7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KULIT SINGKONG
Singkong merupakan salah satu komoditi yang murah dan banyak dijumpai di daerah pedesaan, bagian tanaman yang sering digunakan sebagai bahan pangan
manusia adalah umbi dan daunnya sementara itu kulit umbi singkong masih jarang digunakan dalam produk pangan [17].
Produktivitas singkong di Indonesia sebesar 22.677.866 ton. Sedangkan untuk di wilayah Jawa Tengah, produksi singkong sebesar 3.336.490 ton dengan luas panen
162.491 ha. Setiap bobot singkong akan dihasilkan limbah kulit singkong sebesar 16 dari bobot tersebut. Singkong dipanen pada umur 6
–8 bulan untuk varietas Genjah dan 9
–12 bulan untuk varietas dalam. Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tapioka, tape dan panganan berbahan dasar singkong lainnya.
Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah, seiring dengan eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di dunia dan terus mengalami
peningkatan produksi setiap tahunnya [18]. Tabel 2.1 Jumlah Produksi Ubi Kayu di Indonesia [19] :
Tahun Produksi Ton
2008 21,756,991
2009 22,039,145
2010 23,918,118
2011 24,044.025
2012 22,677,866
Kulit Singkong Manihot esculenta Crantz adalah salah satu limbah organik yang diperoleh dari akar umbi dari industri singkong. Ketebalan Kulit singkong 1 ± 4
Universitas Sumatera Utara
8 mm dan mengandung 10-13 dari total bahan kering singkong [20].
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kulit singkong [12] :
Komposisi Kimia Kulit singkong
Kandungan abu 4,5
Kandungan selulosa 37,9
Kandungan hemiselulosa 37,0
Kandungan lignin 7,5
Kandungan zat lainnya 13,1
2.2 PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Selulosa merupakan bahan organik yang sangat berlimpah keberadaannya di dunia. Selulosa banyak ditemukan di alam dalam bentuk rami, batang kayu, kapas, dan
lainnya. Dalam bahan baku selulosa terdiri atas lignin, hemiselulosa dan selulosa, dimana selulosa diikat oleh hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin sehingga
diperlukan adanya perlakuan untuk menghilangkan lignin dengan melarutkan selulosa tersebut dalam alkali seperti NaOH, perlakuan dilanjutkan untuk menghidrolisis
selulosa dengan asam. Asam tersebut bertujuan untuk menghidrolisis α-selulosa
sehingga terjadi degradasi terhadap selulosa yang menjadikannya memiliki derajat polimerisasi lebih kecil. Kemudian dihaluskan secara mekanik akan didapat selulosa
mikrokristalin [21].
Gambar 2.1 Mekanisme Hidrolisis Asam [22]
Universitas Sumatera Utara
9 Tabel 2.3 Spesifikasi Selulosa Mikrokristalin menurut USP 32-NF 27 [23] :
Pengujian USP 32-NF 27
fisik Berwarna putih, tidak berbau dan berasa
Pati Tidak berwarna biru dengan iodin
pH 5,0-7,5
Susut pengeringan ≤ 7
Sebagai perolehan dari selulosa, MCC mempunyai kelebihan seperti, kereaktifan tinggi, dapat di perbaharui, dapat terdegradasi. MCC adalah bentuk baru dari selulosa
dan muncul sebagai sesuatu yang bagus, berwarna putih dan serbuk kristalin. Karakteristik yang paling penting dari MCC adalah ukuran dan distribusi ukuran dari
materialnya. Berhubungan dengan sifat fisik yang unik dan sifat kimianya, MCC telah banyak digunakan dalam beberapa tahun dalam industri seperti obat, makanan,
pelapisan dan kosmetik. Hal ini juga diketahui kristanilitas dari selulosa dapat diukur dengan beberapa
metode, X-ray Diffraction, keadaan padat C CP-MAS NMR, Fourier transform infrared FT-IR spectroscopy dan Raman Spectroscopy. Alternatif X-ray Diffraction
XRD banyak memberikan data dari kristalin dan sedikit non kristalin fraksi dari selulosa [24].
2.3 ALKANOLAMIDA