Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Pemberdayaan Masyarakat (Studi Pada PT Tirta Investama)

(1)

PENERAPAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(STUDI PADA PT TIRTA INVESTAMA)

T E S I S

OLEH

AMELIA ISMI ADLI

107005029/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PENERAPAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(STUDI PADA PT TIRTA INVESTAMA)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMELIA ISMI ADLI

107005029

/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (STUDI PADA PT.TIRTA INVESTAMA)

Nama Mahasiswa : Amelia Ismi Adli

Nomor Pokok : 107005029

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Bismar Nasution, SH,MH Ketua

)

((Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH Anggota

) (Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum Anggota

)

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

D e k a n

) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 28 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH 2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum 3. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan telah tercantum dalam Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 74 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). TJSL merupakan

affirmative regulation yang menurut argumentasi aliran hukum alam bukan saja menuntut untuk ditaati, tetapi menuntut kerja sama antara pemangku kepentingan. Penelitian ini akan menganalisis apakah pengaturan CSR dalam perundang-undangan di Indonesia telah memberikan kepastian hukum bagi perusahaan dalam melaksanakan kewajiban CSR dan bagaimanakah pelaksanaan kewajiban CSR pada PT. Tirta Investama dan apakah pelaksanaan CSR tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori Jeremy Bentham dan teori keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Bahan utama yang dipakai untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didukung dengan penelitian lapangan

field research. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan Teknik wawancara yang dianalisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian di temukan bahwaPengaturan CSR dalam perundang undangan di Indonesia secara filosofis diatur dalam Pembukaan UUD 1945 dan diderivasikan dalam pasal 33 UUD 1945. Selanjutnya CSR diatur -Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 15 , UU No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara/BUMN pasal 2 ayat (1), dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada pasal 74, dan terahir dalam PP No 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Pengaturan CSR diatas belum sempurna dalam menjawab keraguan Perseroan di Indonesia dalam menerapkan CSR. Selanjutnya ditemukan juga bahwa PT Tirta Investama sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam telah melaksanaan kewajibannya sebagaimana dimaksud Pasal 74. PT Tirta Investama telah menganggarkan 10 milyar rupiah pada tahun 2009 dan meningkat sebesar 12 milyar pada tahun 2010. Laporan Pelaksanaan CSR PT Tirta Investama telah disampaikan dalam Laporan Berkelanjutan tahun 2010 yang menjelaskan kegiatan CSR pada tahun anggaran tersebut. Disarankan Diperlukan adanya pengaturan oleh perundang-undangan tentang pelaksanaan CSR yang harus dilakukan oleh perusahaan bahkan termasuk juga pengaturan tentang besaran dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Perlu himbauan kepada pemerintah dan badan legislatif untuk perubahan terhadap PP nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang memasukan persentase dana CSR di lihat dari keseluruhan anggaran tahunan perusahaan. Selanjutnya Perlu ditingkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam dalam hal kewajibannya melaksanakan CSR di lingkungan perusahaan untuk meningkatkan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan perusahaannya.


(6)

ABSTRACT

Corporate Environmental and Social Responsibility (CSR) is stated in Article 74 on Environmental and Social Responsibility of Law No.40/2007 on Limited

Liability Company. The Environmental and Social Responsibility is affirmative regulation which according to the natural law argumentation, it is not only to be obeyed but also needs the cooperation between the stakeholders. The purpose of this study was to analyze whether the regulations of CSR in the Indonesian legislation has provided legal certainty to the company in implementing CSR obligations, to find out how PT. Tirta Investama implemented its CSR obligation, and to analyze whether the CSR implemented has been in accordance with existing law and legislations.

This normative legal study employed the theory of utilitarism pioneered by Jeremy Bentham and theory of justice developed by John Rawls. The data for this study were secondary data obtained through library research supported with the data obtained from field research through interviews. The data obtained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that the regulation of CSR in legislation in Indonesia is philosophically regulated in the Preamble of 1945 Constitution and

derived in Article 33 of the 1945 Constitution. Then the CSR is regulated in Article 15 of law No. 25/2007 on Capital Investment, Article 2 paragraph (1) of Law

No.19/2003 on State-Owned Enterprise, and Article 74 of law No. 40/2007 on Limited Liability Company, and in the Government Regulation No.47/2012 on Corporate Environmental and Social Responsibility (CSR). The CSR regulation above is not yet perfect to answer the hesitancy of the companies in Indonesia to apply the CSR. It was also found out that PT. Tirta Investama as one of the companies engaged in natural resources has met its obligation as meant by Article 74

by providing a budget of Rp. 10 billions in 2009 and Rp. 12 billions in 2010. The report of the CSR Implementation done by PT. Tirta Investama has been

delivered in the Sustainable Report of 2010 explaining the CSR activities in the budgeting year. It is suggested that it is necessary to have a regulation on the CSR implementation which must be done by the companies including the amount of fund that must be provided and spent by the companies. The government and the legislative body need to be appealed to amend the Government regulation No.47/2012 on Corporate Environmental and Social Responsibility (CSR) which includes the percentage of CSR fund seen from the entire annual budget of the company. In terms of their compliance to meet their obligation to implement the CSR in the vicinity of their companies, the control and supervision on the companies engaged in natural resources needs to be enhanced and tightened to improve their responsibilities for their environment.


(7)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Amelia Ismi Adli, SH

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 29 April 1984

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. STM No. 53 Medan – 20146 Sumut

II. KELUARGA

Nama Ayah : dr. H. Adli Lidya, D.T.M&H

Nama Ibu : Hj. Dastel Mery, SH

Nama Saudara : dr. Ade Imelry Adli (Kakak Kandung)

Adhy Dharma Adli, ST (Abang Kandung)

Nama Anak : Fayyaza Yasmine Athallah

III. PENDIDIKAN

1. SD Kemala Bhayangkari I Medan Lulus Tahun 1996

2. SLTP Negeri 7 Medan Lulus Tahun 1999

3. SMU Negeri 4 Medan Lulus Tahun 2002

4. S1 Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi Lulus Tahun 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ………. vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Keaslian Penulisan ... 17

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 18

1. Kerangka teori ... 18

2. Konsepsi ... 27

G. Metode Penelitian ... 30

BAB II PENGATURAN CSR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN KEPASTIAN HUKUM BAGI PERUSAHAAN DALAM MELAKSANAKAN KEWAJIBAN CSR ……… 35

A. Konsep dan Perkembangan Ketentuan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia ... 35

B. Pengaturan CSR dalam Hukum Positifi ... 50


(9)

BAB III PELAKSANAAN KEWAJIBAN CSR PADA PT. TIRTA INVESTAMA DIKAITKAN DENGAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ……… 82

A. Gambaran umum Perusahaan PT. TIRTA INVESTAMA ... 82

B. Pelaksanaan Kewajiban CSR pada PT. Tirta Investama (Danone Aqua) ... 87

C. Analisis Hukum Kegiatan CSR Danone Aqua ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 115


(10)

ABSTRAK

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan telah tercantum dalam Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 74 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). TJSL merupakan

affirmative regulation yang menurut argumentasi aliran hukum alam bukan saja menuntut untuk ditaati, tetapi menuntut kerja sama antara pemangku kepentingan. Penelitian ini akan menganalisis apakah pengaturan CSR dalam perundang-undangan di Indonesia telah memberikan kepastian hukum bagi perusahaan dalam melaksanakan kewajiban CSR dan bagaimanakah pelaksanaan kewajiban CSR pada PT. Tirta Investama dan apakah pelaksanaan CSR tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori Jeremy Bentham dan teori keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Bahan utama yang dipakai untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didukung dengan penelitian lapangan

field research. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan Teknik wawancara yang dianalisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian di temukan bahwaPengaturan CSR dalam perundang undangan di Indonesia secara filosofis diatur dalam Pembukaan UUD 1945 dan diderivasikan dalam pasal 33 UUD 1945. Selanjutnya CSR diatur -Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 15 , UU No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara/BUMN pasal 2 ayat (1), dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada pasal 74, dan terahir dalam PP No 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Pengaturan CSR diatas belum sempurna dalam menjawab keraguan Perseroan di Indonesia dalam menerapkan CSR. Selanjutnya ditemukan juga bahwa PT Tirta Investama sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam telah melaksanaan kewajibannya sebagaimana dimaksud Pasal 74. PT Tirta Investama telah menganggarkan 10 milyar rupiah pada tahun 2009 dan meningkat sebesar 12 milyar pada tahun 2010. Laporan Pelaksanaan CSR PT Tirta Investama telah disampaikan dalam Laporan Berkelanjutan tahun 2010 yang menjelaskan kegiatan CSR pada tahun anggaran tersebut. Disarankan Diperlukan adanya pengaturan oleh perundang-undangan tentang pelaksanaan CSR yang harus dilakukan oleh perusahaan bahkan termasuk juga pengaturan tentang besaran dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Perlu himbauan kepada pemerintah dan badan legislatif untuk perubahan terhadap PP nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang memasukan persentase dana CSR di lihat dari keseluruhan anggaran tahunan perusahaan. Selanjutnya Perlu ditingkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam dalam hal kewajibannya melaksanakan CSR di lingkungan perusahaan untuk meningkatkan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan perusahaannya.


(11)

ABSTRACT

Corporate Environmental and Social Responsibility (CSR) is stated in Article 74 on Environmental and Social Responsibility of Law No.40/2007 on Limited

Liability Company. The Environmental and Social Responsibility is affirmative regulation which according to the natural law argumentation, it is not only to be obeyed but also needs the cooperation between the stakeholders. The purpose of this study was to analyze whether the regulations of CSR in the Indonesian legislation has provided legal certainty to the company in implementing CSR obligations, to find out how PT. Tirta Investama implemented its CSR obligation, and to analyze whether the CSR implemented has been in accordance with existing law and legislations.

This normative legal study employed the theory of utilitarism pioneered by Jeremy Bentham and theory of justice developed by John Rawls. The data for this study were secondary data obtained through library research supported with the data obtained from field research through interviews. The data obtained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that the regulation of CSR in legislation in Indonesia is philosophically regulated in the Preamble of 1945 Constitution and

derived in Article 33 of the 1945 Constitution. Then the CSR is regulated in Article 15 of law No. 25/2007 on Capital Investment, Article 2 paragraph (1) of Law

No.19/2003 on State-Owned Enterprise, and Article 74 of law No. 40/2007 on Limited Liability Company, and in the Government Regulation No.47/2012 on Corporate Environmental and Social Responsibility (CSR). The CSR regulation above is not yet perfect to answer the hesitancy of the companies in Indonesia to apply the CSR. It was also found out that PT. Tirta Investama as one of the companies engaged in natural resources has met its obligation as meant by Article 74

by providing a budget of Rp. 10 billions in 2009 and Rp. 12 billions in 2010. The report of the CSR Implementation done by PT. Tirta Investama has been

delivered in the Sustainable Report of 2010 explaining the CSR activities in the budgeting year. It is suggested that it is necessary to have a regulation on the CSR implementation which must be done by the companies including the amount of fund that must be provided and spent by the companies. The government and the legislative body need to be appealed to amend the Government regulation No.47/2012 on Corporate Environmental and Social Responsibility (CSR) which includes the percentage of CSR fund seen from the entire annual budget of the company. In terms of their compliance to meet their obligation to implement the CSR in the vicinity of their companies, the control and supervision on the companies engaged in natural resources needs to be enhanced and tightened to improve their responsibilities for their environment.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu tanggung jawab sosial (social corporate responsibility) adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan. Oleh karena itu berkaitan pula dengan moralitas, yaitu sebagai standar bagi individu atau sekelompok mengenai benar dan salah, baik dan buruk. Sebab etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat.1

Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih konfrehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. Paling kurang sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.2

Pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral

1

Bismar Nasution, Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Makalah, Disampaikan pada “Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Perspektif Hak Asasi Manusia”, Diselenggarakan Oleh Komisi Hak Asasi Manusia Riau Pekanbaru Tanggal 23 Februari 2008, Lihat Manuel G. Velasquez,


(13)

perusahaan di sini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat.

Kedua, perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Demikian pula, sampai tingkat tertentu, masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga profesional bagi perusahaan yang sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut. Karena itu, keterlibatan sosial merupakan balas jasa terhadap masyarakat.

Ketiga, dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.

Keempat, dengan keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini pada gilirannya akan membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan tersebut, dan dapat menciptakan iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan menguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial juga akhirnya punya dampak yang positif dan menguntungkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut di tengah masyarakat tersebut.


(14)

CSR pada dasarnya harus lebih ditujuan pada bagaimana seharusnya perusahaan berperilaku terhadap stakeholder mereka seperti antara lain pekerja, konsumen, masyarakat luas bahkan generasi mendatang dibandingkan dengan apa yang disumbangkan perusahaan secara langsung. Dengan kata lain, besar kecilnya

sumbangan bukan masalah utama CSR.3

Corporate Social Responsibility (CSR) secara sederhana dapat diartikan bagaimana sebuah perusahaan mengelola proses usaha yang dijalankan untuk menghasilkan pengaruh positif di masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR)

adalah memberi timbal balik usaha terhadap masyarakat. Menurut Lord Home dan Richard Watts:

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berprilaku secara etis dan berkontribusi kepada pengembangan ekonomi dengan tetap meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluargamereka, begitu juga halnya dngan masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan.4

Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas.5

3

Zulkarnain Sitompul, “Corperate Social Responsibility”, Makalah, Disampaikan pada Semianr tentang Pengalaman Pengalaman Implementasi CRS (Succes Story CSR), diselenggarakan oleh Pascasarjana Universitas Medan Area, Medan, 21 April 2012.

4

Amin Widjaja, Business Ethics & Coprorate Social Responsibility (CSR), (Jakarta: Harvarindo, 2008) hal. 22.


(15)

Dengan demikian, Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antara stakeholders (pihak-pihak lain yang berkepentingan).

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) melibatkan tanggung jawab

kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya komunitas, juga komunitas setempat (lokal). Kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antara stakeholders (pihak-pihak

lain yang berkepentingan). Konsep kedermawanan perusahaan (corporate

philanthropy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan

stakeholders (pihak-pihak lain yang berkepentingan) lainnya.6

Pihak yang harus melaksanakan kewajiban CSR adalah perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan subjek hukum, dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab hukum dan juga mempunyai tanggung jawab moral, di mana tanggung jawab moral ini dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu wajar apabila pelaku bisnis diharapkan agar berperilaku seperti yang ditanamkan dan diharapkan oleh stakeholder.7

6

Bambang Rudito, Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung, Rekayasa Sains, 2007), hal. 207.

7

Soeharto Prawirokusumo, Perilaku Bisnis Modern Tinjauan Pada Etika Bisnis-Tanggung Jawab Sosial, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 4- Tahun 2003, hal. 81.


(16)

Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Sedangkan yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perusahaan yang tidak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, tetapi

kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.8

Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. Bentuk hukum seperti Perseroan Terbatas ini juga dikenal di Negara- negara lain, seperti : di Malaysia yang disebut Sendirian Berhad (SDN BHD), di Singapura disebut Private Limited (Pte Ltd), di Jepang disebut Kabushiki Kaisa, di Inggris disebut Registered Companies, di Belanda disebut Naamloze Vennotschap (NV), dan di Perancis disebut

Societes A Responsabilite Limite (SARL).9

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sendiri sebagaimana diketahui telah tercantum dalam Undang- Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Perusahaan ini lah dituntut selain melakukan kegiatan bisnis agar pula ada operanannya dalam usaha melestarikan lingkungan serta memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar wilayah perseroan. Dengan perkataan lain perusahaan mempunyai kewajiban dalam melakukan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

8


(17)

Pasal 74 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, perusahaan terutama yang bergerak dalam bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak serta berbasis sumber daya alam

berkewajiban untuk melaksanakan Corporate Social Responsibility. Walaupun

sebenarnya CSR bersifat sukarela. Dalam UU PT tersebut definisi CSR lebih menitikberatkan kepada pengembangan komunitas (community development).10

Pasal 74 UU 40 Tahun 2007 “Setiap perusahaan yang melaksanakan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam manusia wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. CSR dapat didefenisikan sebagai tanggung jawab moral

perusahaan terhadap para strategic stakeholdernya, terutama komunitas dan

masyarakat di sekitar wilayah kerjadan operasinya. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah mengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menganggap suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya.

Di tengah masyarakat yang semakin kritis dan peduli terhadap keberlangsungan lingkungan dalam jangka panjang CSR menjadi suatu keharusan bagi perusahaan. Apalagi sebenarnya perusahaan sendiri pun memperoleh manfaat dari CSR ini, yang terutama yaitu mengenai manajemen reputasi perusahaan. CSR

10

A.B. Susanto, A Strategic Management Approach Corporate Social Responsibility, (Jakarta, The Jakarta Consulting Group, 2007), hal. 7.


(18)

yang awalnya hanya sebagai suatu kegiatan filantropik sudah menjadi suatu strategi perusahaan.11

Indonesia memiliki keterbatasan modal dalam negeri dan minim akan penguasaan teknologi dan keterbatasan akses pasar, sehingga penanaman modal asing sangat diperlukan. Penanaman modal asing dapat memperluas potensi negara tuan rumah untuk memproduksi barang setempat guna menggantikan barang impor dan meningkatkan pendapatan pajak, selain itu penanaman modal sebagai sarana pemulihan ekonomi dapat menjadi suatu hubungan ekonomi internasional, penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu Negara, perusahaan dan masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan atau

kepentingannya. Negara penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah

dana, teknologi, dan keahlian bagi kepentingan pembangunan dalam bentuk penanaman modal. Di pihak lain, investor sebagai penanam modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana, pasar, jaminan keamanan, dan kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar keuntungan yang dapat diperoleh.12

11


(19)

Suatu perusahaan menanamkan modalnya di suatu negara mempunyai motif

mencari keuntungan.13 Pihak asing memilih untuk berinvestasi atau melakukan

transaksi ekonomi di negara tertentu apabila di negara tersebut terdapat hukum ekonomi yang menunjang, tidak menghambat atau tidak menimbulkan resiko dan kepastian yang besar terhadap investasi. Para investor akan datang ke suatu Negara apabila dirasakan negara tersebut dalam situasi kondusif dan untuk dapat mewujudkan sistem hukum yang mendukung iklim investasi dibutuhkan aturan yang jelas dari izin usaha sampai dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan penegakan supremasi hukum (rule of law).14

Dari pola perusahaan dalam melaksanakan CSR kepada komunitas. Pola sekedar memberikan donasi sosial atau membentuk kegiatan ekonomi bagi lingkungan di sekitar perusahaan tidaklah cukup. Maka sewajarnya perusahaan meninggalkan program dan kebijakan CSR yang sekedar memberikan layanan sosial yang paternalistis. Layanan paternalistis, walaupun diakui terkadang berguna dalam jangka pendek, pada akhirnya cenderung menimbulkan sikap ketergantungan. Perlu dilakukan pembangunan kapasitas bagi komunitas sehingga diharapkan masyarakat dapat mencari, menciptakan dan memanfaatkan peluang yang ada saat ini dan masa depan, karena pembangunan suatu daerah, bukan hanya menjadi tanggung jawab

13

Pancras J. Nagy, Country Risk, How to Asses, Quantify and Monitor (London: Euronomy Publications, 1979), hal. 54. Lihat Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia Pokok Bahasan

(Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hal. 1. 14


(20)

pemerintah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama, dan CSR terkait dengan peran strategis dari korporasi dalam menunjang pembangunan yang berbasis pada keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, maka perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap keberadaan masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di lingkungan perusahaan akan sangat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kegiatan perusahaan dan eksistensi perusahaan, sebab masyarakat merupakan penyedia tenaga kerja sekaligus sebagai pasar dari hasil produksi perusahaan. Masyarakat yang sejahtera dan memiliki kesetaraan sosial dan ekonomi akan mampu menyediakan tenaga kerja yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi. Pada saat yang sama, kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tersebut akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk-produk yang dipasarkan perusahaan.

Sekarang ini banyak perusahaan besar nasional maupun multinasional di Indonesia tidak hanya semata-mata meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dalam kegiatan bisnis yang mereka lakukan. Manajemen perusahaan menyadari perlunya memberikan kontribusi sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik yang memerlukannya.15 Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ini, kini namanya


(21)

dimana perusahaan selain membayar pajak dari hasil keuntungannya, juga memberi zakat dengan cara melakukan kegiatan CSR terhadap target publik.16

Jika dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu sendiri diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya memiliki tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral kepada banyak orang dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperlihatkan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya tanggungjawab dan

kewajibanmoral para manajer perusahaan tidak hanya tertuju pada shareholders

(pemegang saham) tetapi juga pada stakeholders (pemangku kepentingan) pada

umumnya.17

Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah golden rules, yang mengajarkan agar seseorang atau sustu pihak memeperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka inginkan diperlakukan. Dengan begitu perusahaan yang

16

Ibid.

17


(22)

bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.18

Perusahaan yang melakukan CSR di Indonesia sendiri masih sangat sedikit, dan pemahaman mengenai CSR pun masih belum merata. Mewujudkan CSR memang tidak semudah dalam ucapan. Di Indonesia, konsep ini masih dianggap sebagai hal yang ideal. Hal ini diperkuat oleh penelitian Chambers dan kawan-kawan terhadap pelaksanaan CSR di tujuh Negara Asia, yakni India, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.19

Pengaturan tentang pelaksanaan Corperate Social Responsibility pernah

dilakukan uji materil di Mahkamah Konstitusi. Para pengusaha di Indonesia yang terdiri dari 6 pihak diantaranya Kadin Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda

Dari masing-masing negara diambil 50 perusahaan yang berada pada peringkat atas berdasarkan pendapatan operasional untuk tahun 2002, lalu dikaji implementasi CSR-nya. Hasilnya, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah penetrasi pelaksanaan CSR dan derajat keterlibatan komunitasnya. Namun demikian, berbagai perusahaan di Indonesia berupaya untuk bisa menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. PT. Tirta Investama adalah salah satu perusahaan yang berkantor pusat di Bekasi dan memiliki berkontribusi dalam meningkatkan kualitas masyarakat di lingkungan perusahaannya melalui penerapan Corporate Social Responsibility.

18

Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Seminar Sehari “A Promise of Gold Rating : Sustainable CSR” Tanggal 23 Agustus 2006, lihat www.menlh.go.id. diakses tanggal 23 Mei 2012.


(23)

Indonesia (HIPMI), Ikatan Wanita Pengusaha Muda Indonesia (IWAPI), PT Lili Panma, PT Apac Centra Centertex Tbk, serta PT Kreasi Tiga Pilar mengajukan permohonan uji materi Pasal 74 UU No.40/2007. Para pemohon berpendapat Pasal 74 UU Perseroan Terbatas tersebut bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat 1, 28 I Ayat 2, dan Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945, pada frasa ‘efisiensi berkeadilan’.

Pasalnya, menurut pemohon, hal ini dinilai mengakibatkan ketidakpastian hukum dan membuat dunia usaha atau perseroan Indonesia menjadi tidak efisien, menurunkan daya saing, serta perlakuan diskriminatif, yang pada akhirnya dianggap mengancam hak konstitusi para pemohon seperti yang tercantum pada Pasal 28 D Ayat 1, Pasal 28 I Ayat 2, dan pasal 33 Ayat 4 UUD 1945. Pemberlakuan kewajiban CSR kepada perusahaan yang bergerak di bidang SDA merugikan. Sebab, perusahaan sudah dipungut pajak, sehingga jika masih harus diwajibkan untuk CSR jadinya akan menambah beban. Isi ketentuan Pasal 28 D Ayat 1, Pasal 28 I Ayat 2, dan pasal 33 Ayat 4 UUD 1945 yaitu:

1. Pasal 28D ayat (1):

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”;

2. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945:

Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;

3. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945:

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,


(24)

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Menurut para Pemohon kewajiban ”Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

(Corporate Social Responsibility)” bagi Perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 74 dan Penjelasannya UU PT, akan menambah biaya produksi dan potensial mengurangi daya saing perusahaan. Sehingga tidak dapat menjalankan perusahaan secara optimal.

Hasilnya bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang SDA (Sumber Daya Alam) tetap diwajibkan untuk menganggarkan dana TSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) sesuai amanat UU No.40 Tahun 2007 Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan putusan

Putusan Nomor 53/PUU-VI/200820

20

Pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 53/PUU-VI/2008 dalam perkara permohonan Bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) merupakan kebijakan negara yang menjadi tanggung jawab bersama untuk bekerjasama (to cooperate) antara negara, pelaku bisnis, perusahaan, dan masyarakat.

Bukan sebaliknya untuk mencari lubang-lubang (loopholes) kelemahan terhadap

ketentuan hukum yang kemudian dieksploitasi untuk menghindari ( to evade)

tanggung jawab tersebut. TJSL merupakan affirmative regulation yang menurut

argumentasi aliran hukum alam bukansaja menuntut untuk ditaati, tetapi menuntut kerja sama antara pemangku kepentingan. Walaupun pernah dilakukan uji materil


(25)

terhadap Pasal 74 UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun Mahkamah Konsititusi tetap kukuhkan kewajiban CSR.

CSR juga sebagai salah satu komitmen dari PT. Tirta Investama. PT. Tirta Investama yang didirikan padal tanggal 23 Februari 1973 oleh Tirta Utama yang merupakan perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pertama di Indonesia

dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Nama aqua berasal dari

kata latin yang berarti air. Pada awalnya produk aqua diarahkan untuk masyarakat golongan menengah ke atas, namun seiring perkembangannya, produk ini akhirnya

dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tanggal 24 September 1998, Aqua

Group menggandeng salah satu produsen raksasa AMDK, yaitu Group Danone yang berpusat di Paris. Masuknya Danone ke Aqua Group dilakukan melalui PT. Tirta

Investama yang merupakan holding company Aqua Group.

PT Tirta Investama melakukan kegiatan CSR sejak tahap perencanaan investasi. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan keseriusan itikad baik PT Tirta Investama terhadap masyarakat untuk turut serta melakukan pemberdayaan masyarakat di daerahnya sesuai dengan ketentuan yang diamanahkan oleh perundang-undangan yang berlaku. Tulisan ini mencoba untuk mengamati dan menganalisis pelaksanaan CSR perusahaan tersebut di lingkungan masyarakat dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga akan diperoleh gambaran secara jelas tentang bentuk pelaksanaan pengaturan tentang CSR dalam perusahaan tersebut.

Telah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa program Corporate Social


(26)

efek yang positif bagi masyarakat, tetapi apakah Corporate Social Responsibility

benar-benart dilakukan oleh PT Tirta Investama bagi masyarakat disekitarnya atupun lingkungannya? Atas dasar itulah penulis bermaksud untuk mengetahui apakah kegiatan Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh PT Tirta Investama ini membawa efek langsung terhadap masyarakat disekitarnya atupun lingkungannya. Dari uraian alasan diatas maka penulis mengganggap penting untuk menulis

penelitian yang berjudul “PENERAPAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI

INDONESIA (STUDI PADA PT TIRTA INVESTAMA)”

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pengaturan CSR dalam perundang-undangan di Indonesia telah

memberikan kepastian hukum bagi perusahaan dalam melaksanakan kewajiban CSR?

2. Bagaimanakah pelaksanaan kewajiban CSR pada PT. Tirta Investama dan

apakah pelaksanaan CSR tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?


(27)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan kepastian hukum pengaturan kewajiban

CSR dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan kewajiban CSR pada PT. Tirta Investama dan

menganalisis kesesuaian CSR tersebut dengan peraturan perundang-undangan sehingga dapat disimpulkan kepastian hukum dalam pengaturan CSR dengan melihat pelaksanaan CSR dan peraturan CSR.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perusahan secara khusus di Indonesia

2. Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan masukan bagi

pemerintah atau badan legislatif dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan.

b. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi


(28)

c. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi penting bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial di lingkungan masyarakatnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkunan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia (Studi Pada PT. Tirta Investama)”, belum

pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama. Dengan

demikian penelitan ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan,

sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secaraakademis.

Menurut data yang ada berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil judul penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) telah ada yang meneliti mengenai tanggung jawab sosial yaitu:

1. Siti Zaleha (067003039): “Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. INALUM Divisi PLTA. Siguragura terhadap Pengembangan Sosio Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir”. Penelitian ini membahas permasalahn tentang format dan konsep

CSR yang telah diimplementasikan oleh PT. Inalum (Divisi PLTA), peran


(29)

Pintu Pohan Meranti, dan hubungan CSRterhadap perkembangan pasar lokal di Kecamatan Pintupohan Meranti

2. Edi Syahputra (067005088): “Implementasi Corporate Social Responsibility

(CSR) Terhadap Masyarakat Lingkungan PTPN IV (Studi Pada Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun)”. Penelitian ini membahas permasalahan

tentang pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan BUMN,

implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan PTPN IV

Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun, dan dampak implementasi

Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun

Berdasarkan uraian pembahasan atas penelitian tersebut di atas, jelas bahwa permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut di atas.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum

serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semulatampak tersebar dan


(30)

bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.21

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal – hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya. 26

Di dalam penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.22

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia

setujui ataupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi

pembaca.23

Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill.

21

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253 22


(31)

Jeremy Bentham dalam karya tulisannya An Introduction to Principles of Moralsand Legislation.24

Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu.25Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos =

tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan

dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak

menghasilkanapa-apa menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.26

Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan

mempertimbagkan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (The

greatest good for the greatest number) artinya bahwa hal yang benar didefenisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilis berarti

IKA

24

Ian Saphiro, Asas dan Moral dalam Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006), hal. 13. Jeremy Bentham (1748-1832) karyanya Introduction to the Principles of Morals and Legislation, pertama kali diterbitkan pada tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus classicus) tradisi

utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata latin utilitis yang berarti .manfaat.. Dictum Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

25

Ibid, hal. 14. 26


(32)

manfaat) sering disebut juga aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.27

Menurut utilitarisme suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar (the greatest good for the greatest number), dengan perkataan lain kalau memaksimalkan manfaat.28

Hal itu dapat dipahami dari bila perusahaan melakukan kegiatan bisnis demi mencari keuntungan dan juga ikut memikirkan kebaikan, kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat dengan ikut melakukan berbagai kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat. Kegiatan sosial tersebut sangat beragam, misalnya menyumbangkan dan untuk membangun rumah ibadah, membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat, seperti listrik, air, jalan, tempat rekreasi, melakukan penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran atau ikut membersihkan sungai dari polusi, melakukan pelatihan cuma-cuma bagi pemuda yang tinggal di sekitar perusahaan, memberi beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu ekonominya, dan seterusnya.29

Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar artinya paling memajukan

27

Erni R. Ernawan, Op. Cit., hal. 93 28


(33)

kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.30

Teori hukum yang berasal dari Jeremy Bentham yang menerapkan salah satu prinsip dari aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum, yaitu: manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk undang-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut di atas, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greates happiness for the greatest number).31

Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan egoistis. Dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup misalnya Jadi yang diutamakan dalam teori Jeremy Bentham adalah mewujudkan kebahagian yang sebesar-besarnya.

30

K. Bertens, Loc.cit. 31

Lili Rasjidi, Ira Tania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 61.


(34)

merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu menurut utilitarisme upaya pembangunan

berkelanjutan (Suistanable Development) menjadi tanggung jawab moral individu

atau perusahaan.32

Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan

pemikiran ekonomis. Misalnya teori ini cukup dekat dengan Cost-benefit analysis

(Analisis biaya manfaat) yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Keputusan diambil pada manfaat terbesar

dibanding biayanya. Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa bisa

mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil.33

Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini dalam bukunya utilitarianism yangditerbitkan pada tahun 1861 John

Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran

32


(35)

aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi kebahagiaan yang mengijinkan kesenangan heterogen dalam berbagai bidang kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan utilitarianisme eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu kebahagiaan.34

Menurut John Stuart Mill, sumber dari kesadaran keadilan itu bukan terletak pada kegunaan, melainkan pada rangsangan untuk mempertahankan diri dan

perasaan simpati:

35

”Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual , melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat dari keadilan, dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia”.

Selain teori utilitarianisme tesis ini juga menggunakan teori keadilan. Teori

ini dikemukakan oleh John Rawls. Di dalam bukunya yang berjudul A Theory of

Justice, beliau menyaratkan dua prinsip keadilan sosial yang sangat mempengaruhi pemikiran abad ke-20 yaitu prinsip- prinsip sebagai berikut:36

34

Ibid.

35

Ibid., hal. 61. 36

John Rawls, A Theory of Justice, (London: Harvard University Press, 1971), hal. 23-24 Lihat K. Bertens, Op. Cit., hal. 295


(36)

1. Paling utama adalah prinsip kebebasan yang sama (equal liberty) yakni setiap

orang memiliki hak atas kebebasan individual (Liberty) yang sama dengan

hakorang lainnya.

2. Prinsip kesempatan yang sama (equal oppurtunity). Dalam hal ini,

ketidakadilan ekonomi dalam masyarakat harus diatur untuk melindungi pihak yang tidak beruntung dengan jalan memberi kesempatan yang sama bagi semua orang dengan persyaratan yang adil.

Selain teori keadilan menurut yang diungkapkan oleh John Rawls. Teori keadilan lain diungkapkan oleh W. Friedman. Menurt W. Friedman suatu Undang-Undang atau peraturan menurut W. Friedman haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi itu, kalau tidak ada kedudukan sosial, kemajuan dalam hidup dicapai bukan hanya atas dasar reputasi melainkan karena kapasitas, kelas-kelas dalam masyarakat bukan faktor yang menentukan sosial saja.37

Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu apa saja yang menjadi kebutuhan mereka. Dengan kata lain dunia bisnis harus

seimbang dengan kehidupan lingkungan yang bermutu. CSR adalah tanggung jawab

perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara

tanggung jawab sosial perusahaan yang dimaksudkan adalah kegiatan-kegiatan yang

37


(37)

dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.38

Untuk mendukung teori utilitas dan keadilan di atas, maka penelitian ini juga menggunakan konsep stakeholder theory sebagai pisau analisis. Perusahaan tidak

hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik (shareholders), tetapi

bergeser menjadi lebih luas, yaitu sampai pada ranah sosial kemasyarakatan (stakeholders). Berdasarkan asumsi dasar dari teori stakeholder, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Adapun citra (image) negatif yang akan terbentuk jika perusahaan tidak memerhatikan stakeholders-nya.

Setelah melakukan segala proses manajemen Public Relations untuk aktivitas

program CSR, maka akan terjadi feedback (tanggapan balik) dari publik yang

bersangkutan dengan program CSR yang dilaksanakan. Tanggapan balik yang diberikan oleh publik akan membentuk citra perusahaan (corporate image). Image

Konsep CSR sudah mulai dikenal dan dipraktekkan di

Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannyayang paling klasik, CSR dapat

dipersepsikan sebagai suatu ideologi yang bersifat amal (charity) dari pihak

pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan tersebut.

Ada juga sebagian besar yang mengidentikkan CSR dengan Community Development

(CD). CSR berbeda dengan CD dari segi historiskeberadaan diantara keduanya.

38

O. P. Simorangkir, Etika: Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta: Rineka Cipta, September 2003), hal. 55.


(38)

positif dari para pemangku kepentingan (stakeholders) dapat dirasakan, serta

membantu dalam pembangunan berkelanjutan.39

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangakalan pendapat; Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.40 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.41

Dalam penelitian hukum kerangka konsepsional diperoleh dari peraturan perundang-undangan atau melalui usaha untuk membentuk pengertian-pengertian hukum. Apabila kerangka konsepsional tersebut diambil dari peraturan perundang-undangan tertentu maka biasanya kerangka konsepsional tersebut sekaligus merumuskan defenisi-defenisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.42

Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.43

39

Ibid

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali masih

40

Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPs USU), hal. 35.

41

Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), hal. 3.

42


(39)

bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.44

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

1. Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.45

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan/ Corporate Social Responsibility

(CSR) adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat,

maupun masyarakat pada umumnya.46

44

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1988), hal. 133.

45

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1huruf a. 46


(40)

3. Community development (CD) adalah suatu cara untuk memperkuat warga masyarakat untuk mendidik mereka melalui pengalaman yang terarah agar mampu melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan sendiri untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka sendiri pula.

4. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup

bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempuyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di

dalam kelompok atau kumpulan manusia tersebut.47

5. Pemangku kepentingan (stakeholder) adalah segenap pihak yang terkait

dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya.

Masyarakat dalam penelitian ini diartikan sebagai masyarakat yang berada di sekitar tempat kedudukan atau lokasi usaha PT. Tirta Investama.

48

6. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan

kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya

47

Paul B. Horton dan C. Hunt dalam Ridwan Effendy dan Elly Malihah, Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan Teknologi, (Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek, 2007), hal. 46.


(41)

alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Spesifikasi Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif.49 Penelitian hukum normatif yaitu difokuskan untuk mengkaji penerapan

kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Penelitian ini bersifat yuridis-normatif. Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau badan hukum yang lain.50

Bahan utama yang dipakai untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,51

49

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Banyumedia, 2007), hal. 295.

bahan

50

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 13. 51

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 142, bahan hukum primer yang berupa perundang-undangan, yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar karena semua peraturan dibawahnya baik isi maupun jiwanya tidak boleh bertentangan dengan UUD tersebut.


(42)

hukum sekunder,52 dan bahan hukum tersier.53

Bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang terkait, yaitu:

Ketiga bahan hukum ini merupakan data sekunder.

a. Bahan hukum primer, yakni dokumen peraturan yang mengikat dan

ditetapkan oleh pihak yang berwenang,54 Bahan hukum primer merupakan

bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mmpunyai otoritas55

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil-hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, dan sebagainya.

yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

c. Bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam

mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum.

52

Ibid., bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.

53

Ibid.,hal. 143. Disamping sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, peneliti hukum juga dapat menggunakan bahan-bahan non-hukum apabila dipandang perlu.

54

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.


(43)

Penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan field research untuk

memperoleh data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat

berupa pendapat dari informan, laporan-laporan perusahaan, dan lain-lain yang

relevan dengan objek telaah penelitian ini.56 Oleh karena itu, penelitian ini juga

didukung dengan data wawancara dengan pihak-pihak terkait mengenai penerapan

corporate social responsibility terhadap pemberdayaan masyarakat di lingkungan PT. Tirta Investama.

2. Teknik dan alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data digunakan teknik-teknik pengumpula data sebagai

berikut:

a. Studi kepustakaan, dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen

untuk mengumpulkan bahan hukum primer yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan, dan bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum.

56

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982) hal. 24.


(44)

b. Teknik wawancara, dilakukan secara terarah dan mendalam tentang aspek hukum tanggung jawab penerapan corporate social responsibility terhadap pemberdayaan masyarakat di lingkungan PT. Tirta Investama.

Wawancara dilakukan dengan mewancarai :

1)dr. Kustiwan selaku pejabat koordinator CSR di PT Tirta Investama.

2)Ir. Agung Widodo, M.MT selaku manajer support engineering di PT.

Tirta Investama.

3. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan dirasa telah cukup lengkap, maka tahap selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif, dimana setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan, penganalisisan dan pengkonstruksian data secara menyeluruh, sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data

diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara deskriptif.57

Analisis secara deskriftif ini, ditujukan untuk mendiskripsikan secara utuh dan menyeluruh dengan dukungan data yang akurat tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah CSR di Indonesia dan mendiskripsikan

sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan, diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.


(45)

pelaksanaan kewajiban CSR oleh PT. Tirta Investama terhadap pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.58 Data yang

diperoleh dari hasil penelitian ini dikumpulkan dan kemudian diedit dengan mengelompokan, menyusun secara sistematis, dan analisis secara kualitatif selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif ke induktif.59

58

Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2002), hal. 103. 59

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 114-115.


(46)

BAB II

PENGATURAN CSR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN KEPASTIAN HUKUM BAGI PERUSAHAAN

DALAM MELAKSANAKAN KEWAJIBAN CSR

A. Konsep dan Perkembangan Ketentuan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia

Saat ini Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi sebuah isu

global. Tetapi walaupun telah menjadi sebuah isu global, sampai saat ini belum ada definisi tunggal dari Corporate Social Responsibility (CSR) yang diterima secara global. Secara etimologis Corporate Social Responsibility (CSR )dapat diartikan sebagai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Korporasi.60

Pada dasarnya, CSR merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders), dan juga tanggung jawab perusahaan terhadap

para pemegang saham (shareholders). Sebenarnya hingga pada saat ini mengenai

pengertian CSR masih beraneka ragam dan memiliki perbedaan defenisi antara satu dengan yang lainnya. Secara global bahwa CSR adalah suatu komitmen perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, dimana ada argumentasi


(47)

bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau

deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

CSR dalam sejarah modern di kenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan sebuah buku yang berjudul Social Resposibilities of The Businessman pada era 1950-1960 di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Bahkan dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus di kembangkan oleh berbagai ahli sosialogi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron Laws of Responsibility.61

Defenisi CSR menurut Edi Suharto, adalah

“kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit)

bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet)

secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan

profesional”.62

Defenisi CSR menurut Ismail Solihin, adalah

“salah satu dari bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pemangku kepentingan (stakeholders)”.63

Suhandari M. Putri mengenai CSR menyatakan adalah,

”Komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung

61

Hendrik Budi Untung, Op. Cit., hal. 37. 62

Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat CSR, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), hal. 105.

63

Ismail Solihin, Corporate Social Responsibility From Charity to Sustainability, (Jakarta: PT. Riau Andalan Pulp and Paper, 2008), hal. 2.


(48)

jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan”.64

Reza Rahman memberikan 3 (tiga) defenisi CSR sebagai berikut:65

1. Melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut dalam peraturan perundang-undangan;

2. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan

berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas; dan

3. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi

berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan

tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara

keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup;

Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bsinis dan stakeholders

baik secara eksternal maupun secara internal.66

Sistem perekonomian negara Indonesia berasaskan kekeluargaan dan berdasarkan demokrasi ekonomi, serta pelaksanaan pengaturan CSR sebenarnya tidak terlepas dari makna pancasila itu sendiri yang merupakan landasan filosofi. Dalam konstitusi , prinsip CSR ini berkaitan dengan maksud dan tujuan bangsa dan bernegara sebagaimana yang termaktub dalam preambul UUD 1945 yang

64

Suhandari M. Putri., Op. Cit., hal. 1. 65


(49)

menegaskan bahwa, ”...Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...”.

Selain dalam pembukaan UUD 1945 juga terdapat dalam Pasal 33 Ayat (1) dan (4) yaitu, Ayat (1) disebutkan, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asa kekeluargaan”, dalam Ayat (4) disebutkan, ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Oleh karena itu sifat CSR yang ada di Indonesia yang pada mulanya bersifat sukarela menjadi wajib bagi perusahaan-perusahaan untuk menjalankan program CSR. Dan tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak melaksanakan prinsip CSR dalam aktivitas usahanya. Sehingga agar kewajiban ini bersifat imperatif maka harus disertai dengan adanya regulasi sehingga muncullah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang memasukkan klausul CSR dalam Pasal 74 UUPT tersebut.

Selama ini pelaksanaan aturan CSR dibarengi oleh undang-undang yang lain yang diharapkan mendukung pelaksanaan CSR di Indonesia, seperti UUPLH, UU Penanaman Modal, UU Ketenagakerjaan, dan Peraturan Pemerintah terkait BUMN. Dengan adanya aturan yang lebih khusus membahas CSR memang harus dibarengi


(50)

oleh sanksi apa yang akan diterapkan dalam pelaksanaan CSR. Kalau dalam UU selain UUPT sudah diatur sanksinya tapi masih bersifat umum.

Selain itu pengaturan yang ada di Indonesia masih bersifat khusus yaitu hanya perusahaan yang bergerak dalam bidang Sumber Daya Alam yang wajib terkena CSR sehingga perusahaan-perusahaan lain tidak wajib melakukan CSR. Dalam hal ini akan berkaitan dengan pelaporan tahunan perusahaan, bursa efek Indonesia bukan lembaga yang secara khusus memeriksa laporan CSR, akan tetapi peranan bursa efek Indonesia lebih karena adanya kewajiban keterbukaan di pasar modal, sehingga belum ada penekanan yang jelas terkait seberapa pentingnya laporan tahunan perusahaan yang melaporkan kegiatan CSR mereka. Bahkan belum ada sebuah kesadaran bagi perusahaan akan pentingnya laporan CSR.

Pada dasarnya pembentukan pengaturan terkait CSR juga tidak terlepas dari adanya teori stakeholders dan teori legitimasi. Dalam hal ini adanya pengaturan CSR dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tidak terlepas peran dari pemerintah mencoba untuk mempertimbangkan kondisi

stakeholders yang berada di sekitar perusahaanperusahaan besar yang terdapat di Indonesia. Selain itu tidak mengherankan jika saat ini masyarakat resah, bahkan ketakutan akan dampak dan implikasi langsung yang ditimbulkan terhadap aktivitas perusahaan yang melakukan eksplorasi sumber daya alam. Memang pengaturan CSR di Indonesia lebih dikhususkan pada perusahaan sumber daya alam, seperti PT Freeport, PT. Exxon Mobil, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan perusahaan SDA


(51)

Hal tersebut juga dapat menimbulkan berbagai konsekuensi logis bagi masyarakat sekitarnya. Diantaranya adalah berubahnya struktur dan tatanan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, kondisi fisik dan kerusakan lingkungan, serta beban psikologis dan trauma masyarakat sekitar.

Atas dasar kekhawatiran dari masyarakat sekitar peruasahaan-perusahaan SDA tersebut yang membuat pemerintah untuk menggoalkan aturan terkait CSR di dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sehingga dengan itu teori stakeholder yang mengartikan bahwa perusahaan akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan kepada stakeholder khususnya masyarakat sekitar agar perusahaan tersebut mampu untuk bertahan dalam usahanya. Pada saat ini kegiatan bisnis perusahaan eksplorasi pertambangan dituntut untuk mengerjakan lebih dari sekedar meghasilkan keuntungan atau laba perusahaan. Sebagai wujud tanggungjawab sosial perusahaan eksplorasi pertambangan haruslah memberikan manfaat pada masyarakat yang ada di lingkungan perusahaan.

Fakta menunjukkan bahwa banyak sekali perusahaan yang hanya melakukan kegiatan operasional tetapi kurang sekali memberikan perhatian terhadap kepentingan sosial dan ekonomi masyarakat disekitarnya, seperti lumpur Lapindo di Porong, lalu konflik masyarakat Papua dengan PT. Freeport Indonesia, konflik masyarakat Aceh dengan Exxon Mobile yang mengelola gas bumi di Arun, pencemaran lingkungan oleh Newmont di Teluk Buyat, dan sebagainya.67

67

Isya W., dan Busyra A., Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan, dan Implementasi, (Malang: In-TRANS Institut, 2008), hal. 187.


(52)

Dalam pelaksanaan CSR sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu68:

a. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara

langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager

atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.

b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan

yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan), Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund.

c. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui

kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/LSM), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial/Ornop yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos); universitas (UI, ITB, IPB); media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar).

d. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut

mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

Corporate social responsibility (CSR) menjadi tuntutan yang tak terelakkan seiring dengan bermunculannya tuntutan komunitas terhadap perusahaan. Perusahaan


(53)

sadar bahwa keberhasilannya dalam mencapai tujuannya bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal saja melainkan juga faktor komunitas yang berada disekelilingnya. Ini artinya, telah terjadi pergeseran antara perusahaan dengan komunitas. Perusahaan yang semula memposisikan diri sebagi pemberi donasi melalui kegiatan charity dan philanthropy, kini memposisikan komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan sebuah perusahaan. Defenisi CSR sendiri begitu beragam, tergantung visi dan misi perusahaan yang disesuaikan dengan kebutuhan, tujuan, keinginan dan kepentingan dari komunitas. Defenisi CSR telah dikemukan oleh beberapa pakar diantaranya adalah defenisi yang dikemukakan oleh Maignan & Ferrel yang mendefenisikan CSR sebagai .A bussiness acts in socially responsible manner when its desicion and action account for and balance diversestakeholder interest.69Defenisi ini menekankan perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku secara sosial bertanggung jawab. Sedangkan Komisi Eropa memberikan defenisi secara praktis, adalah bagaimana perusahaan secara sukarela memberikan kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih.70

69

A.B Susanto , Op. Cit., hal. 10 70


(1)

B. Saran

1. Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan hanya membahas secara sempit mengenai CSR. Diperlukan adanya pengaturan oleh perundang-undangan tentang pelaksanaan CSR yang harus dilakukan oleh perusahaan bahkan termasuk juga pengaturan tentang besaran dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, sebab selama ini perundang-undangan hanya mengatur secara garis besar tentang kewajiban perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam untuk melaksanakan CSR tanpa mengatur tentang bentuk-bentuk pelaksanaan CSR dan besaran dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Oleh karena itu perlu himbauan kepada pemerintah atau badan legislatif untuk perubahan terhadap PP nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang memasukan persentase dana CSR di lihat dari keseluruhan anggaran tahunan perusahaan.

2. Perlu ditingkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam dalam hal kewajibannya melaksanakan CSR di lingkungan perusahaan untuk meningkatkan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan perusahaannya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A, Busyra, dan Isya W, Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan, dan Implementasi, Malang: In-TRANS Institut, 2008.

Buku

Abidin, Hamid, dan Saidi Zaim, Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia, Jakarta: Piramida, 2004.

Ardianto, Elvinardo dan Machfudz, Dindin M, Efek Kedermawanan Pebisnis dan CSR, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011.

Bertens, K, Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya: 21), Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Effendy, Ridwan dan Malihah, Elly, Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan Teknologi, Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek, 2007.

Erni R. Ernawan, Business Ethics: Etika Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta, 2007.

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Friedman, W, Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kritis atas Teori-Teori, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.

Gunawan, Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000.

Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Banyumedia, 2007.

J. Nagy, Pancras, Country Risk, How to Asses, Quantify and Monitor, London: Euronomy Publications, 1979.


(3)

Lee, Nancy dan Philip Kotler, Corporate Social Responsibility: Doing the Most

Good for Your Company and Your Cause, New Jersey: John Wiley and Sons,

Inc, 2005.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Mamudji, Sri dan Soerjono Soekanto dan, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995.

Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2009.

Mertokusumo, Soedikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988.

Meleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2002.

M. Machfudz, dan Elvinardo Ardianto Dindin Efek Kedermawanan Pebisnis dan CSR, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011.

Pratama, Yeremia Ardi, dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas

Risiko hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Jakarta: Forum Sahabat,

2008.

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000. Rahardjo, Handri, Hukum Perusahaan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.

Rahman, Reza, Corporate Social Responsibility Antara Teori dan Kenyataan,

Yogyakarta: Media Pressindo, 2009.

Rajagukguk, Erman , Hukum Investasi di Indonesia Pokok Bahasan, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006.

Rakhmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Malang: Banyumedia Publishing, 2004.

Rawls, John A Theory of Justice, London: Harvard University Press, 1971.

Rudito, Bambang, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Bandung: Rekayasa Sains, 2007.


(4)

Saphiro, Ian, Asas dan Moral dalam Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.

Solihin, Ismail, Corporate Social Responsibility From Charity to Sustainability, , Jakarta: PT. Riau Andalan Pulp and Paper, 2008.

Soemitro, Ronny H, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Ghalia, 1982 Simorangkir, O. P., Etika: Bisnis, Jabatan dan Perbankan, Jakarta: Rineka Cipta,

2003.

Suryabrata, Samadi, Metodelogi Penelitian, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998. Susanto, A.B, A Strategic Management Approach Corporate Social Responsibility,

Jakarta, The Jakarta Consulting Group, 2007.

Syamsudin, M, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat CSR, Bandung: CV. Alfabeta, 2009.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2001.

Tjager, I Nyoman, et al, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta: PT Pretalindo, 2000.

Untung, Hendrik Budi, Corporate Social Responsibility, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Velazquez, Manuel G, Etika Bisnis: Konsep dan Kasus (Edisi Ke-5), Yogyakarta:

Penerbit Andi, 2005.

Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

Wibisono, Yusuf, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik: Fascho Publishing, 2007.

Widjaja, Amin, Business Ethics & Coprorate Social Responsibility (CSR), Jakarta: Harvarindo, 2008.


(5)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usahan Milik Negara Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup

Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008, Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, terhadap UUD 1945. Tanggal 15 April 2009.”Pertimbangan

Mahkamah mengenai konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas”.

Bismar Nasution, “Aspek Hukum tanggung jawab perusahaan”, makalah

disampaikan pada “Semiloka peran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat local wilayah operasional perusahaan perspektif hak asasi manusia”, diselenggarakan oleh komisi hak asasi manusia riau pekanbaru tanggal 23 Februari 2008.

Makalah dan Jurnal

Soeharto Prawirokusumo, Perilaku Bisnis Modern Tinjauan Pada Etika Bisnis-Tanggung Jawab Sosial, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 4 Tahun 2003.

Zulkarnain Sitompul, “Corperate Social Responsibility”, Makalah, disampaikan pada Seminar tentang Pengalaman Pengalaman Implementasi CRS (Succes Story CSR), diselenggarakan oleh Pascasarjana Universitas Medan Area, Medan, 21 April 2012.


(6)

“CSR, Kegiatan Sukarela yang Wajib Diatur”, dimuat dalam www.hukumonline.com, pada tangaal 1 Maret 2008, diakses pada 7 Maret 2012.

Internet

CSR Aqua”, http://andriafro.blogspot.com/2012_01_01_archive.html. Diakses tanggal 23 April 2012.

“CSR Aqua”, http://andriafro.blogspot.com/2012_01_01_archive.html. Diakses tanggal 23 April 2012.

Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis

HAM“, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di

Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan.

Mas Achmad Daniri, “Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan., http//www.governanceindonesia.com/component/option.com_remostory/func. file/id.50/lang.en/. Diakses tanggal 7 Maret 2012.

Pemangku Kepentingan, http://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan. Diakses tanggal 7 Maret 2012.