Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alpukat

Alpukat yang berkembang di Indonesia kebanyakan berasal dari Amerika Tengah
dan sedikit dari Guatemala. Tumbuhan ini mulai ada di Indonesia sekitar abad ke18. Tumbuhan alpukat memiliki tinggi lebih dari 20 meter. Di Indonesia
tumbuhan alpukat tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 1.500 m atau
lebih, dengan iklim basah merata sepanjang tahun dan daerah beriklim kering
(Bagakalie, M. 1997).

Jenis buah alpukat yang terdapat di Sumatera Utara adalah buah alpukat
hijau panjang dan buah alpukat merah bundar. Produksi buah alpukat di Sumatera
Utara tahun 2007 mencapai 21.451 ton. Jumlah limbah biji alpukat yang
dihasilkan tiap tahun adalah 4.933,73 ton.

Dalam

sistematika

(taksonomi)


tumbuhan,

tumbuhan

alpukat

diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)


Kelas

: Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Ordo

: Ranales

Famili

: Lauraceae

Genus

: Persea

Spesies

: Persea americana mill


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Buah Alpukat (www.compoundchem.com)

Kulit batang dan daunnya memiliki aroma sedap, mengandung minyak
aromatik yang banyak digunakan untuk pembuatan parfum, obat-obatan atau
aromaterapi. Berat buahnya bervariasi antara 100 g – 3.800 g, berntuknya
beragam, ada yang bulat, bulat lonjong dan bulat agak meruncing pada tangkai.
Buah alpukat merupakan buah berlemak dengan komposisi nutrisi dan energi
yang tinggi. Selain itu, buah alpukat memiliki sifat yang unik yaitu buah tidak
akan masak di pohon (Bagakalie, M. 1997).

Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5-7,5
cm, keping biji berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar
berukuran 5,5 x 4 cm (Chandra, A. 2013).

Pada tumbuhan biji tertutup (angiospermae), kulit biji terdiri atas dua
lapisan, yaitu kulit luar (testa) dan kulit dalam (tegmen). Testa memiliki sifat yang
bermacam-macam, ada yang tipis, ada yang kaku seperti kulit, serta ada yang
keras seperti kayu dan batu (Anonim, 2015).


Universitas Sumatera Utara

Berikut komposisi kimia biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Alpukat
Komponen

Jumlah (%)

Komponen

Jumlah (%)

Kadar air

10,2

Lemak

tn


Kadar pati

80,1

Serat kasar

1,21

*Amilosa

43,3

Warna

Putih coklat

*Amilopektin

37,7


Kehalusan

Halus

Protein

tn

Rendemen pati

21,3

Sumber : Winarti dan Purnomo, 2006.
*Amilosa + Amilopektin = pati ; tn = tidak dianalisa

Gambar. 2.2. Penampang Buah Alpukat a. eksokarpi; b. mesokarpi +
endokarpi (daging buah); c.kulit ari; d. endosperma; e. embrio (Whiley, A. 2002)

Kulit ari atau kulit bagian terluar (testa), memiliki serat dan gluten yang

biasanya dipakai untuk suplemen tambahan pada makanan hewan sedangkan
minyaknya dipakai untuk memasak atau dipakai untuk proses selanjutnya
(Whistler, 2009).

Gambar 2.3 Kulit Ari Biji Alpukat

Universitas Sumatera Utara

2.2Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan
oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat
kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia
maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain
seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel
tumbuhan.

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit
keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa
adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel

tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari
jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi
untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan
jaringan (Lehninger 1993) (Gambar 1).

Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi
selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pectin, hemiselulosa,
dan xilan. Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut
sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses
fotosintesis. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril
yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan
glikosidik sehingga sulit diuraikan. Komponen-komponen tersebut dapat
diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu
menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri
dan fungi.

Universitas Sumatera Utara

CH2OH


H

OH

OH

H

O
H

H

O
H

O
OH
*


*

H

H
H

O

O
H

OH

CH2OH

n

Gambar 2.4 Struktur Kimia Selulosa


Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan
melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk
fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan
ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh
lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan
yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang
dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan
terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa
berlangsung sangat lambat.

Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian
selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni).
Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama
pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa kualitas
dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri

Universitas Sumatera Utara

sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu
bahannya (Nuringtyas 2010) (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Rumus Struktur α – Selulosa (Nuringtyas, 2010).
2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat
mengendap bila dinetralkan (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Rumus Struktur β – selulosa (Nuringtyas, 2010)
3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat
polimerisasinya kurang dari 15.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Bahan Pengental

Bahan tambahan pangan jenis pengental merupakan bahan yang dapat
mengentalkan atau menghomogenkan beberapa fasa dengan kelarutan tertentu
agar diperoleh produk olahan yang homogen.

2.4Carboxymethyl Cellulose (CMC)

CMC merupakan turunan selulosa yang paling banyak digunakan dalam
pengolahan pangan. Perlakuan terhadap selulosa menggunakan larutan NaOH
18% menghasilkan selulosa alkali. Jika selulosa alkali direaksikan dengan garam
natrium dari asam kloroasetat maka dihasilkan eter karboksimetil selulosa
(selulosa-O-CH2-CO2-Na+).
CMC mempunyai struktur molekul yang panjang dan cukup kaku tetapi
mempunyai muatan negatif dari gugus karboksil. Gaya tolak-menolak
elektrostatik akibat muatan negatif gugus karboksil menyebabkan molekul CMC
dapat larut dalam air dan membentuk larutan. Larutan CMC bersifat sangat kental
dan stabil. Di pasaran, CMC tersedia dalam berbagai tingkat kekentalan.

O
CH2OCH2

H
*

O

O
H
OH
H

H
OH

C

H

OH

OH
H

H

OH

O
H

H
O

O
CH2OCH2

*

+ 2NaCl

O
C
OH
n

Gambar 2.7 Struktur Kimia Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Universitas Sumatera Utara

CMC biasa digunakan sebagai pengental atau untuk memperbaiki tekstur
berbagai produk pangan seperti jeli, bahan isian, saus, dan keju oles. CMC
menghambat pembentukan kristal es pada es krim dan menstabilkan serta
membentuk tekstur yang lembut.

2.5 Derajat Substitusi

Derajat substitusi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandigan
absorbansi pada 1604,77 (dianggap berasal dari pita karbonil) dan absorbansi
3448,72 (berasal dari pita hidroksil), dihitung dengan meggunakan persamaan 2.1
berikut ;
�� (%) = ��

�1604
� − 0,10� 100
�3448

Persamaan 2.1. Perhitungan Derajat Subtitusi

Dimana DS adalah derajat substitusi dan nilai 0,10 mewakili gugus yang spesifik
dari selulosa asli (Moore, 1980).

2.6 Saus Tomat

Pada umumnya produk saus yang ada di Indonesia sebagai bahan tambahan
digunakan buah pepaya dan buah labu kedalam saus tomat dengan tujuan
meningkatkan volume dari hasil olahan saus dan meningkatkan nilai ekonomis
serta menurunkan jumlah modal apabila produksinya cukup besar. Saus umumnya
memiliki tekstur yang agak kental yang dihasilkan dari pengolahan buah tomat
dan ditambahkan bahan lain seperti gula, garam, bahan pewarna untuk
meningkatkan warna alami dan penambahan bahan pengawet untuk memperlama
daya simpannya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Hambali, dkk., (2006), saus tidak hanya digunakan sebagai
penyedap rasa tetapi juga sebagai bahan pendamping berbagai makanan seperti
pergedel, bakwan, tahu isi dan sebagai bahan campuran kuah bakso, mie ayam
serta makanan laut yang selalu menggunakan saus sebagai pelengkap.

Prinsip pengolahan agar diperoleh hasil olahan yang baik adalah kualitas
bahan baku (bebas dari kerusakan fisik, mekanik maupun mikroba), proses
persiapan bahan baku dan persiapan alat, prosedur pengolahan yang tepat yaitu
menggunakan suhu yang tidak merusak nilai gizi bahan baku, saat yang tepat
untuk menghentikan pemanasan dalam pengolahan. Tahapan ini menentukan
mutu hasil olahan, selanjutnya tahapan berikutnya adalah pengemasan dan
penyimpanan, yang dilakukan agar produk yang dikemas dan disimpan tidak
mengalami penyimpangan.

Pada proses pengolahan saus tomat maka penggunaan suhu dan waktu
pemanasan menentukan saus yang dihasilkan. Suhu yang digunakan dibawah titik
didih, dilakukan pengadukan yang kontinu atau terus menerus agar tidak terjadi
karamel yang mempengaruhi warna saus yang dihasilkan. Selama proses
pemanasan dilakukan pengamatan terhadap keasaman saus yanng dihasilkan,
untuk memenuhi persyaratan keasaman saus maka dapat ditambahkan asam
organik atau asam sintetik yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan.

Kerusakan saus tomat terjadi karena adanya aktivitas mikroba selama
penyimpanan yang disebabkan karena saus kurang asam atau pH masih tinggi,
kadar air relatif tinggi atau lebih dari 40% yang ditunjukkan saus masih encer,
atau pengemasan kurang steril sehingga wadah dan saus terkontaminasi mikroba.
Untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan tersebut maka pH saus dapat
diturunkan dengan menambahkan asam, kekentalan saus ditingkatkan dengan
menambahkan bahan pengisi dan kontaminasi mikroba dapat dihindari dengan
menggunakan wadah steril dan dituang ke dalam wadah saat masih panas (>80oC)
(Sutardi, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 Buah Tomat Segar

Proses pengolahan saus diawali dengan mempersiapan bahan-bahan dan
alat yang akan digunakan serta melakukan pengolahan bahan yaitu :

- Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan saus harus dalam keadaan
segar, bebas dari kotoran agar dihasilkan saus dengan mutu yang baik. Sebaiknya
tidak menggunakan buah yang terlalu matang karena kandungan gizinya relatif
mengalami penurunan dan mutunya rendah (Amila, 2008).

- Pembersihan
Dilakukan pembuangan bagian yang tidak dapat dipakai seperti kulit, bagian yang
busuk, kering dan sebagainya. Lalu dilakukan pencucian pada air yang mengalir
(Amila, 2008).

- Pengukusan (Blanching)
Pengukusan dilakukan pada suhu 80-85oC selama 10 menit menggunakan panci
pengukusan dengan tujuan menonaktifkan enzim dan mempertahankan warna
alami bahan (Amila, 2008).

- Penghancuran Buah
Penghancuran dilakukan dengan penambahan air 1:1 pada masing-masing buah
dengan menggunakan blender sampai diperoleh bubur buah yang halus (Hambali,
dkk., 2006).

Universitas Sumatera Utara

- Pencampuran
Proses pencampuran sangat penting untuk mendapatkan bahan pangan yang
seimbang, pencampuran dilakukan untuk memberikan pindah panas yang baik di
seluruh campuran dan memisahkan lemak dari jaringan.

- Pemasakan
Pemasakan dilakukan selama 30 menit dengan suhu 80oC sampai mengental dan
kekentalannya dapat diukur secara manual dengan melihat aliran saus dari sendok
pemasakan saat dialirkan kebawah dan pemasakan dihentikan (Hambali, dkk.,
2006).
- Pengemasan
Dimasukkan saus yang telah dimasak kedalam botol kaca yang terlebih dahulu
disterilisasikan setelah itu ditutup rapat dan disterilisasi kembali selama 5 menit.

Syarat mutu saus tomat menurut SNI 01-3546-2004 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Syarat mutu saus tomat
Uraian
Aroma
Rasa
Warna
Jumlah Total soluble solid
Keasaman
Bahan Tambahan Makanan

Persyaratan
Normal
Normal
Normal
min 30, Brix 20oC
min 0,8, % bb

Pengawet
Pewarna

SNI 01-0222-1995
SNI 01-0222-1995

Cemaran Logam

Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Raksa (Hg) dan Arsen (As)
Angka Lempeng Total
Kapang dan Khamir

maks 0,1 mg/kg
maks 50,0 mg/kg
maks 40,0 mg/kg
maks 40,0-250 mg/kg
maks 0,03 mg/kg
maks 2 x 102 koloni/g
maks 50 koloni/g

Universitas Sumatera Utara

Tomat termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dahulu.
Peranannya yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat sudah sejak lama
diketahui orang.

Tomat sebagai bahan baku saus tidak ditentukan berdasarkan jenis dan
varietasnya, tetapi pemilihan tomat didasarkan atas umur (tua) tingkat
kematangan, tingkat kesegaran, dan tidak diserang hama dan penyakit. Jika semua
persyaratan dapat terpenuhi kualitas produknya juga pasti baik. Untuk menjamin
kualitas produk saus sebaiknya tomat dipetik pada waktu matang dipohon
(kandungan gizi dan nutrisinya maksimal).

Tomat juga merupakan komoditas yang cepat rusak, sehingga memerlukan
penanganan yang tepat sejak dipanen. Pengolahan tomat menjadi berbagai produk
pangan menjadi salah satu pilihan untuk dapat mengkonsumsi tomat dan
memperoleh manfaat dari sifat fungsional tomat, Salah satu bentuk olahan tomat
yaitu saus tomat.

Saus tomat adalah cairan kental pasta yang terbuat dari bubur buah
berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang
merangsang. Walaupun mengandung air dalam jumlah besar, saus memiliki daya
simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam, dan seringkali diberi
pengawet. Saus tomat dibuat dari campuran buah tomat dan bumbuh-bumbuh.
Dan pasta yang digunakan berwarna merah muda sesuai dengan warna tomat yang
digunakan (Rukmana, 1994).

Dalam kondisi setengah basah saus tomat menjadi lebih rusak. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengemasan agar awet dalam jangka waktu yang relatif
lama serta mempermudah pendistribusiannya. Saus tomat biasanya dikemas
dalam botol-botol dari bahan gelas atau plastik dan ditutup rapat. Dalam keadaan
tertutup rapat, saus tomat dapat terlindung dari segala pengaruh yang berasal dari
luar seperti mikroba penyebab kebusukkan.

Universitas Sumatera Utara

2.7Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem
yang mendapat suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang
dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Moechtar,
1989).

Viskositas adalah suatu ungkapan yang menyatakan tekanan yang
mencegah zat cair untuk mengalir. Makin tinggi viskositasnya, makin besar
tekanannya. Zat cair sederhana dapat diperikan dengan viskositas absolut. Tapi
sifat-sifat reologikdari sistem dispersi heterogen lebih kompleks dan tidak dapat
dinyatakan dengan satuan tunggal (Moechtar, 1989).

Sifat reologi dari sistem farmasi dapat mempengaruhi pemilihan peralatan
untuk

processing

yang

digunakan

dalam

pembuatannya.

Selanjutnya

kekurangmampuan memilih alat yang tepat dapat menghasilkan produk yang
tidak dikehendaki, setidak-tidaknya yang menyangkut sifat alirnya (Moechtar,
1989).

Salah satu bentuk pengukuran viskositas adalah dengan menggunakan
viskosimeter Brookfield. Prinsip kerja dari viskosimeter Brookfield adalah
berdasarkan metode cone and plate yaitu menggunakan instrumen yang terdiri
dari rotating cone dengan sudut tumpul dan flat plate yang lebih rendah dan tidak
bergerak. Lempeng dinaikkan sampai puncak kerucut benar-benar menyentuh
permukaan. Cairan diisikan melalui celah segitiga antara cone dan plate.
Tegangan

permukaan

mencegahnya dari

penyebaran pada plate. Plate

dipertahankan sampai temperatur konstan dengan membentuk sirkulasi air. Cone
diatur dengan dengan kecepatan yang teratur. Tarikan kental pada putaran cone
mendesak tenaga putaran pada dinamometer dengan gaya gesekan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 Viskosimeter Brookfield

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

5 25 69

ANALISIS CARBOXYMETHYL CELLULOSE SODIUM (Na-CMC) DARI SELULOSA SEBAGAI BAHAN EKSIPIEN SEDIAAN FARMASI.

0 1 2

OPTIMASI PEMANFAATAN SELULOSA DARI LIMBAH AMPAS TEBU (Saccharum Officinal L.) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) UNTUK INDUSTRI MAKANAN.

0 1 2

Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

0 0 13

Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

0 0 2

Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

0 1 5

Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

0 0 2

Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

0 0 8

PEMANFAATAN SELULOSA DARI KULIT BUAH KAKAO (Teobroma cacao L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN CMC (Carboxymethyl Cellulose) Cellulose Utilization in Cacao Pod Husk (Theobroma cacao L.) as Raw Material for CMC (carboxymethyl cellulose)Synthesis

0 0 9

LAPORAN AKHIR Pemanfaatan Selulosa dari Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Pembuatan CMC (CarboxyMethyl Cellulose ) dengan Media Reaksi Campuran Larutan Metanol – Propanol

0 0 11