Terapi behavior dengan teknik aversi dalam menigkatkan kedisiplinan sholat berjamaah pada seorang santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Krembung, Sidoarjo.

(1)

TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK AVERSI DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SHOLAT BERJAMAAH PADA SEORANG SANTRI DI PONDOK PESANTREN BURHANUL HIDAYAH,

KREMBUNG, SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Najibatun Nufus Nim: B03213016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

viii ABSTRAK

Najibatun Nufus (B03213016), Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam

Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo

Fokus penelitian adalah (1) bagaimana proses Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo ? (2) bagaimana hasil proses Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa data menggunakan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Disini penulis menjelaskan tentang bagaimana proses Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo yaitu salah satu siswi kelas IX yang seharusnya taat mengikuti sholat berjamaah karena sholat berjamaah adalah kewajiban bagi setiap santri. Faktor internal yaitu faktor yang timbul dari dalam dirinya sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang timbul dari luar seperti kondisi lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam ketidakdisiplinan kliien ini berawal dari dirinya sendiri dan juga didukung oleh faktor lingkungan yaitu temannya yang mengajak untuk tidak melakukan sholat berjamaah padahal sebelumnya klien merupakan santrii yang taat pada aturan yang ada kemudian temannya mengajak untuk tidak disiplin dan melanggar aturan maka iapun akhirnya malas untuk melakukan sholat berjamaah.

Pada proses konseling dengan menggunakan terapi Behavior dengan teknik aversi, konselor hanya memberikan penguatan positif dengan alasan mencegah proses hukuman agar tidak sampai terjadi pada klien karena akan mengakibatkan klien menarik diri dari konselor. Dengan teknik aversi ini klien dapat lebih dekat dengan konselor jadi konselor dapat dengan mudah mengajak atau memberikan arahan kepada klien agar bisa disiplin dalam sholat berjamaah. Klien mengatakan bahwa dirinya ingin berubah dan meninggalkan kebiasaan buruknya.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo. Dan hasil akhir dari proses konseling ini dapat dikatakan cukup berhasil karena separuh dari gejala yang dialami mulai ada perubahan yang baik.


(7)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat penelitian ... 7

E. Definisi Konsep ... 8

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Behaviour... 19

B. Teknik Aversi ... 31

C. Kedisiplinan Sholat Berjamaah ... 38

D. Implementasi Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamah ... 49

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 52


(8)

xii BAB IV : ANALISIS DATA

A.Analisis Proses ... 82 B. Analisis Hasil... 88 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini kecanggihan teknologi mempermudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi, baik informasi berupa ilmu pengetahuan, tempat – tempat sekitar, tempat bermain, tempat makan, sampai hal terkecilpun bisa di ketahui lewat internet yang merupakan akses dimana seseorang menjangkau seluruh bagian dari isi dunia ini.

Informasi adalah jenis acara yang mempengaruhi suatu negara dari sistem dinamis. Informasi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi.1Namun istilah ini memiliki banyak arti dan tergantung pada konteks secara umum yang berhubungan dengan konsep seperti arti, pengetahuan, negenteropi, persepsi, stimulus, komunikasi, kebenaran, reperesentasi dan rangsangan pada mental seseorang.

Informasi dapat diperoleh dengan mudah akan tetapi tak banyak juga orang yang bisa atau mau memanfaatkan apa yang telah disediakan lewat kecanggihan teknologi yang ada saat ini. Artinya masih banyak sekali orang yang masih malas untuk mencari atau mengakses data baik berupa informasi atau pengetahuan dari internet.

Manusia sebagai makhluk hidup dan berkembang dapat mengalami berbagai perubahan sebagai suatu akibat yang ditimbulkan dari adanya

1


(10)

2

perkembangan pada diri manusia yang di dalamnya terdapat faktor bawaan dan juga faktor lingkungan.2 Artinya setiap manusia memiliki proses perkembangan masing – masing yang di dalamnya pasti ada faktor dari bawaannya sendiri dan juga faktor dari lingkungan sekitar. Terkadang ada salah satu faktor yang mendominasi perkembangan seseorang baik itu menjadi lebih baik atau sebaliknya.3 Mau tidak mau kita sebagai makhluk sosial bersentuhan dengan kehidupan lewat seseorang, kelompok, atau situasi tertentu pada taraf dimana kita memiliki gambaran diri yang baik.4

Manusia juga di anggap sebagai makhluk individu yang berasal dari bahasa latin ‘’individuum’’ yang artinya tidak terbagi. Bisa di artikan bahwa individu adalah suatu kesatuan dalam diri seseorang yang memang tidak bisa dibagi atau dipecah menjadi beberapa bagian. Kata individu sendiri merupakan suatu kesatuan terkecil dan terbatas.

Menurut A. Lysen, manusia lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau tidak terpisahkan antara jiwa dan raga. Seperti halnya hewan, secara biologis manusia dilahirkan dengan kelengkapan fisik yang memang lebih sempurna daripada makhluk lainnya karena manusia mempunyai akal yang membedakannya dengan makhluk lain seperti yang sudah di terangkan dalam Al-qur’an bahwaAllah telah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna dimana sudah dikatakan dalam Qs. At-Tiin ayat 4 yang artinya ‘’Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam

2

E. Koeswara,Teori – teori kepribadian,(Bandung: PT. Eresco 1991) hal 11 3

Rosleny Marliani,Psikologi Perkembangan, (Bandung : Pustaka Setia, 2015), hal 15 4

Mary Rebeccan Rivkha E. Rogacion,Enneagram Timur 9 Tipe Kepribadian,(Yogyakarta: Kanisius 1998), hal. 50


(11)

3

bentuk yang sebaik-baiknya’’. Segala yang dilakukan manusia tidak semata digerakkan oleh jasmaninya akan tetapi juga aspek rohaninya.5

Psikologi perkembangan sebagai cabang psikologi yang menelaah berbagai perubahan intra-individual. Tugas psikolgi perkembangan ini, seperti yang dikatakan oleh La Bouvie, ‘’Tidak hanya mendeskripsikan, tetapi juga menjelaskan atau mengeksplikasikan perubahan – perubahan perilaku menurut tingkat usia sebagai masalah hubungan anteseden (gejala yang mendahului) dan konsekuensinya.6

Teknik aversi adalah suatu teknik dimana dilakukan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak diinginkan sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tidak muncul atau terhambat proses kemunculannya. Penekanan pada teknik ini biasanya menggunakan stimulus yang menyakitkan contoh: kejutan listrik dan aversi kimia yaitu klien diberi sengatan listrik atau atau obat – obatan yang membuatnya jera dan tidak melakukan perilaku yang tidak diinginkan ini.7

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui sebuah proses dari serangkaian perilaku seseorang yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Disiplin adalah patuh dengan sebuah peraturan dengan kesadaran diri penuh.8 Dari kata disiplin inilah muncul kata kedisiplinan yang berasal dari kata disiplin yang

5

Bimo Walgito,Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Andi, 2003), hal 31 6

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,(Jakarta: Erlangga, 1980), hal 2

7

Latipun,Psikologi Konseling,(Malang, UMM press, 2003), hal 110 8

Cony Semiawan, Pendidikan Keluarga dalam Era Global, (Jakarta : PT Prenhallinho, 2002), ha 90


(12)

4

mendapat imbuhan ke – an yang mempunyai arti latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu menaati tata tertib.9

Shalat adalah suatu ibadah dimana termasuk ibadah yang paling mulia dan paling dicintai Allah. Posisi sholat dalam agama termasuk dalam tiangnya yang sebelumnya telah digambarkan Rasululloh yakni sholat adalah tiangnya agama. Selain merupakan tiang agama sholat juga merupakan obat dalam menyembuhkan penyakit–penyakit yang ada dalam diri manusia.

Hadits juga menerangkan bahwa ‘’Allah mewajibkan sholat fardlu lima kali. Barang siapa yang melakukannya maka Allah sedikitpun tidak akan menyia – nyiakannya ganjarannya, serta Allah telah berjanji untuk memasukkan ke surga. Akan tetapi, apabila seseorang meninggalkannya maka Allah sedikitpun tidak akan menjanjikan apapun kepadanya. Apabila Allah berkehendak maka Allah akan mengampuninya dan apabila Allah tidak berkehendak maka Allah tidak akan mengampuninya.10

Berjamaah adalah berkumpul bersama dalam suatu kelompok atau perkumpulan. Shalat berjamaah artinya shalat bersama-sama, baik di masjid, mushalla, maupun di rumah, dengan syarat ada imam dan ada makmumnya. Pengertian shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama dan sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang yakni imam dan makmum. Cara mengerjakannya, imam berdiri di depan dan makmum di

9

W.J.S Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997) hal 254

10

Syaikh Jalal Muhammad Syafi’i, The Power oh Shalat, (Bandung : MQ Publishing, 2006), hal 53


(13)

5

belakangnya. Makmum harus mengikuti perbuatan imam dan tidak boleh mendahului.

Penulis menemukan adanya seorang murid, bernama Afina Aninnas yang merupakan seorang santri di pondok pesantren malas untuk sholat berjamaah. Ia beranggapan bahwa sholat berjamaah itu lama dan membosankan, serta terkadang jika ia sedang terburu –buru ia bahkan tidak mau sholat berjamaah. Padahal peraturan di pondok pesantren mewajibkan santrinya untuk sholat berjamaah setiap waktu. Apabila tidak berjamaah maka pengurus akan bertindak tegas dengan cara mendenda dengan yang sudah di sepakati. Tapi tetap saja Fina jarang sholat berjamaah ataupun kalau jamaah pasti dia bermalas–malasan untuk berangkat.

Dulu afina termasuk anak yang selalu menurut dengan apa yang diucapkan oleh kedua orangtuanya akan tetapi tahun terakhir saat duduk di bangku sekolah menengah pertama sikapnya mulai berubah dia jadi sering membantah saat pulang tidak menurut dengan apa yang dikatakan oleh kedua orangtuanya terlebih dia juga kasar terhadap adiknya. Setelah di ketahui ternyata penyebabnya adalah dia di pondok merasa diperlakukan tidak adil oleh para pengurus. Menurutnya pengurus itu suka sekali mencari kesalahan para juniornya padahal mereka sebenarnya juga melakukan kesalahan serta pengurus disana juga bukan menanamkan bahwa pengurus itu di hormati melainkan di takuti. Saya pernah menyaksikan secara langsung cara pengurus menangani hal yang menurut saya sepeleh akan tetapi perlakuan mereka berlebihan.


(14)

6

Pada saat itu memang sudah cukup malam sekitar pukul 09.00 WIB dan di jadwal memang tertera waktu untuk tidur tapi ada sebagian sanntri yang belum tidur. Ketika saya sampai di lantai atas saya melihat seorang pengurus membawa sebuah rotan dan menggebrak seluruh kamar yang di dalamnya belum tidur. Saya terkejut dengan kejadian itu kenapa sampai bertindak seperti itu padahal dulu sewaktu saya masih menjabat sebagai pengurus dan teman-teman saya kita tidak pernah sampai bicara kasar pada junior kita jadi mereka bukan takut pada kita akan tetapi segan. Jadi ada ataupun tidak adanya kita mereka selalu patuh pada aturan. Jika pengurus di takuti maka jika mereka tidak melihat atau memantau semua juniornya akan melakukan pelanggaran sebagai bentuk penolakan.

Dari situlah akhirnya peneliti merasa tertarik untuk mengambilnya sebagai bahan skripsi, maka penulis dengan segenap kemampuan ingin menyelesaikan hasil obsevasi yang di lakukan kepada klien.

Permasalahan yang dialami oleh Fina dan kemampuan penulis dalam teknik aversi membuat penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan penulis berdasarkan latar belakang diatas antara lain :


(15)

7

1. Bagaimana cara menerapkanteknik aversipada seorang santri yang kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah?

2. Bagaimana hasil dari teknik aversi yang digunakan pada seorang santri yang kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan tujuan seperti berikut : 1. Mengetahui proses penerapan teknik aversi pada seorang santri yang

kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah.

2. Mengetahui hasil penerapan teknik aversi pada seorang seorang santri yang kurang disiplin dalam melakukn sholat berjamaah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis diharapkan akan memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

a. Menambah wawasan bagi peneliti lain dalam hal teknik aversi pada seorang siswi yang kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah?

b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, khususnya pada mahasiswa jurusan Bimbingan dan Konseling Islam.

2. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk menangani kasus yang sama.


(16)

8

E. Definisi Konsep 1. Terapi behaviorisme

Terapi behaviorisme yang mendapat sebutan mazhab kedua dalam bidang ilmu tentang tingkah laku adalah karya para ahli yang berhubungan rapat dengan teori behaviorisme. Teori yang bersifat umum di rumuskan oleh John B. Watson tepat pada peralihan abad ini.11

Terapi behaviorisme di dalam penelitian yang akan saya lakukan adalah terapi yang lebih menekankan pada perilaku seseorang yang dibentuk dari lingkungan atau keadaan sekitar dimana setiap orang punya sifat bawaan yang nantinya akan di padukan dengan kondisi lingkungannya dan membentuk sebuah karakter pada diri seseorang. 2. Teknik Aversi

Teknik aversi ini adalah teknik yang menggunakan stimulus yang menyakitkan guna menekan perilaku yang tidak diinginkan agar tidak muncul bahkan jika bisa teknik ini bertujuan untuk menghilangkan perilaku lama agar tidak muncul kembali. Perilaku ini biasanya merupakan perilaku maladaptif yang di tekan dengan stimulus agar perilaku terebut tidak muncul atau terhambat kemunculannya. Biasanya yang digunakan dalam teknik aversi berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.

11

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Kencana, 2009), hal 35-36


(17)

9

Teknik aversi adalah metode-metode yang digunakan para behavioris maupun secara luas sebagai metode-metode untuk membawa orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Kendali-kendali aversi bisa bekerja secara langsung dan tidak disadari juga bisa secara tidak langsung dan terselubung. Pemberian hukuman tidak dianjurkan meskipun klien sendiri menginginkan penghapusan tingkah laku yang tidak diinginkannya melalui hukuman. Apabila tersedia alternatif lain selain hukuman maka hukuman jangan digunakan. Cara yang positif yang mengarahkan kepada tingkah laku yang baru dan lebih layak harus dicari dan digunakan sebelum terpaksa menggunakan pemerkuat negatif.

Menurut Skinner, penguatan positif jauh lebih efektif dalam mengendalikan tingkah laku karena hasilnya lebih bisa diramalkan serta kemungkinan timbulnya tingkah laku yang tidak diinginkan akan lebih kecil. Hukuman adalah sesuatu yang buruk yang meski bisa menekan tingkah laku yang diinginkan, tidak melemahkan kecenderungan untuk merespon bahkan untuk menekan tingkah laku tertentu. Akibat yang tidak diinginkan berkaitan dengan penggunaan pengendalian aversif maupun penggunaan hukuman.12

Penelitian yang akan saya lakukan dalam teknik aversi ini memang teknik yang digunakan untuk mempertegas atau membiasakan seseorang agar tidak memunculkan perilaku maladaptif dan memperoleh perilaku baru dengan cara yang menyakitkan. Akan tetapi Skinner mengatakan

12

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Adhitama, 2013) hal 217


(18)

10

bahwa penguatan positif jauh lebih efektif dibandingkan dengan pemberian hukuman. Akan banyak hal yang ditimbulkan jika mengunakan hukuman salah satu contohnya klien akan menghindari peneliti karena menganggap semua sama dan juga hukuman memang diperbolehkan dalam teknik ini tapi jika ada alternatif lain kiranya tidak menggunakan hukuman untuk mendisiplinkan seseorang.

3. Kedisiplinan dalam Meningkatkan Sholat Berjamaah a. kedisiplinan

adalah ketaatan terhadap aturan atau tata tertib. Tata tertib adalah seperangkat peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi yang tertib dan teratur. Jadi kedisiplinan adalah menaatai tata tertib dalam semua aspek kehidupan, diantaranya: agama, sosial, budaya, pergaulan, sekolah, dan lain – lain. Keberhasilan seseorang dalam sebuah usaha tergantung pada kedisiplinannya karena orang yang disiplin adalah orang yang berbuat dengan mestinya tanpa dibuat – buat dan tanpa mengurangi keadaan yang sebenarnya.13

1) Faktor Kedisiplinan

Dalam rangka membina dan meningkatkan kedisiplinan seorang siswa dalam melaksanakan ibadah sholat terutama di lingkungan pondok pesantren maka perlu di perhatikan unsur yang mempengaruhinya agar disiplin bisa terwujud dalam perilaku siswa yang kemudian menjadi suatu kesadaran pada dirinya untuk

13

A.S. Moenir, Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan Kepegawaian,(Jakarta : PT. Gunung Agung, 1983), hal 181


(19)

11

melakukan hal itu dengan sendirinya. Adapun faktornya adalah sebagai beriku:

- Faktor genetik

- Faktor lingkungan

- Faktor pendidikan

- Faktor pengalaman14

b. Sholat berjamaah

Pada dasarnya sholat yang utama adalah sholat berjamaah. Sholat berjamaah adalah sholat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan bersamaan dan salah satunya menjadi imam dalam sholat tersebut. Dalam setiap gerakan sholat memiliki banyak sekali manfaat untuk tubuh kita.15

Rasululloh bersabda: ‘’ sholat berjamaah melebihi sholat sendirian dengan dua puluh derajat’’. Diriwayatkan bahwa esok pada hari kiamat dikumpulkan sekelompok orang yang (cahaya) wajahnya seperti matahari. Ketika malaikat bertanya kepada mereka tentang perbuatannya, mereka menjawab: ‘’kami sudah berada didalam masjid ketika adzan di kumandangkan.16

14

Evi Chumaidah, Upaya Peningkatan Pendidikan Kedisiplinan Sholat Berjamaah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sidoarjo (Surabaya : Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), hal 34

15

Imam Musbikin, Misteri Sholat Berjamaah bagi Kesehatan Fisik dan Psikis, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2007), hal 53

16


(20)

12

Kedisiplinan sholat berjamaah adalah suatu kondisi dimana seseorang menaati aturan atau tata tertib untuk melakukan sholat berjamaah. Sholat berjamaah yang dimaksut adalah sholat berjamaah dimana sholat tersebut dilakukan dengan seluruh santri dan pak yai di mushollah. Sholat berjamaah menjadi salah satu aturan yang harus dilakukan oleh para santri di sebuah pondok pesantren. Apabila santri tidak melakukan aturan atau tata tertib untuk melakukan sholat secara berjamaah di masjid atau di dalam pondok maka akan dikenakan sanksi yang telah disepakati sebelumnya. Misalkan di pondok pesantren di daerah Sidoarjo sanksi yang dikenakan pada seorang santri yang tidak melakukan sholat berjamaah adalah membaca Al-Qur’an satu juz dengan tartil dan tajwid yang benar serta dengan disertai denda, dimaksutkan agar santri enggan untuk meninggalkan sholat berjamaah dan agar para santri dapat disiplin dalam melakukan sholat berjamaah tanpa unsur paksaan melainkan mewajibkan diri sendiri untuk melakukan sholat berjamaah.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian yang mengkaji penerapan Teknik Aversi dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah menggunakan pendekatan studi kasus sehingga bisa mengetahui lebih mendalam dan terperinci tentang suatu permasalahan atau fenomena yang hendak di teliti17, dan

17

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling


(21)

13

menggunakan jenis penelitian kualitatif, sehingga dalam laporan hasil penelitian diungkapkan secara apa adanya dalam bentuk uraian naratif. 2. Subyek Penelitian

Nama : Afina Aninnas

Umur : 15 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : PP. Burhanul Hidayah 3. Tahap–tahap Penelitian

a. Tahap pra-lapangan

Peneliti melakukan observasi pendahuluan melalui pengamatan dan mencari suatu informasi dari salah satu sebagaian sumber terhadap sesuatu, yang dijadikan tempat untuk memperoleh judul, dan yang sesuai gambaran umum keadaan dilapangan serta memperoleh kepastian antara judul dengan kenyataan yang ada di lapangan.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Peneliti berusaha menerapkan teknik aversi dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah pada seorang santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah.

c. Tahap penyelesaian

Tahap selanjutnya menganalisis data yang telah dikumpulkan selama kegiatan lapangan.

4. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data


(22)

14

Jenis data adalah hasil pencatatan penelitian baik yang berupa fakta ataupun angka, dengan kata lain segala fakta dan angka yang dijadikan bahan untuk menyusun informasi. Penelitian akan kurang valid jika tidak ditemukan jenis data atau sumber datanya. Adapun jenis data penelitian ini adalah:

1) Data primer adalah data inti dari penelitian ini, yaitu proses dalam penerapan teknik aversi dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah pada seorang santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo, yang di ambil dari observasi di lapangan, tingkah laku, kegiatan keseharian, dan latar belakang, serta respon dari remaja yang telah diberikan penanganan.

2) Data sekunder adalah data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber guna melengkapi data primer18. Yakni teman-teman dari subyek penelitian dan teman-teman serta guru di pondok pesantren Burhanul Hidayah.

b. Sumber data

Untuk mendapat keterangan dan informasi, peneliti mendapatkan informasi dari sumber data, yang di maksud sumber data adalah subjek dari mana data di peroleh19. Adapun yang dijadikan sumber data adalah:

18

Berhan Bungin,Metode Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Universitas Airlangga, 2001), hal.128

19

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal.129


(23)

15

1) Sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari konseli yakni Fina serta didapat dari peneliti sebagai konselor. 2) Sumber data sekunder, yaitu data-data yang di peroleh dari

perpustakaan yang digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer20.

5. Teknik Pengumpulan Data

Mendapatkan data dari sumber penelitian maka ada beberapa teknik pengumpulan data yang sesuai yaitu:

a. Interview (wawancara)

Wawancara ini dilakukan pada subjek. Menggunakan wawancara terstruktur yaitu digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

b. Observasi (pengamatan)

Teknik observasi ini diklasifikasikan menurut tiga cara. Pertama, pengamat bertindak sebagai partisipan atau observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya, dengan observasi partisipan ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

20


(24)

16

Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang yaitu peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi meraka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang mana pengamat bertindak sebagai partisipan.

6. Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka langkah berikutnya adalah analisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif, analisis. Sehingga dalam pelaporan hasil penelitian tidak sekedar menyimpulkan dan menyusun data, tetapi meliputi analisis data dan interpretasi data. Penulis juga menggunakan analisis data di lapangan model Miles and Huberman yaitu dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu, pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu. Aktivitas dalam data yaitu:

a. Data reduction

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan terperinci. Semakin lama peneliti di lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Peneliti perlu segera melakukan analisis data


(25)

17

melalui reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. b. Data display

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Peneliti membuat penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dam sejenisnya.

c. Conclusion drawing

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah pemeriksaan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan krediabel. 7. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif tidak menjamin pelaksanaan penelitian akan mendapatkan hasil yang optimal, kesalahan pada peneliti juga besar kemungkinan akan terjadi. Dalam hal ini, peneliti menganalisa data langsung di lapangan untuk menghindari kesalahan pada data-data tersebut. Maka dari itu, untuk mendapatkan hasil yang optimal peneliti perlu memikirkan keabsahan data. Peneliti dalam melakukan pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik sebagai berikut:


(26)

18

a. Ketekunan pengamatan

Melakukan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambung dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Memperdalam pengamatan terhadap hal-hal yang diteliti yaitu tentang proses penerapan teknik dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah.

b. Observasi yang diperdalam

Menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

c. Trianggulasi

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pemeriksaan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Peneliti memeriksa data-data yang diperoleh dengan subjek peneliti, baik melalui wawancara maupun pengamatan, kemudian data tersebut peneliti bandingkan dengan data yang ada di luar yaitu sumber lain, sehingga keabsahan data bisa dipertanggung jawabkan.

G. Sistematika Pembahasan


(27)

19

Bab I. Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep, metode penelitian, sistematika pembahasan. Bab II.Teknik aversi dan kedisiplinan sholat berjama’ah

Bab III. Penyajian data Bab IV. Analisis data.


(28)

20 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Behavior

1. Pengertian Terapi Behavior

Terapi tingkah laku adalah gabungan dari beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh ahli yang berbeda. Menurut Willis, terapi tingkah laku berasal dari dua konsep yang dituangkan oleh Ivan Pavlov dan Skinner. Tetapi Latipun, menambahkan J.B. Watson setelah Pavlov dan Skinner sebagai tokoh yang mengembangkan dan menyempurnakan prinsip-prinsip behaviorisme. Pendiri behaviorisme sendiri adalah J.B. Watson yang mengesampingkan nilai kesadaran dan unsur positif manusia lainnya.24

Pendiri dari teori behaviorisme adalah Jhon Broads Watson, menurutnya psikologi harus menjadi ilmu yang objektif, dalam artian psikologi harus dipelajari sebagaimana mempelajari ilmu pasti atau ilmu lain. Oleh karena itu, ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya dapat diteliti melalui metode intropeksi yang dianggap tidak obyektif dan tidak ilmiah. Pengaruh Watson yang lain adalah psikoterapi, yaitu dengan digunakannya teknik kondisioning untuk menyembuhkan kelainan- kelainan tingkah laku.25

24

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar- Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana, 2011) hal. 167

25


(29)

21

Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum- hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode- metode dan prosesur- prosedur pada data yang diamati.26

Terapi behavior adalah terapi tentang tingkah laku. Sekilas tentang terapi tingkah laku menurut Marquis, terapi tingkah laku adalah suatu teknik yang menerapkan informasi–informasi ilmiah guna menemukan pemecahan masalah yang dihadapi oleh manusia. Jadi tingkah laku berfokus pada bagaimana orang–orang belajar dan kondisi –kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka. Istilah terapi tingkah laku atau konseling behaviorisme berasal dari bahasa Inggris Behavior Counselingyang untuk pertama kalinya digunakan oleh Jhon D. Krumboln (1964). Krumboln adalah pemotor utama dalam menerapkan pendekatan behaviorisme terhadap konseling, meskipun dia melanjutkan aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950.

Madzhab penganut behaviorisme berpendapat bahwa sikap manusia adalah hasil dari salah satu faktor berikut:

a. Kegagalan mempelajari atau memperoleh lingkungan yang sesuai b. Mempelajari pola – pola tingkah laku yang tidak sesuai atau

penyakit

26

Gerald Corey, Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hal. 198


(30)

22

c. Menghadapi suasana pertarungan – pertarungan yang menghendaki ia untuk membedakan dan mengambil keputusan – keputusan dimana ia merasa tidak sanggup untuk melakukannya.27

Menurut Gerald Corey setiap orang dipandang memiliki kecenderungan – kecenderungan positif dan negatif yang sama dan tingkah laku yang sama dan segenap tingkah laku manusia yang dipelajari.28

Terapi behavior adalah pendekatan yang ada pada konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku.29 Terapi behavior adalah teknik yang digunakan pada gangguan tingkah laku yang diperoleh dari cara belajar yang salah, dan karena diubah melalui proses belajar, untuk mendapatkan tingkah laku yang sesuai.30

Behaviorisme adalah sebuah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Artinya, menurut aliran ini perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa dilihat secara langsung. Misalnya, guru tersenyum terhadap murid, atau murid mengganggu murid yang lainnya, dan sebagainya. Namun pemikiran, perasaan dan motif yang dialami yang tidak dapat dilihat oleh orang

27

Hasan Langulung, Teori – Teori Kesehatan Mental. (Jakarta: Pustaka Al – Husna, 1992) hlm. 23-24

28

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Eresco, 1997) hlm. 198

29

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Eresco, 1997) hlm. 196

30

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Eresco, 1997) hlm. 198


(31)

23

lain bukanlah objek yang tepat untuk ilmu perilaku karena tidak bisa diobservasi secara langsung.

Terapi behavior adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang disebut dengan belajar.31

Para Behavioris radikal memandang bahwa tingkah laku manusia bukan didasari oleh pilihan dan kebebasan, melainkan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi objektif di dunia pada masa lampau dan hari ini. Jadi, lingkungan menempati posisi penting dalam pembentukan tingkah laku manusia.

Aspek penting dari terapi behaviorisme adalah bahwa perilaku dapat didefinisikan secara operasional, diamati, dan diukur32. Para behavioris berpandangan bahwa gangguan tingkah laku merupakan akibat dari proses belajar yang salah. Maka, untuk memperbaikinya diperlukan perubahan lingkungan menjadi lebih positif dengan harapan tingkah laku yang dimunculkan bersifat positif pula.

31

Kartini Kartono,Psikologi Sosial 3, (Jakarta: CV. Rajawali 1997) hlm. 301-302 32

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar- Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011) hal. 167


(32)

24

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu yang memandang individu dari sisi fenomena fisik, dan cenderung mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme cenderung tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Behaviorisme menganggap peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku adalah hasil belajar. Proses belajar artinya, proses perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku dikendalikan faktor-faktor lingkungan. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap interaksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme ingin menganilisis hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan.33

Terapi behavioral berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh: (a) pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan (d) penafsiran objektif atas hasil-hasil terapi.

33


(33)

25

Pada dasarnya, terapi behavioral diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah lakuyang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment dispesifikan, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tentang tujuan ditolak.

Karena tingkah laku yang dituju dispesifikan dengan jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci dengan metode-metode konseling diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi.34

Ciri – ciri dari terapi behavior sendiri adalah berpusat pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, cermat dalam mengurai treatment yang diberikan, perumusan prosedur yang objektif pada permasalahan yang ada, penaksiran objektif atas hasil terapi. Terapi behavior merupakan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang bersumber dari berbagai tentang teori belajar. Terapi behavior ini meyertakan penerapan yang sistematis pada prinsip belajar dan perubahan tingkah laku kearah yang adaptif. Pendekatan behavior ini memberikan manfaat baik pada bidang klinis maupun pendidikan. Hal ini dijelaskan dalam Qs. An-Nahl: 97 yang artinya ‘’Barang siapa melakukan kebaikan, baik laki – laki maupun perempuan dalam beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang

34


(34)

26

telah mereka kerjakan’’. Jadi dapat kita simpulkan dari ayat diatas jika kita mengubah tingkah laku orang lain kepada kebaikan maka Allah akan memberikan balasan bagi kita pahala yang lebih dari apa yang kita harapkan. Oleh karenanya kita sebagai umat Islam utamanya konselor islami harus ‘’Fastabiqul Khoirot’’ dengan tujuan memperoleh ridho dari Allah SWT.

Pada dasarnya terapi tingkah laku lebih kepada membuang tingkah laku maladaptif kepada perilaku adaptif serta memperkuat perilaku dan mempertahankan perilaku yang diinginkan.35

2. Latar Belakang Terapi Behavior

Behaviorisme lahir sebagai suatu reaksi dari sebuah intreksionisme dan juga psikoanalisis. Perkembangan terapi ini ditandai dengan suatu pertumbuhan yang fenomenal sejak akhir tahun 1950an. Pada awal tahun 1960an, laporan tentang penggunaan teknik terapi tingkah laku muncul dalam kepustakaan profesional. John Watson, pendiri behaviorisme menyingkir dari psikologi konsep seperti kesadaran, determinasi diri, dan berbagai fenomena subjektif lainnya. Ia mendirikan psikologi tentang kondisi tingkah laku yang dapat diamati.36 Terapi ini dihasilkan oleh beberapa hasil eksperimen para behaviorist yang memberikan sumbangan pada sebuah prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Pendekatan ini memiliki perjalanan yang

35

Gerald corey, Teori dan Praktek Konseling dan psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Adhitama, 2009) hal. 197

36

Gantina Komalasari dan Wahyuni Eka, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: Indeks, 2011) hal. 142


(35)

27

panjang mulai dari penelitian laboratorium terhadap binatang hingga terhadap manusia. Secara garis besar perkembangannya terdiri dari 3 trend utama, yaitu kondisioning klasik, kondisioning operan, dan kognitif.

3. Tujuan Terapi Behavior

Tujuan umum dari terapi behavior adalah untuk menciptakan suasana baru bagi setiap proses belajarnya. Teori mendasar yang ada pada diri manusia adalah setiap tingkah laku manusia itu dipelajari, termasuk tingkah laku maladaptif. Apabila tingkah laku tersebut tingkah laku neurotik learned maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan) dan tingkah laku yang baik dan efektif bisa diperoleh. Teori tingkah laku sebenarnya terdiri atas penghapusan sikap yang tidak efektif kemudian diganti dengan perilaku yang lebih efektif, dan juga memberikan pengalaman– pengalaman pembelajaran didalamnya yang berisi respon–respon yang layak dan belum dipelajari.

Tujuan adanya konseling behavior sendiri adalah untuk membantu konseli menghilangkan respon – respon atau tingkah laku lama yang merusak dirinya dengan mempelajari yang lebih baik dan sehat. Tujuan terapi behavior adalah untuk memperoleh perilaku baru, menghilangkan perilaku lama yang maladaptif dan juga menjaga perilaku baru yang diinginkannya serta memperkuatnya.37

4. Teknik–Teknik Terapi Behavior

37

Sofyan S Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2009) hal. 70


(36)

28

a. Desensitisasi Sistematik

Teknik ini merupakan perpaduan dari beberapa teknik seperti memikirkan sesuatu, menenangkan diri (relaksasi) dan membayangkan sesuatu. Dalam pelaksanaannya konselor berusaha untuk menanggulangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi oleh konseli. Dengan teori pengkondisian klasik maka respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Cara yang digunakan dalam keadaan santai adalah dengan memberikan stimulus yang menimbulkan kecemasan kemudian dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai. Memasangkan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur.38 b. Terapi Implosif dan Pembanjiran

Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang. Teknik pembanjiran berbeda dengan teknik desensitisasi sistematik dalam arti teknik pembanjiran tidak menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien. Menurut teknik ini, jika seseorang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan

38


(37)

29

konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan akan tereduksi atau terhapus.39

c. Terapi Aversi

Teknik pengkondisian aversi digunakan untuk meredakan perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan sehingga perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul. Stimulus yang tidak menyenangkan diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak diinginkan. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan sengatan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Perilaku yang dapat dimodifikasi dengan teknik pengkondisian aversi adalah perilaku maladaptif, seperti merokok, obsesi kompulsi, penggunaan zat adiktif, penyimpangan seksual.

d. Latihan Asertif

Latihan asertif merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Sebagai contoh ingin marah, tapi tetap berespon manis.

Latihan asertif adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:

1) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya

39


(38)

30

2) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya

3) Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata “tidak” 4) Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya 5) Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan

pendapat dan pikirannya.

Latihan asertif ini mengajak konselor untuk berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing (bermain peranan). Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dan klien sebagai bawahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan konselor menjadi bawahan yang mampu dan berani mengatakan sesuatu keberanian. Hal ini memang bertentangan dengan perilaku klien selama ini, dimana jika ia dimarahi atasan diam saja, walaupun dalam hatinya ingin mengatakan bahwa ia benar.40

e. Memberi Contoh (modelling)

Pemberian contoh merupakan teknik yang sering digunakan oleh konselor. Karena semua pengalaman yang didapat dari hasil belajar dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung atau tidak langsung kepada objek berikut konsekuensinya. Dengan pemberian contoh, konseli akan belajar dari tingkah laku orang lain yang menjadi

40

Sofyan S. Willis,Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2011) hal. 73


(39)

31

objek. Selain itu konseli dapat belajar dari sisi negatif dan positif dari objek yang dilihatnya.41

f. Home Work

Yaitu suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya ialah dengan memberi tugas rumah untuk satu minggu. Misalnya tugas klien adalah tidak menjawab jika dimarahi ibu tiri.

Klien menandai hari apa dia menjawab dan hari apa dia tidak menjawab. Jika seminggu dia tidak menjawab selama lima hari, berarti ia diberi lagi tuas tambahan sehingga selama tujuh hari tidak menjawab jika dimarahi.

Selain teknik-teknik yang telah dikemukakan diatas, Corey juga menambahkan teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristic yang termasuk dalam metode-metode pengondisian operan, antara lain:

1. Perkuatan positif, adalah teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera setelah tingakh laku yang diharapkan muncul.

2. Percontohan (modeling). Dalam teknik ini dapat mengamati seseorang yang dijadikan contohnya untuk berperilaku kemudian di perkuat dengan mencontoh tingkahlaku sang model.

3. Token economy, teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku klien.42

41

Gerald Corey,Teori & Praktek Konseling & Psikoterapi, hal.213 42

Namora Lumongga Lubis,Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktek,


(40)

32

4. Pembentukan respon. Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respon berwujud pengembangan suatu respon yang pada mulanya tidak terdapat pembendaharaan tingkah laku individu.

5. Perkuatan intermiten, mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, misalnya dengan pujian atau hadiah.

6. Penghapusan. Cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Wolpe menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh.43

B. Teknik Aversi

1. Pengertian teknik aversi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia terapi adalah pengobatan penyakit.44 Sedangkan aversi adalah perasaan tidak setuju disertai dengan dorongan untuk merubah tingkah laku diri atau menghindarnya.45 Teknik aversi ini telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan– gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat

43

Gerald Corey,Teori dan Praktek Koseling dan Psikoterapi,hal. 219-221 44

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 1258

45


(41)

33

kemunculannya. Teknik aversi adalah teknik yang bertujuan melemahkan perilaku maladaptif pada perilaku yang adaptif dalam hal ini adalah santri dalam sebuah pondok pesantren yang selalu ada saja alasan untuk tidak melakukan sholat berjamaah. Stimulus yang diberikan pada teknik aversi biasanya berupa hukuman atau sanksi (ta’zir)dengan kejutan listrik atau memberikan ramuan yang membuat mual. Teknik aversi bisa melibatkan penarikan penguatan positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.

Teknik – teknik dalam aversi inilah yang digunakan para behavioris karena metode ini dianggap cukup memberikan pengaruh pada perubahan tingkah laku klien meski cara yang digunakan sedikit menekan guna menghindari konsekuensi terburuk agar klien tidak melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagian besar lembaga – lembaga memakai prosedur – prosedur aversi untuk mengendalikan para anggotanya untuk membentuk tingkah laku individu agar sesuai dengan aturan yang ada.46

Terapi aversi dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan memberikan stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak memunculkan perilaku yang tidak diinginkan.47 Butir yang penting adalah bahwa maksud dari prosedur aversi ialah menyajika cara untuk menahan respon maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh

46

Gerald Corey, Teori & Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Adhitama, 2013), hal 216

47


(42)

34

tingkah laku alternatif yang adaptif dan mampu memperkuat dirinya sendiri. Salah satu kesalahpahaman yang populer adalah bahwa teknik– teknik yang berlandaskan hukuman merupakan perangkat yang paling penting bagi para terapis tingkah laku. Sebenarnya hukuman jangan sering dilakukan meskipun mungkin para konseli meminta penghapusan tingkah laku melalui proses penghukuman. Apabila cara – cara yang merupakan alternatif bagi hukuman tersedia maka hukuman jangan digunakan. Cara yang positif dan mengarah pada tingkah laku baru akan lebih efektif jika digunakan.48

2. Jenis Teknik Aversi

Ada berbagai media yang dapat digunakan dalam pelaksanaan terapi aversi ini diantaranya yaitu:

a. Kejutan listrik adalah dengan memasangkan elektroda pada lengan, betis atau jari sehingga dapat menghasilakn kejutan listrik.

b. Convert sensitization adalah dengan meminta klien untuk membayangkan perilaku maladaptif yang bisa dilakukan dan akibat apa yang akan ditimbulkan guna menimbulkan rasa penyesalan atau perasaan bersalah.

c. Aversi kimia adalah dengan memasukkan bahan kimia semacam obat atau cairan sehingga menimbulkan rasa mual pada klien.

48

Gerald Corey, Teori & Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Adhitama, 2013), hal 217


(43)

35

d. Penjenuhan adalah membuat diri klien merasa jenuh terhadap suatu tingkah laku, sehingga dia tidak lagi mau unutk melakukan perilaku tersebut lagi.

3. Langkah - Langkah Teknik Aversi

Tahap dari terapi aversi ada 4 langkah yaitu: assesment, menentukan tujuan apa yang ingin dicapai, menerapkan teknik,dan yang terakhir adalah follow up.

a. Assesment

Dalam melakukan assesment konselor melakukan hal yang bertujuan untuk menentukan apa yang akan dilakukan oleh klien pada saat proses konseling. Adapun teknik yang dilakukan dalam proses assesmen ada beberapa yaitu: pertama kali kita harus terlebih dulu menganalisis tingkah laku klien yang bermasalah (maladaptif) kemudian menganalisis situasi apa yang ada didalam permasalahan klien sehingga konselor dapat dengan tepat memberikan bantuan pada klien. Setelah menganalisis situasi yang dialami klien kemudian mencari tau apa yang sebenarnya menjadi motivasi klien untuk berubah menjadi lebih baik lagi, dengan motivasi yang kuat klien dapat mencapai keberhasilan yang baik dengan cara mengontrol dirinya, dalam artian mengontrol agar perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul. Dalam melakukan kontrol pada diri sendiri juga diperlukan hubungan sosial dengan orang sekitar yang memang pada


(44)

36

hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya membutuhkan orang lain. Menganalisa fisik dan kondisi sosial budaya juga diperlukan dalam proses assesmen ini karena dengan melakukannya konselor dapat mengerti keadaan klien seperti apa dan bagaimana.

b. Menentukan Tujuan

Setelah melakukan assesmen tentunya perlu menentukan tujuan dari proses konseling yang akan dilakukan. Tujuan konseling ini dilakukan sesuai kesepakatan antara konselor dan klien berdasarkan dengan informasi yang telah diterima konselor dan dianalisa. Konselor membantu klien melihat masalah atas dasar tujuan yang hendak dicapai. Memperhatikan hambatan yang kemungkinan muncul selama proses konseling juga di butuhkan agar dapat diukur dan mengantisipasi setiap hambatan dengan baik. Menentukan tujuan sebaiknya dilakukan dengan menyusun apa saja tujuannya dalam satu urutan yang detail.

c. Menerapkan Teknik

Menentukan teknik yang baik untuk dilakukan adalah inti dari proses konseling karena teknik juga dapat memengaruhi berhasil atau tidaknya suatu proses konseling dalam melakukan tujuan yang hendak dicapai. Konselor dan klien selanjutnya menerapkan teknik yang sudah di sepakati oleh keduanya sesuai dengan permasalahan yang dialami klien.


(45)

37

d. Follow Up

Proses follow up ini merupakan proses menjadi tahap akhir dalam proses konseling, dimana dalam tahap ini juga dilakukan evaluasi selama proses konseling dari awal hingga saat ini apakah ada perubahan dalam diri klien ataukah sebaliknya. Jika hasil yang dicapai sebaliknya maka konselor dan klien memberi jalan untuk mencari jalan dan memantau proses konseling apakah selama proses konseling ada sesuatu yang salah atau sesuatu yang mungkin kurang maksimal dalam melakukannya.49

Tujuan dari teknik aversi ini untuk menghukum perilaku negatif dan memperkuat perilaku positif. Hukuman yang digunakan bisa dengan kejutan aliran listrik50 bisa juga dengan proses aturan yang berlaku karena dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di pondok pesantren yang notabenenya menerapkan hukum secara islami dan mendidik utamanya bagi para santri di pondok pesantren tersebut. 4. Pengondisian Teknik aversi

Teknik aversi ini bisa dipakai untuk mengubah atau menghilangkan perilaku buruk yang ada pada klien. Teknik ini digunakan untuk meningkatkan kepekaan klien dalam menerima stimulus yang disenenanginya dengan sebaliknya. Stimulus yang disajikan diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku

49

Gantina Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011) hal 157 50


(46)

38

yang tidak dikehendaki. Dalam artian ketika perilaku tidak diinginkan ini muncul maka proses penghukuman akan berlaku. Pengondisian ini diharapkan dapat membentuk efek yang tidak diinginkan dengan menyajikan stimulus yang sebaliknya.

Apabila hukuman digunakan akan ada beberapa kemungkinan terbentuknya efek samping secara emosional tambahan seperti: tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum berada dalam suatu tempat dimana ada pelaku tersebut, jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan untuk menarik diri secara berlebihan, pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum.51

Hal yang perlu dilihat dalam menggunakan teknik ini adalah ada beberapa poin yang menjadi sudut perhatian bagi peneliti dalam melaksanakan teknik ini agar hukuman jangan sering dilakukan apabila sangat terpaksa melakukan hukuman maka lebih baik menghukum sekaligus mendidik sebagai contoh dalam pondok pesantren Burhanul Hidayah ini santri yang tidak melaksanakan sholat berjamaah akan dihukum membaca Al - Qur’an satu juz di tengah lapangan antara pondok putra dan putri serta namanya akan tercantum pada papan yang

51

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi,(Bandung: Refika Adhitama, 2013), hal 218


(47)

39

ada di dalam pondok putra atau putri, dengan begitu para santri akan lebih hati–hati agar tidak melanggarnya.

C. Kedisiplinan Sholat Berjamaah 1. Pengertian kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin yang dibentuk dari kata disiplin yang di imbuhi ke-an, yaitu menjadi suatu kata kedisiplinan yang artinya suatu hal yang membuat seseorang melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kehendak langsung, ketaatan, kepatuhan, kepada peraturan ataupun tata tertib yang ada.

Kedisiplinan adalah ketaatan terhadap aturan atau tata tertib. Tata tertib adalah seperangkat peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi yang tertib dan teratur. Jadi kedisiplinan adalah menaati tata tertib dalam semua aspek kehidupan, diantaranya: agama, sosial, budaya, pergaulan, sekolah, dan lain– lain. Keberhasilan seseorang dalam sebuah usaha tergantung pada kedisiplinannya karena orang yang disiplin adalah orang yang berbuat dengan mestinya tanpa dibuat – buat dan tanpa mengurangi keadaan yang sebenarnya.52

Kedisiplinan harus ditegakkan dalam segala bidang karena tanpa ada kedisiplinan seseorang akan susah mencapai sesuatu yang di inginkan. Pada intinya kedisiplinan merupakan sebuah kunci keberhasilan seseorang dalam kehidupannya. Entah itu disiplin dalam kebiasaan sehari

52

A.S. Moenir, Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan Kepegawaian,(Jakarta : PT. Gunung Agung, 1983), hal 181


(48)

40

– hari ataupun disiplin dalam melakukan suatu kegiatan akademis. Seseorang dalam melakukan kegiatan yang kecil sekalipun sangat perlu disiplin karena setiap apa yang dilakukan sangat tepat dan harus sesuai dengan prediksinya. Bahkan biasanya orang yang disiplin setiap menit waktunya akan dijadwalkan dan melakukan apapun sesuai dengan schedule yang telah dibuatnya. Jadi biasanya orang yang seperti ini tidak mau membuang – buang waktu terlalu lama hanya untuk bersenang – senang belaka.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan

Dalam rangka membina dan meningkatkan kedisiplinan seorang siswa dalam melaksanakan ibadah sholat terutama di lingkungan pondok pesantren maka perlu di perhatikan unsur yang mempengaruhinya agar disiplin bisa terwujud dalam perilaku siswa yang kemudian menjadi suatu kesadaran pada dirinya untuk melakukan hal itu dengan sendirinya. Adapun faktornya adalah sebagai berikut:

1) Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor dari dalam diri seorang individu itu sendiri dengan kata lain pembawaan dari sejak manusia itu lahir. Faktor ini mempunyai peran penting dalam sebuah kehidupan seseorang seperti yang diungkapkan Zakiah Drajat yaitu ‘’ beberapa ahli biologi dan psikologi berpendapat bahwa peluang pendidik untuk memaksimalkan potensi yang ada sangatlah besar/kuat’’. Kutipan itu menegaskan bahwa fakotr bawaan dari setiap individu sangatlah


(49)

41

berperan mempengaruhi kehidupan manusia akan tetapi bisa ditunjang dengan cara didik dan lingkungan tempat tinggalnya agar terbentuk pribadi yang diinginkan.

2) Faktor Ekstern53

Faktor ekstern adalah suatu yang mempengaruhi diri seorang individu dari luar artinya bisa dari orang lain, lingkungan atau lain sebagainya.

Seorang siswa meninggalkan sholat jamaah bisa diakibatkan karena terpengaruh oleh seorang teman yang dilihatnya meninggalkan sholat jamaah sehingga dalam kesadarannya meniru hal tersebut. Dan juga mungkin itu berkelanjutan karena lingkungan pesantren yang kurang dalam hal kontrol kepada siswa yang meninggalkan sholat jamaah tersebut.

Implikasinya seorang siswa merasa nyaman dengan perbuatan melanggar peraturan pesantren tersebut tanpa ada rasa bersalah dan secara tidak sadar menjadi sebuah kebiasaan (habbit) yang terus menerus dikerjakan. Ini perlu disadari bersama bahwa faktor dari luar ini tidak kalah pentingnya dalam membentuk kebiasaan siswa.

3) Indikator Kedisiplinan Sholat Berjamaah

a. Disiplin dalam melaksanakan sholat berjamaah

53

Evi Chumaidah, Upaya Peningkatan Pendidikan Kedisiplinan Sholat Berjamaah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sidoarjo (Surabaya : Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), hal 34


(50)

42

b. Bila mendengar adzan dikumandangkan segera bergegas mengambil air wudlu

c. Melaksanakan sholat sunnah rowatib

d. Meluruskan shof ketika melaksanakan sholat berjamaah e. Melaksanakan sholat berjamaah bagaimanapun keadaannya f. Aktif melaksanakan sholat berjamaah

g. Dzikir dan do’a setelah melakukan sholat berjamaah

3. Pengertian Sholat Berjamaah

Berjamaah adalah berkumpul bersama dalam suatu kelompok atau perkumpulan. Shalat berjamaah artinya shalat bersama-sama, baik di masjid, mushalla, maupun di rumah, dengan syarat ada imam dan ada makmumnya. Pengertian shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama dan sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang yakni imam dan makmum. Cara mengerjakannya, imam berdiri di depan dan makmum di belakangnya. Makmum harus mengikuti perbuatan imam dan tidak boleh mendahului.

Pada dasarnya sholat yang utama adalah sholat berjamaah. Sholat berjamaah adalah sholat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan bersamaan dan salah satunya menjadi imam dalam sholat tersebut. Dalam setiap gerakan sholat memiliki banyak sekali manfaat untuk tubuh kita.54

54

Imam Musbikin, Misteri Sholat Berjamaah bagi Kesehatan Fisik dan Psikis, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2007), hal 53


(51)

43

Rasululloh bersabda: ‘’sholat berjamaah melebihi sholat sendirian dengan dua puluh derajat’’. Diriwayatkan bahwa esok pada hari kiamat dikumpulkan sekelompok orang yang (cahaya) wajahnya seperti matahari. Ketika malaikat bertanya kepada mereka tentang perbuatannya, mereka menjawab: ‘’kami sudah berada didalam masjid ketika adzan di kumandangkan.55

Allah juga telah mensyariatkan untuk umat ini berkumpul pada suatu waktu yang sangat di kenal. Di antaranya adalah dalam sehari dan semalam, seperti, sholat fardlu lima waktu. Kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan sholat di dalam masjid setiap siang dan malam lima kali.56 Dasar hukum sholat berjamaah sendiri menurut sumber lain adalah sunnah muakkad yaitu di bawah wajib dan diatas sunnah biasa. 57 Usman meriwayatkan secara marfu’ (yakni, menisbahkan ucapan ini kepada Nabi SAW) : ‘’barang siapa menghadiri sholat jamaah isya’ di masjid, seakan –akan ia bertahajjud setengah malam, dan barang siapa menghadiri sholat jamaah shubuh seakan–akan ia bertahajjud semalam suntuk.58

Sholat sendiri dapat menghindari penundaan dan berguna untuk mengatur waktu kita dalam meakukan aktivitas sehari – hari contoh kecilnya ketika kita berangkat sekolah di pagi hari pasti kita telah melaksanakan sholat shubuh. Sholat shubuh ini juga bisa untuk mencegah

55

Imam Al-Ghazali,Keagungan Salat, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal 50 56

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan,Kitab Sholat, (Jakarta: PT. Darul Falah, 2007), hal 191

57

Kahar Mansyur,Salat Wajib menurut Madzhab Empat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995 ), hal 329

58

Al – Ghazali,Rahasia – Rahasia Shalat, (Kairo-Mesir: Dar At – Turats Al – ‘Arabiy), hal 23


(52)

44

menunda kita untuk bermalas – masalan di tempat tidur dan juga bisa untuk mengatur waktu dengan bangun agak pagi untuk sholat shubuh maka kita akan mempersiapkan untuk sekolah agar tidak ada barang atau pekerjaan yang terlupa karena sudah dipersiapkan lebih pagi. 59 Maka bersegeralah menuju masjid, dan carilah shaf pertama. Sungguh, dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW telah bersabda,

.

Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 580)

Allah dan Para Malaikat Bershalawat Kepada Orang-Orang Di Shaf Awal

Dan tidakkah Anda ingin shalat bersama dengan para malaikat?! Diriwayatkan dari Al Barra’ bin ‘Adzib bahwa Nabishallallaahu ‘alaihi

wa sallambersabda,

"

"

59

Muhammad Bahnasi,Sholat sebagai Terapi Psikologi,(Bandung: Mizan Media Utama, 2008), hal 221-225


(53)

45

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf awal, dan muadzin itu akan diampuni dosanya

sepanjang radius suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat

bersamanya”(HR. Ahmad dan An Nasa’i dengan sanad yang jayyid) Dalam hadits lain dari Nu’man bin Basyirradhiyallahu

‘anhubeliau berkata, “Aku mendengar Rasululullahshallallahu ‘alaihi

wa sallambersabda,

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf pertama, atau di beberapa shaf yang awal”

Ancaman bagi orang yang mengakhirkan jamaah

Maka, wahai saudaraku seiman, bergegaslah menuju masjid jika adzan telah dikumandangkan. Segera tinggalkan segala keperluan duniawimu, segeralah mengambil air wudhu’, sebab Allah dan Rasul-nya telah mengancam dengan tegas lewat sabda Nabi-Nya.

Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullahshallallaahu ‘alaihi

wa sallammelihat diantara shahabat ada yang mengakhirkan berangkat ke masjid, maka beliau bersabda :


(54)

46

Tidaklah suatu kaum mengakhirkan (yaitu menuju masjid) hingga Allah akan mengakhirkan mereka

Syaikh Ibnu ‘Utsaiminrahimahullahberkata,

“Oleh karena itu hendaklah orang-orang merasa takut apabila mereka mengakhirkan suatu ibadah, mereka akan diuji dalam bentuk

Allah ‘azza wa jalla akhirkan dalam segala bentuk kebaikan” (Ikhtishar

FatawaIbnu ‘Utsaimin13/54)

Sebagai penutup, hendaklah kita selalu mengingat firman AllahTa’ala yang artinya: “Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid : 21)60

4. Pengertian Kedisiplinan Sholat Berjamaah

Kedisiplinan sholat berjamaah adalah suatu aturan yang ada dalam sebuah kelompok guna melaksanakan sholat lima waktu. Seseorang melakukannya dengan senang hati dan memang menjadi sebuah keharusan bagi dirinya sendiri untuk melaksanakan sholat berjamaah.

60

https://muslim.or.id/7492-keutamaan-shaf-pertama.html diakses pada 18 April 2017 pukul:21.15 WIB


(55)

47

5. Faktor–Faktor Kedisiplinan Sholat Berjamaah

Ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi kedisiplinan seseorang terlebih sholat berjamaah. Disini saya akan membahas faktor kedisiplinan di pondok pesantren:

a. Faktor Intern

Faktor intern ini berasal dari dalam dirinya dimana seseorang akan melaksanakan sholat berjamaah jika dia ingin sholat berjamaah entah itu dengan tujuan apa atau bagaimana. Dorongan dari dalam diri ini yang biasanya membuat seseorang terkadang enggan untuk beranjak pergi ke masjid guna melaksanakan sholat berjamaah. Banyak sekali faktor yang membuat enggan pergi sholat berjamaah diantaranya: sedang asik melakukan sesuatu yang kalau di tinggal sayang, bisa juga karena malas pergi, dan lain sebagainya. Intinya seseorang akan mengerjakan sesuatu jika dorongan dari dalam dirinya kuat maka ia akan melakukannya akan tetapi jika dorongan dalam dirinya lemah maka ia tidak akan mengerjakannya.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor dari luar diri seorang individu entah itu lingkungan atau kondisi yang sedang dihadapinya. Selain faktor Intern ada faktor ekstern yang juga berpengaruh pada seseorang. Termasuk dalam hal disiplin sholat berjamaah. Banyak sekali hal yang mempengaruhi seseorang untuk disiplin melakukan sholat berjamaah. Lingkungan yang mendorong untuk mendisiplinkan


(56)

48

sholat berjamaah biasanya identik dengan pondok pesantren. Tapi jangan salah biasanya masih ada santri di pondok pesantren yang masih enggan melakukan sholat berjamaah karena malas atau teman– teman dekatnya sering tidak melakukan sholat berjamaah padahal sudah di wajibkan atas setiap santri melakukan sholat berjamaah di masjid pondok pesantren. Ada juga santri yang sangat gemar melakukan sholat berjamaah bahkan sangat disiplin dalam waktu sholat berjamaah karena ia sadar bahwa sholat berjamaah memang sudah di wajibkan di pondok pesantren dan juga ia tau betapa besar faedah dan manfaat yang bisa diperoleh dari sholat berjamaah.

6. Manfaat kedisiplinan Sholat Berjamaah Diantara manfaat sholat berjamaah adalah: a. Memperkuat tali persaudaraan

Karena jika kita melakukan sholat berjamaah otomatis kita bisa bersosialisasi dengan santri yang lain dengan bermunajat bersama setelah melakukan sholat berjamah

b. Dapat memaksimalkan waktu dengan baik

Orang yang sholat berjamaah akan dapat memprediksikan waktunya dengan baik karena biasanya orang akan mudah mengatur jadwal dari pagi hingga larut malam untuk melakukan aktivitas sehari – hari jika jadwal tersusun rapi dengan sholat berjamaah dari shubuh hingga petang (5 waktu) maka aktivitas orang tersebut dapat berjalan dengan semestinya.


(57)

49

c. Dapat mendisiplinkan diri sendiri

Dengan kata lain jika kita dalam hal sholat jamaah saja disiplin maka otomatis setiap apa yang dilakukan orang tersebut dalam sehari – harinya tidak mau rugi. Intinya semua kegiatan yang dilakukan kegiatan yang positif bahkan kalau seseorang tidak butuh tidur maka ia tidak akan tidur melainkan ia akan mengerjakan hal yang positif dan berguna bagi dirinya sendiri dan orang lain.

d. Melebur dosa

Seperti kita ketahui setelah sholat berjamaah dan wiridan semua orang akan bersalaman nah dalam sebuah kitab yang pernah diceritakan oleh guru saya bersalaman setelah melakukan sholat berjamaah di masjid dapat melebur dosa dengan orang yang kita ajak bersalaman tersebut. Akan tetapi jika punya kesalahan dengan sesama manusia harus di lontarkan dengan jelas apa saja kesalahannya ketika meminta maaf kepada seseorang

e. Mendapat pahala yang dijanjikan Allah

Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah telah menjanjikan seseorang pahala sebanyak 27 derajat bagi mereka yang sholat berjamaah dibanding mereka yang sholat sendirian. Akan tetapi kembali lagi pada fitrahnya semua pahala diterima atau tidaknya itu tidak ada yang tau kecuali Allah dan semua perbuatan manusia tergantung pada niatnya seperti dalam sebuah petikan hadits shohih Bukhori Muslim yang artinya: ‘’...segala sesuatu itu tergantung pada


(58)

50

niatnya....’’ artinya jika orang melakukan sholat berjamaah karena Lillah atau karena seseorang maka orang lain tidak akan tahu apa yang ada dalam hatinya.

D. Implementasi Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamah

Teknik aversi dan kedisiplinan sholat berjamaah berhubungan erat antara satu sama lainnya dalam hal membantu konseli untuk membuat perubahan dalam dirinya. Pada penelitian ini teknik aversi digunakan sebagai fasilitas untuk membantu mendisiplinkan konseli dalam melaksanakan sholat berjamaah.

Mungkin sebagian orang seringkali beranggapan bahwa teknik aversi adalah teknik dengan menggunakan kekerasan akan tetapi pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan hukuman atau kekerasan lainnya akan tetapi menggunakan penguatan positif. Penguatan positif inilah yang menjadi alternatif dalam teknik aversi yang digunakan peneliti untuk membantu klien dalam mendisiplinkan dirinya untuk melakukan sholat berjamaah.

Pada penelitian lain juga teknik aversi digunakan pada siswa yang suka berbohong pada penelitian ini jenis yang digunakan adalah studi kasus dimana subjeknya adalah seorang siswa kelas 2 di SMAN 1 jekulo kudus pada tahun ajaran 2014-2015. Penelitian ini dimaksutkan untuk mengetahui apa saja faktor yang membuat siswa ini berbohong dan seberapa efektif teknik aversi ini dalam menangani kasus anak yang berbohong ini. Penelitian ini juga menggunakan penguatan positif dengan nada agak tinggi dan dibantu dengan


(59)

51

renungan serta bantuan video dengan maksut menghilangkan perilaku tidak baik pada siswa ini.61

Dalam penelitian ini juga dipaparkan bahwa teknik aversi yang digunakan adalah penguatan positif agar terhindar dari pemakaian hukuman yang nantinya mungkin akan berdampak buruk entah itu bagi kondisi fisik atau psikis klien. Teknik aversi dalam penelitian ini dilakukan pada siswa yang membolos di SMP Negeri 4 Delanggu Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir siswa yang terlambat masuk sekolah dan mendiskripsikan bagaimana langkah untuk menangani siswa yang membolos. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan yang bersifat deskriptif dimana metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi.62

Dalam penelitian selanjutnya kedisiplinan sholat berjamaah berpengaruh dalam perilaku sosial santri di sebuah pondok pesantren. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan studi korasional yang mana diperoleh hasil nilai koefisien korelasinya adalah 0,376. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa ada pengaruh positif antara kedisiplinan sholat berjamaah terhadap perilaku sosial santri karena dengan

61

Afrianto Ribut Nugroho, Penerapan Konseling Behaviorisme dengan Teknik Aversi untuk Mengatasi Siswa Suka Berbohong Kelas XI SMAN JEKULO Kudus, (Skripsi: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sunan Muria Kudus, 2015)

62

Desy Istiana Ramadhani, Terapi Aversi dalam Menangani Siswa Membolos di SMP Negeri 4 Delanggu, Yogyakarta(Skripsi: Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, 2016)


(60)

52

sholat berjamaah santri satu dengan yang lain otomatis akan lebih sering bertatap muka dan juga terjadi proses komunikasi yang baik.63

63

Hurrotul A’yuuni,Pengaruh Kedisiplinan Sholat Berjamaah Terhadap Perilaku Sosial Santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang,(Skripsi: Progrram S1 Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2012)


(61)

BAB III PENYAJIAN DATA A.Deskriptif Umum Objek Penelitian

1. Lokasi Penelitian PROFIL LEMBAGA

Nama Lembaga : Pondok Pesantren Burhanul Hidayah

Alamat : Jl. Nusa Indah Jenggot RT.09 RW. 04 Krembung Sidoarjo

Telp : 031 – 81281731

Ketua Yayasan : KH. SUNHAJI AS, S.Pd, M.Pd Jenjang pendidikan :

a. Paud Plus Qiraati Cahaya Budaya

- Pendidikan baca al – Qu‟an metode Qiroati - Pendidikan baca tulis menggunakan ala Qiraati - Pendidikan berhitung menggunakan ala Qiraati

b. SD Plus Qiraati Cahaya Budaya sesuai kurikulum perpaduan Kurnas dan Ponpes

Bagi yang sudah khotam Al – Qur‟an – 30 Juz ada dua jurusan - Pasca TPQ Program Tahfidz ( PTPT )

- Pasca TPQ Program Diniyah ( PTPD )

c. MTs Plus Burhanul Hidaya Sesuai kurikulum perpaduan Kurnas dan ponpes


(62)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

54

- Pembelajaran baca Al- Qur‟an menggunakan metode Qiraati - Bagi yang sudah khotam dilanjutkan dengan Pasca TPQ Program

diniyah

d. MA Plus Burhanul Hidayah sesuai kurikulum perpaduan Kurnas dan Ponpes

- Pembelajaran baca Al – Qur‟an menggunakan metode Qiraati - Bagi yang sudah khotam dilanjutkan dengan Pasca TPQ Program

diniyah

- Bagi siwa siswi kelas XII ada program PPGQ (pendidikan dan pelatihan Guru Qiraati) di program lulus MA lulus tashih Al – Qur‟an dan menerima syahadah

e. TPQ dan Pasca TPQ Qiraati formal masuk pukul 15.30 – 17.30 WIB f.Madrasah Diniyah PPBH masuk pukul 18.00 – 20.00 WIB

g. Pasca TPQ Program Tahfidz masuk pukul 15.30 – 17.30 WIB h. Pengajian Kitab Tahunan ( Weton ) 1438 H

- Almawaid wal hikayat - Syarah sulam taufiq - Bahjatul wasail

- Adabul „alim wal muta‟alim i.Kegiatan ekstra

- Qiraah


(1)

94

BAB V PENUTUP A. Simpulan

Peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan pada seorang siswi kelas IX yang berada di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Jenggot Krembung Sidoarjo. Kesimpulan tersebut dapat disampaikan seperti berikut :

1. Proses Bimbingan dan Konseling Islam menggunakan teknik aversi yang dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah proses konseling, yakni: identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, terapi dan tahap evaluasi dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Jenggot Krembung Sidorajo. Konselor menggunakan teknik aversi menggunakan penguatan positif yang ditanamkan pada konseli sebagai alternatif agar hukuman tidak digunakan karena bukan hal yang baik sebenarnya melakukan hukuman pada konseli sekalipun konseli sendiri yang meminta. Apabila hukuman digunakan akan ada beberapa kemungkinan terbentuknya efek samping secara emosional tambahan seperti: tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum berada dalam suatu tempat dimana ada pelaku tersebut, jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan untuk menarik diri secara berlebihan, pengaruh hukuman boleh jadi


(2)

95

digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum.

2. Hasil Bimbingan dan Konseling Islam menggunakan teknik aversi bisa dikatakan berhasil dengan adanya perubahan yang tampak pada konseli hal ini semakin menguatkan bahwa teknik aversu dalam proses konseling bisa digunakan dan berpotensi untuk membantu seseorang atau konseli dalam mendisiplinkan seseorang. Adanya perilakulangsung mengambil air wudlu ketika sudah mulai masuk waktu sholat merupakan bukti bahwa konseli sduah sedikit banyak melakukan perubahan di dalam dirinya. Konseli juga menunjukkan perubahan pada sikapnya, seperti mulai menerima apa yang ada dalam peraturan, mulai menerima kritik dan saran dari pengurus untuk kebaikannya sendiri sudah ada toleransi kepada temannya dan saling menjaga untuk tidak melanggar aturan yang ada. B. Saran

Setelah penulis menganalisa data yang sudah terkumpul dan menarik kesimpulan yang telah disebutkan sebelumnya, maka penulis bisa memberikan saran seperti berikut :

1. Teknik aversi bukan hanya teknik yang menggunakan stimulus menyakitkan akan tetapi dalam teknik ini juga dapat digunakan alternatif lain sehingga hukuman jangan sampai dilakukan karena dapat membuat konseli menarik diri. Perlu adanya ketelatenan dalam menangani konseli


(3)

96

khusus bagi konseli yang demikian agar memperoleh kepercayaan dari konseli yang nantinya kan mempermudah proses konseling selama berlangsung.

2. Hendaknya bisa memahami bahwa hukuman tidak harus dilakukan karena hukuman akan berakibat tidak baik bagi perkembangan psikisnya.akan tetapi jika yang dilakukan penguatan positif yang bisa menuju perilaku adaptid maka cara tersebut dirasa cukup efektif untuk menghapus perilaku lama dan meperoleh perilaku baru hingga sampai benar – benar tidak ada lagi perilaku maladaptif yang tersisa.


(4)

97

DAFTAR PUSTAKA

A. Sehertian, Piet. 1994. Dimensi-Dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Usaha Nasional

A’yuuni, Hurrotul. 2012.Pengaruh Kedisiplinan Sholat Berjamaah Terhadap

Perilaku Sosial Santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang.Skripsi: Progrram S1 Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga

Al – Ghazali. Rahasia Rahasia Shalat. Kairo-Mesir: Dar At – Turats Al – ‘Arabiy

Al-Fauzan, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan. 2007. Kitab Sholat. Jakarta: PT. Darul Falah

Al-Ghazali, Imam. 2005.Keagungan Salat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Bahnasi, Muhammad. 2008. Sholat sebagai Terapi Psikologi. Bandung: Mizan Media Utama

Boy Soedarmaji, Hartono. 2006.Psikologi Konseling. Surabaya: Press UNIPA Bungin, Berhan. 2001.Metode Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Universitas Airlangga

Chumaidah, Evi. 2011. Upaya Peningkatan Pendidikan Kedisiplinan Sholat Berjamaah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sidoarjo. Surabaya : Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Adhitama

Eka, Wahyuni dan Gantina Komalasari. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: Indeks


(5)

98

Hurlock, B. Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan.Jakarta: Erlangga

Kartono, Kartini. 1997.Psikologi Sosial 3. Jakarta: CV. Rajawali

KBBI,Kamus Besar Bahasa Indonesiaz, diakses pada 14 Oktober 2016

Koeswara, E. 1991.Teori Teori Kepribadian.Bandung: PT. Eresco

Langulung, Hasan. 1992. Teori Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Al –

Husna

Latipun. 2003.Psikologi Konseling.Malang: UMM Press

Lumongga Lubis, Namora. 2011. Memahami Dasar- Dasar Konseling. Jakarta:

Kencana

Mansyur, Kahar. 1995.Salat Wajib menurut Madzhab Empat. Jakarta: PT. Rineka

Cipta

Marliani, Rosleny. 2015.Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia

Moenir, A.S. 1983. Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan

Kepegawaian.Jakarta: PT. Gunung Agung

Muhammad Syafi’i, Syaikh Jalal. 2006. The Power oh Shalat. Bandung: MQ

Publishing

Musbikin, Imam. 2007. Misteri Sholat Berjamaah bagi Kesehatan Fisik dan

Psikis. Yogyakarta : Mitra Pustaka

Nugroho, Afrianto Ribut. 2015.Penerapan Konseling Behavioristik dengan

Teknik Aversi untuk Mengatasi Siswa Suka Berbohong Kelas XI SMAN JEKULO Kudus. Skripsi: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sunan Muria Kudus

Poerwadarminta, W.J.S. 1997. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka


(6)

99

Ramadhani, Desy Istiana. 2016.Terapi Aversi dalam Menangani Siswa Membolos

di SMP Negeri 4 Delanggu, Yogyakarta.Skripsi: Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Rogacion, Mary Rebeccan Rivkha E. 1998. Enneagram Timur 9 Tipe

Kepribadian.Yogyakarta: Kanisius

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Semiawan, Cony. 2002. Pendidikan Keluarga dalam Era Global. Jakarta: PT

Prenhallinho

Shaleh, Abdul Rahman. 2009. Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif

Islam. Jakarta : Kencana

Sumanto. 2014. Psikologi Umum. Yogyakarta: CAPS

Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Dan Bimbingan

Konseling.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Tri Rahayu, Iin. 2009.Psikoterapi.Malang: UIN Malang Press

Walgito, Bimo. 2003.Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi

Willis, S. Sofyan. 2009. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: