Penguatan Demokrasi sebagai Strategi Pen

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Penguatan Demokrasi sebagai Strategi Pengelolaan Perbatasan Indonesia
Harsen Roy Tampomuri
Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Politik Pemerintahan – Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: harsen_ccc@yahoo.co.id, harsen.roy@mail.ugm.ac.id
Abstract
This paper discusses the importance of strengthening democracy in the border
areas of Indonesia to realize the better management of Indonesian border area . By
using a qualitative approach and literature study (data collection), this paper trying
to explain the social and political conditions in the border areas of Indonesia,
some problems such as the lack of government strategies in making contextual
policy in border area . But the author's attention will more look at the portrait of
democracy as a whole in the border regions of Indonesia. Referring to this
argument , rightly considered the application of substantive democracy in the
border area for the sake of better management . Through the strengthening of
democracy is expected to grow a solid entity and integrated continuously . This
will automatically bring up the spirit of nationalism that will strengthen the sense

of belonging to the citizens of Indonesia . This approach is quite be the answer of
political dynamics in the border.
Key Words:
Border Crossing Area of Indonesia, Border Management, Democracy, Indonesia
Abstraksi
Paper ini mendiskusikan pentingnya penguatan demokrasi di daerah-daerah
perbatasan Indonesia untuk mewujudkan pengelolaan perbatasan Indonesia yang
lebih baik lagi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan pengumpulan
data secara studi kepustakaan, Tulisan ini berupaya menjelaskan kondisi sosial
politik di daerah perbatasan Indonesia, beberapa permasalahan seperti rendahnya
strategi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang kontekstual untuk daerah
perbatasan. Namun perhatian penulis akan lebih banyak melihat potret demokrasi

1

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

secara keseluruhan di daerah perbatasan Indonesia. Mengacu pada argument ini,

sudah sepatutnya diperhatikan penerapan demokrasi secara substantif di daerah
perbatasan demi pengelolaan yang lebih baik. Melalui penguatan demokrasi
diharapkan dapat menumbuhkan sebuah entitas yang solid dan terintegrasi secara
kontinyu. Hal ini secara otomatis akan memunculkan semangat nasionalisme yang
akan memperkuat sense of belonging warga terhadap negara kesatuan Republik
Indonesia. Pendekatan ini pun cukup menjadi jawaban di tengah-tengah dinamika
politik di daerah perbatasan yang semakin hangat beberapa dekade terakhir.
Kata Kunci:
Perbatasan Indonesia, Pengeloaan Perbatasan, Demokrasi, Kajian Politik
Indonesia

Pendahuluan
Tulisan ini mendiskusikan pentingnya penguatan demokrasi sebagai
strategi pengelolaan perbatasan Indonesia sebagai negara kepualaun terbesar di
dunia. Banyak hal yang dilakukan guna penataan daerah perbatasan namun
tentunya kontekstualisasi menjadi hal yang perlu diperhatikan. Hal ini menjadi
penting agar berbagai usaha yang dilakukan semakin menjawab setiap
problematika yang menjadi paradoks dalam pengeloaan daerah perbatasan. Dalam
mengelola perbatasan ada beberapa pendekatan yang digunakan antara lain
pendekatan tradisional dan non tradisional (Barry Buzan, dkk, 1998:21 – 22).

Pendekatan tradisional lebih fokus pada upaya membangun keamanan
wilayah negara dengan mengandalkan kekuatan senjata. Militer dikerahkan untuk
menjaga garis perbatasan agar berbagai ancaman terhadap kedaulatan negara
seperti penyeludupan, pelintasan batas secara illegal dab lain sejenisnya dapat
dieliminir.

Sementara pendekatan non tradisional lebih menitikberatkan pada

penguatan keamanan individu sebagai modal utama dalam mngelolah perbatasan.
Upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan akan
pangan, perumahan yang layak huni, layanan pendidikan dan kesehatan yang
berkualitas, pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya menjadi target utama.
Masing-masing pendekatan tersebut akan memunculkan strategi politik yang
2

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

berbeda-beda untuk mewujudkan tujuan negara. Strategi yang digunakan pun

tentu beranjak dari cara pandang negara terhadap perbatasan, apakah perbatasan
ditempatkan sebagai bagian terdepan ataukah ditempatkan sebagai bagian
terbelakang negara. (Yohanes Sanak, 2012:27).
Untuk lebih lanjut lagi memahami perbatasan dalam konstelasi politik
Indonesia maka perlu juga menempatkan demokrasi sebagai bagian yang penting
untuk disandingkan dalam kajian-kajian perbatasan. Baik keterlibatan warga
perbatasan

dalam

bentuk

kontestasi

maupun

partisipasi

akan


sangat

mempengaruhi stabilitas daerah-daerah perbatasan sebagai bagian integral dari
negara kesatuan Republik Indonesia. Semakin terlihat demokrasi di daerah
perbatasan akan semakin memperkokoh keberadaaan daerah perbatasan dalam
perhitungan politik secara nasional. Hal ini tentunya bukan semata-mata dilihat
dari akumulasi suara atau dari segi kuantitas semata tetapi lebih dari pada itu
yakni tetap menyatunya daerah perbatasan dalam kesatuan dan kedaulatan bangsa
secara politik.
Pada dekade akhir abad 20 dan dekade awal abad 21, bangsa kita
sebagaimana bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia, menghadapi
gelombang besar berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi, desentralisasi, dan
globalisasi. Kondisi seperti ini merupakan hal yang wajar, karena dalam sejarah
kemanusiaan dan peradaban manusia tidak pernah stagnan, tidak pernah statis,
tetapi selalu aktif dan progress. Maka hal ini layak menjadi tuntutan bagi
kemajuan zaman. NKRI sebagai negara kepulauan memiliki lebih dari 17.504
pulau, dengan panjang garis pantai lebih dari 80.290 km, dan berbatasan dengan
10 negara tetangga. Di wilayah darat Indonesia berbatasan dengan 3 negara, yaitu
Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste, sedangkan di laut berbatasan
dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina,

Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Namun pembangunan
nasional belum tersebar secara merata hingga kepulau-pula terpencil di wilayah
perbatasan. (Harsen Roy Tampomuri, 2010:1-2)
Penguatan semangat kebangsaaan dan menjaga kedaulatan NKRI erat
kaitannya dengan sejauh mana masyarakat perbatasan merasa turut menikmati

3

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

alam kebebasan dan berdemokrasi di bumi Indonesia. Karena itu demi menjaga
keutuhan NKRI dan memelihara semangat kebangsaaan, sangatlah relevan dan
penting bagi pemerintah agar memberikan perhatian khusus atas kawasankawasan perbatasan dan wilayah pulau-pulau kecil di wilayah terluar nusantara
dengan demokrasi sebagai strategi mencapai tujuan bangsa melalui pengelolaan
perbatasan.
Metode dan Terminologi
Metode
Dalam mengelaborasi tulisan ini tidak ada daerah/wilayah perbatasan

tertentu sebagai lokussatu-satunya tetapi wilayah-wilayah perbatasan secara
keseluruhan di Indonesia yang menjadi lokus. Pendekatan kualitatif digunakan
melalui pengumpulan data dan informasi untuk mengetahui dan memahami kasus
serta fenomena yang berkaitan dengan pengelolaan perbatasan NKRI. Dengan
pendekatan kualitatif walaupun mungkin ada data statistik yang disajikan
bukanlah dimaksudkan untuk mengkuantitatifkan analisis atau pembahasannya.
Adapun teknik

pengumpulan

data

yang digunakan

yakni

studi

dokumentasi dan kepustakaan. Data dan informasi diperoleh melalui penelitian
terdahulu, tulisan/berita di media masa, tesis/skripsi/disertasi, dokumen-dokumen

lain yang menunjang akurasi tulisan ini. Dari data-data ini penulis menarasikan
argumentasi sehingga menghasilkan tulisan yang semakin memperdalam kajian
politik di perbatasan negara kesatuan Republik Indonesia.
Terminologi
Beberapa istilah dalam tulisan ini perlu diklarifikasi pengertian yang
dimaksud agar diminimalisir kesalahan dalam memahami pokok masalah yang
perlu dielaborasi lebih dalam lagi. Pada zaman Yunani kuno demokrasi lebih
dimaksudkan untuk memberi pemaknaan bagi pemerintahan yang berbentuk
republik sedangkan monarki dianggap bukanlah pemerintahan yang demokratis.
Hal ini akan menjadi tidak tepat jika gunakan saat ini sebab dalam realitanya
banyak negara republik yang di dalamnya terdapat pemerintah yang memimpin

4

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

dengan tangan besi otoriter dan totaliter. Di sisi lain banyak juga bentuk
pemerintahan kerajaan (monarchy) yang gaya memimpinnya yakni cara-cara yang

bijak serta aspiratif.
Berdasarkan realita tersebut maka demokrasi kemudian dipahami sebagai
partisipasi masyarakat dalam berbagai proses pembuatan kebijakan negara.
International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA)
menyatakan terdapat enam kerangka utama dalam menilai demokrasi (Beetham, et
al., 2009). Kerangka pertama berfokus pada seberapa besarnya upaya penegakan
hak asasi manusia secara komprehensif. Hal ini terutama banyak dilakukan oleh
Amerika Serikat dan organisasi-organisasi serta institusi seperti Amnesty dan
Fredom House . Kerangka yang kedua menempatkan prioritasnya pada tata
pemerintahan, termasuk pemilu, tetapi terutama pada upaya penegakan hukum
(rule of law) dan akuntabilitas. Studi-studi semacam ini seringkali disponsori oleh
lembaga pemerintah, lembaga-;embaga bantuan dan koleganya seperti Indonesia
Partnership for Governance Reform, dalam rangka mengevaluasi dukungan
mereka terhadap pembangunan kelembagaan.
Kerangka ketiga merujuk pada “indeks demokrasi” yang dilakukan oleh
peneliti yang mengaitkan hak-hak demokratis dan pemilu dengan ‘faktor-faktor
independen’ seperti pembangunan dan konflik. Kempat, terdapat pula model audit
demokrasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, sebagian akademisi
serta organisasi-organisasi kemasyarakatan di negara-negara utara untuk
menemukan dan meletakkan dasar bagi diskusi publik meyangkut kekuatan dan

kelemahan berbagai dimensi demokrasi. Kerangka yang kelima adalah penilaian
atas kondisi ekonomi dan sosial yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasiorganisasi internasional untuk mengevaluasi capaian (outcome) demokrasi dan
untuk memberi dukungan terhadap upaya-upaya peningkatan kondisi structural.
Yang keenam adalah kerangka yang dikembangkan sendiri oleh IDEA. Kerangka
ini telah diterapkan oleh para kolega pemerintah, lembaga-lembaga internasional,
termasuk LSM dan sebagian akademisi. Tujuannya mirip dengan kerangka audit
demokrasi di negara-negara demokrasi – lama (di Utara) tetapi dengan ambisi

5

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

untuk memfasilitasi penerapan di negara-negara Selatan. (Olle Törnquist, 2009:25 –
26 ).

Dalam perkembangannya demokrasi mengalami perubahan dalam hal
makna dan penerapannya dalam percaturan politik. Konsep demokrasi sebagai
bentuk pemerintahan berasal dari filsuf Yunani, namun pemakaian konsep ini di

zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam
masyarakat

Barat

pada

akhir

abad

ke-18.

Dalam

rentang

waktu

yang panjang itu, konsep demokrasi diterjemahkan dalam berbagai khasanah
pemikiran (Bahan Ajar UGM, 2012:Bab 9)
Teori Demokrasi Substantif.
Mendefinisikan demokrasi dengan istilah-istilah “kehendak rakyat (the
will) of the people; kebaikan bersama dan kebajikan publik (the common good).
Dengan demikian demokrasi dilihat dari sisi sumber dan tujuan . Demokrasi tidak
akan efektif dan lestari tanpa adanya substansi demokrasi, berupa; jiwa, kultur
atau ideology demokratis yang mewarnai pengorganisasian internal partai politik,
lembaga-lembaga

pemerintahan,

serta

perkumpulan



perkumpulan

kemasyarakatan. Demokrasi akan terwujud apabila rakyat bersepakat mengenai
makna demokrasi, paham dengan bekerjanya demokrasi dan kegunaan demokrasi
bagi kehidupan mereka. Teori demokrasi substantive ini bersifat normative,
rasionalistik, utopis dan idealistik.
Teori Demokrasi Schumpetarian.
Pandangan demokrasi substantivist (klasik) yang menekankan dimensi
sumber dan tujuan mendapatkan sanggahan dari Joseph Schumpeter dalam
bukunya yang berjudul “Capitalism, Socialism and Democracy” yang terbit tahun
1942. Dalam buku itu, Schumpeter menyatakan secara rinci kekurangan teori
demokrasi klasik serta mengemukakan teori lain mengenai demokrasi. Menurut
Schumpeter, yang oleh teorisasi klasik disebut kehendak rakyat sebenarnya hasil
dari proses politik, bukan motor penggeraknya. Dengan demikian, berneda dengan
klasik, Schumpeter lebih menekankan pada prosedur atau metode demokrasi.
Sehingga, konsep demokrasi Schumpeter lebih bersifat empiric, deskriptif,

6

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

institusional dan procedural. Karena menekankan procedural maka konsep
demokrasi Schumpeter disebut juga demokrasi procedural.
Oleh

Schumpetermetode

demokrasi

dirumuskan

sebagai

prosedur

kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang di dalamnya individu
memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif
dalam rangka memperoleh suara rakyat. Konsep Schumpeter mendominasi
teorisasi mengenai demokrasi sejak tahun 1970-an, serta mewarnai pemikiran
ilmuan politik sperti di Palma, Robert Dahl, Przeworski, Samuel P Hatington,
sampai dengan ilmuwan transitologis Diomond, Linz dan Lipset. Warna
Schumpeterian misalnya nampak dari gagasan di Palma tentang demokrasi. Di
Palma mengemukakan bahwa demokrasi ada ketika gagasan koeksistensi menjadi
cukup menarik bagi kelompok-kelompok utama dalam masyarakat sebingga
mereka bisa diajak bersepakat mengenai aturan-aturan dasar permainan politik.
Senada dengan itu muncul karya Robert Dahl (1973) yang merumuskan
tatanan politik yang disebut Polyarchy. Polyarchy merupakan istilah yang
dikemukakan oleh Dahl untuk mengerti kata Demokrasi. Bagi Dahl demokrasi
mengandung dua dimensi yakni kontestasi dan partisipasi. Karena menekankan
dua dimensi ini maka konsep demokrasi ini sering disebut demokrasi minimalis.
Dalam melihat bagaimana demokrasi bekerja cukup dilakukan dengan dua ukuran
minimal:
1. Seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang
memungkinkan (Liberalisasi);
2. Seberapa banyak warganegara

yang

memperoleh

kesempatan

berpartisipasi dalam kompetisi politik itu (inclusiveness).
Berdasarkan dua dimensi tersebut, Dahl membuat tipologi empat sistem politik:
hegemoni tertutup (kompetisi dan partisipasi sama-sama rendah); oligarki
kompetitif (kompetisi tinggi tapi partisipasi rendah); hegemoni inklusif
(partisipasi tinggi – kompetisi rendah) dan Poliarki (partisipasi dan kometisi
tinggi).
Demokrasi Prosedural yang diperluas

7

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Penekanan demokrasi Schumpeter pada sisi prosedural membuahkan
kritik; misalnya kritik dari Terry Karl tentang “kekeliruan elektoralisme” dimana
demokrasi Schumpeterian mengistimewakan pemilu di atas dimensi – dimensi
yang lain, dan mengabaikan kemungkinan yang ditimbulkan oleh pemilu multi
partai dalam menyisihkan hak sebagian masyarakat tertentu untuk

bersaing

memperebutkan kekuasaan atau meningkatkan dan membela kepentingannya
(seperti perlindungan pada kelompok-kelompok marginal dan minoritas). Kritik
ini juga diarahkan pada munculnya quasi demokrasi (demokrasi semu).
Kritik ini menimbulkan konsep demokrasi procedural yang diperluas
dengan
menambahkan dimensi jaminan kebebasan akses pada kelompok minoritas.
Penekanan pada dimensi jaminan kebebaswan dan akses pada kelompok
minoritas. Penekanan pada dimensi kebebasan dan jaminan pada minoritas
nampak dari tulisan Diamond, yang menyebutkan sepuluh komponen khusu
demokrasi:
1. Kontrol terhadap negara, keputusan dan alokasi sumberdaya dilakukan
oleh pejabat publik yang terpilih;
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi, secara konstitusional dan factual oleh
kekuasaan otonom institusi pemerintahan yang lain.
3. Kebebasan untuk membentuk partai politik dan mengikuti pemilu;
4. Adanya kesempatan pada kelompok-kelompok minoritas

untuk

mengungkapkan kepentingannya;
5. Kebebasan bagi warga negara untuk membentuk dan bergabung dengan
berbagai perkumpulan dan gerakan independen;
6. Tersedianya sumber informasi alternatif;
7. Setiap individu memiliki kebebasan beragama, berpendapat, berdiskusi,
berbicara, publikasi, berserikat, berdemonstrasi dan menyampaikan
pendapat.
8. Setiap warga negara mempunyai kedaulatan yang setara dihadapan
hukum;
9. Kebebasan individu dan kelompok dilindungi secara efektif oleh sebuah
peradilan yang independen dan tidak diskriminatif;
10. Rule of law melindungi warga negara dari penahanan yang tida sah,
pengucilan, terror, penyiksaan dan campur tangan yang tidak sepantasnya

8

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

dalam kehidupan pribadi baik oleh warga negara maupun kekuata non –
organisasi non – negara dan anti negara.
Teori Demokrasi Sosial
Konsep demokrasi procedural – liberal yang hanya menekankan dimensi
politik
(demokrasi politik), mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, terutama
Marxisme. Bagi Marxisme, demokrasi tidak hanya menyangkut dimensi
persamaan dan kebebasan melaikan mengandung di dalamnya konsep keadilan
sosial. Dalam pandangan Marxisme, demokrasi yang seusungguhnya tidak
terwujud ketika kaum marginal (buruh) hanya diberi kebebasan politik namun
secara structural mereka tetap berada dalam struktur penindasan (eksploitasi) yang
dilakukan oleh kelas kapitalis. Oleh karena itu, demokrasi politik hanyalah
demokrasi semu.Persoalan ketidakadilan sosial (ekonomi) inilah yang kemudian
menimbulkan paradoks demokrasi di berbagai negara yang telah berhasil
menerapkan konsep demokrasi minimalis. Misalnya: munculnya gerakan
Zapatista di Mexico paska transisi dari rezim otoriter.
Daerah Perbatasan
Menurut definisi dari dinas kesehatan, daerah perbatasan adalah daerah
dalam wilayah NKRI yang berbatasan langsung dengan wilayah kedaulatan
negara tetangga, baik perbatasan darat dan laut. Wilayah perbatasan dan Terpencil
kondisinya masih terbelakang. Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil
terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan
wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Peraturan
Menteri

Negara

17/PERMEN/M/2006

Perumahan
tentang

Rakyat
petunjuk

Republik
pelaksanaan

Indonesia

nomor

penyelenggaraan

pengembangan perumahan kawasan perbatasan, kawasan/daerah perbatasan
adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang berbatasan
dengan negara lain, baik terletak di perbatasan darat maupun perbatasan laut.

9

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Dr. Dave Lumenta dalam tabloid Diplomasi Direktorat Diplomasi Publik
Departemen Luar Negeri R.I. (08:2009)

menyampaikan bahawa selama ini

perbatasan diartikan sebagai kumpulan garis-garis imajiner di atas peta yang
dianggap skral, baku dan memiliki kekuatan legal – formal untuk memisahkan
kedaulatan territorial, politis, ekonomi dan hukum yang membedakan negara satu
dari yang lainnya. Secara budaya, garis perbatasan dianggap sebagai pembeda
identitas nasional masyarakat negara yang satu dari lainnya. Daerah perbatasan
yang dimaksudkan dalam tulisan ini secara khusus melihat daerah perbatasan
dalam kesatuan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia baik perbatasan
laut maupun darat.

Pembahasan
Mengacu pada uraian latar belakang dengan beberapa argumentasinya,
maka pembahasan ini meliputi 2 bagian yakni 1) Kondisi sosial politik di daerah
perbatasan Indonesia, 2) Pentingnya demokrasi sebagai strategi pengelolaan
perbatasan Indonesia.
Kondisi Sosial Politik di daerah Perbatasan Indonesia
Kawasan perbatasan memilki beberapa nilai strategis. Dari aspek politik,
kawasan perbatasan tergolong rawan konflik politis dengan negara lain, karena
adanya persinggungan batas territorial dan yuridiksi, terutama pada segmen batas
yang belum disepakati. Dari aspek sosial budaya, kawasan perbatasan memiliki
karakteristik khas dengan adanya mobilitas lintas –batas yang cukup tinggi, baik
karena faktor sosial budaya maupun ekonomi. (Tampomuri, Harsen, 2010:16)
Karakteristik dari masing-masing kawasan perbatasan itu berbeda-beda,
ditinjau dari sisi potensi kesenjangan dengan negara tetangga, potensi sebagai
pusat pertumbuhan dan pintu gerbang negara, maupun potensi adanya kegiatan
eksploitasi sumberdaya secara illegal. Dengan demikian masing-masing kawasan
memerlukan penanganan yang berbeda sesuai dengan tantangan khas dan isu
strategis yang dihadapinya.

10

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Menurut Riwanto Tirtosudarmo Ph.D (Pusat Penelitian Kemasyarakatan
dan Kebudayaan, LIPI) bahwa sebuah aspek penting dari wilayah perbatasan,
adalah mobilitas penduduk yang berlangsung di sana. Mobilitas penduduk di
wilayah perbatasan, sebagaimana sebuah lalulintas penduduk yang melintasi
batas-batas negara, secara umum bisa dibedakan, yaitu antara penduduk yang
memang telah secara turun – temurun tinggal menetap di kawasan perbatasan
tersebut, dan kaum pendatang yang umumnya datang untuk mencari pekerjaan,
baik mereka yang kemudian menetap di kawasan sekitar perbatasan, ataupun
mereka yang hanya sekedar melintas kawasan perbatasn dengan tujuan
menyeberang ke negara tetangga, atau kemudian menuju negara lain.
Terdapat beberapa isu penting yang dihadapi dalam melakukan
pengelolaan daerah perbatasan. Satu hal yang menjadi paradoks ketika melihat
perbatasan yakni kekayaan sumber daya alam dan kemapaman secara ekonomi
masyarakat perbatasan yang ada dalam sebuah kontradiksi. Sumber daya alam
yang melimpah seharusnya menjadi modal dalam melakukan pembangunan di
daerah perbatasan. Selain itu digembar – gemborkannya pemerintah bahwa daerah
perbatasan bukanlah daerah terkebelakang tetap menjadi beranda terdepan bangsa
namun hal ini kembali menjadi sebuah gagasan utopis pemerintah.
Ketidak mampuan pemerintah dalam mengayomi daerah perbatasan
mencuat sebagai sebuah dinamika yang membawa perubahan konstelasi politik di
daerah perbatasan. Dari aspek kebijakan, arah kebijakan masih berorientasi pada
‘inward looking’, kawasan perbatasan tetap saja menjadi bagian belakang dari
Indonesia. Hal ini terlihat pada kondisi secara umum masyarakat perbatasan yang
hidup dalam keadaan miskin serta diperparah dengan minimnya sarana –
prasarana umum.
Kesenjangan hidup daerah perbatasan dapat kita lihat seperti di perbatasan
antara negara bagian Serawak Sabah Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur, di Kabupaten Kepulauan Talaud dan Miangas antara Filipina
Selatan dan Sulawesi Utara dan Halmahera, di wilayah perbatasan Papua dan
Papua New Guinea, serta di perbatasan antara Nusa Tenggara Barat dan Timor
Leste dan beberapa tempat lainnya.

11

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Problema pokok wilayah perbatasan, barangkali soal-soal yang berkaitan
dengan kekuasaan (border, ruang (state) dan jarak (distance). Konstruksi sosial
kita tentang perbatasan, setelah secara hukum ditetapkan di anatara negara –
negara yang memiliki wilayah, ditentukan oleh bagaimana kekuasaaan yang
berada di pusat memandang dari jarak tertentu dan kemudian memberlakukannya
sebagai sebuah ruang yang tidak hanya bersifat geografis tetapi juga bersifat
sosial-politik, hubungan kekuasaan yang bersifat hirarkis, superior – inverior,
pusat – pinggiran, juga persoalan inclusion – exclusion.Berangkat dari
pandangan bahwa penduduk yang bermukim di wilayah perbatasan bukanlah
sebuah masyarakat yang bersifat statis dan homogeny, melainkan sebuah
masyarakat uang dinamis dan kompleks, kita perlu berupaya merangsang
pemikiran baru yang memberikan empati terhadap mereka yang selama ini sering
dipinggirkan.
Dinamika politik di daerah perbatasan terus berkembang menjadi isu yang
menarik untuk dielaborasi. Kalahnya Indonesia dalam perebutan pulau Sipadan
dan Ligitan, ketegangan di perairan Ambalat dan Karang Unarang, Kepulauan
Natuna dengan kekayaan alamnya sebagai penghasil minyak dan gas serta letak
geografisnya di jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea dan
Taiwan menjadikan Natuna sebuah isu baru yang mencuat di kawasan laut Cina
Selatan. Berbagai hal muncul sebagai pemicu seperti wilayah dengan kandungan
minyak mentah dan mineral yang tinggi, penjarahan kayu, illegal fishing, human
trafficking, isu ketenaga kerjaan dan lainnya.
Ragam suku dan budaya di Indonesia menjadikan daerah perbatasan
berdinamika secara
sosial politik dengan karaktersitik khusus. Kekhususan tersebut bisa berupa
kekhususan secara geografis, struktur budaya masyarakat, bahasa, historis dan lain
sebagainya. Hal tersebut sudah pasti membutuhkan penanganan khusus dengan
tingkat pemahaman yang mumpuni untuk melakukan produksi kebijakan yang
kontekstual, humanis dan demokratis. Kekhususan yang perlu diperhatikan seperti
yang diterapkan di Pulau Miangas perbatasan Indonesia – Filipina.

Pulau

12

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Miangas yang secara geografis sangat dekat dengan Filipina, percampuran budaya
dan interaksi sosial menjadikan daerah ini perlu diperhatikan secara khusus.
Pulau Miangas yang awalnya berstatus desa dan berada di wilayah
Kecamatan Nanusa pada akhirnya ditetapkan sebagai Kecamatan Khusus
Miangas. Hal ini menjadikan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah provinsi
dan pemerintah kabuoaten dalam
khusus.

Kecamatan

kewenangan

selaku

pemerintahan

penanganan Pulau Miangas diatur secara

perangkat
yang

daerah

dilimpahkan

kabupaten
Bupati

melaksanakan

meliputi

bidang

pemerintahan, bidang ekonomi dan pembangunan, bidang pendidikan dan
kesehatan, bidang sosial dan kesejahteraan rakyat, serta bidang pertahanan dan
urusan khusus Border Crossing Area (BCA) sebagaimana tersebut dalm lampiran
keputusan Mendagri Nomor 158 tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi
Kecamatan.
Peresmian Kecamatan Khusus Miangas berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 11/2006 dengan SK Buoati Elly Lasut Nomor 78 tahun 2007. Yang unik
dari Kecamatan Khusus Miangas yakni masih terdapat struktur pemerintahan adat
juga masih dipelihara. Struktur pemerintahan adat dipimpin oleh seorang
Ratumbanua atau Mangkubumi I dengan wakilnya Inanguana atau Mangkubumi
II. Kemudian di bawahnya ada 12 kepala suku yang membawahi masing-masing
kelompo keluarga besar. Pemimpin-pemimpin adat (Pentua Adat) ini tidak
memiliki periode tetap, tetapi apabila melakukan kesalahan atau mengundurkan
diri maka akan diganti, yang melakukan pergantian adalah masyarakat. Kepala
suku diangkat oleh masyarakat dan anak-anak kepala suku, Ratumbanua tidak bisa
memberhentikan kepala suku. Kalau kepala desa dipilih oleh masyarakat, dalam
pemilihan kepala desa, warga lebih melihat figure calon kepala desa meskipun
dari suku kecil.
Keunikan daerah perbatasan sebagaimana di Pulau Miangas masih bisa
ditemukan dengan ragam keunikan yang variatif di daerah perbatasan lainnya di
wilayah NKRI. Ketika melihat kehidupan masyarakat di daerah sekitaran
Kalimantan Timur yakni perbatasan Indonesia, Malaysia dan Filipina terdapat
juga manusia perahu. Manusia perahu jika telusuri lebih dalam merupakan warga

13

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Indonesia namun karena tidak adanya dokumen satupun yang dimiliki menjadikan
mereka warga yang tak berkewarganegaraan. Mereka hidup secara turun temurun
di atas perahu sebagai orang suku Bajo/Bajau dan populasi Suku Bajo di
Indonesia tergolong banyak. Penanganan yang khusus serta kontekstual harus
diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang bermartabat serta mengindarkan
Indonesia dari disintegrasi bangsa perlu dikedepankan.
Demikian juga halnya dengan daerah Papua yang berbatasan dengan
Papua Nugini. Sebuah rangkaian historis yang panjang menjadikan daerah –
daerah perbatasan terposisikan dalam keadaan yang mencekam serta terancam
integrasinya dengan NKRI. Pemberian otonomi khusus (OTSUS) sedikit
memberikan angin segar bagi kondusifnya daerah Papua walaupun tetap tidaklah
sepi dari letupan-letupan pergolakan. Kekejaman pemerintahan Orde Baru yang
otoriter meninggalkan kepedihan pelanggaran hak asasi manusia bagi masyarakat
Papua. Ketertinggalan pembangunan terbingkai di bumi persada Papua yang sarat
akan kekayaan alam yang melimpah. Hal ini menjadi sebuah kontradiksi yang
perlu dijawab dengan sejumlah realisasi kebijakan dan pendekatan khusus.
Pentingnya Demokrasi Sebagai Strategi Pengelolaan Perbatasan Indonesia.
Persoalan-persoalan terkait wilayah perbatasan negara tidak lepas dari
ancaman – ancaman terhadap kedaulatan, warga negara atau penduduk negara,
serta wilayah negara. Faktor kedaulatan terkait dengan ancaman terhadap otoritas
yang dimiliki negara untuk mengatur dirinya sendiri, memanfaatkan sumber daya
alam dan buatan yang dimiliki, dan mendapatkan pengakuan (recognition)
internasional sebagai sebuah negara berdaulat. Sehingga segal upaya untuk
menghilangkan dan melanggar kedaulatan tersebut harus dipandang sebagai
ancaman terhadap negara. Factor warga negara terkait dengan ancaman atas
keselamatan atau jaminan terpenuhinya hak dasar warga negara dan keutuhan
wilayah. (Tampomuri, Harsen, 2010:87)
Penduduk di perbatasan juga memiliki kebiasaan yang telah berlangsung
sejak berabad – abad silam dengan melakukan kegiatan saling mengunjungi
karena hubungan kekerabatan dan ekonomi. Hal ini memungkinkan masyarakat

14

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

perbatasan melakukan perjalanan pulang-pergi menggunakan fasilitas angkutan
tradisional milik pribadi yang tersedia di desa-desa pulau kecil yang sebenarnya
masuk wilayah “Broder Crossing Agreement” (BCA) tanpa melakukan
“checkpoint”. Situasi ini tentunya membutuhkan perhatian khusus untuk sebuah
penataan daerah perbatasan melalui sebuah pemerintahan yang demokratis.
Penguatan demokrasi diperbatasan juga menjadi kebutuhan untuk
pengelolaan perbatasan yang lebih baik. Mengacu dari argumentasi Robert Dahl
yang melihat demokrasi dari dua dimensi yakni kontestasi dan partisipasi atau
demokrasi minimalis maka ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni:
1. Seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang
memungkinkan (Liberalisasi);
2. Seberapa banyak warganegara

yang

memperoleh

kesempatan

berpartisipasi dalam kompetisi politik itu (inclusiveness).
Isu perbatasan merupakan isu nasional yang secara kontinyu menjadi topic
pembahasan yang ramai diperbincangkan di Indonesia. Tingkat perhatian
pemerintah juga semakin naik baik secara substantif maupun secara prosedural.
Hal ini terlihat dari kebijakan pejabat eksekutif negara mulai dari presiden sampai
kepada menteri. Tingkat kontetasi, kompetisi bahkan oposisi begitu terasa ketika
membahas masalah perbatasan selain itu berbagai aktualisasi mereka dijadikan
sebuah strategi politik untuk melanggengkan kekuasaan.
Bukan hanya eksekutif tetapi juga legislatif berlomba – lomba mengambil
peran dalam memperhatikan daerah perbatasan. Hal ini bisa kita simak yang
terjadi di Sulawesi Utara ketika warga Miangas, perbatasan Indonesia – Filipina
melakukan aksi mogok makan dan belum mendapatkan respon dari Gubernur
maka anggota DPRD menggunakan kesempatan untuk membantu sekaligus
menarik simpati masyarakat perbatasan yang tidak luput dari pemberitaan media.
Seperti yang dilansir Koran Tribun Manado Nov 16, 2013 – “30 Jam 30 Warga
Miangas Kelaparan di Manado” Hal ini secara otomatis menaikkan elektabilitas
dan public trust.

Dari pantauan Antara, Rabu, (REPUBLIKA.CO.ID) sejak pagi
tempat pemungutan suara telah ramai dikunjungi warga yang ingin

15

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

menyalurkan suaranya dalam Pilpres. Bahkan, ada tempat pemungutan
suara (TPS) yang belum buka, namun warga telah mengantre untuk
memilih. Kabupaten Kepulauan Anambas yang terdiri dari lima
kecamatan merupakan wilayah tapal batas Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia, Thailand dan Vietnam.
“Ada warga yang dah duduk menunggu di TPS pagi-pagi sekali
sedangkan kami belum siap.” Ujar Herman seorang petugas Panitia
Pemungutan Suara (PPS). Padahal, lanjut dia, TPS buka pukul 07.00 WIB,
sedangkan warga jauh sebelum pukul tersebut telah menunggu di TPS.
Hal ini memberikan sebuah gambaran bahwa antusias warga perbatasan
begitu tinggi dalam menyalurkan aspirasi mereka melalui sebuah proses elektoral.
Selain itu juga dalam berbagai pertemuan di daerah perbatasan dalam penentuan
kebijakan terlihat antusias dan partisipasi aktif warga perbatasan. Sebagai contoh
di Pulau Miangas tingkat partisipasi masyarakat begitu tinggi. “Setiap kali ada
suatu kebijakan dari pemerintah maka selalu ada musyawarah, sharing, dengan
melibatkan tokoh – tokoh masyarakat, pemuda, agama, adat, perangkat desa.
Karena wilayah ini sangat sensitive, setiap kali ada kegiatan terus disosialisasikan
atau disharingkan. Masyarakat sangat proaktif terhadap pemerintah secara khusus
dalam memberikan masuka-masukan ataupun kritikan-kritian tajam.” Sior Lantaa
– Kaur Pemerintahan Desa Miangas, 2010.
Dalam karya Dahl (1989), Dahl menyampaikan tujuh indikator dari sistem
yang demokratis (Bahan Kuliah Fisipol UGM, 2012:Bab 9)
1. Kontrol pada pembuat kebijakan dilakukan oleh pejabat publik terpilih;
2. Pemilihan pejabat publik diselenggarakan melalui pemilu yang teratur,
fair, dan bebas;
3. Setiap warga negara mempunyai persamaan hak untuk dipilih dalam
pemilu;
4. Jaminan kebebasan dasar dan politik;
5. Adanya saluran informasi alternative yang tidak dimonopoli pemerintah
atau kelompok;
6. Adanya jaminan untuk membentuk dan bergabung pada organisasi,
termasuk partai politik dan kelompok kepentingan.
16

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Senada dengan Dahl, Diamond, Linz dan Lipset merumuskan demokrasi senada
dengan Dahl, Diamond, Linz dan Lipset merumuskan demokrasi sebagai: suatu
sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat pokok:
1. Kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas di antara individu-individu
dan kelompok-kelompok organisasi (terutama partai politik) untuk
memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan yang mempunyai kekuasaan
efektif, pada jangka waktu yang regular dan tidak melibatkan penggunaan
daya paksa;
2. Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga dalam
pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling tidak melalui pemilihan umum
yang diselenggarakan secara regular dan adil, sedemikian rupa sehingga
tidak satupun kelompok yang dikecualikan.
3. Kebebasan sipil dan politik; kebebasan berbicara, kebebasan pers,
kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke dalam organisasi, yang
cukup menjamin integritas kompetisi dan partisipasi politik.
Ruang – ruang aspirasi untuk masyarakat berpartisipasi tersedia namun dalam
beberapa

kebijakan

mengartikulasikan

tidak

kepentingan

nampak

kemampuan

masyarakat

menjadi

pemerintah
kebijakan

dalam
yang

kontraproduktif. Contoh dari sebuah kebijakan kontraproduktif terjadi di Pulau
Miangas perbatasan Indonesia – Filipina yakni kebijakan untuk disediakannya
tangki BBM (Bahan Bakar Minyak) tapi menjadi mubasir karena tidak ada kapal
khusus untuk memuat BBM sedangkan kapal penumpang tidak diijinkan memuat
BBM sehingga harga BBM bensin sekitar Rp. 12.000 – Rp. 15.000,- ribu
sedangkan minyak tanah Rp. 7.500,-/botol kecil. (wawancara dengan tokoh
masyarakat Pulau Miangas, 2010) Pemerintah tidak melakukan kajian yang
matang serta infrastruktur pendukung sebelum sebuah kebijakan dilakukan,
alhasil tangki BBM tidak digunakan dan rusak. Selain itu jika masyarakat
berusaha membeli BBM dari Bitung, Manado dan Talaud dan menjadikan itu
muatan untuk kapal penumpang maka akan dilarang oleh awak kapal sebab
membahayakan keselamatan.
Kebijakan-kebijakan kontraproduktif pemerintah seperti program yang
terlihat super namun tanpa memperhatikan infrastruktur pendukung dan kondisi
17

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

geografis. Hal yang demikian merupakan sesuatu yang mubasir karena tidak
kompatibel dan pastinya tidak kontinyu. Bukannya sebuah kekaguman rakyat
namun pada kenyataannya menjadi pijakan protes dan resistensi masyarakat.
Kebijakan pemerintah sering menempatkan masyarakat perbatasan sebagai subjek
bukan objek dari sebuah kepentingan nasional yang besar di wilayah perbatasan.
Pengelolaan perbatasan tanpa penguatan demokrasi akan memperparah
daerah perbatasan di tengah – tengah isu disintegrasi. Ketika Kompetisi kebijakan
dilakukan hanya untuk melanggengkan kekuasaan maka efek jangka panjang akan
menciptakan dis – trust public terhadap pemerintah baik pejabat eksekutif maupun
legislatif. Selain itu tersedianya ruang untuk berpartisipasi secara politik tapi tidak
adanya perhatian dan kemampuan dari pemerintah akan membawa pada suasana
politik yang tidak menguntungkan bagi para pejabat publik bahkan menghambat
tercapainya tujuan negara.
Sebagai bagian dari Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara
maka
Keberadaan Pulau Miangas ini mendapat perhatian oleh para pejabat publik
terpilih baik ditingkat kabupaten maupun provinsi. Rantai koordinasi pemerintah
tidak boleh hanya terputus di daerah juga tetapi dibutuhkan sinkronisasi dengan
pejabat publik di tingkat pusat. Pejabat publik yang terpilih melalui pemilu sudah
seharusnya memperhatikan kebutuhan konstituennya termasuk masyarakat yang
ada di perbatasan negara. Kehadiran masyarakat perbatasan yang terus
beraktualisasi mengikuti perkembangan pendidikan lambat laun akan menjadi
bagian dari lembaga – lembaga formal dan diberikan mandate untuk mengatur
daerah perbatasan tersebut.
Jauhnya jarak daerah perbatasan dengan ibukota negara sebagai pusat dari
setiap informasi dan kebijakan pemerintah telah dijembatani oleh kewenangan –
kewenangan pemerintah di daerah. Walaupun demikian tetap dibutuhkan adanya
saluran informasi alternatif yang tidak dimonopoli pemerintah atau kelompok. Hal
ini menjadikan saluran informasi alternatif sebagai wadah artikulasi kepentingan
masyarakat perbatasan serta memunculkan bargaining position masyarakat

18

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

perbatasan. Saluran informasi ini sudah seharusnya menjadi milik semua
masyarakat dan tidak dikuasai oleh sekelompok masyarakat saja.
Walaupun secara geografis letaknya begitu jauh dan memiliki akses yang
tergolong sulit namun sebagai beranda depan negara tidak boleh ada alasan
apapun melatar belakangi tidak efektifnya penerapan demokrasi di daerah
perbatasan. Masyarakat tetap harus terafiliasi pada organisasi termasuk partai
politik dan kelompok kepentingan. Di sisi lain daerah perbatasan jangan sampai
terjebak pada demokrasi secara prosedural semata tetapi harus diimbangi oleh
demokrasi secara substansial.
Kesimpulan
Sebagai negara yang begitu kaya akan sumber daya alam perlu dikelolah
dengan sumber daya manusia yang memadai sehingga tidak terjadi kontradiksi
antara faktor pendukung dengan realita. Mengelolah negara kepulauan terbesar
tentunya tidaklah semudah mengelolah daerah dengan wilayah yang kecil namun
sebenarnya luas wilayah dan kekayaan alam Indonesia menjadi sebuah kekayaan
dan modal besar untuk mewujudkan sebuah negara yang kuat, berdaya saing dan
mapan secara ekonomi.
Stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia akan sangat ditentukan
juga oleh terintegrasinya daerah – daerah perbatasan. Hal ini merupakan sebuah
konsekuensi logis dari sebuah wilayah kepulauan dengan ribuan pulau. Penguatan
demokrasi diperlukan sebagai sebuah strategi dalam pengelolaan wilayah
perbatasan. Demokrasi yang dimaksud tidak hanya secara substantif tapi juga
secara prosedural. Meningkatnya dimensi kontestasi dan partisipasi serta
pemaknaan demokrasi dengan lebih baik lagi akan membawa daerah perbatasan
sebagai bagian kecil yang tidak akan terlupakan dan tersisihkan.
Stigmatisasi daerah perbatasan sebagai bagian belakang sebuah negara dan
daerah buangan bagi para abdi negara dengan tingkat pelanggaran tertentu.
Pandangan ini menjadi begitu kuat terpola dalam benak masyarakat sehingga
daerah perbatasan menjadi momok menakutkan bagi banyak orang. Berbagai
upaya telah dilakukan pemerintah untuk menjadikan sebuah transformasi

19

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

pandangan akan daerah perbatasan menjadi beranda depan negara kesatuan
Republik Indonesia. Ketika ditempatkan sebagai beranda terdepan maka secara
otomatis aspek-aspek pembangunan baik pembangunan fisik maupun mental
masyarakat perbatasan akan mendapat perhatian khusus. Hal ini akan memberi
pengaruh pada terwujudnya pemerintahan dan perpolitikan yang demokratis serta
kehidupan masyarakat yang terus bersinergi.

Daftar Pustaka
Buzan, Barry, Ole Waever dan Jaap de Wilde. (1998). Security: A New
Framework for Analysis. London: Lynne Reinner Publisher.

20

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Bahan Kuliah Fisipol UGM, 2012:Bab 9
Koran Tribun Manado Nov 16, 2013 – “30 Jam 30 Warga Miangas Kelaparan di
Manado”
Lumenta,

Dave,

Dr.

Tabloid

Diplomasi

Direktorat

Diplomasi

Publik

Departemen Luar Negeri R.I. (08:2009). Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor
17/PERMEN/M/2006

tentang

Petunjuk

Pelaksanaan

Penyelenggaraan

Pengembangan Perumahan Kawasan Perbatasan,
REPUBLIKA.CO.ID.

Masyarakat Perbatasan NKRI Antusias Salurkan

Hak Politik. Rabu, 09 Juli 2014.
http://www.republika.co.id/berita/pemilu/berita-pemilu/14/07/09/n8gev9masyarakat-perbatasan-nkri-antusias-salurkan-hak-politik
Masyarakat Perbatasan NKRI. Riwanto Tirtosudarmo Ph.D (Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Kebudayaan, LIPI)
Tampomuri, Harsen Roy. 2010. Penerapan Good Governance dalam
Mewujudkan Stabilitas Pemerintahan di daerah Perbatasan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. (Suatu Studi di Kecamatan Khusus Miangas, Pulau
Perbatasan Indonesia – Filipina). Manado: Fisipol, Unsrat.
Törnquist, Olle dan Warouw Nicolaas. 2009. Demokrasi di atas Pasir. Jakarta:
Demos – Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi.

21

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM S2 POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

22