Faktor-faktor Penyebab Perceraian KAJIAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DALAM HUKUM ISLAM

muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur. Efek hukum yang ditimbulkan Fasakh dan khulu’ adalah talak bâ’in sughra , yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.

C. Faktor-faktor Penyebab Perceraian

Mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian ada beberapa alasan yang melatarbelakangi kenapa perceraian dapat terjadi. Hal ini dijelaskan dalam KHI pasal 116 dan PP No.9 Th.1975 pasal 19. Terdapat juga dalam pasal 39 ayat 2 UUP No.1 Th.1974. Alasan perceraian menurut hukum Islam adalah: 1. Tidak ada lagi keserasian dan keseimbangan dalam suasana rumah tangga, tidak ada lagi rasa kasih saying yang merupakan tujuan dan hikmah dari perkawinan. 2. Karena salah satu pihak berpindah agama. 3. Salah satu pihak melakukan perbuatan keji. 4. Suami tidak memberi apa yang seharusnya menjadi hak istri. 5. Suami melanggar janji yang pernah diucapkan sewaktu akad pernikahan taklik talak. 44 Hal-hal yang menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan antara seorang suami dengan seorang isteri yang menjadi pihak-pihak terikat dalam perkawinan menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam KHI menyatakan ada tiga sebab, yaitu karena kematian, karena perceraian dan atas keputusan pengadilan agama. 45 Perceraian bisa merupakan sebab hak suami, sebab hak isteri, dan sebab keputusan pengadilan. 1. Sebab yang merupakan hak suami Islam memperbolehkan untuk memutus ikatan perkawinan atas dasar kemauan pihak-pihak. Suami diberi hak untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum yang akan menjadi sebab pemutusannya. Perbuatan hukum itu disebut dengan talak. 46 2. Sebab yang merupakan hak isteri Isteri diberi hak untuk melakukan suatu perbuatan hokum yang menjadi sebab putusnya perkawinan, perbuatan hukum tersebut adalah khul’un. 47 Isteri meminta suaminya untuk melakukan pemutusan tali ikatan perkawinan 44 Muhammad Hamidy, Perkawinan dan Permasalahannya, Surabaya: Bina Ilmu, 1980 45 Ahmad Khuzari, M.A., Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, cet pertama, h. 117 46 Ibid, h. 117-118 47 Ibid, h. 121 dengan cara isteri menyediakan pembayaran untuk menebus dirinya kepada suami. 3. Sebab atas keputusan pengadilan Sesuai dengan kedudukannya, kekuasaan atau hak pengadilan berada di luar pihak-pihak yang mengadakan akad sehingga dalam hal pemutusan hubungan ikatan perkawinan ini pengadilan tidak melakukan inisiatif. Keterlibatannya terjadi apabila salah satu pihak, baik pihak suami atau pihak isteri, mengajukan gugat atau permohonan kepada pengadilan. 48 Suami isteri memiliki hak yang sama untuk melakukan perceraian karena para pihak itu tidak melaksanakan hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Akan tetapi perceraian itu harus dengan alasan-alasan yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam undang-undang. Adapun menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 39 ayat 2 dua dijelaskan bahwa untuk melakukan perceraian diperlukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, oleh karena itu dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 19 dan dalam Kompilasi Hukum Islam KHI pasal 116 dan 51 menjelaskan tentang alasan perceraian yang dapat terjadi. 48 Ibid, h. 123 Untuk itu penulis berusaha untuk menguraikannya satu persatu sebagai berikut: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. Zina adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Zina merupakan alasan untuk bercerai. Pembuktian zina ini dapat dibuktikan dengan mendengar kesaksian para saksi yang memang benar-benar mengetahui perbuatan zina tersebut. Namun dalam pembuktiannya ini sangat sulit untuk dibuktikan, maka dalam persidangan digunakan istilah perselingkuhan. Awal dari perbuatan ini menimbulkan pertengkaran serta memancing konflik dalam rumah tangga secara terus menerus. Begitu pula dengan perbuatan judi, madat serta mabuk yang berdampak sama dengan perbuatan zina. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. Perceraian dengan alasan di atas bertujuan untuk melindungi pihak yang ditinggalkan karena tidak ada kejelasan tentang informasi keadaan pihak yang meninggalkan. Jadi pihak yang ditinggalkan dapat dilindungi dari haknya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukumannya lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Dalam Perarutan Pemerintah No.9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang- undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 23 disebutkan bahwa: Gugatan perceraian karena salah seorang suami isteri mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf c maka untuk mendapat putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup meyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutus perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal ini berarti pihak tergugat tidak dapat melumpuhkan alat bukti yang diajukan penggugat, karena hakim pun terikat secara mutlak atas alat bukti tersebut, dengan syarat: a. Hukuman yang dijatuhkan paling rendah lima tahun penjara. b. Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. c. Adanya keterangan dari pengadilan yang bersangkutan, menjelaskan bahwa putusan pidana tersebut telah benar-benar mempunyai hukum tetap. d. Putusan dijatuhkan setelah perkawinan berlangsung antara suami isteri. 49 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. Jika seorang suami melakukan penganiayaan berat terhadap isterinya, maka isteri berhak mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya di pengadilan. Sebagai langkah untuk tidak terjadi lagi hal-hal yang lebih buruk lagi. 49 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Kartini, 1993, cet.Ke-2, h. 260 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. Cacat badan juga dapat dijadikan alasan untuk bercerai, ini disebabkan oleh karena salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagai suami isteri. Perceraian pada alasan ini bisa tidak terjadi kalau masing-masing pihak dapat menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing. 6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pertengkaran yang terjadi antara suami isteri secara terus menerus ini berdampak buruk bagi kelangsungan hidup rumah tangga mereka. Semua usaha harus dilakukan untuk berdamai antara suami isteri tersebut tapi kalaupun tidak bisa maka salah satu jalan adalah perceraian. 7. Suami melanggar taklik talak Dalam perceraian karena suami melanggar taklik talak perlu diketahui apakah suami mengucapkan taklik talak atau tidak, maka jika si suami mengucapkan taklik talak, si isteri merasa dirugikan, oleh karena itu alasan ini dapat diterima sebagai alasan untuk bercerai. 8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Murtad adalah keluar dari agama Islam. Maka haram bagi diri isterinya yang masih beragama Islam. 50 50 M. Thalib, Penyebab Perceraian dan Penanggulangannya, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997, cet.Ke-1, h. 179

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN