BOOK Richard M, Radius T Corporate Social Responsibility

Corporate Social Responsibility for City Branding
in Slawi Caentral Java
Richard Mayopu dan Radius Tanone
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
� ardymayopu@gmail.com & radiustanone@gmail.com

Pendahuluan
Dalam perkembangan dunia Public Relations, Corporate Social
Responsibility atau yang lebih sering dikenal dengan istilah CSR pun
berkembang seiring mengkatnya kebutuhan tersebut. peraturan
pemerintah yang menetapkan semua perusahan yang disebutkan
dalam Undang-undang untuk menyisihkan sebagian anggarannya
untuk dipergunakan sebagai dana pengembangan berbagai sektor
ini memiliki dampak yang sangat signiikan terhadap perkembangan
suatu kota. dibawah ini merupakan penjelasan Undang-undang yang
mengatur CSR dalam Perseroan Terbatas1. jauh lebih penting dari itu
adalah perkembangan bagi masyarakat yang bisa menikmati secara
langsung dampak dari CSR itu sendiri. beberapa wilayah di Indonesia
sudah menerapkan dan memanfaatkan Undang-undang ini untuk
berkontribusi lebih dalam pembangunan masyarakat tersebut.

Namun tidak sedikit pihak yang menolak keharusan melakukan
CSR dari perusahan kepada pemerintah maupun masyarakat. Dengan
dalih bahwa perusahan adalah lembaga proit yang mengurusi bisnis
bukan mengurusi CSR. bahkan beberapa pandangan pesimistis yang
mengemuka bahwa para investor akan memilih untuk melakukan
investasi di negara lain daripada di Indonesia. Selain itu, pandangan
bahwa pihak pemerintah hanya berusaha membuat regulasi hanya
1

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”)
serta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial
Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”). http://www.hukumonline.
com/klinik/detail/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-corporate-socialresponsibility Diakses pada 03 September 2013

27

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

untuk memeras perusahan-perusahan yang berada di Indonesia ini
harus menjadi perhatian khusus. pandangan-pandangan pesimistis

seperti ini pun perlu untuk dilakukan kajian yang lebih dalam.Indon
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian-kajian untuk setidaknya
mencari tahu bagaimana fenomena-fenomena ini dapat terjadi dan
berkembang dikalangan pengusaha, pemerintah maupun masyarakat.
Artikel ini bertujuan memberikan pemahaman-pemahaman berkaitan
dengan CSR maupun “bagaimana sebenarnya kontribusi CSR tersebut
dalam membangun Branding sebuah daerah, dalam hal ini Slawi”.

Kajian Teori
Corporate Social Responsibility (CSR)
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti telah menunjukkan hasil yang sangat mebantu dalam rangka
menemukan “roh” dari CSR di Indonesia. peneltiian yang dilakukan oleh
Siti Maryama dengan judul Tanggung Jawab Sosial Perusahan dalam
Pesrpektif Regulasi di Indonesia, Belanda dan kanada, menemukan
bahwa harus ada tujuan bersama khususnya tujuan yang baik demi
melayani masyarakat antara perusahan, komunitas masyarakat dan
terutama lingkungan sekitar2. point yang pertama adalah ketika
melihat CSR di Indonesia yang sebenarnya sudah mulai digalakan
sejak tahun 1983, ketika dikeluarkannya PP no 3 Tahun 1983 tentang

tata cara pembinaan dan pengawasan Perusahan Jawatan (Perjan),
Perusahan Umum (Perum) dan perusahan Perseorangan (Persero),
Pada saat itu biaya pengembangan Usaha Kecil menengah dibebankan
pada perusahan. Walaupun Peraturan Pemerintah tersebut di Inisiasi
oleh Kementrian BUMN dengan tujuan untuk menghidupkan usaha
kecil menengah masyarakat indonesia, namun peraturan ini seperti
memberikan angin segar bagi maasyarakat Indonesia yang sangat
ingin mengembangkan diri menjadi pengusaha-pengusaha menengah
dan sekaligus mendapatkan bimbingan langsung dari pengusahapengusaha yang sudah berpengalaman.
Temuan penelitiian ini juga menjelaskan bahwa CSR bisa
digunakan untuk memberikan stimulus bagi masyarakat yang ingin
meningkatkan kualitas hidup mereka. Selanjutnya penelitian yang
2

28

Siti Marayama, Jurnal Liquidity Vol 2, No.2, Juli Desember 2013 Hal 189-194

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...


dilakukan oleh Agus Salim Harahap dengan judul Pengaturan CSR di
Indonesia. Temuan dari penelitian ini adalah CSR diaplikasikan pada
kegiatan-kegiatan yang menyentuh aspek-aspek sosial, pendidikan,
pelatihan keterampilan dan aspek ekonomi. Hal-hal tersebut akan sangat
membantu masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasional
perusahaan agar dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas hidup
mereka3.
Penelitian ini tentunya menjelaskan dengan tegas bagaimana CSR
sangat efektif dan mungkin saja sangat dibutuh oleh masyarakat jika
pengelolaan dilakukan secara profesional dan tertata rapi. Namun
hasil peneltian tersebut belum mengungkapkan bagaimana CSR
bisa digunakan untuk tujan branding suatu kota. oleh karena itu
artikel hasil penelitian ini melihat CSR dari sisi yang sedikit berbeda.
Menurut shrivasta ,1996 dalam nunung prajarto, menjelaskan bahawa
untuk mempertahankan semangat (spirit), mendorong aktivitas
maupun irama yang harmonis dalam melaksanakan CSR, paling tidak
terdapat usaha saling memotivasi oihak lain, termasuk dilingkungan
pemerintah dan swasta. Hal ini senada dengan salah seorang karyawan
PT Gunung Slamat yang mengatakan bahwa relasi pihak perusahan
dengan pemerintah kota Tegal dalam hal ini kecamatan Slawi, sangat

harmonis dan bahkan saling mendukung satu dengan yang lainnya.
pembangunan seutuhnya berarti membangun keseimbangan antara
Bumi, Manusia, dan termasuk Pembangunan Ekonominya.
CSR di Indonesia masih sangat fokus pada pembahasan bagaimana
perusahan memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat
maupun pemerintah. Artinya perusahan pun ikut berkewajiban
mensejahterakan masyarakat melalui kerja sama yang dilakukan
bersama-sama dengan pemerintah. kerja sama yang dilakukan bukan
saja kerja sama dalam bentuk dana, namun juga kerjasama dalam
bentuk program kerja agar sinergisitas yang dilakukan bisa berjalan
tidak saja secara kuantitas namun juga kualitas sinergisitas itu sendiri.
Relationship
Sekalipun intensitas tinggi relationship dalam duni Public Relations
(PR) adalah melalui media massa, bukan berarti bahwa secara densitas,
3

Agus Salim Harahap, Pengaturan CS di INdonesia LexJurnalica Vol 7 No 3 Agustus
2010 hal 182-190

29


Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

PR hanya berhubungan dengan media massa. apalagi sebetulnya end
user dari PR adalah Publik. jalan akhir sebuah indformasi adalah
yang akan dikembangkan, sikap yang akan diubah, dan perilaku yang
diarahkan adalah pada publik itu sendiri4. pendapat ini tentunya juga
bisa diartikan bahwa didalam membangun relasi yang baik adalah juga
harus berkonstentrasi untuk tidak saja terhadap pihak media massa,
namun juga adalah yang terpenting adalah publik. untuk membangun
hubungan dengan publik pun bisa menggunakan berbagai cara, dan
salah satunya adalah dengan menggunakan komunikasi interpersonal.
komunikasi antar pribadi memiliki resiko kegagalan yang paling
minim, respon dari proses ini bisa langsung terjadi dan dilihat pada saat
komunikasi berlangsung5. Mengapa komunikasi interpersonal ini yang
digunakan? tentunya ini bukanlah sesuatu yang tidak berdasar, selain
apa yang sudah dijelaskan sebelumnya, komunikasi interpersonal ini
yang kemudian digunakan oleh para pimpinan PT. Gunung Slamat
untuk membangun relasi yang baik dengan pemerintah maupun
masyarakat Slawi. Komunikasi interpersonal digunakan selain untuk

membangun relasi yang baik, juga bertujuan untuk menyampaikan
hal-hal yang dianggap saling mendukung keduabelah pihak untuk
mensejahterakan masyarakat. dan dampak dari komunikasi ini bisa
dilihat pada bagian hasil dan analisis penelitan ini.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma induktiv kritis dimana
penelitian berbasis pada data yang diperoleh dilampangan dan
penelitian ini sama skali tidak bertujuan untuk menguji teori tertentu
dalam CSR. selanjutnya akan dijelaskan pada bagian metode peneltian
dibawah ini

Jenis dan Pendekatan Penelitian
Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan
untuk mendekati problem dan mencari jawaban (Mulyana, 2010 : 145).
Metode pengumpulan data adalah cara atau teknik bagaimana data
4

5


30

Silih Agung Wasesa, Jim Macnamara, Membangun Pencitraan Berbiaya Minimal
dengan Hasil Maksimal, STRATEGI PUBLIC RELATIONS, PT Gramedia Pustaka
Utama, Cetakan ke lima 2015 Hal 13
Richard G. Mayopu, Pax Humana, Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma Vol 1,
No. 1, januari 2014 Hal : 109

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...

itu bisa ditemukan, digali, dikumpulkan, dikategorikan dan dianalisis
(Ardianto, 2011 : 61).
Penelitian berasal dari Bahasa Inggris, research artinya pencarian
kembali atau penyelidikan kembali untuk menjawab berbagai
fenomena yang ada, dengan mencari, menggali dan mengkategorikan
sampai pada analisis fakta dan data. Penelitian itu sendiri setidaknya
untuk menguji teori, membantah teori dalam penelitian ilmiah atau
pemecahan masalah dalam penelitian ilmiah yang bersifat praktis
(Faisal, 2001 : 11 dalam Ardianto, 2011 : 3).
Menurut Strauss dan Corbin (2013 : 4) dalam bukunya Dasar-dasar

Penelitian Kualitatif menyebutkan penelitian kualitatif dimaksudkan
sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya dapat berupa
penelitian tentang kehidupan, riwayat dan perilaku seseorang, disamping
juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbalbalik. dengan mengutip pernyataan Straus dan Corbin terwsebut maka
penelitian ini pun dinilai sangat relevan untuk menggunakan pendekatan
kualitatif, dimana penelitian ini melihat bagian hubungan timbal balik
melalui simbol-simbol yang nampak di Slawi berkaitan dengan CSR yang
dimanfaatkan sebagai City Branding.
Penelitian kualitatif merupakan perilaku artistik. Pendekatan
ilosois dan aplikasi metode dalam rangka penelitian kualitatif
dimaksudkan untuk memproduksi ilmu-ilmu “lunak”, seperti sosiologi,
antropologi (komunikasi dan public relations). Penelitian kualitatif
berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Esensinya
adalah sebagai sebuah metode pemahaman atas keunikan, dinamika,
dan hakikat holistik dari kehadiran manusia dan interaksinya dengan
lingkungan (Ardianto, 2011 : 59).
Penelitian kualitatif memiliki karakteristik, yaitu (Sabarguna, 2005
: 6-7) : Peneliti memaknai apa yang diteliti dengan persepsi-persepsi
subyektif untuk menghadirkan konteks yang menjelaskan suatu fenomena

; Tujuan penelitian adalah mengembangkan konsep-konsep yang dapat
menjelaskan makna suatu fenomena ; Tidak dilakukan pengujian hipotesis,
karena konteks atau lingkungan sosial menentukan bagaimana data
dikumpulkan ; Konsep pengetahuan dalam bentuk tema, motif, taksonomi
dan generalisasi bukan operasionalisasi variabel.
31

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

Teknik Pengumpulan Data & Jenis Data
Teknik pengumpulan data adalah cara atau metode yang digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan informasi yang terkait dengan
penelitian. Pada penelitian kualitatif ini adalah terdiri dari metode
wawancara, observasi dan pengumpulan dokumen.
Wawancara
Interview (wawancara) merupakan alat pengumpulan data yang
sangat penting dalam penelitian komunikasi kualitatif yang melibatkan
manusia sebagai subjek (pelaku, aktor) sehubungan dengan realitas
atau gejala yang dipilih untuk diteliti (Pawito, 2008 : 132).
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan
tujuan tertentu (Mulyana, 2010 : 180).
Jenis wawancara pada penelitian ini adalah wawancara mendalam,
yaitu teknik mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap
muka langsung dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan
mendalam. Pada wawancara mendalam ini, pewawancara relatif tidak
mempunyai kontrol atas respon informan. Artinya, informan bebas
memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam; bila perlu,
tidak ada yang disembunyikan (Ardianto, 2011 : 178).
Wawancara mendalam (in-depth interview) pada penelitian ini
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) pada umumnya
dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang lebih mendalam
dengan lebih memfokuskan pada persoalan-persoalan yang menjadi
pokok dari minat penelitian. Pedoman wawancara tidak berisi
pertanyaan mendetail, hanya secara garis besar tentang data yang ingin
diketahui oleh peneliti dari informan, dan bisa berkembang lagi sesuai
dengan konteks dan situasi wawancara (Pawito, 2008 : 133).
Wawancara dilakukan kepada staf PT Gunung Slamat Slawi yang
bertempat di Slawi Tegal Jawa Tengah.

Observasi
Observasi dilakukan di Slawi, Tegal. baik di Lokasi perusahan
maupun di lokasi tempat Ikon-ikon teh Poci ditempatkan sebagai
simbol-simbol di Slawi.
32

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...

Dokumen
Pengamatan berperan serta dan wawancara mendalam dapat pula
dilengkapi dengan analisis dokumen sepeti otobiograi, memoar, catatan
harian, surat-surat pribadi, catatan pengadilan, berita koran, artikel
majalah, brosur, buletin dan foto-foto (Mulyana, 2010 : 195). Dokumen
yang diamati adalah daokumentasi Foto, video proil perusahan maupun
dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penlitian ini.

Jenis Data yang akan diteliti
Data Primer
Sugiyono (2010 : 137) menyatakan bahwa sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data. Pada penelitian ini data primer diperoleh peneliti melalui cara
wawancara dan observasi.
Data Sekunder
Data sekunder menurut Sugiyono (2010 : 137) adalah sumber
data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkrip wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah
dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi tersebut
dan memungkinkan untuk menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada
orang lain (Ardianto, 2011 : 220). Menurut Nasution (2003) (dalam
Ardianto, 2011 : 216) analisis data dalam penelitian kualitatif harus dimulai
sejak awal, sehingga data yang diperoleh dalam lapangan harus segera
dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis.
Miles dan Huberman adalah teknik analisa data yang dipilih
oleh peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir. Miles dan Huberman
(1994) menawarkan suatu teknik analisis yang lazim disebut dengan
interactive model. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga
komponen : reduksi data (data reduction), penyajian data (data display),
dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying
conclusions) (Punch, 1998 :202-204) (dalam Pawito, 2007 : 104)

33

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman
(Pawito, 2007 : 105)

Langkah-langkah reduksi data yang pertama adalah melibatkan
langkah-langkah editing, pengelompokan dan meringkas data. Tahap
kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo)
mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan aktivitas
serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema,
kelompok-kelompok, dan pola-pola data. Kemudian, pada tahap
terakhir dari reduksi data, peneliti menyusun rancangan konsep-konsep
(mengupayakan konseptualisasi) serta penjelasan-penjelasan berkenan
dengan tema, pola atau kelompok-kelompok data bersangkutan. Dalam
komponen reduksi data ini peneliti dapat melihat mana data yang
relevan dan tidak, serta data yang perlu di analisis atau tidak (Pawito,
2007 : 104-105).
Komponen kedua analisis interaktif dari Miles dan Huberman,
yakni penyajian data (data display) melibatkan langkah-langkah
mengorganisasikan data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu
dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis
benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan, karena dalam penelitian
kualitatif biasanya terdapat beragam perspektif yang bertumpuk.
Dalam hubungan ini, data yang tersaji berupa kelompok-kelompok
atau gugusan-gugusan yang kemudian saling dikaitkan sesuai dengan
kerangka teori yang digunakan (Pawito, 2007 : 106).
Komponen terakhir adalah penarikan dan pengujian kesimpulan,
peneliti pada dasarnya mengimplementasikan prinsip induktif dengan
mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan atau kecenderungan
dari display data yang telah dibuat. Walaupun ada kalanya kesimpulan
terlihat di awal, peneliti harus menyelesaikan analisis seluruh data yang
34

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...

ada. Peneliti harus mengkonirmasi, mempertajam, atau mungkin
merevisi kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat untuk sampai pada
kesimpulan inal berupa proposisi-proposisi ilmiah mengenai gejala
atau realitas yang diteliti (Pawito, 2007 : 106)
Teknik analisa data yang dilakukan peneliti mengacu dengan teori
Miles dan Huberman adalah dengan mengumpulkan semua rekaman
verbatim hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan
data primer, kemudian peneliti membuat log book yang merupakan
ketikan percakapan dari hasil rekaman verbatim. Kemudian, peneliti
mencoba untuk membaca/mempelajari data, menandai kata-kata
kunci dan gagasan yang ada dalam data ; mempelajari kata-kata
kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data
dan menuliskan “model” yang ditemukan (Bungin, 2010 : 145). Hal
itu dilakukan dengan mencocokkan jawaban narasumber dengan
pertanyaan dan membandingkan dengan jawaban narasumber lainnya.
Selain Miles dan Huberman, peneliti menggunakan metode
triangulasi untuk analisis data. Triangulasi merupakan suatu
pendekatan terhadap pengumpulan data, dengan mengumpulkan bukti
secara seksama dari berbagai sumber yang berbeda-beda dan berdiri
sendiri-sendiri, dan seringkali juga dengan alat yang berbeda-beda
(contoh : membandingkan kesaksian lisan dengan catatan tertulis),
atau mengacu pada perspektif teoritis yang berbeda (Sabarguna, 2005
: 27).
Tujuan Triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu
dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber
lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan,
dan dengan menggunakan metode yang berlainan (Ardianto, 2011 :
197).
Triangulasi dapat juga dilakukan dengan membandingkan antara
hasil dua peneliti atau lebih, serta dengan menggunakan teknik yang
berbeda, misalnya observasi, wawancara dan dokumen (Ardianto,
2011 : 197).
Beberapa tahapan triangulasi : (Sabarguna, 2005 : 6535)
Deinisi triangulasi adalah mencocokkan (Cross Check) antara
hasil wawancara, atau observasi dengan bukti dokumen, atau pendapat
yang lain.
35

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

Uraian dari proses triangulasi adalah menentukan hal yang perlu
dilakukan triangulasi kemudian melakukan cross check antara hasil
wawancara, tema dengan dokumentasi atau pendapat lain.
Pedoman yang digunakan dalam triangulasi adalah menggunakan
pertanyaan penelitian, tujuan atau masalah yang perlu ditriangulasi
kemudian cross check dengan hal yang relevan. Contohnya, saat
pegawai A, B, C, rajin masuk kerja, maka cross check dengan absensi
dan tanggapan temannya.
Mengacu pada analisis data menggunakan metose triangulasi,
peneliti menggabungkan data sekunder, yakni Foto dan Video
mengenai CSR yang nantinya menjadi City Branding sebagai data
pembanding dan pendukung dari data primer yang berupa wawancara
dan observasi. Peneliti kemudian berusaha mencocokkan kedua jenis
data dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dibuat peneliti.
Diharapkan dari kedua jenis data ini peneliti dapat memberikan
makna (making sense of) terhadap data, menafsirkan (interpreting),
atau mentransformasikan (transforming) data ke dalam bentuk-bentuk
narasi yang kemudian mengarah pada temuan yang bernuansakan
proposisi-proposisi ilmiah (thesis) yang akhirnya sampai pada
kesimpulan-kesimpulan inal (Pawito, 2008 : 101).

Hasil Penelitian Dan Analisis
Corporate Social Responsibility For City Branding
Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Slawi, Tegal
jawa Tengah, tradisi jawa, tradisi teh seakan menjadi image yang
pertama tertanam dalam benak penulis. hal ini bukan tanpa alasan,
namun disebabkan oleh karena beberapa ikon yang terdapat dibeberapa
ruang publik di daerah tersebut. dan seketika pun langsung timbul
pertanyaan kritis “apakah daerah ini merupakan daerah penghasil
teh?; apakah daerah ini merupakan daerah pengrajin tanah liat?;
apakah daerah ini merupakan ikon teh indonesia?. Hal ini tentunya
menjadi pijakan awal untuk mendalami seberapa jauh dan seberapa
kuat branding daerah ini. Namun tentunya penulis tidak ingin secara
cepat mengambil kesimpulan yang mungkin saja tergolong prematur
berkaitan dengan “temuan: awal ini.

36

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...

City branding6 bisa berkembang dalam pemahaman masyarakat
urban, dimana banyak pandangan yang selalu berkutat pada paradigma
“woow” yang selalu menjadi ciri khas sebuah kota. sebut saja DKI
Jakarta yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki branding
sebagai kota metropolitan. Segala sesuatu bisa didapatkan di Jakarta.
Citra sebagai Kota Bisnis, Kota Pemerintahan, Kota Pemerintahan,
Kota Pariwisata, dan masih banyak lagi hal yang bisa ditemui dengan
gampangnya di Jakarta. selain Jakarta, beberapa daerah yang juga mulai
membangun CB salah satunya adalah SOLO. he Spirit Of Java menjadi
pilihan Tagline untuk mewujudkan keinginan untuk menjadikan
SOlo sebagai salah satu destinasi pariwisata di Jawa Tengah. Berbagai
kebijakan maupun infrastruktur dibangun untuk menopang tujuan
terebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ina Primasari dkk7,
menemukan bahwa Solo disiapkan untuk menjadi sebuah kota tujuan
wisata dengan Budaya jawa yang kental. terdapat beberapa langkah
yang bisa dilakukan untuk membangun CB yaitu :
• Menentukan tujuan yang jelas dari pengembangan branding Kota
Solo.
• Menentukan Khalayak Pengunjung Kota Solo
• Mengidentiikasi citra Kota Solo
• Mengatur Identitas Aspiratif Kota Solo
• Mengembangkan positioning kota Solo
• Menciptakan proposisi untuk prioritas target sasaran.
• Menjalankan Strategi
• Mengukur Keberhasilan
Dari delapan point diatas yang menjelaskan hasil peneltian yang
diklakukan di Kota Solo, paling tidak kita bisa mengambil temuan
tersebut untuk mereleksikan dalam peneltian di Slawi. Slawi yang
merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tegal tentunya harus
mengikuti Visi dan misi Kabupaten Tegal. Berikut merupakan Visi dan
misi Pemerintah Kabupaten Tegal
6
7

Selanjutnya disingkant CB
Ina Primasari, Widodo Muktiyo, Diah Kusumawati, 2014 Vol 1 No CITY BRANDING
SOLO SEBAGAI KOTA WISATA BUDAYA JAWA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang
City branding Solo sebagai kota wisata budaya Jawa oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata kota Solo)

37

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

Visi dan Misi
Visi dan misi RPJMD selaras dengan arahan RPJPD sebagai
pembangunan daerah tahap kedua dan ketiga, yaitu tahap Pelengkapan
Instrumen Inovatif dan tahap Dinamisasi Sistem Inovasi. Perumusan
visi dan misi ini dilakukan untuk menjawab permasalahan umum
daerah yang berlaku saat ini, dan prediksi kondisi umum daerah yang
diperkirakan akan berlangsung.
1. Visi
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan
pada akhir periode perencanaan. Sesuai visi Bupati dan Wakil Bupati
terpilih, maka visi pembangunan daerah jangka menengah Kabupaten
Tegal 2014-2019 adalah:
Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Tegal yang Mandiri,
Unggul, Berbudaya, Religius dan Sejahtera
“Cinta Desa, Cinta Rakyat, Cinta Produk Tegal, Cinta Budaya
Tegal”
Arti Visi:
Mandiri : Pembangunan daerah dilaksanakan sebagai usaha
untuk mengisi kemerdekaan dan merupakan upaya membangun
kemandirian ekonomi melalui peningkatan daya saing.
Unggul : Masyarakat memiliki kemampuan berpikir, beraktualisasi
dan memiliki kapasitas inovatif dan kreatif sehingga menjadi
masyarakat yang unggul
Berbudaya : Masyarakat memilki integritas, jati diri yang mulia,
terbuka dan bertanggungjawab disertai kepribadian yang mulia
atas dasar agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Religius : Segala tata kehidupan dan regulasi pembangunan
ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tegal dengan
niat ibadah mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjaga
hubungan baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan
Yang Maha Esa
Sejahtera : Menunjukan kondisi kemakmuran, yaitu masyarakat
yang terpenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan keamanan, dengan
kata lain kebutuhan dasar masyarakat telah terpenuhi secara lahir
dan batin secara adil dan merata
2. Misi
Dalam rangka penjabaran Visi Kabupaten Tegal maka disusunlah
misi untuk mewujudkan masyarakat Kabupaten Tegal yang
38

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...

mandiri, unggul, berbudaya, religius dan sejahtera, dengan rincian
sebagai berikut:
1. Mewujudkan birokrasi yang bersih dan responsif terhadap
pemenuhan hak dasar rakyat.
2. Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan
ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada sektor
perdagangan, industri dan pertanian.
3. Mewujudkan kehidupan paseduluran dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama.
4. Mengembangkan seni budaya dan pengetahuan tradisional.
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui
penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat.
Tagline “Cinta Desa, Cinta Rakyat, Cinta Produk Tegal, Cinta
Budaya Tegal” yang diusung Pemerintah Kabupaten tegal, nampaknya
menjadi angin segar bagi Slawi untuk mengembangkan diri menjadi
salah satu wilayah dikabupaten tegal yang sarat akan nilai budaya.
Dalam salah satu diskusi dengan seorang karyawan PT Gunung Slamat
Slawi Tegal, disampaikan bahwa salah satu alasan masyarakat Tegal
terutama Slawi bangga dengan daerahya adalah karena perkembangan
budaya dan terutama produknya yang sudah terkenal se-Nusantara,
(walaupun target pemasaran yang difokuskan pada wilaya Jawa
Tengah saja). salah satu produk yang sering dibicarakan adalah Teh
Poci. Produk ini merupakan salah satu produk unggulan dari PT.
Gunung Slamat untuk memenangkan pasar, namun jauh dari pada itu,
produk ini digunakan sebagi ikon yang nantinya akan berperan besar
dalam city branding Slawi Tersebut. PT Gunung Slamat yang sangat
berkomitmen untuk mengembangkan masyarakat Slawi ini, sudah
bertransformasi dari intdustri Rumahan, menjadi industri yang besar
dengan total karyawan yang mencapai 2.715 karyawan8
Berdiri sejak 1940 di Slawi, Perusahan ini kemudian harus
beradaptasi dengan perkembangan ekonimi Republik Indonesia dan
juga harus selalu menyesuaikan diri dengan iklim investasi yang selalu
mengalami perubahan. namun dengan transformasi yang terjadi sejak
tahun 1940, PT Gunung Slamat tetap konsisten untuk tetap berjuang
mengembangkan produk lokal yang juga berkaitan dengan budaya dan
tradisi masyarakat Slawi yaitu Teh. tradisi masayarakat slawi yang sengat
8

Sumber Data Bulan maret 2017 di PT Gunung Slamat

39

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

gemar untuk mengkonsumsi Teh kemudian dilihat sebagai peluang
secara ekonomi untuk mengembangkan bisnis ini sekaligus menangkap
peluang untuk melestarikan budaya dan tardisi masyarakat Slawi yaitu
Nge-Teh. Tradisi ini lebih dikenal oleh masyarakat Slawi dengan sebutan
Moci. Moci yang artinya menikmati teh dikala senggang, atau dikenal
dengan istilah skrg adalah Nge-teh ini kemudian menjadi salah satu
inspirasi untuk membuat suatu produk teh bernama teh Poci. Inilah
yang kemudian menjadi titik awal City Branding dimulai di Kota Slawi.
Bagi masyarkat Jawa tengah tentunya sudah mengenal produk
Teh Poci ini. segmentasi pasar yang berfokus untu masyarakat jawa
tengah ini kemudian berkembang dengan sangat pesat di Jawa Tengah.
produk ini hadi diberbagai pusat perbelanjaan baik yang modern
maupun tradisional. oleh karena itu produk ini cukup memiliki tempat
dimasyarakat Jawa Tengah.
Kembali ke Slawi, Teh Poci berkembang menjadi ikon Slawi.
Bahkan di beberpa tempat Strategis di Slawi, gampang di temui Iklan
atau pun tugu Teh Poci

Gambar 1 : Tugu Teh Poci di Salah satu ruas jalan di Slawi
Sumber : Dokumentasi Pribadi Richard G. Mayopu

Pada Gambar 1 merupakan salah satu kerja sama PT Gunung Slamat
dengan pemerintah Slawi untuk memperindah dan meningkatkan
fungsi visual dari salah satu ruas jalan di Slawi (pertiga-an).
40

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...

Gambar 2 : Tugu Poci di Slah Satu Taman Kota di Slawi
Sumber : Dokumentasi Pribadi Richard G. Mayopu

Pada Gambar 2 merupakan salah satu tugu poci yang di tempat
pada salah satu taman kota di Slawi. jika pada malam hari, sering
digunakan sebagai tempat berkumpul kaum muda Slawi untuk sekedar
Nongkrong.

Gambar 3 : Tugu Poci yang terdapat di Alun-alun Slawi
Sumber : Dokumentasi Pribadi Richard G. Mayopu

Pada Gambar 3 Merupakan Ikon Slawi. Berada tepat di tengah
kota tepatnya di Alun-alun yang notabenenya selalu menjadi salah satu
lokasi berkumpul, bercengkrama maupun berolahraga bagi masyarakat
41

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

Slawi. Tugu yang tepat berada di jantung kota ini menjadi simbol
yang tidak terbantahkan lagi bahwa branding Slawi yang merupakan
daerah dimana budaya dan tradisi masyarkatnya yang gemar Moci,
dimanfaatkan dengan sangat elegan dalam mengenalkan produk
sekaligus membantuh pemerintah untuk mem-Branding Slawi sebagai
kota Moci-Poci.
Dibawah ini merupakan bagan rangkaian proses yang bisa dirangkum
dalam hasil peneltian ini

Bagan City Branding menggunakan CSR di SLAWI
Sumber : Richard G. Mayopu & Radius Tanone

Pada Bagan diatas diatas, nampak bahwa untuk menjalankan CSR,
perlu diperhatikan Visi dan Misi dari perusahan yang menjalankan
CSR tersebut. namun juga perlu diperhatikan bahwa jika visi dan
misi pemerintah pun harus dilihat dan dipertimbangkan dalam
mengambil kebijakan CSR perusahan. Hal ini menjadi penting karena
dalam beberapa rancangan program, perlu diperhatikan sinergi dan
mulualisme dari kedua belah pihak. Persoalan mendasar yang terjadi
di Indonesia adalah ketika pamerintah daerah ingin mem-branding
suatu daerah, belum menempatkan perusahan atau korporasi sebagai
mitra yang bisa saling menguntungkan satu dengan yang lain, tanpa
mengurangi nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat setempat.
Pemahaman bahwa untuk melakukan City Branding pun sudah
harus bisa di sesuaikan dengan kebutuhan dan konteks pemerintah
daerah dan korporasi. Pemerintah membutuhkan City Branding
42

Richard Mayopu & Radius Tanone , Corporate Social Responsibility...

untuk pencitraan kota sedangkan perusahan butuh CSR karena sudah
diamanatkan dalam regulasi yaitu undang-undang.
Oleh karena itu sinergisitas menjadi mutlak dibutuhkan. Secara
konseptual pun bisa dilihat bahwa yang terjadi di Slawi adalah City
Branding menggunakan CSR. Hal ini menjadi suatu strategi pencitraan
kota yang relativ baru dan belum banyak digunakan oleh daerahdaerah lain. kecenderungan yang terjadi adalah bahwa City Branding
dilakukan dengan cara meningkatkan sektor pariwisata baik wisata
alam, maupun wisata religi. Strategi ini menjadi dominan di Indonesia.
Lihat saja Solo, Yogyakarta, Raja Ampat, Sumba, Lombok dan masih
banyak lagi daerah di Indonesia. oleh karena itu CSR for City Branding
menjadi salah satu alternativ pilihan yang bisa dipetimbangkan.

Kesimpulan
Melihat perkembangan pembangunan daerah di Indonesia yang
sudah mulai beranjak dari daerah tradisional menjadi daerah modern,
menuntut para pembuat kebiajakan maupun para stakeholder yang
ada di Negeri ini untuk mulai memikirkan cara dan strategi-strategi
yang terbarukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini berusaha
untuk memberikan sentuhan yang relativ berbeda yang berkaitan
dengan city branding suatu daerah terutama di Indonesia. Pendekatan
memperkenalkan daerah dengan menonjolkan aspek pariwisata yang
saat ini sedang berkembang di Indonesia bisa digunakan sebagai
senjata untuk pencitraan kota. namun yang menjadi tantangan adalah
bagaimana dengan daerah yang potensi wisatanya sangat minim?
Penelitian ini telah menunjukan bahwa Corporate Social Responsibility
bisa digunakan menjadi salah satu alternativ yang menarik untuk
melakukan pencitraan kota (CSR For City Branding).

43

Manajemen Image Kebhinekaan Indonesia

Datar Pustaka
Agus Salim Harahap, Pengaturan CS di INdonesia LexJurnalica Vol 7
No 3 Agustus 2010 hal 182-190
Ina Primasari, Widodo Muktiyo, Diah Kusumawati, 2014 Vol 1 No CITY
BRANDING SOLO SEBAGAI KOTA WISATA BUDAYA JAWA
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang City branding Solo sebagai kota
wisata budaya Jawa oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota
Solo)
Pawito, 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : Lkis.
Richard G. Mayopu, Pax Humana, Jurnal Humaniora Yayasan Bina
Darma Vol 1, No. 1, januari 2014 Hal : 109
Sabarguna, Boy S. 2005. Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta
: UI-Press.Ardianto,
Elvinaro. 2011. Metodologi Penelitian untuk Public Relations Kualitatif
dan Kuantitatif. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media.
Silih Agung Wasesa, Jim Macnamara, Membangun Pencitraan
Berbiaya Minimal dengan Hasil Maksimal, STRATEGI PUBLIC
RELATIONS, PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan ke lima
2015 Hal 13
Siti Marayama, Jurnal Liquidity Vol 2, No.2, Juli Desember 2013 Hal
189-194
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif kuantitatif dan R&D.
Bandung Alfabeta
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2013. Dasar-dasar Penelitian
Kualitatif, Tatalangkah dan teknik-teknik Teorisasi Data.
Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.

44