Tingkat cerai gugat di Jakarta : studi pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2006-2008

(1)

TINGKAT CERAI GUGAT DI JAKARTA

(Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta SelatanTahun 2006–2008)

Oleh:

Muhammad Muslim NIM: 101044122109

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009 M


(2)

TINGKAT CERAI GUGAT DI JAKARTA

(Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta SelatanTahun 2006–2008)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Muhammad Muslim NIM: 101044122109

Di Bawah Bimbingan

Afwan Faizin, M.A

NIP.150326890

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009 M


(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi adalah hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya/merupakan hasil jiplakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 01 Desember 2009


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang telah memberikan rahmat, kasih dan sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Teladan Nabi Muhammad saw, serta keluarga, sahabat dan para penerus perjuangan agama Islam.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak/Ibu:

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, beserta segenap jajarannya yang telah memberikan kesempatan, baik secara edukatif maupun administratif, sehingga memperlancarkan terselesaikannya skripsi ini.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., dan Kamarusdiana, S.Ag., M.Hum., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah.


(5)

3. Afwan Faizin, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memudahkan setiap langkahnya. Amin.

4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak memberikan wawasan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis, dan mudah-mudahan penulis bisa mengamalkannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

5. Drs. Pahlawan Harahap, SH., MA., selaku Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Beserta jajarannya, khususnya kepada pak Aji dan pak Taufik karena dengan bantuan beliau-beliau lah penulis dapat melengkapi segala data yang dibutuhkan.

6. Dra.Hj. Muhayah, SH., MH., dan H. M. Khailani, SH. MH, selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan sekaligus yang menjadi sumber wawancara. Terima kasih karena sudah memberi kesempatan pada penulis untuk wawancara di sela-sela kesibuaknnya.

7. Pimpinan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah beserta segenap jajarannya, juga Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum dan segenap jajarannya. Terima kasih telah memberikan kesempatan, bantuan serta fasilitas kepada penulis untuk mengadakan studi kepustakaan. 8. Teruntuk kedua orang tua penulis, untuk segala doa, kasih dan sayangnya,

keikhlasan dan ketabahan dalam mengasuh dan mendidik, yang selalu penulis rasakan hingga saat ini.


(6)

9. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada segenap anak-anak Sanyo Boy, teman-teman UKM RIAK, Lord Ahmed (beserta teman-temannya). Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tidak akan luntur lekang oleh waktu dan semoga persahabatan kita bisa terjalin sampai kapanpun dan dimanapun kita berada. Terima kasih untuk semua keakraban, keceriaan, kenyamanan, kebersamaan, serta kedamaian yang kalian berikan.

Semoga amal baik mereka dibalas Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Jazakumullah Khairan Katsiran. Sungguh hanya Allah yang dapat membalas kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Amin.

Akhirnya mohon maaf penulis sampaikan untuk semua pihak yang tidak tersebutkan.

Jakarta, 01Desember 2009 M 14 Dzulhijjah 1430 H


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 8

E. Kerangka Teori ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian ... 15

B. Macam-macam Perceraian dan Akibat Hukumnya ... 18


(8)

BAB III. KEADAAN UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Sejarah Singkat Tentang Berdirinya Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dan Dasar Hukum Pembentukannya. ... 38

B. Struktur Organisasi Pangadilan Agama Jakarta Selatan ... 42

C. Sarana dan Prasarana Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 44

D. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 46

BAB IV PENINGKATAN ANGKA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2006-2008 ... 48

B. Jumlah Peningkatan Angka Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 51

C. Faktor-Faktor Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Peningkatan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Saran-saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara ... 69

2. Hasil Wawancara ... 71

3. Bagan Struktur Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 85

4. Data Perceraian Tahun 2006 ... 86

5. Data Perceraian Tahun 2007 ... 89

6. Data Perceraian Tahun 2008 ... 92


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling mengenal dan berpasang-pasangan agar mereka cenderung satu sama lainnya saling menyayangi dan mencintai. Bagi umat Islam terdapat aturan untuk hidup bersama seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seseorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.1

!

"

#$ 

&'

(

)*,

 .

/

0

1&2

34

56

7

8

!9 , :

,;<2 *<

=

>

?

@

< 34

A3B

C

 D

EF

G

HI * 4

/

JK L

MNOP

Artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)

Persoalan yang kerap timbul dalam perkawinan biasanya terdapat pada tugas dan kewajiban sebagai pasangan yang terkadang tumpang tindih karena

1


(11)

beberapa sebab. Apabila salah satu pihak ada yang melalaikan hak dan kewajibannya dalam perkawinan atau rumah tangga maka masing-masing pihak suami istri dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan. Karena kedua belah pihak mempunyai hak yang sama sebagai warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-undang perkawinan no. 1 Tahun 1974 pasal 34 ayat 3.2 Pada perkembangannya, manusia selalu berusaha memotifasi diri untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan bekerja keras. Banyak hal yang dilakukan baik yang bekerja sebagai karyawan maupun yang berwiraswasta, namun pada kenyataanya ada beberapa hal pada bidang pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh laki-laki dan sebagian hanya dilakukan oleh perempuan. Hal tersebut yang pada akhirnya mendorong perempuan untuk melangkah mensejajarkan diriya dengan laki-laki atau lebih dikenal dengan persamaan gender.

Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah Islam tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja. Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal sholih. Islam mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat. Tak

2


(12)

ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, akan tetapi yang membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.3

Islam jelas memberikan kebebasan kepada setiap perempuan dalam bekerja, namun permasalahan yang kerap kali timbul adalah timbulnya ke-engganan perempuan untuk mengurus rumah tangganya yang menjadi tugas utamanya, sehingga perhatian terhadap anak akan sangat berkurang.

Islam menginginkan rumah tangga yang dibina dalam suatu pernikahan yang kekal, yaitu dengan keharmonisan antara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi. Hal tersebut bertujuan agar masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangga yang sakinah, mawaddahwarahmah.4

Idealnya sebuah kehidupan rumah tangga adalah untuk hidup rukun bahagia dan tentram, namun sebuah perjalanan hidup tidak selamanya mulus sesuai yang diharapkan, kadang terdapat perbedaan pandangan dalam memahami kehidupan dan pertengkaran di antara pasangan suami isteri yang merasa tidak nyaman dan tenteram lagi dengan perkawinan mereka. Karena pada kenyataannya membina hubungan keluarga tidak mudah bahkan sering terjadi perkawinan mereka kandas di tengah jalan5. Perselisihan yang timbul dalam pernikahan kini banyak disebabkan permasalahan yang beragam bermula dari faktor ekonomi,

3

www.mahkamahsyariahaceh.go.id/data 28 Juni 2009.

4

Drs. Kamal Mukhtar. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta:Bulan Bintang, 1974) h. 14

5

Chuzaemah Tahido Yanggo dan A. Hafiz Anshari. A. Z., Problematika Hukum Islam dan Kontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hal.72


(13)

perbedaan dalam menentukan sikap, penyelesaian masalah yang mementingkan ego, dan lain sebagainya. Sang istri sebagai wanita karir dan suami yang menganggur menyebabkan ketiadaan nafkah dalam keluarga dari suami, sehingga nafkah keluarga hanya bergantung dari sang istri atau penghasilan yang didapat istri lebih tinggi.

Perselisihan dalam rumah tangga memang menjadi polemik yang panjang, di mana kini kesempatan wanita dalam bekerja lebih terbuka lebar dibandingkan dengan kesempatan yang terbuka bagi kaum pria. Kesibukan istri sebagai wanita karir terkadang menyita banyak waktu sehingga berkurangnya porsi pendidikan anak dalam keluarga. Dengan gender ini lah ternyata tidak melulu memberikan efek yang baik.

Perceraian seyogyanya merupakan jalan terakhir dari beberapa penyelesaian yang telah dilakukan baik dari pihak suami dan isteri atau dari pihak keluarga kedua belah pihak, bila pertengkaran tidak dapat diselesaikan maka barulah terdapat hak masing-masing pihak untuk mengadakan perceraian, itu pun dengan alasan-alasan yang memadai6. Sesuai petunjuk yang dijelaskan di dalam al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 35:

34

Q.&

S

T0 4

K

0 UWPX :

(

*7Y

7

00 Z

0[>

3

\

0[>

]0

13

\

34

]

^ _J

0$

`34

P

/Z *

a]0

6

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-2, hal. 102


(14)

]0

>bW X&2

< 34

K]0

#Lc

0d>23

,eJ3C

S

M_3P

Artinya:

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. 4:35)

Walaupun demikian, Islam sebenarnya mempunyai tujuan untuk memperkecil perceraian, atau menganjurkan untuk mencegah terjadinya perceraian karena perceraian termasuk dari perbuatan halal yang dibenci oleh Allah, Rasulullah SAW bersabda:

!

"#

# $

%

&'

(

) '

*'+

,

-.

/0 1

,2

& 3

(

4 5

627

8

9 : #

*

)

)4

$ $

;

7 Artinya:

Dari Ibnu Umar, Nabi saw. Bersabda: “Perbuatan halal yang dibenci oleh Allah SWT adalah talak”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Hakim).

Namun jika hal ini dihubungkan dengan pelaksanaan perceraian yang terjadi di Indonesia, khususnya bagi umat Islam. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama jika hal tersebut tidak dapat didamaikan kembali.8 Pengadilan memberikan kesempatan yang sama kepada suami atau isteri untuk mengajukan perceraian, dengan memakai istilah yakni Cerai Talak

7

Abû Dâwûd Sulaiman Sajastani, Sunan Abu Daud, (Cairo: Mustafa al-Bâbi al-Halabi, 1952), Juz 1, hal. 503

8


(15)

(permohonan cerai dari suami yang diajukan oleh suami ke Pengadilan Agama) dan Cerai Gugat (permohonan cerai dari isteri yang diajukan oleh isteri ke Pengadilan Agama).

Berdasarkan data Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada periode 2006-2008 teradapat peningkatan perceraian dengan berbagai masalah yang terjadi. Perceraian banyak terjadi dengan proses cerai gugat yang banyak dilakukan oleh sang istri. Atas latar belakang yang disebutkan di muka, maka penulis mengambil tema pembahasan skripsi: "Tingkat Cerai Gugat di Jakarta (Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta SelatanTahun 2006–2008)".

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembahasan skripsi ini hanya sebatas pada cerai gugat yang terjadi pada tahun 2006-2008 pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Di sini penulis mencoba menyajikan data-data yang menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap perceraian, sehingga dapat dipersentasikan penyebab perceraian yang berdasarkan cerai gugat.

2. Perumusan Masalah

Perceraian bukan hanya milik bagi kaum suami saja melainkan istri pun mempunyai hak untuk bercerai,yaitu dengan cara cerai gugat atau dalam kitab fikih biasa disebut dengan kata khulu’. Dalam undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974 pasal 39 ayat 2 disebutnkan bahwa untuk


(16)

melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-istri. Dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) pun disebutkan, bahwa percerain dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan sebagai berikut: (a). Salah satu pihak berbuat zina, (b). Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, (c). Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, (d). Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, (e). Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri, (f). Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, (g). Suami melanggar taklik-talak, dan (h). Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Dari pernyataan di atas, maka penulis pun tertarik untuk meneliti atau menganalisa tentang faktor-faktor penyebab terjadinya cerai gugat dan tentang angka cerai gugat itu sendiri yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Berikut merupakan perumusan masalah pada pembahasan skripsi ini adalah: a. Apakah angka cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan periode


(17)

b. Faktor-faktor penyebab terjadinya tingkat cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Adapun tujuan yang dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain: a. Seberapa besar peningkatan angka cerai gugat?

b. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab meningkatnya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

2. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi penulis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam proses pendewasaan hukum islam di Indonesia disamping sebagai syarat kelulusan pendidikan S1.

b. Bagi jurusan Peradilan Agama, hasil pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya.

c. Bagi umum, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah referensi ketika dihadapkan pada masalah yang diangkat penulis.


(18)

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan studi terdahulu terhadap beberapa skripsi yang terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini, diantaranya adalah:

NO JUDUL DAN PENULIS FOKUS PERSAMAAN PERBEDAAN

1. “Cerai gugat di wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur (Analisa Perkara Cerai Gugat Tahun 2004)”, oleh Maimunah. Di bawah bimbingan Bapak Ahmad Tholabi Kharlie. Tahun 2006

Hanya membahas tentang tingginya angka cerai gugat yang terjadi pada tahun 2004

Mengangkat masalah tingkat cerai gugat

Tidak mengkaji cerai gugat bahkan cerai talak yang terjadi pada tahun 2006-2008

2. “Faktor Penyebab Tingginya Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Kota Palembang”, oleh Rusmala Dewi Jayanti pada tahun 2007. Di bawah bimbingan Bapak Drs. H.

Hanya memfokuskan pada latar belakang para penggugatnya saja dan menganalisa

Menganalisa faktor-faktor yang menjadi penyebab

tinginya perkara cerai gugat Tidak menganalisa tentang peningkatan secara prosentase dari pertama


(19)

A. Basiq Djalil, S.H., M.A datanya hanya pada perkara cerai gugat yang terjadi dari tahun 2004-2006

ke tahun selanjutnya

3. “Efektifitas Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Kabupaten Cianjur Jawa Barat”, oleh Husnul Khotimah pada tahun 2006. Di bawah bimbingan Ibu Dra. Hj. Halimah Ismail

Hanya memfokuskan pada prosedur pengajuan,proses penyelesaian, dan tinjauan terhadap azas peradilan

Mengkaji masalah cerai gugat

Tidak menganalisa faktor-faktor sebabnya dan data-data tentang cerai gugat

E. Kerangka Teori

Dengan kondisi lingkungan sosial yang berkembang dari masa ke masa, maka permasalahan yang dihadapi manusia sebagai pelaku dalam interaksi sosial pun semakin kompleks. Jika dahulu perempuan tidak memiliki peran yang terlalu banyak lantaran posisi laki-laki yang lebih kuat sebagai pelindung kaum perempuan, maka saat ini dengan konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bahwa perempuan dapat mengambil peran yang sama banyak dengan yang diambil laki-laki sesuai kemampuan yang dimilikinya, bahwa dalam rumah


(20)

tangga perempuan juga memiliki peran penting yang tidak bisa dipandang sebelah mata, bahwa pertangungjawaban perempuan di akhirat adalah sama dengan laki-laki dihadapan Allah, maka permasalahan pun semakin kompleks.

Maka pemahaman terhadap cerai gugat pun harus benar dipahami bahwa cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang diajukan oleh seorang istri agar perkawinan terhadap suaminya menjadi putus. Dalam perkawinan agama Islam dapat berupa gugatan karena suami melanggar ta'lik

talak.9 Pemahaman seperti ini harusnya dapat dipergunakan dengan baik sebagai hak bagi istri yang diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam berumah tangga baik pun oleh para suami agar dapat menjaga apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode: 1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan metode yang berfungsi sebagai prosedur penelusuran masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek dan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan

9

Abdul Manan, Aneka Masalah: Hukum Pedata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal: 19.


(21)

lain-lain). Berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya.10 Sedangkan dalam memaparkan data penulis menggunakan metode kuantitatif yang merupakan suatu prosedur penelitian agar menghasilkan data

explanatory research, melalui pendekatan ini penulis diharapkan dapat menjelaskan hubungan data cerai gugat di Pengadilan Jakarta Selatan yang diperoleh dengan perumusan masalah sehingga penulis dapat menguraikan data yang sesuai dengan judul skripsi tersebut diatas.

Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu suatu metode penelitian untuk mengadakan akumulasi data dasar belaka. Selain itu ditunjang pula oleh data-data hasil penelitian lapangan (field research).

3. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data pokok yang didapat dari lapangan. Penulis mewawancarai langsung dengan pihak yang terkait dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini teknik pemilihan data secara sistematis agar penulis mudah dalam mengolah data yang diperoleh.

10

Hadawi Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1998), cet. Ke-8, h. 63.


(22)

b. Data Sekunder

1) Dokumentasi atau arsip yang berhubungan dengan perkara cerai gugat

2) Penelitian kepustakaan (library research) dari buku, artikel dan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

4. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Setelah mengumpulkan data berupa teori dan fakta lapangan, kemudian dibaca dengan membandingkan dan mengamati dengan pengamatan content analysis. Sehingga ditemukan langkah strategis untuk menghindari berbagai risiko yang mungkin timbul, dengan metode analisis Deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan data-data yang ada secara apa adanya. Setelah itu data dipaparkan secara deskriptif kemudian dianalisis secara kualitatif.

5. Teknik Penulisan

Standar penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)”.11

G. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusannya, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian

11


(23)

terdahulu, kerangka teori, metode penelitian,12 dan sistematika

penulisan.

BAB II : Beberapa masalah tentang pengertian perceraian dan dasar hukumnya. Kemudian macam-macam perceraian serta akibat hukumnya, dan faktor-faktor penyebab perceraian.

BAB III : Merupakan sekilas tentang Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai objek penelitian yang terdiri dari lima bagian, sejarah singkat tentang berdirinya Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan dasar hukum pembentukannya. Sarana dan prasarana kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan, wilayah hukumnya, serta struktur organisasinya.

BAB IV : Peningkatan angka cerai gugat dan faktor-faktor yang mempengaruhi di Pangadilan Agama Jakarta Selatan yaitu: Gambaran perkara cerai gugat dari tahun 2006-2008. Jumlah Peningkatan Angka Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan., beberapa faktor penyebab terjadinya cerai gugat.

BAB V : Penutup, berisi kesimpulan dari penelitian dan saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.

12

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h.96


(24)

BAB II

KAJIAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian

Sakinah, mawaddah warohmah adalah asas dan tujuan disyariatkannya pernikahan dan pembentukan rumah tangga. Namun kenyataannya banyak terjadi dalam kehidupan berkeluarga timbul masalah-masalah yang mendorong seorang isteri melakukan gugatan cerai dengan segala alasan. Fenomena ini banyak terjadi dalam media massa, sehingga diketahui khalayak ramai. Yang pantas disayangkan, mereka tidak segan-segan membuka rahasia rumah tangga, hanya sekedar untuk bisa memenangkan gugatan,. Padahal, semestinya persoalan gugatan cerai ini harus dikembalikan kepada agama, dan menimbangnya dengan Islam. Dengan demikian, kita semua dapat ber-Islam dengan kaffah (sempurna dan menyeluruh).

Kata perceraian berasal dari kata “Cerai” mendapat awalan “per” dan akhiran “an”, yang secara bahasa berarti melepas ikatan. Kata talak atau cerai adalah terjemahan dari bahasa Arab (

62=

<'7ی

<'=

) yang artinya lepas dari ikatan, berpisah, menceraikan, pembebasan.13

13

Ahmad Warson Munawir, Almunawir Kamus Besar Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Cet. Ke-14, h.681.


(25)

Pengertian perceraian adalah "penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.14

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Taqiyudin:

%? 627 1

62=@

A

9B C0'

Artinya: "talak menurut bahasa adalah melepas ikatan/menceraikan".15

Sedangkan menurut terminologi adalah melepaskan ikatan perkawinan (nikah).16

Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang berbicara tentang masalah talak. Diantara ayat-ayat yang menjadi dasar hukum bolehnya menjatuhkan talak tersebut adalah firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 229:

Kg

0

P 0 ij k

(

ll0m & 3n Z

o0 p: 7;

CL 3e q 

m

3n3

5r

?6

s

!9

(

t7 Zu 

]0q>

q 7\*>. : 

0v&tLK

wr34

]0 Z0

s

xr

0

>2y4

2 ^

v]0

(

3n Z

z {&

S

xr

0 Uty4

2 ^

v]0

5L Z

0;|8

0

>W e

0 Ut

Z

^

&Z0

3

CZ

2 ^

v]0

5L Z

0

\ ^

7 

@

q^

7

2 ^

v]0

C}~

u •u Z

 7\

*U3

K!

0

MNN€P

14

Sebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), Cet. Ke-24, Hal. 42.

15

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), Cet.I, h.198.

16


(26)

Artinya:

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. 2/229)

Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan, yaitu:

1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan.

2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakannya kehendak itu dengan ucapan tertentu. Perceraian ini disebut

talak.

3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri, karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu.

Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri ini dengan membayar uang ganti rugi diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutus perkawinan itu. Putusnya perkawinan dengan cara ini disebut khulu’.


(27)

4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya suatu pada suami dan/atau pada istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut Fasakh.17

B. Macam-macam Perceraian dan Akibat Hukumnya

Pada zaman jahiliyyah tidak ada peraturan yang mengatur tentang perceraian. Laki-laki boleh saja menthalak isterinya seberapa saja dia kehendaki. Setiap kali akan habis masa iddahnya, maka rujukinya kembali. Hal seperti itu dilakukan berkali-kali. Denagan demikan berarti kaum laki-laki telah berbuat sewenang-wenang oleh isterinya.18

Dari ketentuan-ketentuan tentang perceraian dalam Undang-undang Perkawinan (pasal 39–41) dan tata cara perceraian dalam Peraturan Pelaksanaan (pasal 14–36) menjelaskan bahwa ada dua macam perceraian,yaitu: (1). Cerai talak, dan (2). Cera gugat. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 129– 132 menyebutkan bahwa bentuk perceraian dibedakan menjadi: talak cerai atau permohonanan, dan Cera gugat.19

17

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), cet.I, h.197

18

Bakri A. Rahmad dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), hal. 41

19

H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akadika Pressindo, 2004), h.143-144


(28)

Cerai talak merupakan suatu pemutusan hubungan perkawinan yang dinyatakan oleh seorang suami kepada isterinya (berupa talak) pada perkawinan yang dilaksanakan menurut aturan agama Islam. Yang berisikan pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraiakan isterinya.

Talak ialah terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas dengan perkataan yang jelas seperti suami berkata pada istrinya ”engkau aku ceraikan”

ataupun dengan bahasa sindiran. Sedangkan istri yang cerai dari suaminya maka ia harus menebus dirinya dengan sejumalah uang yang ia serahkan kepada suaminya yang demikian disebut khulu’.20

Cara talak seperti ini harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama (pasal 39 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) dan didasarkan pada alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang-undang tersebut.21

Perkara Cerai Talak adalah perkara perceraian yang diajukan oleh seorang suami yang pernikahannya dilakukan menurut perkawinan Islam. Dalam perkara cerai talak, posisi suami sebagai Pemohon berlawanan dengan isteri sebagai Termohon. Apabila dikabulkan, maka dalam salah satu amar (diktum) putusannya, pengadilan memberi izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak di hadapan sidang pengadilan agama. (pasal 70 yat (1) UU no. 7 tahun

20

Abu Bakar Al-Jaziri, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadli Bahir, Lc, (Jakarta: Darul Falah, 2005), Cet. Ke-9, Hal, 605.

21

R. Subekti, dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pratnya Paramita, 2006), cet.ke-27, h.549


(29)

1989). Pelaksanaan sidang untuk pengucapan ikrar talak akan dilakukan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).

Sesaat setelah pemohon mengucapkan ikrar talaknya, maka Panitera menerbitkan Akta Cerai untuk Pemohon dan Termohon. (pasal 72 jo. 84 UU no. 7 tahun 1989).

Perkara Cerai Gugat adalah perkara perceraian yang diajukan oleh pihak isteri terhadap suaminya. Dalam perkara ini posisi isteri adalah sebagai Penggugat berlawanan dengan suami sebagai Tergugat. Apabila gugatan cerai dikabulkan, maka selambat-lambatnya 7 hari setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, Panitera akan menerbitkan Akta Cerai untuk Penggugat dan Tergugat. (pasal 84 ayat (4) UU no. 7 tahun 1989).

Cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan terlebih dahulu oleh salah satu pihak kepada pengadilan dan perceraian itu terjadi dengan suatu putusan pengadilan.

Gugatan perceraian dapat diajukan oleh isteri atau kuasa hukumnya di depan pengadilan agama dimana tergugat bertempat tinggal yang sesuai dengan pasal 39 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.22 Gugatan tersebut dapat berupa surat gugatan maupun secara lisan, namun pada prinsipnya harus secara tertulis.

22


(30)

Yang dimaksud dengan surat gugatan adalah suatu surat yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak untuk bercerai karena adanya suatu sengketa dan sekaligus merupakan landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak seorang isteri.23 Dan cerai gugat ini pun harus disertai dengan alasan-alasan yang kuat dan dibenarkan oleh undang-undang tersebut.

Pengertian cerai gugat dalam hukum Islam dikategorikan dengan istilah yang disebut khulu’, arti khulu’ ialah perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang berbentuk jatuhnya satu kali talak dari si suami kepada si istri dengan adanya penebusan dengan harta atau uang oleh si istri yang menginginkan cerai dengan khulu’ itu.24

Ditinjau dari segi waktu dijatuhakn talak oleh suami, maka talak dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan dengan tuntunan sunnah. Disebut talak sunni apabila memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Isteri yang ditalak sudah pernah digauli.

b. Isteri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dan haid.

23

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet. Ke-4, h. 39

24


(31)

c. Talak dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik dipermulaan, dipertengahan maupun di akhir suci. Sekalipun beberapa saat setelah itu datang haidh.

d. Suami tidak pernah menggauli isteri selama masa suci ketika talak dijatuhkan.25

2. Talak bid’î, talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, artunya tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni.

Termasuk talak bid'î ialah:

a. Talak yang dijatuhkan terhadap isteri pada waktu haidh, baik dipermulaan haidh maupun dipertengahan. Talak yang seperti ini akan memberi kemudharatan kepada isteri, karena iddahnya menjadi lama.

Talak yang dijatuhkan terhadap isteri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci. Talak macam ini akan menimbulkan penyesalan suami, karena akan muncul keraguan jangan-jangan isteri sedang hamil, karena laki-laki sering sekali menalak isteri belum memberinya seorang anak. Kalau sudah terlanjur menyesal, sulit mempertemukannya kembali dan ini akan menyebabkan kesengsaraan anak.

3. Talak La sunni Wala bid'î, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid'î.

25

Sri Mulyati, Relasi Suami Isteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2004), h.27


(32)

Menurut ulama Hanabilah, yang termasuk dalam talak ini adalah: a. Isteri yang sudah tidak haidh lagi.

b. Isteri dibawah umur. c. Isteri dalam keadaan hamil. d. Dan isteri yang belum dicampuri.

Ditinjau dari segi boleh tidaknya suami kembali lagi kepada mantan isterinya, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu: talak raj'î dan talak bâ’in.26

Talak raj'î yaitu talak yang masih boleh dirujuk. Arti rujuk ialah kembali, artinya kembali mempunyai hubungan suami isteri dengan tidak melalui proses perkawinan lagi, tetapi melalui proses yang lebih sederhana.27

Dengan kata lain, talak raj'î bisa juga diartikan dengan talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang sudah digauli dan juga sebagai talak satu atau talak dua.

Konsekuensinya, bila isteri berstatus iddah talak raj'î, suami boleh rujuk kepada isterinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa saksi dan mahar pula. Akan tetapi kalau iddah telah habis, maka suami tidak boleh rujuk kembali kepadanya, kecuali dengan akad yang baru dan dengan membayar mahar pula. A. Fuad Said, beliau berpendapat bahwa talak raj'î ialah talak sunni yang telah dicampuri, baik dengan sharih maupun kinayah.28

26

Ibid, h. 31

27

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h.10

28


(33)

Talak bâ’in adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang belum pernah digauli atau talak tiga.29 Talak bâ’in ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Talak bâ’in Sughra

Yaitu talak yang suami tidak boleh rujuk kepada mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil.30

b. Talak bâ’in kubra

Yaitu talak yang sama hukumnya dengan talak bâ’in sughra, yaitu memutuskan tali perkawinan. Bedanya, talak bâ’in kubra tidak menghalalkan mantan suami merujuk isterinya lagi, kecuali isterinya tersebut harus kawin terlebih dahulu dengan laki-laki lain (muhallil).31

Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadin dua macam, yaitu:

1. Talak Shârih

Yaitu talak yang dijatuhkan suami menggunakan ucapan langsung tanpa menggunakan sindiran atau kiasan. Maksudnya kata-katanya yang keluar dari mulut sang suami itu tidak ragu-ragu lagi, bahwa ucapannya itu untuk memutuskan hubungan perkawinan. Misalnya, kata-kata suami “engkau (hai

29

Ibid, h.31

30

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), cet. I, h. 221

31

Sayyid Sabiq, Fiqhusunnah: Fikih Sunnah 8, Penerjemah Mohammad Thalib, (Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1981), cet. I, h.68


(34)

wanita) tertalak”, atau “saya ceraikan engkau”. Dengan niat atau pun tidak keduanya harus bercerai, asalkan perkataannya itu bukan berupa hikayat atau cerita.32

2. Talak kinayah

Yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar. Talak dengan kata-kata kinayah bergantung pada niat suami, artinya jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka jatuhlah talak yang dimaksud. Sebaliknya, jika suami dengan kata-kata kinayah tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak, maka talak tidak dinyatakan jatuh.33

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana: suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut; suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya); suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suami istri); atau adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri. Jika gugatan tersebut

32

Ahmad Shiddieq, Hukum Talak dalam Islam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), h.16

33


(35)

dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafrîq) hubungan perkawinan antara keduanya.

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Penceraian semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah. Jamilah binti Sahal, istri dari Tsabit bin Qais, merupakan wanita pertama yang melakukan khulu’ dalam Islam. Dikisahkan oleh Ibnu Abbas:

D

E1

F1

G

H -

GI1

%

&'

)'

) '

*'+

G A?

ی

,9+#

)'

G

H -

JK 1

) '

%?

<'

@

ی$

%LM

: 1

NM

%?

O2+P

, A?

,9+

#

)'

&'

)'

) '

*'+

یL$ I1

) '

)KAی

G -

* ﻥ

, -

,9+#

)'

&'

)'

) '

*'+

-

CAی

RAL'=

T

SCA '7I

34 Artinya:

“Dari Ibnu Abbas r.a. diceritakan: Istri Tsabit bin Qais datang menemui Rasulullah SAW dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mencela suamiku Tsabit bin Qais baik dalam hal akhlak maupun agamanya. Hanya saja aku khawatir akan terjerumus ke dalam kekufuran setelah (memeluk) Islam (karena tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri)”. Rasulullah bersabda:” Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun itu kepada suamimu? Wanita itu menjawab: “Saya bersedia”, lalu Rasulullah berkata kepada suaminya: “Ambilah kebun itu dan ceraikan istrimu”. (HR.Bukhari).35

Dalam surat al-Baqarah Allah berfirman:

U ی

*M

E1

V WI

B9 K I X

SY Z

3

E1

? [ی

1

$

)'

E\?

*KN

1

$

)'

'?

] 4

R '

?

^ K

?

)

34

Ibnu Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim, Shahih Bukhori (Kohiro: Jumhuriyah Mishro Al-Arobiyah, 1411-H), Juz-VIII, h. 219

35

Sayyid Sabiq, Terjemahan: Fikih Sunnah JIlid 3, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), Cet. Ke-3, h. 190-191


(36)

Artinya:

…Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya…. “(Q.S.2:229) Menurut para fuqaha, khulu’ pengertian luasnya yakni perceraian dengan disertai agar melepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu’, mubaraah atau pembebasan, dan talak. Jika ditelusuri pengertian khususnya, yaitu talak atas dasar iwadh (pengganti) sebagai tebusan dari istri.36

Dengan pengertian khulu’ diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa khulu’ adalah hak memutus akad nikah oleh istri terhadap suaminya yang dapat terjadi atas kesepakatan (jumlah tebusan mahar) atau perintah hakim agar istri membayar dengan jumlah tertentu dan tidak melebihi jumlah mahar suaminya.37

Menurut golongan Zahiriyah dan pendapat Ibnu Mundzir, bahwa untuk sahnya khulu’ haruslah karena istri nusyuz atau durhaka kepada suami.38 Tetapi Imam Syafi’i, Abu Hanifah berpendapat bahwa khulu’ itu sah dilakukan meski istri tidak dalam keadaan nusyuz, dan khulu’ itu sah dengan saling kerelaan antara suami istri kendati keduanya dalam keadaan biasa dan baik-baik saja39

Khulu’ adalah sah apabila telah ada syarat-syarat berikut:

36

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), edisi.I, h.221

37

A. Rahman. I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah), (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), cet.I, h.251

38

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.220

39


(37)

1. Kerelaan dan Persetujuan

Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu’ dapat dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat kerugian di pihak orang lain.40

Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ dari istrinya, sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri, maka ia dapat mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan.

2. Istri yang dapat di khulu’

Para ahli fiqh sepakat bahwa istri yang dapat dikhulu’ itu ialah yang mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan suaminya.41

3. Iwadh

Bentuk iwadh sama dengan bentuk mahar. Benda apa saja yang dapat dijadikan mahar dapat pula dijadikan iwadh.

Mengenai jumlah iwadh, yang penting ialah persetujuan pihak-pihak suami istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang atau sama atau lebih dari jumlah mahar yang pernah diberikan oleh pihak suami kepada pihak istri diwaktu terjadinya akad nikah.42

4. Waktu menjatuhkan khulu

40

Kamal Mukhtar, Asa-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet.III, h.184

41

Ibid, h. 185

42


(38)

Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu’ boleh dijatuhkan pada masa haidh, pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri atau yang telah dicampuri dan sebagainya. Pendapat ini berdasarkan pengertian umum ayat 229 surat Al-Baqarah dan Hadits Ibnu Abbas yang tidak menyebutkan waktu-waktu menjatuhkan khulu’.43

Ketentuan hukum khulu menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah Al-Khulu terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut:

1. Mubah (Diperbolehkan). Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal bersama suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ketaatan kepadanya, dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah khulu' ini dengan pernyataannya, bahwasanya khulu', ialah seorang suami menceraikan isterinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang

43


(39)

menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau talak Tiga).

Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan khulu' (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian.

2. Diharamkan Khulu', Hal Ini Karena Dua Keadaan.

a. Dari Sisi Suami. Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka khulu' itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika khulu' tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah SWT berfirman:

B9 K I X_ /

9 BVK

B9'` I @

Ca N

IWی E1 b3

9B MI E1 &c ? B9 KB

E\?

B Z

C L U

SY Z

S

S

) ? (

Artinya:

Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” (Q.S. 4:19)


(40)

Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan khulu', maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas.

b. Dari Sisi Isteri. Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubunganrumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’i yang membenarkan adanya khulu'.

3. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai (khulu').

Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan khulu. Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal. 4. Wajib

Terkadang khulu' hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan.

Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut khulu' walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang


(41)

muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur.

Efek hukum yang ditimbulkan Fasakh dan khulu’ adalah talak bâ’in sughra, yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.

C. Faktor-faktor Penyebab Perceraian

Mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian ada beberapa alasan yang melatarbelakangi kenapa perceraian dapat terjadi. Hal ini dijelaskan dalam KHI pasal 116 dan PP No.9 Th.1975 pasal 19. Terdapat juga dalam pasal 39 ayat 2 UUP No.1 Th.1974.

Alasan perceraian menurut hukum Islam adalah:

1. Tidak ada lagi keserasian dan keseimbangan dalam suasana rumah tangga, tidak ada lagi rasa kasih saying yang merupakan tujuan dan hikmah dari perkawinan.

2. Karena salah satu pihak berpindah agama. 3. Salah satu pihak melakukan perbuatan keji.


(42)

5. Suami melanggar janji yang pernah diucapkan sewaktu akad pernikahan (taklik talak).44

Hal-hal yang menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan antara seorang suami dengan seorang isteri yang menjadi pihak-pihak terikat dalam perkawinan menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan ada tiga sebab, yaitu karena kematian, karena perceraian dan atas keputusan pengadilan agama.45

Perceraian bisa merupakan sebab hak suami, sebab hak isteri, dan sebab keputusan pengadilan.

1. Sebab yang merupakan hak suami

Islam memperbolehkan untuk memutus ikatan perkawinan atas dasar kemauan pihak-pihak. Suami diberi hak untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum yang akan menjadi sebab pemutusannya. Perbuatan hukum itu disebut dengan talak.46

2. Sebab yang merupakan hak isteri

Isteri diberi hak untuk melakukan suatu perbuatan hokum yang menjadi sebab putusnya perkawinan, perbuatan hukum tersebut adalah khul’un.47 Isteri meminta suaminya untuk melakukan pemutusan tali ikatan perkawinan

44

Muhammad Hamidy, Perkawinan dan Permasalahannya, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980)

45

Ahmad Khuzari, M.A., Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), cet pertama, h. 117

46

Ibid, h. 117-118

47


(43)

dengan cara isteri menyediakan pembayaran untuk menebus dirinya kepada suami.

3. Sebab atas keputusan pengadilan

Sesuai dengan kedudukannya, kekuasaan atau hak pengadilan berada di luar pihak-pihak yang mengadakan akad sehingga dalam hal pemutusan hubungan ikatan perkawinan ini pengadilan tidak melakukan inisiatif. Keterlibatannya terjadi apabila salah satu pihak, baik pihak suami atau pihak isteri, mengajukan gugat atau permohonan kepada pengadilan.48

Suami isteri memiliki hak yang sama untuk melakukan perceraian karena para pihak itu tidak melaksanakan hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Akan tetapi perceraian itu harus dengan alasan-alasan yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam undang-undang.

Adapun menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 39 ayat 2 (dua) dijelaskan bahwa untuk melakukan perceraian diperlukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, oleh karena itu dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 19 dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 116 dan 51 menjelaskan tentang alasan perceraian yang dapat terjadi.

48


(44)

Untuk itu penulis berusaha untuk menguraikannya satu persatu sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

Zina adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Zina merupakan alasan untuk bercerai. Pembuktian zina ini dapat dibuktikan dengan mendengar kesaksian para saksi yang memang benar-benar mengetahui perbuatan zina tersebut. Namun dalam pembuktiannya ini sangat sulit untuk dibuktikan, maka dalam persidangan digunakan istilah perselingkuhan. Awal dari perbuatan ini menimbulkan pertengkaran serta memancing konflik dalam rumah tangga secara terus menerus. Begitu pula dengan perbuatan judi, madat serta mabuk yang berdampak sama dengan perbuatan zina.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

Perceraian dengan alasan di atas bertujuan untuk melindungi pihak yang ditinggalkan karena tidak ada kejelasan tentang informasi keadaan pihak yang meninggalkan. Jadi pihak yang ditinggalkan dapat dilindungi dari haknya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukumannya

lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

Dalam Perarutan Pemerintah No.9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 23 disebutkan bahwa:


(45)

Gugatan perceraian karena salah seorang suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf (c) maka untuk mendapat putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup meyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutus perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Hal ini berarti pihak tergugat tidak dapat melumpuhkan alat bukti yang diajukan penggugat, karena hakim pun terikat secara mutlak atas alat bukti tersebut, dengan syarat:

a. Hukuman yang dijatuhkan paling rendah lima tahun penjara. b. Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

c. Adanya keterangan dari pengadilan yang bersangkutan, menjelaskan bahwa putusan pidana tersebut telah benar-benar mempunyai hukum tetap.

d. Putusan dijatuhkan setelah perkawinan berlangsung antara suami isteri.49 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

Jika seorang suami melakukan penganiayaan berat terhadap isterinya, maka isteri berhak mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya di pengadilan. Sebagai langkah untuk tidak terjadi lagi hal-hal yang lebih buruk lagi.

49

M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), cet.Ke-2, h. 260


(46)

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

Cacat badan juga dapat dijadikan alasan untuk bercerai, ini disebabkan oleh karena salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagai suami isteri. Perceraian pada alasan ini bisa tidak terjadi kalau masing-masing pihak dapat menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing.

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Pertengkaran yang terjadi antara suami isteri secara terus menerus ini berdampak buruk bagi kelangsungan hidup rumah tangga mereka. Semua usaha harus dilakukan untuk berdamai antara suami isteri tersebut tapi kalaupun tidak bisa maka salah satu jalan adalah perceraian.

7. Suami melanggar taklik talak

Dalam perceraian karena suami melanggar taklik talak perlu diketahui apakah suami mengucapkan taklik talak atau tidak, maka jika si suami mengucapkan

taklik talak, si isteri merasa dirugikan, oleh karena itu alasan ini dapat diterima sebagai alasan untuk bercerai.

8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Murtad adalah keluar dari agama Islam. Maka haram bagi diri isterinya yang masih beragama Islam.50

50

M. Thalib, Penyebab Perceraian dan Penanggulangannya, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997), cet.Ke-1, h. 179


(47)

BABIII

GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Sejarah Singkat Tentang Berdirinya Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Dasar Hukum Pembentukannya.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963.

Pada mulanya Pengadilan Agama Jakarta diwilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang, yaitu:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara; 2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah; 3. Pengadilan Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk;

Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk wilayah Hukum Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Agama Nomor 17 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976.

Semua Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangannya selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi Menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).

Bersadarkan Surat Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1985 tanggal 16 Juli Pengadilan Tinggi Agama Surakarta dipindah ke


(48)

Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah HukumPengadilan Tinggi Agama Jakarta.

Pada perkembangannnya dengan terbentuknya Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika iti pada pada tahun 1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur.

Sebutan waktu itu adalah Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas. Untuk itu keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yaitu menempati kantor bekas Kecamatan Pasar Minggu disuatu gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan gang Pengdilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. Polana.

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang warisan masuk kedalam komparisi itu pun dimulai tahun 1969 kerja sama dengan Pengadilan Negri yang ketika itu dipimpin oleh Bapak Bismar Siregar. SH.

Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal tersebut ditentang oleh pihak keamanan kerena bertentangan dengan kewenanyannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Hasan Mughni


(49)

ditahan karena penerapan fatwa waris sehingga sejak itu fatwa waris ditambah dengan kata "jika ada harta peninggalan".

Pada tahun 1976 gedung kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menenpati serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebuah kantor cabangpun di hilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu diangkat pula beberapa orang Hakim honorer yang diantaranya adalah H. Ichtijanto,SA, SH.

Penunjukan tempat tersebut adalah inisiatif Kepada Kandenpag Jakarta Selatan yang waktu itu dijabat oleh Drs. H. Muhdiyasin seiring dengan perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas-tugas kepaniteraan yaitu Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari Sukandi, Saimin, Tuwon Haryanto, Fatullah An, Hasan Mugni, dan Imron keadaan penempatan Kantor di serambi Masjid tersebut bertahan hingga tahun 1979.

Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Jakarta Selatan pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung baru dengan tanah yang masih manumpang pada areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan dipimpin oleh H. Alimi BA diangkat pula hakim-hakim honorer untuk mengangani perkara-perkara yang masuk, mereka diantaranya: KH. Yakub, KH. Muhdats Yusuf, Hamim Qarib, Rasyid Abdullah, Ali Imran, Drs. H. Noer Chazin.

Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa kepamimpinan Drs. H. Djabir Manshur, SH. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Jl.


(50)

Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru yang merupakan hibah dari PEMDA DKI, di gedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor Pemerintah setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah penduduk dan jalan masuk dengan jalan kelas III C. Namun sudah kebih baik ketimbang di Pondok Pinang, pembenahan-pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Drs. H, Jayusmanm SH.

Begitu pula pembenahan-pembenahan administrasi terutama pada masa kepemimpinan Drs. Ahmad Kamil, SH pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal komputer walau hanya sebatas pengetikan dan ini tersu ditingkatkan pada masa kepemimpinan Drs. Rif'at Yusuf.

Pada masa perkembangannya selanjutnya tahun 2000 ketika kepemimpinan dijabat oleh Drs. H. Zainuddin Fajari, SH pembenahan-pembanahan terus dilakukan baik fisik maupun non fisik sampai pada tahapan komputerisasi on-line dalam administrasi, dan hal tersebut pada saat ini masih terus dibenahi sampai sekarang oleh Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan Sayyed Usman dan sampai pada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan sekarang yang dijabat Pahlawan Harahap, yang tujuannya untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan sehingga terciptanya keadilan dalam masyrakat.51

51

Diambil dari Arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Yursidiksi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Selatan. 16 Maret 2009


(51)

Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan salah satu Pengadilan yang sebagian besar wilayah cakupan hukumnya berada pada masyarakat kalangan menengah keatas mulai dari public figure seperti selebritas, pengusaha hingga politikus. Sudah selayaknya jika Pengadilan ini meningkatkan kinerja baik dari sarana maupun prasarana agar dapat menunjang kebutuhan masyrakat.

B. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Dalam menjalankan roda pemerintahan dan mekanisme kerja Pengadilan Agama Jakarta Selatan banyak melakukan perubahan dalam struktur organisasi, agar dapat mempermudah mekanisme kerja dan birokrasi dalam pengadilan itu sendiri.

STRUKTUR ORGANISASI

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN52

JABATAN NAMA

KETUA Drs. H. Pahlawan Harahap, SH, MH

WAKIL KETUA Drs. H. Ahsin Abdul Hamid, SH, MH

HAKIM Dra. Hj. Noor Jannah A, Mh

Dra. Hj. Al Zaenab, Sh Dra. Azizah Hadi Muhaimin Am. Sh Muh. Kailani, Sh. Mh Drs. Harum Rendeng Drs. H. Mamat R. SH. MH Drs. H. Fuizaiman, SH

Dra. Hj. Farchanah M. M. Hum Drs. A bdurrachim. MH

Drs. Chotman Jauhari, MH Hj. Shafwah, SH. MH Drs. Kamaluddin, MH

52


(52)

PANITERA /SEKRETARIS Dra. Aminah

WAKIL PANITERA H. Hafani Baihaqi, Lc. SH WAKIL SEKRATARIS Dwiarti Yuliani, SH PANMUD PERMOHONAN Dra. Ida Fitriani

S T A F Ratu Ayu R, SHI

A Zamrun Najib, SE Nurdiansyah

Nur Holla

PANMUD GUGATAN Ghizar Fau’ah, SH

S T A F Siti Nurhayati

Fa’ilatun

Nuhayatul, SH. MH Irna Kurnia, SH

PANMUD HUKUM Drs. Moh. Taufik

S T A F Maryam, S.Ag. MH

Aji Djuanda R Sujiati

KASUBAG KEPEGAWAIAN Yunu Winarti

S T A F Sumiyati

M. Sahid

KASUBAG KEUANGAN A Mahfudin, S.Ag

S T A F Nuraini, SH

Nining Widiawati

KASUBAG U M U M M. Fahat, SH

S T A F Marhamah

Magdalena Hutagaol Ahmad Furqoni, SE Sumar yuno

Nurhasan PENITERA PENGGANTI Drs. Hasbullah

Dra. Murniyati Siti Saudah, SH Nurhayati, SH Rahmi, SH

Moh. Hambali, SH Nurlaela, SH Abdullah, SH. MH Umar Ismail, SH Mahrum, SH

Ikrimawatiningsih, S.Ag RR. Siti Kholifah, Sh Fathony, SH


(53)

Eva Zulhaefa, SH Rita Suriyah, SH Tirmizi, SH. MH HS. Shalahuddin, Sh M. Kamal S, S.Ag. MH Tuti Sudiarti, SH Luthfi M. S.Ag. MA

JURUSITA M. Yasin, SH

Endang Bachtiar, SH

JURUSITA PENGGANTI Hafas

Sudiono M. Sidik H. Waluyo, SH Prio Riyanto Wisno Wijaya, SE

C. Sarana dan Prasarana Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Berikut dibawah ini adalah uraian dari beberapa sarana dan prasarana yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

1. Gedung kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang lama,dengan perkiraan luas 224 m2, yang berlokasi di Jl.Ciputat Raya,Pondok Pinang Jakarta Selatan. Kini dijadikan sebagai rumah dinas ketua Pengadilan Agama Jakarta sejak tahun 1990.

2. Gedung kantor balai sidang Pengadilan Agama sekarang, dengan perkiraan luas 1000 m2,yang berlokasi di Jl.Rambutan VII/48, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

3. Mushala dan ruang hakim yang berfungsi sebagai kesekretariatan, dengan luas masing-masing 84 m2.


(54)

4. Ruang arsip berkas perkara yang dibangun sejak tahun 1996 sebagai ruang tambahan, dengan perkiraan luas 65 m2.

5. Ruang hakim dan ruang komputer sekaligus ruang arsip perkara, terdiri dari dua lantai seluas 25,60x6m (151,20 m2),yang dibangun pada tahun 2002, sebagai ruang tambahan.53

Gedung Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdiri dari dua lantai dengan keterangan sebagai berikut:

1. Lantai Bawah: a. Ruang Kasir

b. Ruang Panitera Muda Hukum c. Ruang Panitera Muda Permohonan d. Ruang Panitera Gugatan

e. Ruang Pendaftaran Perkara f. Ruang Ketua

g. Ruang Panitera / Sekretaris h. Ruang Arsip Berkas Perkara i. Ruang Wakil Panitera j. Ruang Sidang

2. Lantai Atas: a. Musholla

b. Ruang Wakil Sekretaris

53


(55)

c. Ruang Kasubag Keuangan d. Ruang Kasubag Kepegawaian e. Ruang Umum

f. Ruang Juru Sita / Juru Sita Pengganti g. Ruang Perpustakaan

h. Ruang Hakim

i. Ruang Panitera Pengganti j. Aula

k. Ruang Mediasi

l. Ruang Server Komputer

D. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan salah satu instansi yang melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai berikut:

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 7. Peraturan/Instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI 8. Instruksi Dirjen Bimas Islam/Bimbingan Islam


(56)

9. Keputusan Mentri Agama RI, Nomor 69 Tahun 1963, Tentang Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

10.Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan tata kerja dan wewenang Pengadilan Agama

Berdasarkan landasan hukum di atas maka pembagian wilayah hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup 10 Kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Jagakarsa 2. Kecamatan Pasar Minggu 3. Kecamatan Cilandak 4. Kecamatan Pesanggrahan 5. Kecamatan Kebayoran Lama 6. Kecamatan Kebayoran Baru 7. Kecamatan Mampang Prapatan 8. Kecamatan Pancoran

9. Kecamatan Tebet 10.Kecamatan Setia Budi54

54

Diambil dari Arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Yursidiksi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Selatan. 15 Maret 2009.


(57)

BAB IV

PENINGKATAN ANGKA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN

A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2006-2008

Bertambahnya pemahaman perempuan akan hak-hak mereka yang dilindungi dalam Undang-Undang perkawinan membuat perempuan kini tidak lagi merasakan enggan untuk melaporkan kekerasan maupun ketidakadilan yang terjadi dalam rumah tangganya. Pada perkembangannya cerai gugat kini menjadi trend baru seseorang dalam melepaskan dari riuhnya permasalahan yang ada didalam rumah tangga, sehingga penilaian akan penyelesaian masalah dimudahkan dengan bercerai. Banyak hal yang menjadi pemicunya mulai dari kuranya pengertian diantara kedua belah pihak, komunikasi, ekonomi dll (selanjutnya akan dibahas pada poin C pada bab ini).

Di Jakarta dari 5. 193 kasus, sebanyak 3. 105 (60%) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan sebaliknya suami gugat cerai isteri 1. 462 kasus. Di


(58)

Surabaya dari 48. 374 kasus sebanyak 27. 805 (80%) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai isteri mencapai 17. 728 kasus.55

Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Badan Peradilan Agama Makamah Agung, pada tahun 2007 penceraian di DKI Jakarta mencapai 6.218 kasus, terdiri atas istri gugat cerai suami 3.482 kasus, dan suami gugat cerai istri 2.115 kasus. Sedangkan pada tahun 2008 tercatat 5.193 kasus, terdiri atas istri gugat cerai suami 3.105 kasus, dan suami gugat cerai istri 1.462 kasus.

Direktur Urusan Agama Islam Departeman Agama, Mochtar Ilyas, mengakui masih tingginya angka perceraian di DKI Jakarta. Faktornya bervariasi, mulai dari masalah ekonomi hingga politik. Dan kasus tertinggi perceraian atas permintaan istri, yaitu mencapai 60 persen. “Walaupun ada penurunan dibandingkan tahun 2007 lalu, tetapi angka itu masih terbilang cukup tinggi. Dan jumlah itu telah menghasilkan ikhwat atau tebusan perempuan terhadap laki-laki sekitar Rp 600 juta. Padahal seharusnya, lebih besar bila tebusannya dari laki-laki,” ujar Mochtar Ilyas.56

Dari 157.771 kasus perceraian yang diputus pengadilan agama pada tahun 2007, 77.528 kasus dipicu oleh salah satu pihak meninggalkan kewajiban. Meninggalkan kewajiban ini disebabkan oleh karena salah satu pihak tidak bertanggung jawab (48.623 kasus), faktor ekonomi di rumah tangga para pihak

55

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/dalam-satu-dasawarsa-kasus-isteri-gugat-cerai-suami-makin-meningkat.htm 26 Juni 2009

56


(59)

(26.510 kasus), dan dikarenakan pula sejarah perkawinan para pihak yang dipaksa oleh orang tua (2.395 kasus).

Pemicu kedua adalah perselisihan terus-menerus. Faktor ini terjadi sebanyak 65.818 kasus. Perselisihan dalam perkawinan yang berujung pada peristiswa perceraian ini disebabkan oleh ketidak harmonisan pribadi (55.095 kasus), gangguan pihak ketiga (10.444 kasus) dan faktor politis (281 kasus).

Persoalan moral pun memberikan andil untuk memantik krisis keharmonisan rumah tangga. Faktor moral menampati urutan ketiga yang menyebabkan pasangan suami isteri berujung di persidangan pengadilan agama. Grafik diatas menyebutkan bahwa 10.090 kasus perceraian disebabkan oleh persoalan moral. Modusnya mengambil tiga bentuk, suami melakukan poligami tidak sesuai aturan (poligami tidak sehat), 937 kasus, krisis akhlak (4.269 kasus) dan cemburu yang berlebihan (4.884 kasus).

Pemicu ke empat rusaknya simpul perkawinan adalah kekerasan dalam rumah tangga. Terdapat 1.845 kasus perkawinan putus karena faktor ini.

Sedangkan pemicu lainnya adalah karena salah satu pasangan mengalami cacat biologis yang menyebabkan tidak bisa melaksanakan kewajiban (1.621 kasus), perkawinan di bawah umur (513 kasus), dan salah satu pihak dijatuhi pidana oleh pengadilan (356 kasus).57

57

http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=2139&Itemid=429 28 Juni 2009


(60)

Secara detil grafik faktor penyebab perceraian adalah seperti gambar berikut ini :

Gambar Grafik 1

B. Jumlah Peningkatan Angka Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Meningkatnya perceraian yang ada di Pengadilan Jakarata Selatan diakui oleh hakim yang menangani perkara cerai gugat di pengadilan tersebut, perkara perdata yang berkaitan dengan cerai gugat pada setiap tahunnya meningkat


(61)

dibandingkan dengan cerai talak seperti pada masa-masa sebelumnya.58 Pada setiap cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan selalu diupayakan dengan memberikan media seperti BP4 agat perceraian dapat dihindarkan, namun perkara yang terjadi dalam rumah tangga terkadang tidak dapat terselesaikan begitu saja bahkan setelah melalui BP4 langsung berlanjut dengan sidang cerai.59 Paham penulis adalah, para perempuan (istri) memahami cerai gugat sebagai jalan mudah dalam menceraikan suami yang sudah tidak sesuai dengan tujuan pernikahan pada awalnya. Pada sisi negatifnya akan semakin banyaknya perceraian yang terjadi di kehidupan rumah tangga, sedangkan positifnya adalah terlindungnya perempuan (istri) dari tindakan sewenang-wenang dari suami yang tidak bertanggung jawab baik secara lahir atau pun batin.

Berikut merupakan data yang didapatkan penulis dalam penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan:

58

Wawancara Esklusif penulis dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan: H. M. Kailani SH, MH dan Dra. Muhaya SH. MH, pada tanggal 23 Juni 2009.

59

Wawancara Esklusif penulis dengan penggugat: Ibu Yuliarti di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada tanggal 23 Juni 2009


(62)

Tabel 1

Perbandingan Cerai Gugat dan Cerai Talak Berdasarkan Perkara yang Diterima

Pada Tahun 2006-2008

Tahun Cerai Talak Persentase Cerai Gugat Persentase Jumlah

2006 544 34,28 1027 65,72 1571

2007 620 38,09 1008 61,91 1628

2008 638 32,51 1324 67,48 1962

Jumlah 1802 34,91 3359 65,09 5161

Sumber : Data Perceraian Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Tabel 2

Peningkatan Persentase Angka Cerai Gugat dan Cerai Talak Berdasarkan Perkara yang Diterima

Pada Tahun 2006-2008

Tahun Cerai Talak Persentase Cerai Gugat Persentase Jumlah

2006-2007 544-620 14 1027-1008 -1,85 12,15

2007-2008 620-638 3 1008-1324 30,8 33,8

2006-2008 544-638 17,3 1027-1324 29 46,3

Sumber : Data Perceraian Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tabel 3

Perbandingan Cerai Gugat dan Cerai Talak Berdasarkan Perkara yang Diputus

Pada Tahun 2006-2008

Tahun Cerai Talak Persentase Cerai Gugat Persentase Jumlah

2006 451 33,51 895 66,49 1346

2007 445 33,14 898 66,86 1343

2008 527 32,11 1114 67,89 1641

Jumlah 1423 32,87 2907 67,13 4330


(1)

maupun isteri ialah dengan cara mediasi dengan melibatkan saudara. Melakukan introspeksi dari diri masing-masing.

6. Apa yang Bapak/Ibu pahami tentang cerai gugat ?

Jawab : Menurut saya cerai gugat itu sudah tertulis dan diatur dalam Undang-undang Perkawinan. Sedangkan secara Agama, menurut pemahaman saya tentang cerai gugat tidak ada, namun yang ada hanyalah perceraian dari suami dan tidak boleh atau haram oleh isteri karena perceraian adalah merupakan hak suami.


(2)

HASIL WAWANCARA

SUMBER : YULIARTI TANGGAL : 25 JUNI 2009

LOKASI : PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

1. Alasan apa yang dipakai Bapak/Ibu hingga ingin bercerai ?

Jawab : Karena sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Yang mana sejak awal pernikahan sang suami sudah melakukan kekerasan, kebohongan yang terus-menerus, tidak menafkahi lahir, kemudian adanya selingkuh dari sang suami.

2. Apa pertimbangan Bpk/Ibu hingga ingin melakukan cerai ?

Jawab : Karena sang suami sudah terus menerus melakukan hal-hal yang sama dalam kurun waktu selama 13 tahun perkawinan. Selama 13 tahun ini perilaku suami sama sekali tidak berubah, hingga saya sudah empat kali ke Pengadilan Agama. Intinya pertimbangan yang saya pakai disini yaitu bahwa penilaian saya akan dia sang suami tidak mungkin akan bisa berubah, jadi lebih baik saya berpisah dari pada nantinya akan menjadi atau timbul mudharat.

3. Apa yang menjadi faktor/sebab isteri menggugat cerai suami ?

Jawab : Suami sudah melakukan kekerasan, kebohongan yang terus-menerus, tidak menafkahi lahir, kemudian adanya selingkuh dari sang suami.


(3)

Jawab : Suami menolak tentang permintaan saya untuk bercerai, bahkan dia tetap berkeyakinan tidak akan menceraikan saya, dan beranggapan bahwa dia bisa berubah.

5. Apa jalan terbaik yang sudah dilakukan atau ditempuh oleh Bpk/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi ?

Jawab : Saya sebagai isteri mencoba untuk tetap sabar dan ikhlas, kemudian memberikan kesempatan kepada suami untuk merubah perilakunya. Kemudian saya melakukan mediasi baik dengan pihak keluarga suami maupun antara pribadi saya dengan sang suami.

6. Apa yang Bpk/Ibu pahami tentang cerai gugat ?

Jawab : Cerai gugat yaitu isteri yang meminta diceraikan oleh suami dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama karena sudah tidak sanggup lagi menghadapi atau menanggulangi permasalahan yang terjadi dalam keluarga. Menurut saya secara hukum Islam Allah tidak menyukai tentang perceraian, tapi sungguh diperbolehkan jika itu merupakan jalan keluar yang terbaik dari permasalahan-permasalahan suami isteri yang mungkin akan merugikan pada salah satu pihak jika perceraian tidak dilakukan. Sedangkan pemahaman saya tentang cerai gugat menurut Undang-undang hanyalah sebuah proses cerai yang dilakukan di Pengadilan Agama untuk mendapatkan sebuah legalitas perceraian yaitu mendapat akta cerai.


(4)

HASIL WAWANCARA

SUMBER : AHMAD SYAFEI TANGGAL : 25 JUNI 2009

LOKASI : PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

1. Alasan apa yang dipakai Bapak/Ibu hingga ingin bercerai ?

Jawab : Karena isteri merasa sudah tidak ada kecocokan lagi. Alasan ini pun dirasakan sama oleh saya sebagai sang suami. Sudah sering terjadi keributan baik kecil maupun besar. Merasa sudah tidak kuat lagi dengan tingkah laku suami, karena dia menilai si suami sudah memposisikan perkawinannya atau hubungan suami isterinya dengan posisi yang tidak jelas atau tidak seperti layaknya suami isteri hingga suami menelantarkan sang isteri.

2. Apa pertimbangan Bpk/Ibu hingga ingin melakukan cerai ?

Jawab : Pertimbangan yang saya gunakan ialah bahwasanya bila rumah tangga ini diteruskan saya yakin tetap tidak akan adanya keharmonisan karena dari diri saya pun merasa sudah tidak ada kecocokan dengan isteri saya. Hal senada ini pun sama dengan apa yang dikatakan oleh isteri saya. 3. Apa yang menjadi faktor/sebab isteri menggugat cerai suami ?

Jawab : Faktor atau alasan utama yang dipakai isteri untuk menggugat cerai suami ialah karena tidak ada nafkah hingga satu setengah tahun. Kasar


(5)

masing-masing keluarga suami dan isteri.

4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan isteri ?

Jawab : Saya sebagai suami menerima gugatan cerai yang dilakukan oleh isteri saya, karena sebenarnya dari saya pun sejak lama sudah ada niat untuk menceraikan isteri saya, namun orang tua saya melarangnya dan memerintahkan saya untuk menahannya, dan berkata kepada saya “biarlah dari pihak isteri saja yang menceraikannya”.

5. Apa jalan terbaik yang sudah dilakukan atau ditempuh oleh Bpk/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi ?

Jawab : Adapun jalan yang sudah kami tempuh adalah mediasi. Selain itu kami pun meminta kepada orang tua kami masing-masing untuk membantu dalam berdialog guna mencari titik temu antara saya dengan isteri saya. 6. Apa yang Bpk/Ibu pahami tentang cerai gugat ?

Jawab : Cerai gugat ialah cerai yang dilakukan oleh seorang isteri melalui surat gugatannya yang ditujukan kepada suami yang kemudian diproses di Pengadilan Agama.


(6)