yang masih kosong akibat kekurangan bibit. Sebelumnya petani sudah melebihkan bibit tersebut untuk mengantisipasi terhadap kerusakan bibit sewaktu disemaikan.
Ini terjadi karena bibit padi belum melekat pada tanah tempat persemaian sehingga terbawa air saat tempat persemaian bibit padi tergenang air. Untuk
menggantikan bibit padi yang kurang, biasanya petani mencari dan mengelilingi areal persawahan petani yang lain untuk mendapatkan bibit padi yang sisa. Untuk
mendapatkannya petani harus menanyakan kepada pemilik apakah bibit tersebut boleh diambil atau dibeli. Terkadang inilah awal petani mengalami kekecewaan.
Karena bibit yang dipakai dan yang didapatkannya dari petani lain berbeda, nantinya apabila memasuki masa panen kondisi padi tidak serentak untuk dipanen
dan keadaan padi bercampur dengan padi yang seharusnya sudah dapat dipanen.
3.3 Proses penanaman bibit padi
Umumnya petani yang memiliki areal sawah yang lumayan luas, biasanya mempekerjakan masyarakat sekitar ataupun masyarakat luar yang sengaja
menawarkan tenaganya untuk mencabut bibit padi. Sudah jarang terlihat pada masyarakat yaitu istilah marsidapari
12
12
Marsidapari bahasa lokal adalah saling membantu tanpa membayar upah. Istilah ini biasanya dipakai dalam mencabut bibit, menanam bibit, membersihkan padi dari rumput dan mendirikan
padi saat rubuh.
. Kegiatan marsidapari sudah jarang
terlihat, ini terjadi karena sudah begitu banyaknya buruh tani yang masuk ke Desa Wononosari dari desa lain, sehingga masyarakat mulai terpengaruh dengan buruh
tani dan mulai mengikutinya yang menjual tenaga mereka untuk mendapatkan uang. Secara lambat laun praktek marsidapari mulai terkikis hingga saat sekarang
Universitas Sumatera Utara
ini. Seperti yang diungkapkan Ibu Sitorus 42 tahun, 20 tahun bertani, wawancara 6 Februari 2013 :
“Dulu...waktu menanam padi, kami saling bantu- membantu untuk menyiapkan dan bergantian setiap
sawah yang kami kerjakan, walaupun lama dan sedikit hasil kerjanya. Kami iklas mengerjakannya,
tanpa menerima uang dari pemilik sawah. Tapi,,,,sekarang itu sudah jarang, mungkin karena
orang zaman sekarang butuh semua yang cepat”
Dalam hal mencabut bibit padi pada informan saya yaitu berketepatan orang tua penulis sebut saja bapak Siahaan mengerjakan 20 rante. Untuk
mencabut bibit biasanya ayah saya memperkerjakan buruh tani 3-4 orang, sehingga untuk menyelesaikan mencabut bibit padi untuk 20 rante dikerjakan 6
orang termasuk ayah dan ibu saya. Biasanya orang tua saya memperkerjakan ibu- ibu yang sudah dikenal di desa setempat, baik itu dari satu gereja, yang menurut
mereka dengan keadaan seperti ini sudah dapat membantu daripada memperkerjakan orang dari desa luar. Mereka mendapat upah Rp 50.000-Rp
60.000 dalam sehari terhitumg dari jam 09:00 sampai jam 17:00. Saat mencabut bibit adalah tempat atau arena bagi mereka untuk bercerita, mengeluarkan isi
hatinya dan bercanda.
2 Sistem penanaman bibit padi
13
• Sistem cabut tanam yaitu mencabut, menyerakkan, dan menanam bibit padi seluruhnya dikerjakan oleh buruh tani. Biasanya satu kelompok mereka
, yaitu :
13
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan,yaitu masyarakat petani dan buruh tani
Universitas Sumatera Utara
berjumlah 10-15 orang. Mereka mendapat upah Rp 50.000 untuk setiap rantenya.
• Sistem tanam yaitu sama seperti buruh tani pada sistem cabut tanam. Buruh tani hanya menanam saja, sebelumnya mencabut dan menyerakkan bibit sudah
dilakukan sipemilik sawah. Mereka mendapat Rp 25.000 untuk setiap rante yang mereka kerjakan.
3.4 Perawatan atau pemeliharaan