam diri siswa.
Bagaimana hubungan antara fase-fase belajar dan delapan peristiwa
pembelajaran dapat dilihat melalui diagram di bawah ini.

Proses Belajar
Perhatian

Proses Belajar
1. Memberi perhatian.
2. Menjelaskan tujuan belajar pada

Pengharapan

siswa.
3. Merangsang ingatan.

Membangkitkan Ingatan
4. Menyajikan materi perangsang.
Persepsi Seleksi

Penyimpanan dalam
Memori Jangka Panjang

5. memberi bimbingan belajar.
6. Menampilkan kemampuan.

Respon
7. Memberi umpan balik.
Reinforcement
8. Menilai kemampuan.
Retrival

3. Model Sembilan Peristiwa Pembelajaran
a. Membangkitkan perhatian. Kegiatan paling awal dalam pembelajaran
adalah menarik perhatian siswa agar mengikuti kegiatan dari awal
sampai akhir pelajaran. Perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan
memberikan rangsangan sesuai dengan kondisi yang ada.
b. Memberitahukan tujuan pembelajaran pada siswa. Hal ini perlu
dijelaskan kepada siswa tujuan apa saja yang akan dicapai selama
pembelajaran yang harus diselesaikan selama pembelajaran.
c. Merangsang ingatan pada materi prasyarat. Dengan pengetahuan awal
yang ada pada memori kerjanya diharapkan siswa siap untuk membuat

hubungan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang
akan dipelajari.
d. Menyajikan barang perangsang. Disajikan berupa pokok-pokok materi
yang penting bersifat kunci.
e. Memberi bimbingan belajar. Bimbingan belajar diberikan dengan
tujuan untuk membantu siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran
atau kemampuan-kemampuan yang harus dicapainya pada akhir
pelajaran. Misalnya, jika siswa harus menguasai konsep-konsep kunci,
berilah cara mengingat konsep-konsep tersebut.
f. Menampilkan untuk kerja. Misalnya jika

ingin

mengetahui

kemampuan informasi verbal siswa, beri siswa pertanyaan-pertanyaan
yang dapat mengukur tingkat penguasaannya atau jika ingin
mengetahui keterampilan siswa, maka mintalah mereka melakukan
suatu tindakan tertentu.
g. Memberikan umpan balik. Misalnya jelaskan jawaban yang sudah
lengkap dan yang perlu dilengkapi atau dipelajari kembali oleh siswa
dengan cara “sudah baik”, “pelajari kembali”, atau “lengkapi”, dll.
h. Menilai untuk kerja. Tujuannya untuk mengukur tingkat pencapaian
belajar siswa.
i. Meningkatkan retensi. Guru perlu memberikan latihan-latihan dalam
berbagai situasi agar siswanya dapat mengulangi dan menggunakan
pengetahuan barunya kapan saja jika diperlukan.
4. Model Perkembangan Intelektual Jean Piaget

Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi
besar dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Piaget telah
melakukan observasi bertahun-tahun sejak tahun 1920-an terhadap perkembangan
intelektual yang terjadi pada anak-anak.
Sebagai upaya memahami mekanisme perkembangan intelektual, Piaget
menggambarkan fungsi intelektual ke dalam tiga perspektif, yaitu (1) proses
mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif (asimilasi, akomodasi,
dan equilibrium) (2) cara bagaimana pembentukan pengetahuan, dan (3) tahaptahap perkembangan intelektual.
Prinsip perkembangan Intelektual

a. Teori perkembangan intelektual bertujuan untuk menjelaskan
mekanisme perkembangan individu, mulai dari masa bayi, anakanak sampai menjadi individu yang dewasa yang mampu bernalar
dan berpikir menggunakan hipotesis.
b. Perkembangan genetika dalam organisme tertentu tidak seluruhnya
dipengaruhi oleh sifat-sifat keturunan dan tidak terjadi karena
perubahan lingkungan.
c. Kecerdasan adalah proses adaptasi dengan lingkungan dan
membentuk struktur kognitif yang diperlukan dalam mengadakan
penyesuaian dengan lingkungannya.
d. Hasil perkembangan intelektual adalah kemampuan berpikir
operasi formal.
e. Fungsi perkembangan intelektual adalah menghasilkan struktur
kognitif yang kuat yang memungkinkan individu bertindak atas
lingkungannya dengan luwes dan dengan berbagai macam cara.
f. Faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual adalah
lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial, dan proses
pengaturan diri.
a) Proses Perkembangan Intelektual
Menurut Jean Piaget ada tiga tahap proses perkembangan intelektual, yaitu
asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan).
-

Asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi baru dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan
struktur atau kemampuan kognitif yang sudah dimilikinya untuk

-

menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal dengan ciri-ciri tertentu
dari situasi khusus yang berupa kejadian yang baru. Dalam proses ini,
seseorang memerlukan modifikasi struktur internal yang ada dalam

-

menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan.
Equilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang
memungkinkan seseorang tumbuh, berkembang, dan berubah sementara
untuk menjadi lebih mantap/seimbang.

Equilibrasi proses berpikir seseorang terjadi pada bagian fungsi kognitif yang
berbeda, yaitu (1) hubungan antara asimilasi, akomodasi, dan perjumpaan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari, (2) sub-subsistem pengetahuan yang
timbul pada diri seseorang, dan (3) bagian-bagian dari pengetahuan dan sistem
pengetahuan total seseorang.

b) Hakikat Pengetahuan dan Bagaimana Membentuknya
Hakikat pengetahuan adalah interaksi yang terus-menerus antara individu dengan
lingkungannya.
Menurut Piaget, ada empat ciri konsepsi pengetahuan, yaitu:
a. Pengetahuan bersifat berubah;
b. Berfokus pada perbedaan kualitatif dalam interaksi seseorang
dengan lingkungannya;
c. Lingkup bidang yang diselidiki;
d. Bersifat interdisiplin antar disiplin filsafat, psikologi, dan biologi.
Proses Penyusunan Pengetahuan
Proses penyusunan pengetahuan adalah asimilasi dari akomodasi yang
diatur oleh equilibrasi. Menurut Piaget, penyusunan pengetahuan disusun menurut
jenis-jenis pengalaman yang ada pada peserta didik. Ada dua macam pengalaman
menurut jenis-jenis pengalaman, yaitu:
1. Pengalaman Fisik
Pengalaman fisik adalah pengalaman langsung dengan lingkungan tempat
individu mulai mengenal ciri-ciri fisik dari objek yang dijumpainya. Contoh: bayi
yang mulai merasakan bentuk mainannya atau suara dari bunyi boneka, dll. Dalam
pengalam fisik ini, bentuk atau suara dari suatu objek mulai diasimilasikan ke
dalam struktur anak dan pada waktu yang sama terjadi akomodasi dimana struktur
mental mulai menyesuaikan diri pada intensitas kelembutan benda atau warna
suara dari suatu objek. Sumber pengetahuan baru siswa dalam pengalaman fisik
adalah objek-objek yang ada diluar diri siswa, sedangkan prosesnya melalui
pengabstraksian ciri-ciri fisik dari objek tersebut. Jenis pengalaman ini oleh Piaget

disebut pengetahuan eksogen (bersifat pengalaman eksternal) atau proses
abstraksi empiri (pengalaman).
2. Pengalaman Logis-Matematik
Pengalaman logis matematik terjadi karena sifat-sifat dari objek diabstraksi
dan dihubung-hubungkan ke dalam kerangka kerja anak melalui pengalaman fisik.
Sumber pengetahuan dari pengalaman logis matematik adalah proses berpikir
peserta didik yang merupakan aktivitas peserta didik itu sendiri. Dalam
pengalaman logis-matematik ini kegiatannya merupakan refleksi tindakan waktu
sekarang dan mengorganisasikannya pada tingkat yang logis. Oleh karenanya hal
itu disebut abstraksi reflektif (melalui proses berpikir yang berefleksi pada diri
sendiri).
Adanya jenis pengalaman fisik dan logis-matematik ini menunjukkan
bahwa pengembangan/penyusunan pengetahuan yang baru dalam diri seseorang
terjadi melalui cara-cara yang berlainan. Pada masa usia awal, proses abstraksi
empiri dan refleksif dalam diri anak tidak terdefinisi namun proses abstraksi
empiri mendominasi cara berpikir anak. Pada usia selanjutnya, pengalaman logismatematik berpikir anak menjadi lebih logis dan ia mulai mampu mengambil
keputusan secara logis yang sebenarnya. Hal itu ditandai oleh menonjolnya proses
abstraksi refleksif.
c) Tahap – Tahap Perkembangan Kognitif
Berikut ini akan di uraikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif versi
Piaget. Namun, untuk memperlancar uraian ini, terlebih dahulu akan disajikan
istilah-istilah khusus dan arti-arti yang berhubungan dengan proses perkembangan
kognitif anak versi Piaget.
1. Sensory-motor schema ( skema sensori-motor ) yaitu sebuah atau serangkaian
perilakau terbuka yang juga tersusun secara sistematis untuk merespons
lingkungan ( barang, orang, kejadian, keadaan )

2. Cognitive schema ( skema kognitif ) adalah perilaku tertutup berupa tatanan
langkah –langkah kognitif ( operations ) yang berfungsi memahami apa yang
tersirat atau menyimpulkan lingkungan yang direspons.
3. Object permanence ( ketetapan benda ) adalah anggapan bahwa sebuah benda
akan tetap ada walaupun sudah di tinggalkan atau tidak dilihat lagi.
4. Assimilation ( asimilasi ) adalah proses aktif dalam menggunakan skema yang
merespons lingkungan.
5. Accomodation ( akomodasi ) adalah penyesuaian aplikasi skema yang cocok
dengan lingkungan yang direspons.
6. Equlibrium ( ekuilibrium ) adalah keseimbangan antara skema yang digunakan
dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil ketetapan akomodasi.

N

Tahap Perkembangan Kognitif Anak

Usia

Perkembangan

o
1
2
3
4

Sensory-motor ( Sensori-motor )
Preoperasional ( praoperasional )
Concrete-operational (konkret-operasional )
Formal-operational ( Formal-operasional )

Kognitif
0 - 2 tahun
2 – 7 tahun
7 - 11 tahun
11 – 15 tahun

A. Tahap Sensori-motor ( 0 – 2 tahun)
Selama perkembangan dalam periode sensori –motor yang berlangsung
sejak lahir sampai usia 2 tahun, inteligensi yang dimiliki anak masih dalam
bentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun
primitif dan berkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya
merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk
tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut.Pada tahap
sensori-motor ini juga perkembangan anak di kontruk atau dibangun
berdasarkan adanya interaksi antara lingkungan dengan anak melalui indra

maupun fisik anak. Jadi untuk memahami lingkungan sekitar, anak 0-2 tahun
menggunakan indra maupun fisiknya (gerak). Menurut Piaget juga mekanisme
perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi.
Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahanlahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak
karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan
situasi yang baru.
Piaget membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:


Tahap 1 (lahir-1 bulan) : penggunaan refleks-refleks

Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini
berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode
ini, tingkah laku bayi lebih banyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja,
dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya
rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.


Tahap 2 (1-4 bulan) : reaksi-reaksi sirkuler primer/ kebiasaan

Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasankebiasaan awal. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulangngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan
skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari
refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai
membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengadakan diferensiasi
akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula,
koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan
telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga
mulai menggerakkan kepala ke sumber suara yang ia dengar. Suara dan
penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk
menumbuhkan konsep benda.


Tahap 3 (4-10 bulan) : reaksi-reaksi sirkuler sekunder

Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek
apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku
bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri.
Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah (perabaan).
Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian
yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali
peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget
mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang
dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau
memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu
“pengiyaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.


Tahap 4 (10-12 bulan) : koordinasi skema-skema

Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil
tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu
hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil
diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai
mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya
telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang
bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda.
Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang
tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
 Tahap 5 (12-18 bulan) : eksperimen
Unsur pokok pada periode ini adalah mulainya anak mengembangkan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba
(eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan
dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and
Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan
tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang
baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan
mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam

situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi
sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang
baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan
lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi
perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat
dilihat secara serentak.
 Tahap 6(18-24 tahun ) : Representasi /permulaan berpikir
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor.
Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak
hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi
internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari periode
intelegensi sensori motor ke intelegensi representatif. Secara mental,
seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan
dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep
benda pada tahap ini sudah maju, representasi ini membiarkan anak untuk
mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan dalam
konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga
dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.

B. PraOperasional ( 2 – 7 tahun )
Tahap perkembangan kognitif operasional ini terjadi pada dalam diri anak
ketika berumur 2 sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak
telah memiliki penguasaan sempeuna mengenai object permanence. Artinya
anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda
yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan
atau sudah tidak di lihat dan tak di dengar lagi. Dengan mengamati urutan,
Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang
secara

kualitatif

baru

dari

fungsi psikologis muncul. Pemikiran

(Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara
mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental
yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini,

anak belajarmenggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran
dan kata-kata.
Tahap praoperasional dapat dibagi dalam dua subtahap :
1. Subtahap fungsi simbolis dan subtahap pemikiran intuitif
Subtahap Fungsi Simbolis (symbolic function subtage) ialah subtahap
pertama pemikiran praoperasional yang terjadi kira-kira pada usia 2 hingga
4 tahun. Pada subtahap ini anak-anak mengembangkan kemampuan untuk
membayangkan secara mental suatu objek yang tidak ada. Kemampuan
untuk berfikir secara simbolis semacam itu disebut “fungsi simbolik” dan
kemampuan itu mengambangkan secara cepat dunia mental anak. Anakanak kecil menggunakan disain coret-coret untuk menggambar manusia,
rumah, mobil, awan, dan lain-lain.

 Egosentrisme
Egosentrisme adalah suatu ketidak mampuan untuk membedakan antara
perspektif seorang dengan perspektif orang lain
 Animisme
Animisme adalah keyakinan bahwa objek-objek yang tidak bergerak
memiliki kualitas “semacam kehidupan” dan dapat bertindak. Anak kecil
dapat memperlihatkan animisme dengan mengatakan, “pohon itu
mendorong daian-kejadunnya dan daunnya jatuh” atau “trotoar itu
membuatku gila; trotoar itu membuatku membuatku jatuh”. Anak kecil
yang menggunakan keyakinan animism sulit membedakan kejadiankejadian yang tepat bagi penggunaan perspektif manusia dan bukan
manusia. Namun, sebagian ahli perkembangan percaya bahwa animism

merupakan pengetahuan dan pemahaman yang tidak lengkap, bukan
suatu konsepsi umum tentang dunia (Dolgin & Behrend, 1984).
2. Subtahap pemikiran intuitif
Subtahap Pemikiran Intuitif adalah subtahap kedua pemikiran
praoperasional yang terjadi kira-kira antara usia 4 dan 7 tahun. Pada
subtahap ini anak-anak mulai menggunakan penalaran primitive dan
ingin tahu jawaban atas semua bentuk pertayaan. Piaget menyebut
periode waktu ini sebagai “intuitif” karena anak-anak usia muda
tampaknya begitu yakin tentang pengetahuan dan pemahaman mereka,
tetapi belum begitu sadar bagaimana mereka tahu apa yang mereka
ketahui

itu.

Maksudnya

mereka

mengetahui

sesuatu

tetapi

mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional. suatu contoh
kemampuan penalaran anak-anak kecil ialah kesulitan menaruh bendabenda ke dalam kategori- kategori yang tepat. Misalnya ketika
dihadapkan pada sekumpulan objek acak yang dapat dikelompokkan
bersama atas dasar dua atau lebih sifat, anak-anak praoperasional jarang
dapat menggunakan sifat ini secara konsisten untuk menyortir objek
kedalam kelompok-kelompok yang tepat.
 Kegagalan pada tugas konservasi cairan merupakan tanda
bahwa

anak-anak

berada

pada

tahap

praoperasional

perkembangan kognitif, sedangkan lulus tes ini merupakan
tanda bahwa mereka berada pada tahap operasional konkret. Di
dalam pandangan Piaget anak-anak praoperasional gagal
menunjukkan tidak hanya konservasi cairan tetapi juga
konservasi jumlah, volume, bahan, panjang, dan bidang
C. Tahap Konkret-Operasional ( 7 – 11 tahun )
Dalam tahap konkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang
remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut sistem of
operations ( satuan langkah berfikir ). Satuan langkah berfikir ini nantinya
akan menjadi dasar terbentuknya intelegensi intuitif. Intelegensi menurut
Piaget adalah proses , yang dalam hal ini berupa tahapan langkah
operasional tertentu yang mendasari semua pemikiran dan pengetahuan

manusia, disamping itu merupakan proses pembentukan pemahaman.
Dalam intelegensi operasional, anak yang sedang berada pada tahapan
konkret-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :
 Pengurutan : kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran,
mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang
paling kecil.
 Klasifikasi : kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik
lain,

termasuk

gagasan

bahwa

serangkaian

benda-benda

dapat

menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan)
 Decentering : anak mu