BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Partisipasi Belajar a. Pengertian Partisipasi Belajar - UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DIBANTU DENGAN PERMAINAN “ULAR TANGGA BERBASIS SURAT R

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Partisipasi Belajar a. Pengertian Partisipasi Belajar Proses pembelajaran dengan melibatkan siswa dapat berdampak

  baik bagi siswa itu sendiri. Keterlibatan siswa dapat menjadi lebih bermakna manakala guru sebagai fasilitator di kelas mampu mengemas pembelajaran menjadi lebih menarik. Rusman (2013: 323) menyatakan bahwa partisipasi belajar yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran (child, center/student, center) bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pelajaran (teacher center). Pembelajaran akan lebih bermakna bila siswa diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kegiatan pembelajaran, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan mediator sehingga siswa mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan di luar kelas.

  Partisipasi belajar juga menekankan pada komunikasi yang baik antara guru dan siswa, atau siswa dengan siswa. Keduanya akan terlibat manakala guru mampu membuat suasana pembelajaran di kelas dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa. Sardiman (2016: 7) menyatakan

  8 bahwa komunikasi yang berpangkal pada perkataan communicate berarti berpartisipasi, memberitahukan, dan menjadi milik bersama.

  Dengan demikian, secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah mengandung pengertian-pengertian memberitahukan (dan menyebarkan) berita, pengetahuan, pikiran-pikiran, nilai-nilai dengan maksud untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama. Jelaslah tujuan dari komunikasi dan interaksi, sebenarnya untuk mencapai persetujuan mengenai sesuatu pokok ataupun masalah yang merupakan kepentingan bersama.

  Komunikasi dan interaksi yang diciptakan guru untuk melibatkan siswa saat aktivitas pembelajaran sangat penting. Hal itu penting, karena hubungan antara guru dan siswa merupakan salah satu upaya menciptakan suasana belajar yang aktif. Suryosubroto (2009: 147) menyatakan bahwa interaksi edukatif adalah hubungan timbal balik antara guru (pendidik) dan peserta didik (murid), dalam suatu sistem pengajaran. Interaksi edukatif merupakan faktor penting dalam usaha mencapai terwujudnya situasi belajar dan mengajar yang baik dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran sehingga tujuan proses mengajar dan belajar yang baik dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran memerlukan usaha terciptanya interaksi yang baik pula antara guru (pendidik) yang mengajar dan peserta didik (murid) yang belajar.

  Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa partisipasi belajar adalah pembelajaran yang melibatkan siswa di kelas dengan memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai aktifitas belajar yang mengandung pengertian-pengertian, memberitahukan berita, pengetahuan, pikiran-pikiran, nilai-nilai untuk menggugah partisipasi belajar siswa. Dalam pembelajaran yang menuntut partisipasi siswa, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator agar dalam proses pembelajaran siswa mampu berperan seutuhnya dalam mengembangkan kemampuan yang ia miliki. Pembelajaran yang melibatkan siswa merupakan faktor penting demi terwujudnya situasi dan kondisi belajar yang baik, sehingga tujuan akhir dalam pembelajaran akan berhasil. Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik pula antara guru dengan siswa untuk menciptakan suasana belajar yang mendukung dalam proses pembelajaran di kelas.

b. Indikator Partisipasi Belajar

  Partisipasi belajar sangat penting yaitu untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Sudjana (Taniredja, 2010: 97) mengemukakan bahwa partisipasi yang perlu diamati dalam membuat pedoman aktivitas siswa yaitu:

  1) Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah. 2) Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang 1ain. 3) Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. 4) Motivasi dalam mengerjakan tugas. 5) Toleransi dan mau menerima pendapat orang lain 6) Mempunyai tanggung jawab sebagai anggota kelompok

  Partisipasi belajar merupakan salah satu kegiatan aktif dalam pembelajaran yang dilakukan bersama-sama baik dengan guru dengan siswa maupun antar siswa. Keduanya secara aktif ikut terlibat dalam proses pembelajaran, dimana dalam partisipasi belajar siswa lebih dominan dari guru. Di samping itu, peran guru hanya sebagai fasilitator dan membantu siswa agar tujuan dari pembelajaran tercapai.

  Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang siswa harus berani mengemukakan pendapat, memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain, serta bersedia menerima pendapat dari orang lain. Partisipasi yang ditunjukkan siswa melalui indikator tersebut mendorong siswa untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam tugas yang diberikan guru serta sebagai anggota kelompok.

2. Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar

  Perubahan pola berpikir, dan perubahan tingkah laku pada siswa merupakan kegiatan dari belajar. Sardiman (2016: 21) menyatakan bahwa belajar adalah berubah. Dalam hal ini, yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelaslah menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  Belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

  Sudjana dalam Ruhimat (2013:127) menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.

  Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses interaksi untuk mewujudkan suatu usaha mengubah tingkah laku individu dalam belajar. Belajar juga berdampak pada perubahan individu yang belajar melalui berbagai macam pengalaman di sekitarnya dengan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Dalam hal ini, belajar tidak hanya mentransfer pengetahuan saja, akan tetapi belajar juga merambah dalam berbagai bentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Belajar menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang dan belajar sangatlah penting bagi siapapun yang ingin belajar, karena dengan belajar tidak hanya menambah pengetahuan saja, akan tetapi dengan belajar juga akan mengasah kemampuan kita yang lain.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

  Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan didalamnya terdapat berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam belajar. Slameto (2010: 54) mengemukakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu faktor yang timbul dari dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern yaitu faktor yang ada di luar individu.

  Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor intern terdiri dari tiga yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah terdiri faktor kesehatan, dan cacat tubuh. Faktor psikologis terdiri dari inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. Faktor kelelahan terdiri dari kelelahan jasmani dan kelelahan rohani, sedangkan faktor- faktor ekstern terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga.

  Kemudian faktor sekolah terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah, sedangkan faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat

  Faktor-faktor tersebut mempengaruhi aktivitas siswa dalam belajar. Jika faktor tersebut timbul pada siswa, maka faktor tersebut dapat mengganggu siswa dalam belajar dan sangat berpengaruh terhadap apa yang akan siswa peroleh. Untuk menghindarkan faktor- faktor tersebut pada siswa maka diperlukan perhatian khusus baik dari orang tua, guru, maupun lingkungan masyarakat agar belajar siswa menjadi lebih maksimal c.

   Pengertian Prestasi Belajar

  Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap siswa yang meliputi faktor kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan.

  Prestasi belajar yaitu hasil belajar yang diperoleh siswa selama ia mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dan dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, angka atau kalimat.

  Prestasi belajar yang diperoleh siswa didapatkan saat ia mengikuti proses kegiatan mengajar selama satu semester dan hasil yang di peroleh menunjukkan perubahan hasil belajar siswa, tingkah laku serta pengetahuannya. Hamdani (2010: 138) mengemukakan makna kata dan belajar. Prestasi pada dasarnya hasil yang diperoleh dari

  prestasi

  suatu aktivitas. Adapun belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu yaitu perubahan tingkah laku. Dengan demikian prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang rnengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dan belajar. Mulyasa (2013:189) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar sedangkan belajar pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan prestasi belajar berupa perubahan- perubahan perilaku yang oleh Bloom dan kawan-kawan dikelompokkan ke dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.

  Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang ketika ia mengikuti kegiatan belajar dan memperoleh hasil yang baik melalui serangkaian aktivitas belajar untuk membentuk perubahan-perubahan dalam diri individu baik dari ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Prestasi belajar itu sendiri merupakan hasil usaha dari peserta didik selama ia mengikuti proses kegiatan belajar di kelas di mana prestasi belajar itu di dapatkan dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar yang baik sangat berpengaruh pada peserta didik untuk mendorong motivasi belajar siswa agar kelak dalam belajar ia mampu meningkatkan hasil belajar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cronbach (Zainal Arifin, 2013:13) bahwa: "Kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya, antara lain sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum dan untuk menentukan kebijakan sekolah".

  Kegunaan prestasi belajar juga mempermudah guru dalam melihat hasil yang dicapai oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

  Hasil belajar yang diperoleh nantinya akan di evaluasi oleh guru untuk dikaji dan dianalisis lebih dalam lagi. Disamping itu prestasi belajar juga dapat mengukur tingkat keberhasilan belajar yang dicapai. Prestasi belajar yang diraih siswa juga sebagai tolak ukur untuk melihat tingkat perkembangan siswa dalam belajar. Guru juga menganalisis prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh karena itu prestasi belajar menjadi bagian yang paling penting dalam melihat keberhasilan siswa selama ia mengikuti proses pembelajaran di kelas.

  Pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid sangat sulit.

  Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat

  

intangible (tak dapat diraba). Hal ini yang dapat dilakukan guru adalah

  hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Muhibbin (2014: 148) mengemukakan untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Berikut adalah indikator prestasi belajar menurut Taksonomi Bloom akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi Ranah/Jenis

  Cara

Indikator

Prestasi

  Evaluasi

  A. Ranah Cipta (Kognitif)

  1. Pengamatan

  1. Dapat menunjukkan

  1 Tes Lisan

  2. Dapat membandingkan

  2.Tes tertulis

  3. Dapat menghubungkan

  3. Observasi

  2. Ingatan

  1. Dapat menyebutkan

  1. Tes Lisan

  2. Dapat menunjukkan

  2. Tes tertulis

  3. Observasi

  3. Pemahaman

  1. Dapat menjelaskan

  1. Tes lisan

  2. Dapat mendefinisikan dengan

  2. Tes tertulis lisan sendiri

  4. Penerapan

  1. Dapat memberikan contoh

  1. Tes tertulis

  2. Dapat menggunakan secara

  2. Pemberian tepat tugas

  3. Observasi

  5. Analisis

  1. Dapat menguraikan

  1. Tes tertulis (pemeriksaan

  2. Dapat

  2. Pemberian dan pemilihan mengklasifikasikan/memilah- tugas secara teliti) milah

  6. Sintesis

  1. Dapat menghubungkan

  1. Tes tertulis (membuat

  2. Dapat menyimpulkan

  2. Pemberian panduan baru

  3. Dapat menggeneralisasikan tugas dan utuh) (membuat prinsip umum)

  B. Ranah Rasa (Afektif)

  1. Penerimaan

  1. Menunjukkan sikap

  1. Tes tertulis menerima

  2. Tes skala sikap

  2. Menunjukkan sikap menolak

  3. Observasi

  2 Sambutan

  1. Kesediaan

  1. Tes skala sikap berpartisipasi/terlibat

  2. Pemberian

  Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi

  1. Melembagakan atau meniadakan

  Pembelajaran berbasis masalah didasarkan oleh teori belajar Konstruktivisme Piaget. Hariyanto&Suyono (2014:106) mengemukakan bahwa pembelajar mengkonstruk sendiri realitasnya

   Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

  

(Muhibbin, 2014: 148)

3.

  3. Tes tindakan

  2. Observasi

  1. Tes lisan

  2.Membuat mimik dan gerakan jasmani

  2. Kecakapan ekspresi verbal non verbal l.Mengucapkan

  2. Tes tindakan

  1. Observasi

  1. Keterampilan bergerak dan bertindak l. Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya

  2. Observasi

  1. Pemberian tugas ekspresif dan proyektif

  2. Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari

  5. Karakterisasi (penghayatan)

  2. Kesediaan memanfaatkan tugas

  3. Observasi

  2. Pemberian tugas ekspresif (yang menyatakan sikap) dan proyektif(yang menyatakan perkiraan/rama lan)

  1. Tes skala sikap

  2. Mengingkari

  1. Mengakui dan menyakini

  4. Internalisasi (Pendalaman)

  3. Observasi

  2. Pemberian tugas

  1. Tes skala penilaian/sikap

  3. Mengagumi

  2. Menganggap indah dan hamonis

  1. Menganggap penting dan bermanfaat

  3. Apresiasi (sikap menghargai)

  3. Observasi

C. Ranah Karsa (Psikomotor)

  atau paling tidak menerjemahkannya berlandaskan persepsi tentang pengalamannya sehingga pengetahuan individu adalah sebuah fungsi dari pengalaman sebelumnya juga struktur mentalnya yang kemudian digunakannya untuk menerjemahkan objek-objek serta kejadian- kejadian baru. Teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari pikiran guru kepada pikiran siswa akan tetapi siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.

  Perspektif kognitif-konstruktivis yang menjadi landasan PBL banyak meminjam pendapat Piaget. Arends (2008: 47) mengemukakan bahwa pelajar dengan umur berapa pun terlihat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri dan memodifikasi pengetahuan sebelumnya.

  Arends (2008: 47) menyatakan pedagogi yang baik itu: "harus melibatkan penyodoran berbagai situasi dimana anak bisa bereksperimen yang dalam artinya yang paling luas mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi benda-benda; memanipulasi simbol-simbol; melontarkan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri;merekonsiliasi apa yang ditemukannya pada suatu waktu dengan apa yang ditemukannya pada waktu yang lain; membandingkan temuannya dengan temuan anak-anak lain"

  Bern & Erickson dalam (Komalasari, 2010: 59) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi dan mempresentasikan penemuan. Lingkungan belajar yang harus disiapkan dalam PBM adalah lingkungan belajar yang terbuka, menggunakan proses demokrasi dan menekankan pada peran aktif siswa. Seluruh proses membantu siswa untuk menjadi mandiri dan otonom yang percaya pada keterampilan intelektual mereka sendiri. Lingkungan belajar menekankan pada peran sentral siswa bukan pada guru.

  Model Problem Based Learning membantu dalam memecahkan suatu permasalahan dan seluruh proses tersebut juga membantu siswa untuk lebih mandiri dan percaya pada kemampuan kognitif mereka sendiri. Dalam hal ini pembelajaran menggunakan model PBL mengintegrasikan antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan pemahaman siswa dalam memecahkan masalah di lingkungannya.

  Selain itu terdapat faktor yang mendukung dalam model ini yaitu faktor lingkungan belajar. Lingkungan belajar menekankan pada peran sentral siswa bukan pada guru. Untuk itu pembelajaran menggunakan model merupakan suatu model dengan menekankan

  Problem Based Learning

  proses pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam belajar (Student

  

Centred Learning) yang diharapkan dapat memberikan kesempatan

  kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas siswa.

  Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning merupakan salah satu model yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan memunculkan masalah-masalah dan setiap siswa dengan umur berapa pun terlibat secara aktif dan diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah tersebut sesuai dengan solusi yang ia miliki. Pembelajaran PBL juga menekankan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran dengan guru sebagai fasilitator serta membimbing siswa dalam kegiatan investigasi siswa ketika mereka memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah yang harus dipecahkan berdasarkan dengan pengetahuan yang mereka miliki dan harus pembelajar harus mengkonstruksi sendiri realitasnya atau paling tidak menerjemahkan sesuai dengan kemampuan yang ia miliki b.

   Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)

  Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa akan tetapi pembelajaran berbasis masalah ini membantu siswa untuk berpikir secara kritis berdasarkan masalah tertentu. Menurut Arends (2008: 43) pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan sebagai berikut:

  1) Keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

  Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik dan mencapai kesimpulan berdasarkan inferensi atau

  judgement yang baik. Keterampilan berpikit tingkat tinggi tidak

  dapat diajarkan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide-ide dan keterampilan konkrit

  2) Meniru peran orang dewasa PBL juga bermaksud membantu siswa untuk perform di berbagai situasi kehidupan nyata dan mempelajari peran-peran orang dewasa yang penting. 3) Membantu siswa menjadi pembelajar yang independen dan self- regulated

  Dibimbing oleh guru-guru yang senantiasa memberi semangat dan reward ketika mereka mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri solusi untuk berbagai masalah riil, kelak siswa belajar untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri.

  Berdasarkan tujuan pengajaran berbasis masalah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki tiga tujuan yaitu keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, meniru peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pembelajar yang independen dan self regulated.

c. Langkah-langkah dalam Model Problem Based Learning (PBL)

  Langkah dalam model PBL ini harus dilakukan oleh guru dan siswa untuk mempermudah suatu proses pembelajaran di kelas. Pada pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima langkah utama. Arends (2008: 57) kelima langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

  1) Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa Orientasi disini guru harus mengomunikasikan dengan jelas maksud permasalahannya pada siswa. Guru juga harus menjelaskan proses-proses dan prosedur model itu secara terperinci.

  2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasikan masalah secara bersama-sama. PBL juga mengaruskan guru membantu siswa untuk merencanakan tugas investigatifnya dan pelaporannya. 3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok

  Investigasi yang dilakukan secara mandiri, berpasangan atau dalam tim-tim kecil merupakan inti PBL. Meskipun setiap masalah membutuhkan teknik investigatif yang berbeda. Kebanyakan proses pengumpulan data dan eksperimentasi, membuat hipotesis dan membuat solusi. 4) Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

  Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis. Artefak termasuk seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah serta solusinya. Sedangkan exhibit merupakan pekan ilmu pengetahuan dimana masing-masing siswa memamerkan hasil karyanya. 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

  Fase yang terakhir guru melibatkan kegiatan yang dimaksukan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevalusi proses berpikirnya maupun keterampilan investigatif dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Guru juga meminta siswa untuk mengkontruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran.

  Berdasarkan langkah-langkah PBL tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PBL mempunyai lima langkah. Lima langkah tersebut adalah memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa, mengorganisasikan siswa untuk meneliti, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit dan menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

d. Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning

  Dalam model pembelajaran berbasis masalah terdapat keunggulan dan kelemahan yang terdapat di dalamnya. Hamruni (2012: 114) mengatakan bahwa: Keunggulan pembelajaran berbasis masalah yaitu:

  1) Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran 2) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa 3) Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa 4) Membantu siswa mentransfer pergaulan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata 5) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan

  6) Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil maupun proses belajarnya 7) Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran

  (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku- buku saja

  8) Menyenangkan dan disukai siswa 9) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru

  10) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata 11) Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar meskipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

  Berdasarkan keunggulan dari pembelajaran berbasis masalah maka dapat disimpulkan bahwa keunggulan pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah teknik yang bagus untuk lebih memahami isi materi pelajaran. Teknik yang bagus dalam PBL ini membuat siswa untuk lebih membiasakan dalam pengembangan kemampuannya untuk memecahkan suatu permasalahan dengan kemampuan berpikir kritis. Di samping itu, model PBL ini juga membuat siswa senang dan sangat disukai oleh siswa. Untuk itu keunggulan dalam model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan model yang tepat digunakan guru untuk membantu dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Kelemahan pembelajaran berbasis masalah yaitu :

  1) Ketika siswa tidak memiliki minat atau kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit dipecahkan, mereka akan merasa enggan untuk mencoba

  2) Keberhasilan pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Permasalahan tersebut dapat diatasi oleh guru dengan cara memberikan motivasi kepada siswa untuk ikut terlibat secara aktif dalam pemecahan masalah. Masalah yang diberikan kepada siswa sebaiknya masalah yang membuat siswa ingin mempelajari dan mudah untuk dipecahkan. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang cukup sehingga diperlukan adanya persiapan yang matang baik dari guru maupun dari siswa sehingga penggunaan model ini membutuhkan pemahaman yang baik agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

  Pembelajaran berbasis masalah hendaknya dilaksanakan secara bertahap dan diterapkan pada berbagai materi pembelajaran. Hal ini selain bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran, juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir mereka. Penguasaan kelas oleh guru pada saat membimbing diskusi kelas akan sangat diperlukan untuk memotivasi kemampuan komunikasi antarsiswa sehingga pertanyaan dan jawaban siswa akan lebih berkembang. Pemerataan pertanyaan sebagai upaya menghidupkan suasana juga diperlukan untuk mengaktifkan siswa dalam menjawab pertanyaan maupun berpendapat.

4. Pendidikan Kewarganegaraan a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

  Pendidikan Kewarganegaraan ini merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Soehendro (2006: 108) mengatakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

  Pembelajaran PKn di sekolah dasar dimaksudkan sebagai suatu proses belajar mengajar dalam rangka membantu siswa agar dapat belajar dengan baik. Proses belajar mengajar yang maksimal bagi siswa maupun bagi guru dapat mendukung tujuan pembelajaran yang lebih baik lagi. Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar sangat penting diberikan kepada siswa karena pembentukan nilai dan karakter perlu ditanamkan sejak dini karena usia sekolah dasar masih membutuhkan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tua. Bimbingan akan menjadi lebih maksimal manakala guru dan orang tua dapat bekerjasama dengan baik demi terwujudnya nilai dan karakter.

b. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Pembelajaran Pkn yang diajarkan di sekolah dasar merupakan salah satu upaya untuk membentuk karakteristik warga negara yang baik. Soehendro (2006: 108) mengemukakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

  “Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti-korupsi, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, berinteraksi dengan bangsa- bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi” Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut perlu diajarkan sejak dini oleh guru untuk bekal mereka dalam kehidupan bermasyarakat karena dalam Pendidikan Kewarganegaraan memiliki berbagai nilai dan norma yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan membutuhkan proses yang bertahap dalam mengimplementasikan nilai dan norma tersebut. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan juga diperlukan untuk membentuk karakter peserta didik yang dimaksudkan untuk proses penanaman pendidikan karakter. Pendidikan karakter untuk siswa sangat penting karena penanaman pendidikan karakter saat ini sangat kurang pada siswa disebabkan oleh minimnya guru memberikan penanamann pendidikan karakter tersebut pada siswa. Penanaman pendidikan karakter melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan wajib diajarkan sejak dini oleh guru karena karakter yang baik membuat siswa menjadi pribadi unggul yang diharapkan dapat membentuk manusia Indonesia yang berdasarkan pada pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

  Berdasarkan tujuan pendidikan kewarganegaraan di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya pembelajaran kewarganegaraan disekolah dasar sebagai langkah awal untuk menanamkan pengetahuan nilai dan norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan melakukan pengamalan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kewarganegaraan di sekolah dasar membuat siswa untuk mampu berpikir secara rasional, kritis, dan kreatif, berpartisipasi secara aktif sebagai warganegara, berkembang secara positif dan berinteraksi agar bisa hidup dengan bangsa lain. Mereka merupakan generasi penerus bangsa yang akan membawa bangsa ini menjadi lebih berilmu dan berkarakter. Untuk itulah, pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah dasar sangat penting diberikan untuk siswa sekolah dasar agar mampu menerapkan nilai dan norma dengan baik.

c. Materi Pendidikan Kewarganegaraan Pengaruh Globalisasi

  1. Menjelaskan budaya daerah Indonesia

  Media pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pernbelajaran. Sanjaya (2012: 60) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah berbagai komponen yang ada dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Lingkungan itu sendiri

   (Sumber : Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 4) 5. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran

  1.Mengidentifikasi sikap dan perilaku masyarakat Indonesia

  4.3 Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya

  3. Mengidentifikasi budaya daerah yang ditampilkan ke luar negeri

  2. Mengidentifikasi contoh globalisasi di lingkungan sekitar

  Dalam penelitian ini materi yang diambil berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berikut ini:

  Tabel 2.2

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar

  4. Memberikan contoh pengaruh positif di era globalisasi

  3. Menyebutkan pengaruh positif dan negatif globalisasi di masyarakat

  2. Mengidentifikasi contoh globalisasi di lingkungan sekitar

  1. Menjelaskan pengertian globalisasi

  4.1 Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya

  4. Menunjukkan sikap terhadap globalisasi di lingkungannya

  Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

  4.2 Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional cukup luas meliputi lingkungan yang didesain sedemikian rupa untuk kebutuhan proses pembelajaran seperti labotarium, perpustakaan, atau mungkin apotek hidup dan lingkungan yang tidak didesain untuk kebutuhan pembelajaran akan tetapi dapat dimanfatkan untuk pembelajaran siswa seperti kantin sekolah, taman dan halaman sekolah, kamar mandi dan lain sebagainya.

  Pembelajaran yang menarik dapat membuat siswa akan bersemangat dalam belajar karena ada sesuatu hal yang berbeda dari biasanya. Siswa mempunyai rasa keingintahuan yang lebih jika dalam proses pembelajaran terdapat media yang menarik minat belajar siswa misalnya permainan ular tangga berbasis surat rahasia. Hamdani (2011: 260) mengemukakan bahwa media pendidikan adalah alat atau perantara yang dikemukakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar mudah dipahami dan ditangkap maknanya sehingga dapat meningkatkan baik motivasi maupun hasil belajar siswa pada khususnya.

  Berdasarkan pendapat dari kedua ahli dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran tertentu agar dapat merangsang siswa untuk belajar. Media pembelajaran memanfaatkan berbagai komponen yang ada di sekitar lingkungan sekitar siswa untuk mempermudah siswa dalam belajar. Manfaat yang lain dalam menggunakan media pembelajaran yaitu siswa mudah memahami materi tersebut dan mampu menangkap makna dalam pelajaransehingga diharapkan penggunaan media mampu untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dikemudian hari.

b. Permainan Ular Tangga berbasis Surat Rahasia

  Proses pembelajaran di kelas akan tampak lebih menarik jika guru mampu membuat rencana pembelajaran yang dikemas dengan baik menggunakan dengan permainan. Permainan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu permainan ular tangga berbasis surat rahasia.

  Permainan ini melibatkan seluruh siswa yang ada di kelas dimana permainan ini digunakan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 kelompok dalam satu kelas. Dalam penelitian ini akan dipadukan dengan surat rahasia. Surat rahasia yaitu salah satu tambahan dalam permainan ular tangga dimana di dalam kotak ular tangga terdapat amplop dan terdapat beberapa pertanyaan yang beragam untuk menjawab oleh siswa dan masing-masing mempunyai skor.

  Said & Budimanjaya (2015: 240) mengemukakan bahwa ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh dua orang atau lebih. Strategi ular tangga rnerupakan jenis pemainan atraktif yang melibatkan anak berperan aktif dalam permainan ini.

  Permainan ini dapat digunakan pada semua mata pelajaran.

  Kuatnya pola interaksi aktivitas siswa saat memainkan permainan ular tangga dalam kegiatan pembelajaran menyebabkan permainan ini sangat disenangi oleh siswa. Permainan ini merupakan salah satu jenis media visual yang membantu siswa belajar dalam menyerap informasi dengan bantuan gambar dan menjawab pertanyaan di setiap kotak permainan tersebut. Yudha dalam (Puspita & Surya, 2017: 293) mengemukakan:

  "The game of snake-ladder is a type of competition game that is directed at the ability of cooperation and sportsmanship so as to engineer the social and moral experience of children".

  Pendapat ini menjelaskan bahwa ular tangga merupakan salah satu jenis permainan kompetisi yang diarahkan pada kemampuan kerjasama dan sportivitas untuk merekayasa pengalaman sosial dan moral anak-anak. Pada permainan ini dibuat semenarik mungkin agar siswa tertarik dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dikelas. Berikut adalah penjelasan dari permainan ular tangga berbasis surat rahasia: 1) Alat dan Bahan:

  a) Ular tangga yang terbuat dari Banner

  b) Pion dari kayu dan setiap pion memiliki warna yang berbeda

  c) Dadu dari kayu sejumlah 5

  d) Amplop

  e) Kertas untuk menjawab 2) Aturan Permainan

  a) Permainan ini terdiri dari 5 kelompok, dimana satu kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa dan setiap kotaknya ada amplop yang di dalamnya ada beberapa pertanyaan dan memiliki skor 1 b) Memilih satu ketua kelompok dan satu pencatat skor dan jawaban

  c) Semua pemain bergiliran bermain

  d) Jika menjumpai gambar tangga harus naik dan mempunyai skor 1 jika bisa menjawab pertanyaan dan 0 jika tidak bisa menjawab pertanyaan dan jika menjumpai gambar ular harus turun dan mempunyai skor 1 jika bisa menjawab pertanyaan dan 0 jika tidak bisa menjawab pertanyaan

  e) Satu siswa sebagai pencatat skor juga memegang kertas jawaban

  f) Jika siswa mendapatkan mata dadu 6 maka ia harus mengocok kembali serta menjawab dua kali pertanyaan 3) Cara bermain

  a) Langkah pertama tentukan ketua kelompok dan satu siswa sebagai pencatat skor dan pemegang kertas jawaban b) Kemudian siswa pengocok dadu meletakkan semua pion di kotak start c) Lalu ketua kelompok memainkan terlebih dahulu, jika ia mendapatkan mata dadu 2 maka harus melangkah 2 kotak dan ia menemukan gambar tangga berarti ia harus menjawab pertanyaan dalam amplop kemudian pencatat skor mengoreksi apakah jawaban dari ketua kelompok benar atau tidak. skor 1 : bisa menjawab pertanyaan skor 0 : tidak bisa menjawab pertanyaan d) Lalu anggota kedua memainkan. Jika ia menjumpai gambar ular ia harus turun, kemudian pencatat skor mengoreksi apakah jawaban dari anggota kedua benar atau tidak. skor 1 : bisa menjawab pertanyaan skor 0 : tidak bisa menjawab pertanyaan e) Begitu juga dengan anggota lain sampai mencapai garis finish

  f) Langkah yang terakhir yaitu mengoreksi jumlah skor yang didapat dan menentukan salah satu siswa yang paling sering menjawab dan mendapatkan skor paling banyak

  g) Kemudian menggabungkan siswa yang memiliki skor paling banyak untuk dijadikan satu kelompok untuk memainkan kembali h) Hasil akhir dari permainan ini ialah yang rnenjadi pemenang

  Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ular tangga adalah permainan yang dimainkan oleh dua orang atau lebih yang bisa digunakan untuk semua mata pelajaran dengan melibatkan siswa agar siswa turut berperan aktif dalam permainan ini dan membantu siswa untuk menyerap informasi melalui bantuan gambar serta permainan yang membuat siswa senang saat memainkannya.

  Dalam pemainan ular tangga juga akan dipadukan dengan surat rahasia yang akan menambah kesan menarik dari permainan ini.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang dilakukan oleh Imanuel Lamalelang (2017 : 311) yang berjudul “Penerapan Strategi Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Partisipasi Aktif Siswa dalam Pembelajaran PKn Kelas IV SDN Sawit”. Hasil penelitian pada siklus I menunjukan bahwa partisipasi aktif siswa kelas IV dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan strategi pembelajaran PBL mengalami peningkatan. Dilihat dari lembar observasi partisipasi aktif siswa pada siklus 1 pertemuan 1 menunjukan bahwa partisipasi aktif siswa yang sudah menc apai ≥ 80 adalah 67% sedangkan yang belum adalah 33% sedangkan hasil observasi pada siklus II menunjukan bahwa telah mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Hal ini dapat kita lihat dari hasil observasi partisipasi aktif siswa dengan presentase siswa pada pertemuan siklus I siklus II yang memperoleh nilai partisipasi aktif ≥80% adalah 76% dan pada pertemuan 2 siklus II adalah 85%.

  Penelitian yang dilakukan oleh Nila Erviana, dkk (2011: 3) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar PKn tentang Kebebasan Berorganisasi melalui Model Problem Based Learning ” Model pembelajaran Model

  Problem Based Learning yang diterapkan dalam kelas V SDN II

  Lumbungkerep mampu menjadikan siswa lebih mudah memahami materi yang di sajikan oleh guru. Dalam model Model Problem Based Learning ini siswa diharuskan untuk bertukar pikiran dengan kelompoknya, saling bekerjasama dan saling membantu dengan kelompok masing-masing dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan materi tersebut. Hal ini terbukti pada siklus I jumlah siswa yang mencapai nilai KKM adalah 75% dari 20 siswa, terjadi peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM dari sebelumnya adanya penerapan model pembelajaran. Model Problem Based

  Learning yaitu sebesar 35%. Ini menunjukan bahwa siswa lebih memahami

  materi pelajaran saat guru menggunakan model pembelajaran Model Problem

  

Based Learning sedangkan siklus II jumlah siswa yang mencapai ketuntasan

  nilai KKM sebanyak 85% dari 20 siswa. Dalam siklus II siswa mulai terbiasa, paham dan mengerti dengan model pembelajaran Model Problem Based

  

Learning yang diterapkan oleh guru sehingga jumlah siswa yang mencapai

nilai KKM dalam siklus II lebih banyak dari pada siklus I.

  Penelitian yang dilakukan oleh Mustaffa, N. dkk (2016: 490) yang berjudul “The Impact of Implamenting Problem Based Learning (PBL) In

  Matematic: A Review Of Literaturer

  ” Kementrian Pendidikan Malaysia,

  

Faculty of University Teknologi Malaysia menjelaskan bahwa PBL

  memainkan peran penting dalam mengembangkan ranah kognitif dan afektif serta keterampilan dalam menggunakan komputer dan teknologi informasi dalam pembelajaran matematika melalui PBL. Dalam jurnal kali ini, Literatur menunjukan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah pendekatan terpusat yang dilaksanakan di berbagai tingkatan sekolah khususnya sekolah menengah dan memiliki dampak pembelajaran pada mata pelajaran matematika. Analisis menunjukan bahwa PBL memberi dampak positif pada siswa sekolah menengah atas dalam matematika dan pendekatan tersebut dapat di terapkan di Indonesia. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat di ketahui belajar matematika melalui PBL memungkinkan untuk bekerja dalam kelompok. Dari hasil kajian menunjukan bahwa siswa memiliki dampak positif pada nilai prestasi belajar matematika kemampuan berfikir mereka melalui PBL, mampu memfasilitasi kemampuan berfikir tinggat tinggi di kalangan siswa dengan kemampuan menengah atau tinggi.

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

0 15 59

PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNISI TERHADAP MOTIVASI DAN PENGUASAN KONSEP BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

3 61 116

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LINGKUNGAN

0 5 69

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LINGKUNGAN

1 19 69

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Media Pembelajaran - BAB II KAJIAN PUSTAKA

1 28 23

PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNITIF TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) SKRIPSI

0 0 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran - BAB II RANI

0 3 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Pengembangan Sumber Belajar Berbasis Lingkungan a. Pengertian Sumber Belajar - ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBER BELAJAR BERBASIS LINGKUNGAN PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MA WALISONGO KAYEN PATI TAHUN PELAJARAN 2016

0 0 13

BAB II MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENIGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS BELAJAR PADA MATA PELAJARAN FIKIH A. Deskripsi Pustaka - IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KETERA

0 0 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBASIS INKUIRI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 14 SUR

0 0 25