T2 092011007 BAB VII

Bab Tujuh
Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan
Dalam kehidupan bersama orang Papua, migran menggunakan
pendekatan relasi yang berbeda-beda. M igran Bugis M akassar lebih
mengedepankan pendekatan ekstratif dalam membangun relasi bersama orang Papua. Ekstratif merupakan relasi yang berorientasi ekonomi
bagi migran yang mengutamakan model relasi ini agar mereka bisa
bertahan dalam jangka panjang sehingga yang terjadi adalah prinsip
Zero Zoom Game, permainan nol, satu atau satu. Nol artinya kalau ada
diambil semua untuk apa ditinggalkan dan atau dengan istilah lain
saya hidup mereka mati atau mereka hidup saya mati. Dan relasinya
tetap eksis karena didukung dengan relasi penutup drum yang hanya
terbuka di atas (elit birokrasi dan lokal) dan ke bawah menggunakan
pendekatan “saya punya uang mereka punya barang”. M odel relasi ini
kurang memberikan implikasi positif bagi orang Papua terutama etos
dagang, atau keterampilan lainnya. Sementara implikasi ke depan dari
relasi ini adalah penguasaan sumber daya baik lahan-lahan potensi,
ruang-ruang ekonomi, kemudian bersaing dan mematikan nelayan
Papua.
M igran Jawa membangun relasi dengan orang Papua mengedepankan pendekatan relasi kolaborasi. M odel relasi ini lebih pada kerja

sama yang saling memberikan manfaat bagi kedua belah pihak yang
menjalin suatu pekerjaan. M igran yang mengutamakan relasi kolaborasi agar mereka bisa bertahan dalam jangka panjang, dengan prinsip

149

bisa hidup yang memberikan peluang adanya kehidupan secara
bersama terhadap pemanfaatan sumber daya atau peluang-peluang
yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Peluang relasi kolaborasi ini
tetap kuat dan eksis, didukung dengan relasi model gorong-gorong
(vertikal-elit dan horizontal-masyarakat). M odel relasi ini memberikan
peluang terjadinya implikasi positif bagi orang Papua terutama etos
pertanian, keterampilan, kerja dan peternakan, sementara implikasi ke
depan terjadinya pergeseran pola pertanian dan pola konsumsi, serta
eksploitasi hutan dan lahan.
Relasi NTT berbeda dengan migran Bugis M akassar atau Jawa.
Pada bagian ini peneliti mau membangun argumen bahwa relasi
inklusif antara NTT dan orang Papua lebih memberikan peluang orang
Papua bertahan dalam jangka panjang. Pemahaman dan perilaku
sekolah dan belajar dalam kehidupan migran NTT memberikan
pengaruh pada orang Papua baik secara langsung maupun tidak

langsung. Proses pemahaman pentingnya sekolah dan belajar pun
merupakan tanggungjawab bersama dalam kehidupan bermasyarakat
antara migran NTT dan orang Papua. Adanya kesadaran ini terdorong
dengan rasa persaudaran yang kuat lewat kehidupan bersama yang
terbangun sejak lama dan dekat, sehingga persoalan yang dihadapi
orang Papua pun menjadi persoalan bersama. Etos sekolah dan belajar
merupakan salah satu etos yang ada pada migran NTT. Dengan etos
inilah lewat relasi inklusif menjadi peluang dan harapan untuk samasama membangun sumber daya manusia, karena modal sumber daya
manusia menjadi kunci utama bagi setiap manusia dalam mensikapi
sebuah kehidupan yang lebih baik. Harapan ini pun menjadi komitmen
hati nurani migran NTT terhadap orang Papua baik secara terbuka atau
pun tidak, namun komitmen ini sedang terjadi di lingkungan keluarga,
ataupun masyarakat Papua baik pada level formal maupun informal,
serta terjadi di berbagai tempat baik di kota maupun di pedalaman.
Komitmen ini lahir dari sebuah prinsip sama-sama hidup dan
sama-sama mati, yang terbagun dalam kekuatan sepiring bersama.
Dengan kekuatan inilah relasi inklusi selalu eksis dan terjaga yang
terorientasi pada keutaman relasi (horizontal). Komitmen yang sama

150


juga ada pada migran M aluku terhadap orang Papua, migran M aluku
dalam cerita panjang orang Papua tersimpan beberapa tugas yang
dilakukan terhadap orang Papua. Koentjaraningrat (1993) mengatakan
mereka dipekerjakan sebagai pegawai, pemerintah Belanda, guru
sekolah, dan agama, perawat kesehatan, dan membantu usaha penyiaran agama nasrani (Kristen Protestan dan Katolik) di Papua. Sementara
migran NTT lebih dekat dan bersama di semua lapisan orang Papua,
karena selain pendidikan, mereka juga menekuni, pertanian dan
peternakan sehingga lewat kegiatan ini juga membentuk etos kerja
keras bagi orang Papua. Di sinilah letak perbedaan antara migran NTT
dan M aluku dalam berkonstribusi terhadap orang Papua, dari
perbedaan konstribusi ini akan membentuk orang Papua agar tetap
survive dalam berbagai aspek kehidupan.

Rekomendasi
Fenomena kehidupan migran dan penduduk lokal Papua menjadi
sebuah kajian yang menarik dan masih sangat mungkin dilakukan di
waktu-waktu mendatang dalam perspektif yang berbeda. Karena itu
temuan studi ini masih terbuka berbagai kecenderungan dan kemungkinan dilakukannya penelitian lanjutan untuk mengetahui dan mendalami kehiduapan migran dan penduduk lokal Papua dengan segala
fenomena dan dinamikanya dalam kehidupan bersama. Kemungkinan

penelitian lanjutan terhadap migran dan orang Papua yang dapat
direkomendaksikan antara lain: Perilaku relasi ekstratif migran Bugis
M akassar mungkin juga ada pada migran Toraja dalam kehidupan
orang Papua, dan juga secara umum orang Papua di mata migran. Dua
rekomendasi ini dengan pertimbangan akan menghasilkan pandangan
yang sama dan berbeda, karena yang telah diuraikan dalam tulisan ini
merupakan pengalaman pada tempat dan waktu, yang memungkinkan
sama atau berbeda pada tempat dan situasi yang lain.
Dan kajian fenomena kehidupan yang terjadi antara migran dan
penduduk lokal pada umumnya dan khususnya di Papua menjadi isu
yang menarik dan sentral untuk mengatasi persoalan kehidupan

151

berbangsa dan bermasyarakat yang semakin kompleks dan majemuk
dalam tataran pembangunan masyarakat bangsa yang harmonis. Hal ini
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, saling memahami, dan
saling bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat serta terhindar dari
gesekan maupun konflik yang sering terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat saat ini.


152