Pada tahun 2010, untuk setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 99

Kependudukan dan Ketenagakerjaan Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba, Mandailing, Jawa, Simalungun dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya di bawah 5. Total jumlah penduduk Kabupaten karo pada tahun 2010 adalah 350.960 jiwa dan jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo yakni 2.127,25 km 2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo akhir tahun 2010 adalah 165,03 jiwakm 2 Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2011. Jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah penduduk perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya lebih kecil dari

100. Pada tahun 2010, untuk setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 99

orang penduduk laki-laki. Berdasarkan data jumlah penduduk yang berusia dibawah 15 tahun dan 65 tahun keatas maka diperoleh rata-rata rasio ketergantungan tiap tahun sebesar 61,06 yang berarti setiap seratus orang usia produktif 15-64 tahun menanggung 61 orang usia non produktif, yaitu dari usia dibawah 15 tahun kebawah dan 65 tahun keatas seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Indikator Kependudukan Kabupaten Karo 2010. No Uraian Jumlah 1 Jumlah Penduduk jiwa 350.960 2 Laki-laki 174.418 3 Perempuan 176.542 4 Pertumbuhan Penduduk 2000-2010 2,15 5 Kepadatan Penduduk JiwaKm 165,98 6 Sex Ratio LP 98,80 7 Jumlah Rumah Tangga 94.938 8 Rata-rata ART JiwaRT 3,70 Penduduk Kelompok Umur 9 0-14 Tahun 115.365 10 15-64 Tahun 217.906 11 65+ Tahun 17.689 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Karo 2011 Universitas Sumatera Utara Komposisi penduduk Karo didominasi oleh penduduk berusia muda. Penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya masih tetap lebih besar dari kelompok umur usia yang lebih tua di atasnya. Jika pemerintah berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan yang rendah maka jumlah penduduk usia 0-4 tahun akan semakin berkurang. Dari total penduduk usia angkatan kerja 15 Tahun ke atas, hampir setengah dari jumlah penduduk Kabupaten Karo termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK mengalami sedikit peningkatan selama tiga tahun terakhir dari 84,99 persen di tahun 2008 menjadi 85,47 persen di tahun 2010. Pasar tenaga kerja Kabupaten Karo juga ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada tingginya persentase penduduk usia angkatan kerja yang bekerja sebesar 98,45 persen di tahun 2010. Tingkat Pengangguran terlihat semakin menurun selama kurun waktu 2008- 2010. Pada Tahun 2008 tingkat pengangguran sebesar 6,18 persen. Angka ini menurun menjadi 1,55 persen pada tahun 2010 seperti tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Ketenagakerjaan Kabupaten karo 2008-2010. No Uraian 2008 2009 2010 1 TPAK 84,99 83,93 85,47 2 Tingkat Pengangguran 6,18 2,06 1,55 3 Bekerja 93,82 97,94 98,45 4 Bekerja di Sektor Pertanian 73,95 73,66 72,98 5 Bekerja di Sektor Industri 1,93 0,85 2,74 6 Bekerja di Sektor Jasa 22,51 23,75 24,28 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Karo 2011 Pilihan kerja disektor pertanian masih menjadi pilihan utama para penduduk di Kabupaten Karo dengan persentase 72,98 persen pada tahun 2010, yang diikuti sektor jasa-jasa dengan persentase 24,28 persen. Sementara pekerja sektor Universitas Sumatera Utara industri sebanyak 2,74 persen Tahun 2009 dan hal ini menunjukkan peningkatan perekonomian di Kabupaten Karo merupakan kontribusi dari sektor pertanian Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2011. Pertanian Kabupaten Karo merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu produktivitas tanaman pangan khususnya padi perlu terus ditingkatkan. Produksi padi baik padi sawah maupun padi ladang di Karo mengalami peningkatan dari 109.280 ton tahun 2008 menjadi 132.077 ton pada tahun 2009. Namun di tahun 2010, terjadi penurunan luas panen yang mengakibatkab produksi padi menurun menjadi 105.300 ton. Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2011. Perkembangan sub sektor hortikultura Kabupaten Karo yang diusahakan oleh masyarakat berupa tanaman sayuran dan buah-buahan yang meliputi, tomat, kol, kentang, petsai, cabe, buncis, wortel, bawang daun, arcis, jeruk, marquisa, alpokat dan pisang. Dari tahun 2007-2010 mengalami pasang surut, dari tahun ke tahun cenderung ber-fluktuasi karena minat masyarakat menanam tanaman ini tergantung permintaan pasar dan harga jual petani yang juga tidak pernah stabil. Tanaman ini umumnya diusahakan di Kecamatan Simpang Empat, Berastagi, Kabanjahe, Tigapanah, Merek, Barusjahe Naman Teran, Dolat Rayat, dan Merdeka. Sayur-sayuran merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Karo seperti cabe, kubiskol, sawi, kentang, tomat dan wortel . dan komoditas buah-buahan di Kabupaten Karo termasuk komoditas unggulan, secara total buah-buahan pada Universitas Sumatera Utara tahun 2010, luas panen mencapai 25.850 ha, produksi sebesar 281.651,3 ton sedangkan produktivitas 108,956 kwha seperti tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan produksi buah dan Sayur Kabupaten Karo menurut jenisnya tahun 2007-2011 Ton. No Komoditas 2007 2008 2009 2010 1 Jeruk 653.622 408.913 413.959 1.437.782 2 Pisang 5.742,7 2.638 2.796 2.713 3 Marquisa 6.879 7.938 3.580 2.581 4 KubisKol 110.335 117.843 95.381 133.948 5 Kentang 34.126 34.255 38.820 53.988 6 Cabe 36.800 37.672 39.505 43.959 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Karo 2011 Universitas Sumatera Utara HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Potensi Pertanian Hortikultura Kabupaten Karo Analisis potensi pertanian hortikultura dilakukan terhadap komoditas yang dipilih berdasarkan pada tingkat produksi, permintaan masyarakat terhadap komoditas. Komoditas yang dijadikan sampel merupakan komoditas yang berdasarkan pada proses budidaya dan bukan tumbuh liar didalam hutan. Pemilihan pada jenis komoditas yang diteliti adalah jenis sayur-sayuran yaitu kubikol. Kemampuan wilayah dalam menghasilkan komoditas unggulan dianalisis dengan metode LQ Location Quotient, koefisien Lokalita untuk mengukur angka persebaran budidaya komoditas di suatu kecamatan dan koefisien spesialisasi untuk mengukur tingkat kekhususan suatu kecamatan pada suatu komoditas. Analisis Location Quotient LQ Analisis Location Quotient LQ merupakan cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu wilayah dalam sektor kegiatan tertentu, dimana pada dasarnya teknik analisis ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di wilayah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Wilayah yang memiliki nilai LQ 1 bukanlah wilayah basis bagi produksi komoditas tersebut dan wilayah yang memiliki LQ 1 merupakan wilayah basis bagi produksi komoditas tersebutWarpani. S ,1984. Universitas Sumatera Utara Kubiskol adalah salah satu komoditas jenis sayur-sayuran unggulan yang perkembangan produksinya stabil pada lima tahun terakhir, dan berikut hasil penelitian komoditas kubiskol dengan menggunakan analisis LQ pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Location Quotient LQ komoditas kubiskol di wilayah Kabupaten Karo tahun 2007 – 2011 berdasarkan jumlah produksi Ton. No Kecamatan Nilai LQ 1 Barusjahe 1,024707 2 Tigapanah 0,987779 3 Kabanjahe 0,99393 4 Simpang Empat 1,232304 5 Payung 0,054236 6 Munte 0,009029 7 Tigabinanga - 8 Juhar - 9 Kutabuluh - 10 Mardingding - 11 Berastagi 0,745521 12 Merek 0,752374 13 Laubaleng - 14 Dolat Rakyat 1,00074 15 Naman Teran 1,21661 16 Merdeka 0,798072 17 Tiga Nderket - Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2011 Data diolah Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa ada empat kecamatan yang rata-rata nilai LQ lebih besar dari satu dalam data lima tahun terakhir yaitu Barusjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat dan Naman Teran. Hal ini menunjukkan bahwa kecamatan tersebut sebagai wilayah basis sekaligus penghasil komoditas unggulan kubiskol di Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara Analisis Koefisien Lokalita ά Analisis koefisien lokalita digunakan untuk mengetahui angka penyebaran budidaya komoditas hortikultura di suatu wilayah, sehingga dapat diketahui tingkat aglomerasinya Warpani, 1984. Angka ά = 1 mengindikasikan lokasi kegiatan hortikultura memusat, sedangkan ά 1 mengindikasikan lokasi kegiatan hortikultura menyebar. Tabel 8 . Nilai Koefisien lokalita ά komoditas kubiskol di wilayah Kabupaten Karo tahun 2007 – 2011 berdasarkan jumlah produksi Ton. No Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 1 Barusjahe 0.019913 -0.00295 0.006891 -0.0067 -0.01816 -0.0002 2 Tigapanah -0.02369 -0.01618 -0.01815 0.0374 0.012503 0.00162 3 Kabanjahe -0.03303 0.006221 0.000509 -0.00778 0.055168 0.004216 4 Simpang Empat 0.128076 0,094951 -0.01589 0.049966 0.046892 0.060799 5 Payung -0.04168 -0.03937 - - - -0.04052 6 Munte - - - -0.00708 - -0.00708 7 TigaBinanga - - - - - - 8 Juhar - - - - - - 9 Kutabuluh - - - - - - 10 Mardingding - - - - - - 11 Berastagi -0.02469 -0.01552 -0.01407 -0.03246 0.004233 -0.0165 12 Merek -0.01601 -0.00749 -0.01213 -0.01931 -0.00268 -0.01152 13 Laubaleng - - - - - - 14 Dolat Rakyat - 0.004324 0.013662 0.009214 -0.01849 0.002177 15 Naman Teran - 0.028096 0.089151 0.058866 0.018613 0.048681 16 Merdeka - -0.03045 0.008949 -0.03431 0.006854 -0.01224 17 Tiga Nderket - - - - - - Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2011 Data diolah Hasil analisis lokalita menunjukkan bahwa tidak terjadi pengumpulan pusat produksi dari komoditas kubiskol di Kabupaten Karo. Pola produksi komoditas kubis cenderung menyebar di banyak wilayah kecamatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien lokalita masing-masing kecamatan selama lima tahun bahwa tidak ada satupun kecamatanwilayah di Kabupaten Karo berkoefisien ά = 1, bahkan nilai ά cenderung dibawah nol -0 dan hipotesis ditolak. Universitas Sumatera Utara Tidak berpusatnya produksi suatu komoditas hortikultura pada wilayah kecamatan tertentu tentunya mempersulit pengembangan komoditas unggulan pada masing-masing kecamatan, namun hal ini juga memiliki keuntungan yaitu mengurangi resiko kegagalan panen akibat serangan hama penyakit, kondisi cuaca yang tidak menentu, ataupun faktor tak terduga lainnya, sehingga seandainya suatu wilayah mengalami kegagalan panen maka dapat ditunjang oleh keberhasilan di wilayah lain. Analisis Koefisien Spesialisasi β Analisis koefisien spasialisasi umumnya digunakan untuk mengetahui spesialisasi kekhususan suatu wilayah pada satu komoditas hortikultura Warpani, 1984. Nilai β = 1 mengindikasikan suatu wilayah atau kecamatan berspesialisasi pada suatu kegiatan komoditas hortikultura. Sedangkan β 1 mengindikasikan tidak adanya kegiatan berspesialisasi komoditas hortikultura pada suatu kecamatan. Universitas Sumatera Utara Tabel 9. Nilai koefisien Spes ialisasi β komoditas kubiskol di Kabupaten Karo tahun 2007 – 2011 berdasarkan jumlah produksi. No Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 1 Barusjahe 0.140918 -0.04905 0.096806 -0.03834 -0.10839 0.008391 2 Tigapanah -0.11488 -0.07704 -0.07908 0.096552 0.029805 -0.02893 3 Kabanjahe -0.1056 0.027773 0.002476 -0.02194 0.099505 0.000444 4 Simpang Empat 0.057768 0.056161 -0.02491 0.098251 0.072745 0.052003 5 Payung -0.24229 -0.27919 - - - -0.26074 6 Munte - - - -0.27183 - -0.27183 7 Tigabinanga - - - - - - 8 Juhar - - - - - - 9 Kutabuluh - - - - - - 10 Mardingding - - - - - - 11 Berastagi -0.1071 -0.05699 -0.04741 -0.10966 0.02076 -0.06008 12 Merek -0.11293 -0.05298 -0.0582 -0.09605 -0.00741 -0.06552 13 Laubaleng - - - - - - 14 Dolat Rakyat - 0.132083 0.026899 0.047041 -0.04266 0.040841 15 Naman Teran - 0.099524 0.065307 0.063089 0.041686 0.067402 16 Merdeka - -0.09245 0.037432 -0.11677 0.013704 -0.03952 17 Tiga Nderket - - - - - - Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2011 Data diolah Hasil analisis koefisien spesialisasi komoditas kubiskol menunjukkan bahwa tidak adanya kegiatan berspesialisasi produksi dari komoditas kubiskol di tiap kecamatan Kabupaten karo. Pola produksi cenderung terbagi kepada beberapa komoditas di masing-masing kecamatan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata selama lima tahun bahwa tidak ada satupun kecamatanwilayah yang berkoefisien β = 1, bahkan nilai β cenderung dibawah nol -0. Spesialisasi wilayah memiliki tujuan yaitu menguatkan suatu kecamatan pada hanya satu komoditas unggulan sehingga kecamatan tersebut lebih mudah dalam mengembangkan sektor pertanian hortikultura-nya. Namun untuk menspesialisasikan pada satu jenis komoditas pertanian pada suatu wilayah kecamatan mempunyai banyak tantangan karena suatu wilayah kecamatan sebenarnya tidak hanya membutuhkan satu jenis komoditas saja, tetapi Universitas Sumatera Utara memerlukan jenis komoditas lain untuk dibudidayakan guna memenuhi kebutuhan kebutuhan masyarakat. Hal ini dikarenakan permintaan masyarakat yang beraneka ragam dan untuk mengantisipasi adanya kegagalan panen pada satu atau lebih jenis komoditas yang diusahakan. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada analisis Location Quotient LQ komoditas kubis ada empat kecamatan yang rata-rata nilai koefisien LQ lebih besar dari satu LQ 1 dalam data lima tahun terakhir yaitu Barusjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat dan Naman Teran. Hal ini menunjukkan bahwa kecamatan tersebut sebagai wilayah basis sekaligus penghasil komoditas unggulan kubis di Kabupaten Karo. 2. Penyebaran lokasi budidaya komoditas kubiskol di Kabupaten Karo tidak secara umum mengarah pada asas lokalita karena nilai koefisien lokalita komoditas kubiskol bernilai kurang dari satu ά 1 pada masing-masing kecamatan. Pola produksi komoditas kubiskol juga cenderung menyebar di banyak wilayahkecamatan. 3. Kekhususan suatu wilayah pada komoditas kubiskol di Kabupaten Karo menunjukkan tidak adanya kegiatan berspesialisasi produksi dari komoditas kubiskol di tiap kecamatan Kabupaten karo karena nilai koefisien spesialisasi komoditas kubiskol bernilai kurang dari satu β 1. Pola produksi cenderung terbagi kepada beberapa komoditas di masing-masing kecamatan. Universitas Sumatera Utara Saran 1. Pengembangan masing-masing wilayah basis komoditas kubiskol perlu diupayakan untuk meningkatkan perekonomian wilayah masing-masing wilayah basis. 2. Diperlukan sistem budidaya pertanian terpadu sehingga diharapkan mampu meingkatkan produksi kubiskol dan mendorong terwujudnya budidaya kubiskol yang terpusat pada wilayah basis lokalita dan spesialisasi komoditas kubiskol pada masing-masing wilayah basis. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2010. Profil Pertanian Kabupaten Karo 2010. Kabupaten Karo. __________________. 2011. Statistik Daerah Kabupaten Karo 2011. Kabupaten Karo. Balitbangsumut. 2005. Kegiatan Diseminasi Mendukung Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara. Blakely dalam Dartavia, Z. 2003. Analisis Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah Studi Kasus :Wilayah Pembangunan Barat Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. Budiharsono, S.

2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan