Penyerapan merkuri dalam limbah simulasi menggunakan zeolit klinoptilolit

(1)

PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI

MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT

AMSIRI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

AMSIRI

102096026529

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

AMSIRI

NIM. 102096026529

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Thamzil Las Hendrawati, M.Si NIP. 19490516 197703 1 001 NIP. 19720815 200312 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 19680313 200312 2 001


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Penyerapan Merkuri dalam Limbah Simulasi Menggunakan Zeolit Klinoptilolit” yang ditulis oleh Amsiri NIM 102096026529 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin tanggal 21 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Dr. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU Nurhasni, M.Si NIP. 330 001 086 NIP. 19740618 200501 2 005

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Thamzil Las Hendrawati, M.Si NIP. 19490516 197703 1 001 NIP. 19720815 200312 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2010

Amsiri 102096026529


(6)

ABSTRACT

Amsiri. MERCURY ABSORPTION IN WASTE SIMULATOR BY ZEOLITE

CLINOPTILOLITE. Under Tuition of Dr. Thamzil Las and Hendrawati, M.Si.

Mercury is pollutant that can decrease environment quality. Research on Zeolite

Clinoptilolite as ion exchange resin and filter has been carried out at Environmental

Analysis Department Center for Integrated Laboratory UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The goal of the research was to investigate the ability of Zeolite Clinoptilolite on

mercury absorption. The zeolite used on this research were natural zeolite, Na-Zeolite

with 1 N NaCl, and Ca-Zeolite with 0.02 N CaCl

2

. Effects of particle size, treatment, and

zeolite-mercury contact duration were observed based on 3 different particle sizes thet

were 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm and

212 µm; 3 different treatments:

natural zeolite, Na-zeolite dan Ca-zeolite; and 6 different contact duration thet were ½, 1,

2, 4, 6 dan 8 hours. Percentage of Mercury absorption and kation excange capacity was

determined by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The AAS measuring

showed the best mercury absorption was reached by

212 µm Na-Zeolite at 8 hours

contact. The kation exchange capacity of zeolite that was range by 0.32 meq/g to 0.81

meq/g was affected by treatment process and particle size.

Keywords: Zeolite Clinoptilolite, Mercury, Absorption Percentage, Kation Exchange

Capacity, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)


(7)

ABSTRAK

Amsiri. PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT. Dibawah Bimbingan Dr. Thamzil Las dan Hendrawati, M.Si.

Merkuri adalah sumber polutan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Penelitian terhadap zeolit Klinoptilolit yang digunakan sebagai bahan penukar ion dan penyaring merkuri dalam limbah simulasi telah dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu Bidang Analisa Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan zeolit Klinoptilolit dalam menyerap merkuri. Zeolit Klinoptilolit ada yang dibiarkan natural dan ada yang terlebih dahulu diperlakukan menjadi Na-zeolit dengan menggunakan NaCl 1 N dan Ca-zeolit menggunakan CaCl2 0,02 M.

Pengaruh ukuran partikel zeolit, perlakuan zeolit dan waktu kontak zeolit terhadap penyerapan diamati dengan menggunakan 3 perbedaan ukuran partikel zeolit yaitu 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm: 3 perbedaan perlakuan zeolit yaitu natural zeolit, Na-zeolit dan Ca-zeolit dan 6 perbedaan waktu kontak yaitu ½, 1, 2, 4, 6 dan 8 jam. Persen penyerapan merkuri dan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Pengukuran SSA menunjukkan bahwa persen penyerapan merkuri terbaik didapat pada ukuran partikel ≤212 dengan zeolit yang diperlakukan dengan NaCl dan waktu kontak 8 jam, yaitu sebesar 87,24 %. Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) zeolit Klinoptilolit dipengaruhi oleh proses perlakuan dan ukuran partikel zeolit yaitu berkisar antara 0,32 meq/g sampai 0,81 meq/g.

Kata kunci: Zeolit Klinoptilolit, Merkuri, Persen Penyerapan, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)


(8)

Bacalah dengan Menyebut Nama Tuhanmu

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”

“Di atas segalanya adalah nilai kemanusiaan” (Almarhum Gus Dur)

“kepada seluruh saudara saudara bangsa Indonesia adilkan pikiran untuk melihat cahaya

yang terbit dari hati sesama saudara kita sebangsa” (Emha Ainun Nadjib)

“Tetap semangat dan teguhkan hati disetiap hari sampai nanti, sampai mati” (Letto).

Dengan cinta kupersembahkan karya ini kepada:

1. Bapakku (Suja’i bin Master) dan Mamaku (Asmida binti Biralih) tercinta

2. Paman dan Bibiku: Om Ammar, Muhawwin, Agus Salim, Pa’i, Almarhumah

Jamilah

3. Saudara-saudara sepupuku:Mba Surayah, Mas Da’i, Mas Mulyono,

Jamaludin, Sofi, Adon, Hindun, Wardah, Rahman.

4. Keluarga Suwandi, Keluarga Mukminin, Keluarga Darsono, Keluarga Holes,

Keluarga Rejjeh Kuncoro, Keluarga Mustaqim

5. Adik-adikku: Kamelia, Ariel, Angga, Ubay, Nafila, Flora, Nayla, Aan,

Fania, Zainal, Hakam, Syafi’i, Lukman, Iim, Ari, Rohmah, Hamid, Hairul,

Yani, Moekep.

6. Murid-Muridku Rahma, Lia, Dhea, Sholeha, Yani, Elvira, Fauza, Deni,

Kristo, Eri, Rubi.


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim,

Assalaamu’alaikum WR.WB.

Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan langit dan bumi lengkap dengan segala misterinya. Sholawat dan salam juga disampaikan kepada penggenggam kebenaran, pendobrak kebatilan, pengobat dikala luka dan penghibur dikala duka yaitu nabi besar Nabi Muhammad SAW yang telah memimpin umat manusia menjadi ciptaan Allah SWT yang paling mulia di bumi ini.

Perubahan dan pembaruan di segala bidang sangat penting untuk dilakukan. Untuk itu saat inilah waktu yang tepat untuk merubah wajah bumi menjadi lebih bersih.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan Akademik Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada bidang kimia.

Skripsi dengan judul Penyerapan Merkuri dalam Limbah Simulasi Menggunakan Zeolit Klinoptilolit disusun berdasarkan hasil penelitian di Pusat Laboratorium Terpadu Bidang Analisa Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada:


(10)

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia yang bersedia membantu dan memberi nasehat untuk penulis.

3. Bapak Dr. Thamzil Las selaku pembimbing I yang bersedia menerima dan membimbing penulis untuk meneliti di laboratorium Bidang Analisa Lingkungan.

4. Ibu Hendrawati, M.Si selaku pembimbing II yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi masukan kepada penulis. 5. Seluruh staf Laboratorium Bidang Analisa Lingkungan khususnya Bapak

Maryoto, Ibu Etyn, Nita Rosita, dan Fitriah Hatiningsih.

6. Seluruh dosen program studi kimia yang telah memberikan masukan serta dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Gus Adi yang telah banyak membantu dan ikut bersama merasakan lika-liku di dalam maupun di luar kelas kimia.

8. Haitami Syah, Ahmad Anas, Muhammad Amien, Taufik Firmansyah, Ahmad Fauzy, Haris Ubaidillah, Fikrul Gifar, Rudi Nurcahyo, Syarifah, Almarhumah Zayyanti Dinal Husna, Aisyah, Zulfa, Heni Fajriah, Hartini Ilyas, Herlina, Rinawati Tanjung, Indah Anggraeni Lestari, Fitria Purnamasari Tholib dan teman-teman Kimia UIN 2002 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Kita pernah belajar bersama di kelas maupun di luar kelas, teruskan perjuangan semoga sukses.


(11)

9. Adik-adik kelasku Banu, Ali M Akbar, Garry yang telah menemani penulis ke acara Kenduri Cinta, Janzuar Ramadhani yang telah mengajarkan keyboard, Aji, Ridho dan Subhan yang telah memberikan tumpangan kostannya, Dendi, Laits, Febri, Surya, Andri, Aulia Faturohman dan Heru yang telah memberikan bantuan kepada penulis Jujul, Ayi, Evi dan Susi yang telah tertawa apabila penulis bercerita.

10.Teman-teman Kimia 2003-2009 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terimakasih ku ucapkan.

11.Bapak Polisi Surahmadi selaku RW 09 Bantargebang yang perhatian kepada penulis. “Memang apa kendalanya dalam menyusun skripsi Amsiri?”

12.Teman-teman di Jl H. Ibong Ustadz Ahmad, Mba Russ, Setiawan, Aswadi, Irpan Tigor, Opick, Darman, Hasan, Dede dan Yuni.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk sempurnanya skripsi ini. Semoga Allah SWT bersama orang-orang yang berusaha. Amiin.

Wassalaamu’alaikum.WR.WB..

Jakarta, Juni 2010


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

ABSTRAK... xiv

ABSTRACT... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Hipotesis... 4

1.6. Kerangka Berpikir... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Lingkungan………... 6

2.2. Zeolit ... 7

2.2.1. Struktur Zeolit ... 8

2.2.2. Sifat-Sifat Zeolit... 9

2.2.3. Jenis Zeolit ... 14


(13)

2.2.5. Klinoptilolit ... 18

2.3. Merkuri... 19

2.3.1. Sifat Fisik dan Kimia Merkuri ... 21

2.3.2. Sumber Keberadaan Merkuri di Alam ... 24

2.3.3. Pajanan dan Distribusi Merkuri ... 27

2.3.4. Pemanfaatan Merkuri ... 28

2.3.5. Efek Merkuri Terhadap Lingkungan ... 30

2.3.6. Efek Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia ... 32

2.3.7. Perlindungan dan Pencegahan ... 37

2.4. Spektrometer Serapan Atom ... 38

2.4.1. Atomisasi dengan Nyala ... 39

2.4.2. Prinsip Spektrometer Serapan Atom... 40

2.4.3. Instrumentasi Spektrometer Serapan Atom ... 40

2.5. Metode Batch ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... ... 45

3.2. Alat dan Bahan... 45

3.2.1. Alat... 45

3.2.2. Bahan ... 45

3.3. Prosedur Kerja... 46

3.3.1. Persiapan bahan... 46

3.3.2. Persiapan Natural Zeolit... 47


(14)

3.3.4. Pembuatan Ca-zeolit ... 47

3.3.5. Pembuatan Limbah Simulasi ... 48

3.3.6. Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah Simulasi... 48

3.3.7. Pembuatan Deret Larutan Baku Merkuri ... 50

3.4. Pengukuran SSA ... 50

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 50

3.4.2. Pengukuran Sampel... 51

3.5. Penentuan Persen Efisiensi Penyerapan (% EP) ... 52

3.6. Penentuan KTK (Kapasitas Tukar Kation)... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Persen Penyerapan ... 54

4.1.1. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I ... 54

4.1.2. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II... 55

4.1.3. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III... 56

4.1.4. Penyerapan Zeolit... ... 57

4.1.5. Pengaruh Ukuran Zeolit... 59

4.2. Nilai Kapasitas Tukar Kation ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA... 64


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir... 5

Gambar 2. Kerangka Dasar Aluminasilika pada Zeolit... 9

Gambar 3. Strutur Stereotip Klinoptilolit... 19

Gambar 4. Hubungan antara Senyawa Merkuri yang bersifat Racun... 36

Gambar 5. Diagram Kerja SSA... 40

Gambar 6. Bagan Alir Kerja... 53

Gambar 7. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)... 54

Gambar 8. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm - >212 µm)... 55


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Diagram Alir Persiapan Zeolit... 67

Lampiran 2. Gambar Diagram Alir Modifikasi Zeolit... 68

Lampiran 3. Gambar Diagram Alir Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah Simulasi (Persen Penyerapan)... 69

Lampiran 4. Gambar Diagram Alir Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah Simulasi (KTK)... 70

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Persen Penyerapan... 71

Lampiran 6. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)... 73

Lampiran 7. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm – >212 µm)... 74

Lampiran 8. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III (≤212 µm)... 75

Lampiran 9. Data KTK (Kapasitas Tukar Kation) Zeolit Klinoptilolit Terhadap Merkuri... 76

Lampiran 10. Gambar Alat... 77


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan Zeolit dengan Resin Lain... 12

Tabel 2. Beberapa Contoh Tipe Zeolit Alam dan Rumus Kimianya, Rasio Si/Al serta Ion Penukar dalam Zeolit... 15

Tabel 3. Keracunan Merkuri Terbesar Tahun 1953-1968... 35

Tabel 4. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit I... 60

Tabel 5. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit II... 60


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan selama tiga dasawarsa terakhir ini telah menyebabkan industri semakin meningkat yang secara nyata telah mengangkat perekonomian masyarakat untuk jangka pendek. Namun karena industri yang dikembangkan adalah industri yang kurang memperhatikan lingkungan, sehingga memperburuk penurunan kualitas lingkungan hidup yang mempengaruhi kehidupan manusia di muka bumi. Kondisi ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia yang tidak seimbang dengan ketersediaan sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan akan pangan dan energi di berbagai negara termasuk di Indonesia (Witoelar, R. 2009).

Sebagai konsekuensinya aktivitas pembangunan terutama dalam rangka mengatasi krisis pangan dan energi kerapkali melupakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, sehingga terjadi pengalihan fungsi pemanfaatan ruang yang merusak hutan dan lahan, eksploitasi sumber daya alam yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan serta pelepasan emisi gas rumah kaca yang secara nyata menurunkan kualitas lingkungan hidup.

Pencemaran lingkungan pada saat ini adalah salah satu masalah yang memerlukan perhatian serius. Penggunaan pupuk dan obat pembasmi hama (pestisida, herbisida atau fungisida) yang berlebihan akan menyebabkan


(19)

pencemaran lingkungan. Begitu juga berbagai jenis industri yang menghasilkan limbah berbahaya.

Salah satu limbah yang sangat berbahaya adalah limbah merkuri. Merkuri sekarang ini banyak terdapat dimana-mana di dalam ikan, air, lumpur, kosmetik hingga lampu.

Limbah merkuri dihasilkan dari berbagai-macam kegiatan industri, seperti dari industri peralatan-peralatan elektris (electroplating), baterai, bahan kimia, penambangan emas dan sebagainya. Demikian luasnya pemakaian merkuri, mengakibatkan semakin mudah pula organisme mengalami keracunan merkuri (Palar, H. 1994).

Pengolahan air limbah mengandung merkuri dapat dilakukan dengan proses penyerapan (sorpsi) bahan pencemar dengan menggunakan resin-organik yang berfungsi sebagai penukar ion baik berupa anion atau kation (Michael dan Pierre, 1994 dan Jianlong et al, 2000), karbon aktif (Giequel et al., 1997), dan silika gel (Leéis et al., 1996), tetapi harganya relatif mahal. Hal tersebut telah mendorong beberapa peneliti untuk mencari penyerap alternatif yang lebih murah.

Mineral zeolit merupakan mineral yang terdapat dalam batuan hasil proses pengendapan alam (Las, T. 1999) yang akhir-akhir ini banyak diteliti untuk digunakan sebagai bahan penukar kation. Zeolit alam telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu, akan tetapi penggunaannya terbatas sebagai bahan bangunan (semen, batu ukiran dan lain-lain). Pada 30 tahun terakhir penggunaan zeolit sudah meluas untuk bidang pertanian, peternakan, perikanan, industri, pengolahan air dan pengolahan limbah.


(20)

Di Indonesia zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1985 oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Bandung dalam jumlah yang besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi penemuan zeolit, baru beberapa daerah yang ditambang secara intensif yaitu: Bayah, Cikalong, Tasikmalaya, Sukabumi dan Lampung. Jenis mineral zeolit yang sering ditemukan adalah Klinoptilotit dan Modernit (Las, T. 1998).

Zeolit adalah senyawa alumino silikat dengan struktur rangka (frameworks) dan mempunyai pori (rongga) dan saluran yang diisi oleh kation dan molekul air yang dapat mudah dipertukarkan (exchangeable) sehingga dapat mengadsorpsi ion (Sand, L. 1978).

Berdasarkan sifat tersebut penggunaan zeolit semakin luas, bukan saja sebagai penukar ion tetapi juga sebagai bahan penyerap, seperti yang telah digunakan dalam industri, misalnya pada pemurnian minyak bumi. Zeolit merupakan mineral alam yang ditemukan dalam keadaan campur dengan mineral-mineral lain, seperti kalsit, batuan lempung (clay) dan feldspar (Day, D.H. 1985).

Penelitian ini merupakan eksperimen skala laboratorium dengan menggunakan zeolit Lampung sebagai sampel. Kemampuan zeolit dalam menyerap merkuri ditentukan dengan efesiensi penyerapan dan kapasitas tukar kation (KTK). Instrumen yang digunakan untuk menganalisis sampel adalah Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Secara sederhana pengolahan limbah dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan penukar ion dengan cairan limbah, sehingga terjadi pemekatan kontaminan dalam penukar ion. Dengan cara ini limbah dapat diserap oleh penukar ion. Penggunaan penukar ion lebih efisien dapat dicapai dengan merendam cairan limbah dalam botol berisi zeolit.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penyerapan dan kapasitas tukar kation (KTK) limbah merkuri dengan zeolit menggunakan teknik batch.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan zeolit sebagai salah satu bahan penyerap limbah industri yang mengandung merkuri.

1.5. Hipotesis

a. Ukuran partikel zeolit berpengaruh terhadap penyerapan.

b. Waktu kontak antara zeolit dan limbah berpengaruh terhadap penyerapan. c. Zeolit alam berpengaruh terhadap penyerapan

d. Proses pembuatan Ca-zeolit berpengaruh terhadap penyerapan. e. Proses pembuatan Na-zeolit berpengaruh terhadap penyerapan.


(22)

1.6. Kerangka Berpikir

Dari uraian diatas peneliti menyusun kerangka berpikir dalam penelitian terhadap penyerapan merkuri ini sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Berpikir. Aktivitas manusia

dan proses alam

Sumber pencemar Merkuri Hg

Limbah mengandung

merkuri

Lingkungan hidup yang lebih bersih Zeolit

Penukar ion

¾ Ukuran Zeolit

¾ Waktu sentuh antara merkuri dan limbah

¾ Zeolit alam

¾ Ca-Zeolit


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Lingkungan

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.

Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang didalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk atau dimasukannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Jadi pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya.

Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah. (Palar. H, 2004)


(24)

2.2. Zeolit

Istilah zeolit berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu Zein yang berarti membuih dan Lithos yang berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit yang akan membuih bila dipanaskan pada suhu 100oC

Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh Axel Cronstedt seorang ahli mineral dari Swedia. Jenis mineral yang ditemukan adalah stilbit. Menurut penelitian yang dilakukan Cronstedt, mineral ini akan mendidih apabila dipanaskan, hal ini disebabkan oleh proses dehidrasi dari mineral tersebut. Pada tahun 1954 zeolit diklasifikasikan sebagai golongan mineral tersendiri yang saat itu dikenal sebagai molecular sieve materials.

Pada tahun 1984 profesor Joseph V. Smith ahli kristalografi Amerika Serikat mendefinisikan zeolit sebagai mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel

Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu, tekanan uap air dan komposisi tanah tempat zeolit ditemukan, sehingga komposisi dari suatu zeolit tidak sama. Dari 40 jenis zeolit alam yang mempunyai nilai komersial hanya 12 jenis, diantaranya klinoptilotit, modernit, kabasit dan eriotit (Mumpton, 1978). Di Indonesia zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Bandung dalam jumlah besar. Penyebaran zeolit tersebut pada beberapa pulau di Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi, baru beberapa lokasi yang


(25)

ditambang secara intensif antara lain di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Nanggung dan Lampung (Suryartono, 1986).

2.2.1. Struktur Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Zeolit disusun oleh tatrahedral silika dan alumina yang saling berikatan melalui atom oksigen, struktur ruang yang berisi kation-kation dan molekul air yang berfungsi sebagai kerangka zeolit memiliki muatan negatif. Secara umum rumus zeolit adalah :

Mx/n[(AlO2)x (SiO2)y] wH2O M : Kation

n : Valensi kation M

w : Jumlah molekul air per unit sel X dan Y : Jumlah tetrahedral persatuan sel

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO4-dan

SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O. Zeolit terdiri dari tiga komponen

yaitu: kation yang dipertukarkan, kerangka aluminosilikat dan fase air (Army, 2006). Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan. Zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya struktur rongga ini diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki pori dengan ukuran tertentu. Struktur tersebut membuat zeolit banyak dimanfaatkan sebagai: penyaring molekuler (molekuler sieves), penukar ion, bahan penyerap dan katalis. Bentuk fisik mineral zeolit


(26)

berupa kristal yang berwarna putih, kehijaun dan sedikit agak kecoklatan. Stabilitas zeolit terhadap panas dan radiasi sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh susunan kimianya terdiri dari kristal hidrat dan alumina silikat.

Atom Si dan Al adalah pusat dari tiga dimensi tetrahedral. Seluruh sudut dikelilingi oleh empat atom oksigen. Secara rumus kimia ikatan antara atom Si dan Al adalah tetrahedral. Senyawa AlO4- tetrahedral dikelilingi oleh SiO4

tetrahedral dan keduanya saling berikatan dengan oksigen secara kerangka struktur. Atom Al yang bermuatan negatif akan berikatan dengan empat oksigen dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2. Kerangka dasar aluminasilika pada zeolit

2.2.2. Sifat-Sifat Zeolit a. Dehidrasi

Merupakan pelepasan molekul air dari rongga permukaan zeolit. Sifat dehidrasi ini sangat penting, karena tanpa melakukan dehidrasi zeolit sulit digunakan sebagai penyerap (hilangnya molekul air dapat mempermudah interaksi antara molekul yang diserap dengan sisi aktif zeolit). (Winarko, 1997).


(27)

Sifat dehidrasi dari zeolit akan berpengaruh terhadap sifat adsorpsi. Zeolit dapat melepaskan molekul air dari dalam rongga permukaan yang menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif terinteraksi dengan molekul yang akan di adsorpsi. Jumlah molekul air sesuai dengan pori-pori ruang hampa yang akan terbentuk bila unit sel kristal zeolit tersebut dipanaskan.

b. Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya atom atau molekul suatu zat pada permukaan zat lain, karena ketidakseimbangan antara gaya kohesi partikel sefase dengan gaya adhesi partikel antar fase pada bidang batas suatu fase dengan fase lainnya. Ketidakseimbangan ini berakibat senyawa tersebut teradsorpsi pada permukaan adsorben. Fase pengadsorpsi disebut adsorben, sedangkan fase teradsorpsi disebut adsorbat. Secara umum jenis adsorpsi dibagi menjadi dua yaitu:

i. Fisisorpsi (adsorpsi secara fisika)

Adsorpsi ini terjadi karena adanya gaya Van Der Waals antara adsorben dengan adsorbat membentuk ikatan yang lemah dan lapisan dipermukaan adsorben.

ii. Kemisorpsi (adsorpsi secara kimia)

Adsorpsi ini merupakan interaksi antara molekul dengan valensi-valensi bebas dan membentuk ikatan kimia antara molekul adsorbat dan permukaan adsorben. Kemisorpsi mempunyai selektifitas yang tinggi, yaitu molekul-molekul tertentu yang dapat diserap oleh partikel zat padat. Adsorpsi secara kimia.


(28)

Menurut Sharma, (1986) dalam banyak kasus adsorpsi tidak hanya terjadi secara fisika atau kimia saja. Tetapi peristiwa ini umumnya merupakan gabungan kedua jenis adsorpsi tersebut. Zat yang dapat digunakan sebagai adsorben harus mempunyai struktur yang berpori atau berongga, atau struktural kimia senyawa padatan tersebut memiliki sisi aktif yang dapat berinteraksi dengan adsorbat (Yateman, 1994). Proses adsorpsi pada adsorben yang berongga terjadi karena terjebaknya molekul adsorbat dalam rongga mengalami penyaringan sedangkan pada sisi aktifnya terjadi interaksi dengan molekul adsorbat.

Zeolit dapat bertindak sebagai adsorben penukar kation, karena adanya kation alkali dan alkali tanah yang dapat bergerak secara bebas dalam rongga yang dapat dipertukarkan dengan kation lain dengan jumlah yang sama. Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada di sekitar kation. Bila kristal zeolit dipanaskan pada suhu 300-4000 C, maka air tersebut akan keluar sehingga zeolit berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan. Selain mampu menyerap gas atau zat, zeolit juga mampu memisahkan molekul berdasarkan ukuran kepolarannya.

c. Penukar Ion

Rongga-rongga zeolit diisi oleh logam alkali dan alkali tanah yang merupakan sumber dari kation. Al sebagai pusat dari kerangka tiga dimensi akan berkoordinasi dengan empat atom oksigen sehingga bermuatan negatif dan akan dinetralkan oleh kation-kation dalam kerangka zeolit. Kation-kation ini mampu bergerak bebas sehingga pertukaran ion dapat terjadi. Pertukaran kation dapat


(29)

dipengaruhi oleh; jenis kation, ukuran kation dan muatan kation mempengaruhi proses pertukaran kation.

Mekanisme pertukaran ion dapat digunakan untuk penyisihan anion dan kation. Sebagai media pertukaran ion pada dasarnya digunakan resin. Pertukaran ion pada dasarnya terjadi dalam suatu larutan yang mengandung anion, kation dan molekul air yang mana salah satu atau sebagian ion akan terikat pada resin penukar ion. Molekul air dapat berada dalam mikropori bersama ion (Anion dan kation) dengan muatan yang berlawanan dari resin sehingga terjadi keseimbangan muatan untuk mencapai keadaan netral. Salah satu resin penukar ion yang digunakan adalah zeolit. Hal ini disebabkan karena zeolit mempunyai komposisi kimia dan struktur yang unik. Perbedaan zeolit dengan tanah lempung dapat ditunjukkan oleh tabel berikut (Las, T. 1989).

Tabel 1. Perbedaan Zeolit dengan Resin lain

No Sifat Lempung Zeolit

1 Struktur Layer 2 dms Kristal

2 Swelling Besar Kecil

3 Sorpsi Tinggi Tinggi

4 Penyaring Rendah Tinggi

5 Kestabilan terhadap panas Rendah Tinggi

6 Kestabilan terhadap kimia Tinggi Rendah 7 Kestabilan terhadap radiasi Rendah Tinggi


(30)

Kation-kation yang dipertukarkan tidak terikat secara kuat pada kerangka alumina silikat sehingga mudah untuk dipisahkan. Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan parameter utama dalam menentukkan kualitas zeolit yang akan digunakan. Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah jumlah ion logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 gram zeolit dalam kondisi kesetimbangan. KTK dari zeolit bervariasi dari 1,5 sampai 2 meq/gram. Nilai KTK zeolit ini banyak bergantung pada jumlah atom Al dalam struktur kerangka (Las, T. 1994). Makin besar pergantian semakin besar kekurangan muatan positif, sehingga makin banyak pula jumlah kation alkali atau alkali tanah yang dibutuhkan dari unsur zeolit.

d. Penyaring atau Pemisah (Molekuler Sievies)

Selain mampu menyerap gas, zeolit juga mampu memisahkan molekul berdasarkan ukuran kepolarannya. Molekul-molekul akan masuk ke dalam rongga zeolit dan akan diserap berdasarkan kepolarannya. untuk molekul- molekul yang polar, berukuran kecil dan tidak jenuh akan diadsorpsi oleh zeolit secara efektif karena zeolit juga bersifat polar. Sifat zeolit sebagai penyaring atau pemisah didasarkan pada volume dan ukuran garis tengah ruang hampa dalam kisi-kisi kristal. Diameter pori-pori zeolit bervariasi sesuai dengan jenis zeolit, sedangkan volume rongga kosong dapat mencapai 30% sampai 50% dari volume total zeolit (Suryanti, 1998).


(31)

e. Katalis

Zeolit juga digunakan sebagai katalis yang dapat mempercepat reaksi, karena pori yang terdapat dalam zeolit uniform. Zeolit yang digunakan sebagai katalis dengan pori yang besar, luas permukaan maksimum dan volume kosong yang tersedia dalam jumlah yang banyak. Semakin besar ukuran pori zeolit maka proses katalisasi akan semakin cepat.

2.2.3. Jenis Zeolit

Zeolit terbentuk karena proses perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan vulkanik dan sengaja disintesis oleh manusia melalui proses kimia. Berdasarkan proses pembentukkannya zeolit digolongkan menjadi dua kelompok yaitu: zeolit alam dan zeolit buatan (sintesis). (Dyer, A. 1988)

a. Zeolit alam

Mineral zeolit ditemukan pertama kali oleh ahli mineralogi Swedia yang bernama F.A.F. Cronstendt. Zeolit banyak dijumpai dalam lubang-lubang batuan lava dan batuan sedimen piroklastik berbutir halus. Telah diketahui terdapat 40 jenis zeolit dalam tetapi hanya 20 jenis saja yang terdapat pada batuan sedimen, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(32)

Tabel 2. Beberapa Contoh Tipe Zeolit Alam dan Rumus Kimianya Rasio Si/Al serta Ion Penukar dalam Zeolit

Tipe Zeolit Rumus kimia Si/Al Kation Analsim Na16[Al16Si31O96]6 H2O 1,8-2,8 Na, Ca, K

Edingtonit Ba2[Al4Si6O20]8 H2O ~1,7

Erionit Na2K2 Mg0,5Ca2[Al9Si27O72]

27H2O

3-4 Mg, K

Na, Ca Faujasit Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384]235

H2O

2,2-2,6 Ca, Na Ferrierit NaCa0.5Mg2[Al6Si30O72]24 H2O 4,3-6,2 Mg

Filipsit K2Ca1,5Na[Al6Si10O32]12 H2O 1,3-3,4 K, Sr, Mg

Gmelinit Na8[Al8Si16O48]24.H2O ~1,8 Na, Ca

Harmtom Ba2Ca0,5[Al5Si11O32]12 H2O 2,3-2,5 K, Ba, Ca

Heulandit Ca4[Al8Si28O72] 24H2O 2,7-3,8 Ca, K, na,

Kabazit Ca2[Al4Si8O24] 13H2O 1,5-4,0 Sr, Ba

Klinoptilolit Na6[Al6Si30O72]24 H2O 2,3-3,1 K, Ca,Mg

Laumontit Ca4[Al8Si16O46] 16H2O ~2.0 K, Na,ca

Mordernit Na8[Al8Si40O96]24 H2O 2,3-2,8 Na, Ca, K

Natrolit Na16[Al16Si24O80]6 H2O ~1,5 Na, Ca, K

Offerit KCa2[Al5Si13O36] 15H2O 2,2-2,6 K, Ca,

Mg

Stilbit Na2Ca4[Al10Si26O72]34 H2O 2,4-3,1 K, Mg

Thomsonit Na16Ca8[Al20Si20O80]24 H2O 1,1-1,4 Na,Ca

Wairakit Ca8[Al16Si31O96] 6H2O ~2.0 Ca, Na

b. Zeolit buatan (sintetis)

Zeolit memiliki sifat yang unik, yaitu susunan atom maupun komponennya dapat dimodifikasikan, maka para peneliti berupaya untuk membuat zeolit sintetis yang mempunyai sifat khusus sesuai keperluannya. Dari usaha ini dapat direkayasa bermacam-macam zeolit. Sifat zeolit sangat tergantung dari jumlah komponen Al dan Si dari zeolit tersebut.


(33)

2.2.4. Pemanfaatan Zeolit

a. Pengolahan Limbah Industri dan Nuklir

Klinoptilolit dapat memisahkan 99 % ammoniak / ammonium dari limbah industri. Klinoptilolit juga dapat memisahkan logam berat baik dalam limbah industri atau pada tanah pertanian. (Tsitsisvii, 1980) (Blanchard, 1984).

Menurut Ames (1962) klinoptilolit dapat juga digunakan untuk pemisahan zat radioaktif. Pada tahun 1979 klinoptilolit juga dipakai untuk dekontaminasi air pendingin reaktor pada kecelakaan reaktor Three Mile Island di Amerika.

Zeolit juga digunakan untuk dekontaminasi air pendingin reaktor Three Mile Island Unit II dan pada tahun 1987 untuk penyerapan gas radioaktif reaktor Chernobiel yang terbakar. (Las, T. 2005).

b. Proses Industri

Berdasarkan sifat sorpsinya terhadap gas dan hidrasi molekul air, zeolit digunakan untuk pengeringan pada berbagai produk industri.

Pada bidang proses industri zeolit digunakan antara lain:

• Pada proses pemurnian metil khlorida dalam industri karet.

• Pemurnian fraksi alkohol, metanol, benzen, xylene, LPG dan LNG pada industri petro- kimia.

• Untuk hidrokarbon propellents-fillers aerosol untuk pengganti freons. • Penyerap klorin, bromin dan fluorin.


(34)

Zeolit digunakan dalam proses penyerapan gas seperti : • Gas mulia antara lain Ar, Kr dan gas He.

• Gas rumah kaca ( NH3, CO2, SO2, SO3 dan NOx ).

• Gas organik CS2, CH4, CH3CN, CH3OH, termasuk pirogas dan fraksi

etana/etilen.

• Pemurnian udara bersih mengandung O2.

• Penyerapan gas N2 dari udara sehingga meningkatkan kemurnian O2

diudara.

• Campuran filter pada rokok.

• Penyerapan gas dan penghilangan warna dari cairan gula pada pabrik gula.

Zeolit juga digunakan dalam industri petrokimia pada proses isomerisasi, hidro sulforisasi, hidrocracking, hidrogenasi, reforming, dehidrasi, dehidrogenasi dan de-alkilasi, cracking parafin, disportion toluen/benzen dan xylen. (Las. T, 2005).

Di Jepang klinoptilolit digunakan untuk filter kertas, karet dan polimer. Di Amerika Serikat, zeolit alam juga digunakan untuk campuran semen dan Tchernev telah mendemontrasikan penggunaan zeolit yang sama untuk “solar heating/cooling” pada panel energi cahaya matahari berdasarkan adsorpsi/desorpsi molekul diwaktu siang dan malam hari. (Las, T. 2005).


(35)

c. Bidang Pertanian dan Lingkungan

Zeolit digunakan sebagai “soil conditioning” yang dapat mengontrol dan menaikan pH dan kelembaban tanah. Petani di Jepang menambahakan zeolit pada pupuk tanaman bervariasi dari 15 % sampai 63 % terutama untuk tanaman apel dan gandum. Penambahan zeolit pada pupuk kandang ternyata juga meningkatkan proses nitrifikasi. Pada saat ini bidang pertanian merupakan pemakai zeolit terbesar di Indonesia.

Dalam bidang peternakan, zeolit juga digunakan sebagai “food suplement” pada ternak ruminansia dan non-ruminansia masing-masing dengan dosis 2.5 – 5 % dari rasio pakan perhari, hal ini dapat meningkatkan produktivitas susu, daging dan telur, laju pertumbuhan serta memperbaiki kondisi lingkungan kandang dari bau yang tidak sedap.

Zeolit juga pernah ditaburkan dari pesawat terbang di atas reaktor Chernobiel untuk maksud menyerap hasil fisi yang terdapat dalam jatuhan debu radioaktif (fall out) akibat kebakaran reaktor sovyet tahun 1985. (Las, T. 2005).

2.2.5. Klinoptilolit

Penelitian ini menggunakan sampel zeolit yang berasal dari Lampung. Zeolit ini diperoleh dari lokasi penambangan PT. Winatama Mineral Perdana di Desa Kalianda Lampung, melalui salah satu agennya di Cempaka Putih. Zeolit ini berwarna putih dan diperoleh pada kedalaman lebih kurang 13 m di bawah permukaan tanah, berwarna putih dengan jenis mineral klinoptilotit, mempunyai


(36)

densitas antara 1,9942 g/ml - 2,1781 g/ml, volume pori total zeolit adalah 86,26 x 10 -3, dengan luas permukaan 38,93 m2 (Las, T. 1989).

Gambar 3. Strutur Stereotip Klinoptilolit

2.3. Merkuri

Merkuri atau raksa adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80. unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima unsur yang berbentuk cair dalam suhu kamar. Merkuri banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, dan peralatan ilmiah lain.

Merkuri juga dikenal sebagai salah satu logam berat yang paling kuat racunnya (Connell and Miller, 1984). Logam berat dikelompokan sebagai zat pencemar karena tidak dapat terurai melalui biodegradasi. Selain itu logam berat dapat terakumulasi di lingkungan perairan (terutama dalam sedimen) karena dapat


(37)

berikatan dengan senyawa-senyawa organik dan anorganik melalui pembentukan senyawa kompleks dan absorpsi (Connell and Miller, 1984).

Menurut Bryan (1976), daya racun logam berat ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut, bentuk senyawa logam berat yang terdapat di dalam air, adanya unsur logam berat lain dan faktor lingkungan yang mempengaruhi fisiologis organisme, misalnya suhu, oksigen terlarut (DO), cahaya dan salinitas, perubahan siklus hidup, umur, seks, makanan dan adaptasi terhadap logam berat merkuri.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.

Merkuri dapat terkumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap berada disana dalam jangka waktu lama sebagai racun terakumulasi. Karena sifat-sifatnya


(38)

tersebut, maka limbah yang mengandung merkuri tergolong sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang memerlukan penanganan khusus pada proses pembuangannya. Merkuri logam cair yang berwarna putih-perak adalah suatu neurotoksin yang kuat mampu menyebabkan kerusakan otak pada perkembangan janin, gangguan tremor, dan keseimbangan emosi pada orang dewasa.

Makanan laut merupakan sumber terbesar pajanan terhadap merkuri saat ini, merkuri terakumulasi dalam hewan di perairan dan mencapai kadar yang berarti dalam rantai makanan paling tinggi baik di air tawar maupun air laut yang sudah tercemar merkuri.

2.3.1. Sifat Fisik dan Kimia Merkuri

Merkuri adalah unsur kimia yang mempunyai nomor atom 80, berat atom 200,61 gram/mol, merupakan satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25oC) yang sangat mudah menguap. Uap merkuri lebih berbahaya dari merkuri cair karena dapat terhirup dan dengan mudah terserap ke dalam darah, merkuri membeku pada suhu -38,87oC dan mendidih pada suhu 356,9oC warna merkuri tergantung pada bentuk fasanya, fasa cair berwarna putih perak sedangkan fasa padat berwarna keabu-abuan. Densitas merkuri yaitu 13,534 g ml-1 merupakan densitas tertinggi dari semua benda cair (Hutagalung, 1985).

Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya merkuri dimasukkan dalam golongan logam. Sedangkan berdasarkan densitasnya, dimasukkan ke dalam golongan logam berat.


(39)

Disamping merkuri murni (uap dan cair), senyawa-senyawa merkuri dapat juga berbahaya. Senyawa anorganik yang digunakan dalam cat sebagai anti jamur dan di dalam batere tidak terlalu toksik secara sendiri, namun dengan mudah diubah oleh bakteri menjadi bentuk organik yang jauh lebih berbahaya salah satunya adalah metil merkuri.

Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro-organisme menjadi komponen metil-merkuri (Me-Hg) yang memiliki sifat racun (toksik) dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan (food chain) dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekresi, yaitu karena metil-merkuri memiliki paruh waktu sampai beberapa ratus hari di tubuh hewan air, sehingga zat ini menjadi terakumulasi dan konsentrasinya beribu kali lipat lebih besar dibanding air disekitarnya. (Arifin, 2008).

Metil merkuri dengan cepat terakumulasi di dalam ikan dan terkonsentrasi dalam mata rantai akuatik yang panjang mencapai konsentrasi yang tinggi pada predator dengan cara proses biomagnifikasi. Merkuri juga dengan mudah diserap oleh tubuh manusia yang memakan ikan dan dapat menembus plasenta dari wanita


(40)

hamil menyebabkan gangguan perkembangan janin, serta melalui barier otak-darah (blod-brain barrier) masuk ke dalam otak.

Merkuri memiliki sifat-sifat : i. Kelarutan rendah

ii. Satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25oC), titik bekunya paling rendah dari semua logam (–39oC).

iii. Masih berwujud cair pada suhu 396oC. Pada temperatur 396oC ini telah terjadi pemuaian secara menyeluruh.

iv. Sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen.

v. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang lain.

vi. Uap merkuri di atmosfir dapat bertahan selama 3 (tiga) bulan sampai 3 (tiga) tahun sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan beberapa minggu.

vii. Tahanan listrik merkuri sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.

viii. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga sebagai amalgam.

ix. Pada fase padat berwarna abu-abu dan pada fase cair berwarna putih perak x. Mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi

biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makanan

xi. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik dalam unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.


(41)

Hampir semua merkuri di produksi dengan cara pembakaran merkuri sulfida (HgS) di udara dengan reaksi sebagai berikut:

HgS + O2→ Hg + SO2

Merkuri dilepaskan sebagai uap yang kemudian mengalami kondensasi, sedangkan gas-gas lainnya mungkin terlepas di atmosfir untuk dikumpulkan.

Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut:

a. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg2+) dan garam-garamnya, seperti merkuri khlorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO).

b. Komponen merkuri organik atau organomerkuri, terdiri dari:

Aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat. Alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metil merkuri, etil merkuri, dan sebagainya.

Alkosialkil merkuri (R-O-RHg).

2.3.2. Sumber Keberadaan Merkuri di Alam

Sumber utama dari merkuri yang ada di alam adalah proses pelepasan gas (degassing) dari lapisan kulit bumi, yang menghasilkan 25.000 sampai 125.000 ton merkuri per tahun. Sedangkan merkuri yang dihasilkan dari proses penambangan dan peleburan kurang lebih sebesar 10.000 ton/tahun (1973) dan diperkirakan meningkat 2 % tiap tahun. (Kusnoputranto, 1996).

Merkuri terdapat sebagai komponen renik dari banyak mineral, dengan bantuan kontinental rata-rata sekitar 80 ppb atau lebih kecil lagi. Sinabar (HgS), yang berwarna merah, merupakan bijih merkuri utama yang diperdagangkan


(42)

(Manahan, 1994). Unsur ini di alam terdapat dalam bentuk gabungan dengan elemen lainnya, dan jarang ditemukan dalam bentuk elemen terpisah. Komponen merkuri banyak tersebar di karang-karang, tanah, udara, air dan organisme hidup melalui proses-proses fisik, kimia dan biologi yang kompleks (Fardiaz, 1992).

Secara alamiah, pencemaran oleh merkuri dan logam-logam lain ke lingkungan umumnya berasal dari kegiatan-kegiatan gunung api, rembesan-rembesan air tanah yang melewati daerah deposit merkuri dan lain-lainya. Namun demikian, meski sangat banyak sumber keberadaan merkuri di alam, dan masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan tertentu secara alamiah, tidaklah menimbulkan efek-efek merugikan bagi lingkungan karena masih dapat ditolerir oleh alam itu sendiri.

Seperti unsur-unsur logam berat lainnya, merkuri juga terdapat diseluruh alam, namun distribusinya tidak merata. Dalam air tanah (ground water) kadar merkuri berkisar antara 0,01-0,07 ppb, dalam danau dan sungai 0,08-0,12 ppb (Hutagalung, 1985). Kadar merkuri dalam udara umumnya sangat rendah. Kadarnya dalam air di daerah yang tidak tercemar sekitar 0,1 µg/l, tetapi angka ini dapat setinggi 80 µg/l ditempat yang dekat dengan endapan bijih merkuri. Dalam makanan, kecuali ikan, kadarnya sangat rendah, biasanya dalam rentang 5-20

µg/kg. Sebagian besar ikan mengandung kadar yang lebih tinggi, pada ikan tuna dan ikan cucut biasanya kadarnya berkisar antara 200 sampai 1000 µg/kg.

Telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh


(43)

organisme air. Selain itu, pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan.

Metil merkuri yang terdapat dalam perairan umumnya bersifat sangat toksik yang bersifat akut maupun kronis terhadap kehidupan air. Hal ini antara lain disebabkan oleh sifat senyawa tersebut yang relatif stabil dan memiliki umur paruh biologis yang relatif lama dalam tubuh organisme air (Halimah, 2003).

Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S Food and Administration (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri yang ada dalam jaringan tubuh badan air yaitu sebesar 0,005 ppm. Dimana Nilai Ambang Batas yaitu suatu keadaan dimana suatu larutan kimia, dalam hal ini merkuri dianggap belum membahayakan bagi kesehatan manusia. Bila dalam air atau makanan, kadar merkuri sudah melampaui NAB, maka air maupun makanan yang diperoleh dari tempat tertentu harus dinyatakan berbahaya.

Proses metilasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur (S), yaitu pada keadaan anaerob dan redokpotensial yang rendah. Faktor-faktor yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan metil merkuri antara lain : suhu, kadar ion Cl-, kandungan organik, derajat keasaman (pH), dan kadar merkuri.

Beberapa kemungkinan bentuk merkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan alam, yaitu :


(44)

1. Sebagai merkuri anorganik, melalui hujan, run-off ataupun aliran sungai dan unsur ini mempunyai sifat stabil pada keadaan pH rendah. 2. Dalam bentuk merkuri organik, yaitu phenyl merkuri (C6H5-Hg), metil

merkuri (CH3-Hg) dan alkoxyalkyl merkuri atau methoxy-ethyl

merkuri (CH3-CH2-CH2-Hg+).

Dalam bentuk suspended solid sebagai Hg2+2 (ion merkuro), mempunyai

sifat reduksi yang baik.

2.3.3. Pajanan dan Distribusi Merkuri

Pajanan atau asupan merkuri tergantung dari bentuknya, dimana uap dan metil merkuri merupakan bentuk yang sering dijumpai karena hampir seluruhnya di absorpsi ke dalam tubuh. Metil merkuri di dalam ikan dan hasil-hasil perikanan sejauh ini merupakan sumber utama pajanan merkuri (94%), diikuti oleh menghirup uap merkuri dari udara (6%), air minum dapat dikatakan sangat kecil kontribusinya.

Karena sifat fisik dan penggunaannya yang luas merkuri dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara yakni; inhalasi, oral, dan melalui kulit, merkuri dalam bentuk uap akan terhirup melalui saluran pernafasan dan dengan cara difusi menembus dinding alveoli, masuk ke dalam peredaran darah dan sampai ke otak. Absorpsi melalui saluran pencernaan dari merkuri anorganik hanya berkisar antara 7-15% sedangkan pada merkuri organik absorpdinya bisa mencapai 90-95%.


(45)

Distribusi dari merkuri organik dan anorganik pada sel darah merah, plasma, rambut dan organ-organ lain juga berbeda. Merkuri dalam bentuk uap dan garam anorganik mempunyai afinitas yang besar pada ginjal, sedangkan merkuri organik afinitasnya terutama pada otak (korteks posterior). Di dalam sel-sel jaringan tubuh (ginjal, hati, dan lain-lain), merkuri berikatan dengan enzim-enzim dan menyebabkan kerusakan dari sel-sel tersebut.

Ekskresi merkuri dari dalam tubuh adalah melalui rambut, kuku, urin dan tinja, tergantung pada bentuk senyawa merkuri, dosis pamajanan, dan lamanya waktu setelah pamajanan. Absorpsi merkuri organik di ginjal terjadi pada tubulus proksimal, dan hal ini akan menghambat transpor sodium.

Semua bentuk senyawa merkuri bisa menembus barier plasenta, dan dari percobaan pada hewan didapatkan hasil, bahwa konsentrasi merkuri di dalam tubuh janin setelah terpajan oleh senyawa alkil merkuri dua kali lebih besar dibanding konsentrasi di dalam tubuh induknya.

Di lingkungan merkuri dapat menyebabkan pencemaran pada badan-badan air atau terakumulasi pada organisme hidup, seperti pada manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan.

2.3.4. Pemanfaatan Merkuri

Menurut Goodman and Gillman’s, 1985 yang dikutip oleh Leo Saputra, merkuri digunakan dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai keperluan, misalnya indutri khlor-alkali, alat-alat listrik, cat, instrumen, sebagai katalis, kedokteran gigi, pertanian, alat-alat laboratorium, obat-obatan, indutri kertas,


(46)

amalgam dan sebagainya. Tanda keracunan merkuri dari obat-obatan jarang terjadi, namun keracunan merkuri dari lingkungan semakin meningkat.

Penggunaan merkuri yang terbesar adalah industri khlor-alkali, dimana diproduksi khlorin (Cl2) dan soda kaustik (NaOH) dengan cara elektrolisis larutan

garam NaCl. Fungsi merkuri dalam proses ini adalah sebagai katoda dari sel elektrolisis. Penggunaan kedua yang terbesar adalah dalam produksi alat-alat listrik, misalnya lampu uap merkuri dan batere. Penggunaan merkuri sebagai fungisida merupakan penggunaan ketiga terbesar dari merkuri, dalam hal ini merkuri digunakan untuk membunuh jamur di dalam cat, kertas, dan industri-industri pertanian. Cat yang digunakan untuk kapal-kapal sering ditambahkan merkuri oksida (HgO) sebagai anti jamur atau fenil merkuri sebagai anti lapuk. Industri-indutri pertanian menggunakan komponen organomerkuri sebagai pelapis benih untuk mencegah pertumbuhan kapang, penggunaan merkuri dalam kegiatan di bidang pertanian ini amat potensial sebagai sumber pencemaran merkuri dalam makanan.

Logam merkuri digunakan sebagai katalis dalam proses di industri-indutri kimia, terutama pada industri vinil khlorida yang merupakan bahan dasar dari berbagai plastik. Logam merkuri juga digunakan di dalam termometer dan alat-alat pencatat suhu karena bentuknya yang cair pada kisaran suhu yang lebar, sifatnya seragam, koefisien pengembangan panasnya besar, dan konduktivitas listriknya besar.


(47)

Beberapa aktifitas manusia yang secara tidak langsung juga melepaskan merkuri ke dalam lingkungan, antara lain pembakaran bahan bakar fosil, industri baja, semen, dan fosfat, serta peleburan logam.

2.3.5. Efek Merkuri Terhadap Lingkungan

Penggunaan merkuri dalam industri sering menyebabkan pencemaran lingkungan, baik melalui air buangan maupun melalui sistem ventilasi udara. Merkuri yang terbuang ke sungai pantai atau badan air di sekitar industri tersebut kemudian dapat mengkontaminasi ikan-ikan dan makhluk air lainnya, termasuk ganggang dan tanaman air, ikan-ikan kecil dan makhluk air lainnya tersebut kemudian dimakan oleh ikan-ikan atau hewan lainnya yang lebih besar. Ikan-ikan dan hewan tersebut kemudian dikonsumsi oleh manusia, dan menyebabkan merkuri terakumulasi di dalam tubuh.

Ada dua proses yang terjadi di lingkungan yang menghasilkan pejanan terhadap manusia. Merkuri anorganik yang terkandung dalam limbah cair industri diubah oleh bakteria di dalam air tawar, air laut dan sedimen menjadi metil merkuri, metil merkuri dimakan ikan dan dengan cepat dapat masuk kedalam tubuh serta disimpan di otot ikan. Melalui biomagnifikasi, ikan kecil dalam rantai makanan akuatik dimakan oleh ikan yang lebih besar, menyebabkan konsentrasi metil merkuri meningkat dalam jaringan ikan, bila manusia makan ikan yang terakumulasi metil merkuri, maka akan didapatkan metil merkuri dengan konsentrasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi metil merkuri dari ikan. Pada kenyataannya, cara ini merupakan mekanisme utama pajanan


(48)

merkuri terhadap sebagian besar manusia. Proses kedua berkaitan dengan hujan asam dan peningkatan keasaman dari air permukaan yang diakibatkannya. Makin asam kondisi suatu perairan akan meningkatkan pembentukan merkuri menjadi metil merkuri yang mudah di absorpsi oleh ikan (di-metil menjadi mono metil merkuri), yang akan meningkatkan konsentrasi merkuri di dalam tubuh ikan yang menyebabkan manusia terpajan.

Merkuri yang berada di lingkungan biasanya berupa merkuri anorganik, yang kemudian mengalami perubahan menjadi metil merkuri (merkuri organik) di dalam tubuh ikan atau organisme lain (proses metilasi) yang disebabkan oleh mikroba (Rita, 2000).

Elimanasi dari metil merkuri di dalam tubuh ikan maupun organisme air yang lain berjalan sangat lambat. Beberapa penelitian menunjukan, bahwa semua ikan yang tidak terkontaminasi secara langsung dengan merkuri selama pertumbuhan masih mangandung merkuri di dalam tubuhnya pada konsentrasi yang rendah, yaitu 0,005-0,075 ppm.

Pada organisme air merkuri organik biasanya mempunyai efek toksik yang lebih kuat dibanding merkurianorganik. Sedangkan toksisitas itu sendiri dipengaruhi oleh suhu, pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen), dan kesadahan air.

Beberapa hewan yang berada di darat, misalnya burung laut, juga bisa terkontaminasi oleh merkuri. Residu yang terdeteksi di dalam telur burung tersebut ternyata berhubungan dengan kematian embrio yangberada didalamnya. Bentuk merkuri yang terakumulasi bervariasi, tergantung spesies, organ, dan letak geografis.


(49)

Penggunaan merkuri di bidang pertanian sebagai pelapis benih dapat mencemari tanah-tanah pertanian, yang berakibat pencemaran terhadap hasil-hasil pertanian terutama sayur-sayuran. Food and Drug Administration (FDA) Amerika serikat menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm untuk air dan 0,5 ppm untuk mmakanan; sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah, yaitu 0,001 ppm untuk air (Kusnoputranto, 1996).

2.3.6. Efek Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia

Efek toksik dari merkuri tergantung pada bentuk kimianya, uap merkuri yang terhirup, sangat berbahaya terhadap pekerja yang terpajan di lingkungan kerja, yang menyebabkan kerusakan pada sistem saraf, kehilangan memori, tremor, ketidak-stabilan emosi (gelisah dan mudah marah), insomnia, dan kehilangan nafsu makan merupakan gejala-gejala khas pajanan ringan. Pajanan sedang lebih diwarnai dengan kerusakan mental yang signifikan dan gangguan gerak, disamping terdapat kerusakan ginjal. Pajanan singkat dengan konsentrasi tinggi uap merkuri dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan kematian. Efek ringan dari uap dapat menghilang setelah pajanan berhenti, dengan gangguan otot lebih cepat pulih dibandingkan dengan gangguan mental, uap merkuri dapat menembus plasenta mencapai janin, namun informasi yang dilaporkan mengenai efek pranatal terhadap manita hamil yang terpajan sedikit sekali, kejadian yang dilaporkan adalah terjadinya tingkat absorpsi spontan yang cukup tinggi dari wanita pekerja hamil yang terpajan terhadap uap merkuri, seperti pada klinik gigi.


(50)

Kasus kercunan yang paling ringan menunjukan gejala yang tidak spesifik, seperti mata lelah, mata kabur, dan kesemutan. Gejala biasanya tampak setelah periode laten selama beberapa minggu sampai beberapa bulan selama pajanan kronik konsentrasi rendah atau setelah pajanan akut konsentrasi tingggi. Kasus yang lebih berat menunjukan gangguan penglihatan, kehilangan pendengaran, gangguan pembicaraan, dan pergerakan yang lemah dan tidak stabil. Kasus yang paling berat menunjukan gangguan mental dan koma, kadang-kadang dapat disertai kematian.

Masa prenatal dan usia anak-anak merupakan tahapan paling sensitif terhadap keracunan metil merkuri karena pada periode waktu tersebut otak berkembang dengan pesat. Jika pajanan ringan dari merkuri terhadap wanita hamil mungkin akan menyebabkan tingkat perkembangan yang sedikit lambat dan gangguan neurologi yang ringan pada bayi. Pajanan yang lebih berat dapat menghasilkan efek dramatik pada perkembangan, termasuk letak struktur otak yang abnormal dan gangguan umum dari perkembangan mental dan motorik (kebutaan, dan gangguan perkembangan bicara).

Dua kejadian utama dari keracunan metil merkuri terjadi di Jepang di daerah Teluk Minamata dan Sungai Nigata, serta di daerah pedesaan Irak. Di Jepang, terjjadi karena ikan terkontaminasi limbah cair industri yang kemudian dimakan oleh manusia, sedangkan di Irak, gandum yang terkontaminasi kemudian digunakan untuk membuat roti untuk dimakan.

Pemajanan sementara dari uap merkuri bisa menyebabkan beberapa gangguan pada saluran pernafasan yang bersifat akut, seperti bronkhitis dan


(51)

pneumonitis. Sedangkan pamajanan yang terus menerus akan mengakibatkan gangguan terutama di sususnan saraf pusat (otak). Beberapa tanda dan gejala yang timbul, antara lain adalah: tremor, sulit berkonsentrasi, gugup, depresi, psikosis, paralisis, kesulitan bernafas karena kelumpuhan otot-otot pernafasan, denyut jantung cepat (takhikardi), ginggivitis,dan sebagainya.

Pamajanan melalui oral akan memberikan gejala seperti perasaan mual, muntah-muntah, kejang pada perut, tinja bercampur darah, dan hambatan terhadap produksi urin. Kontak merkuri dengan kulit akan merangsang timbulnya reaksi alergi, berupa vesodilatasi (eritema), hiperkeratosis, dan hipersekresi kelenjar keringat.

Senyawa merkuri anorganik tidak terlalu toksik karena zat tersebut tidak dapat diabsorpsi tubuh dengan baik dan tidak mudah menembus barier otak-darah atau plasenta. Konsumsi dari beberapa gram senyawa merkuri dapat menyebabkan kematian karena kegagalan ginjal, dan dosis lebih kecil untuk jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan saraf. Sejauh ini hasil studi laboratorium atau pada manusia tidak mengkaitkan merkuri dengan kanker, studi laboratorium menunjukan bahwa emtil merkuri merupakan suatu mutagen yang lemah.

Keracunan merkuri telah sering terjadi dan merupakan keracunan yang cukup serius karena dapat mengakibatkan kematian dan cacat seumur hidup.

Berikut menunjukan lima keracunan merkuri yang menelan korban cukup banyak dan terjadi pada tahun 1953 sampai tahun 1968.


(52)

Tabel 3. Keracunan Merkuri Terbesar Tahun 1953-1968

Lokasi Tahun Korban (Orang)

Teluk Minamata, Jepang

Irak Pakistan Barat Guatemala Nigata, Jepang 1953-1960 1961 1963 1966 1968 43 meninggal 68 cacat/sakit 35 meninggal 321 cacat/sakit 4 meninggal 34 cacat/sakit 20 meninggal 45 cacat/sakit 5 meninggal 25 cacat/sakit Sumber, Kusnoputranto 1996

Dari uraian tersebut di atas, secara umum dapat dijelaskan beberpa hal mengenai daya racun merkuri sebagai berikut:

a. Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup dapat beracun terhadap tubuh.

b. Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racunnya, distribusi, akumulasi atau pengumpulan, dan waktu retensinya di dalam tubuh.

c. Transformasi biologi dapat terjadi di lingkungan atau dalam tubuh dimana komponen merkuri diubah dari satu bentuk menjadi bentuk lainnya.

d. Pengaruh merkuri di dalam tubuh diduga dapat menghambat kerja enzim dan menyebabkan kerusakan sel, disebabkan kemampuan merkuri untuk terikat dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul yang


(53)

terdapat di dalam enzimdan dinding sel. Keadaan ini mengakibatkan penghabatan aktivitas enzim dan reaksi kimia yang dikatalis oleh enzim tersebut di dalam tubuh. Sifat-sifat membran dari dinding sel akan rusak karena berikatan dengan merkuri sehingga aktivitas sel yang normal dan terganggu.

e. Kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.

Gambar 3, berikut menunjukan hubungan antara berbagai bentuk merkuri dan sifat-sifatnya di dalam tubuh.

Merusak ginjal; hati dan otak; waktu

retensi pendek

Hg anorganik

Aril Hg (organik)

Alkil Hg (organik) Semua beracun

dalam jumlah cukup Transformasi di

dalam tubuh dan lingkungan

Merusak semua tenunan, termasuk otak; waktu retensi lama Tranformasi oleh

mikroorganisme


(54)

Masyarakat yang mempunyai resiko terpajanan merkuri diantaranya adalah pekerja terutama wanita dalam usia reproduksi, yang terpajan terhadap uap merkuri dalam pekerjaan.

2.3.7. Perlindungan dan Pencegahan

Sumber pencemaran merkuri di lingkungan mudah di detekasi dari industri-industri yang menggunakan merkuri di dalam prosesnya. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana mencegah terjadinya pencemaran merkuri tersebut. Kesulitan dalam mencegah terjadinya pencemaran merkuri mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. merkuri bersifat volatil sehingga dapat mencemari udara.

b. Merkuri berbentuk cair sehingga mudah menyebar di permukaan air dan sulit untuk dikumpulkan.

c. Merkuri mengalami translokasi di dalam tanaman dan hewan.

d. Merkuri atau komponen merkuri dapat diubah oleh mikroorganisme yang terdapat di dalam laut, sungai atau danau menjadi komponen metil merkuri yang sangat beracun, dimana dengan adanya rantai makanan memungkinkan terkumpul di dalam tubuh hewan dan manusia.

Suatu laporan yang dibuat oleh U.S. Environmental Protection Agency (US-EPA) yang dikutip oleh Kusnoputranto memuat beberapa rekomendasi untuk mencegah terjadinya polusi merkuri di lingkungan. Beberapa rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:


(55)

a. pestisida alkil merkuri seharusnya tidak boleh digunakan lagi.

b. Penggunaan pestisida yang mengandung komponen merkuri lainnya di batasi untuk daerah-daerah tertentu:

c. Semua industri yang menggunakan merkuri harus membuang limbah industrinya dengan terlebih dahulu mengurangi jumlah merkuri sampai batas normal.

Pelaksanaan rekomendasi tersebut tidak seluruhnya dapat memecahkan masalah polusi merkuri di lingkungan. Pencemaran merkuri tetap terjadi pada lumpur di dasar sungai atau danau, dan mengahsilkan CH3Hg+ yang dilepaskan ke

dalam badan air di sekelilingnya. Beberapa cara dekontaminasi merkuri telah dicoba dilakukan di Swedia, dintaranya adalah sebagai berikut:

a. Sedimen pada dasar sungai atau danau ditutupi dengan bahan-bahan mempunyai kemampuan absorpsi tinggi.

b. Sedimen pada dasar sungai atau danau ditutupi dengan bahan organik yang tidak bereaksi.

c. Sedimen yang mengandung merkuri dihilangkan dengan cara dikeruk atau dipompa.

2.4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer serapan atom ditemukan pertama kali oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dan penggunaan pertama kali pada tahun 1958. SSA merupakan metode analisis untuk logam yang berdasarkan pada pengukuran penyerapan sinar radiasi oleh uap atom netral dari cuplikan. Uap atom akan terbentuk bila larutan


(56)

yang mengandung unsur logam diaspirasikan ke dalam nyala. Spektrofotometer serapan atom merupakan suatu metode analisis kimia secara instrumental berdasarkan pengukuran berkurangnya intensitas spektrum sinar karena diserap oleh suatu medium yang terdiri atas atom-atom yang berbeda pada tingkat tenaga dasar dari unsur yang dianalisis (PUSARPEDAL-BAPEDAL, 1998).

2.4.1. Atomisasi dengan Nyala

Atomisai dengan nyala api merupakan salah satu cara pengatoman dalam SSA. Pengubahan unsur ke dalam larutan menjadi atom-atomnya. Dilakukan dengan memasukkan larutan ke dalam nyala. Mula-mula larutan dikabutkan (dalam sistem pengabut) kemudian diatomisasikan dalam nyala (dalam sistem pembakar / burner).

SSA dengan menggunakan cara elektrotermal dalam pengatoman mempunyai kepekaan yang jauh lebih tinggi daripada yang menggunakan panas nyala. Pada SSA nyala, proses atomisasi dari molekul-molekul terjadi dalam bagian burner. Pertama-tama larutan contoh diuapkan dalam bagian nebulizer.Tetesan dari larutan contoh akan dibuang melalui bagian drain dan hanya larutan berkabut halus yang akan memasuki bagian nyala bercampur dengan gas pembawa dan pembakar. Dalam nyala terjadi penyerapan pelarut yang meninggalkan partikel-partikel garam tersuspensi. Partikel-partikel ini akan menyerap sebagian atau semuanya, uap yang dihasilkan terurai membentuk atom-atom.


(57)

2.4.2. Prinsip Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berbeda-beda pada tingkat tenaga dasar. Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasimya atom ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau mengukur intensitas yang diserap maka konsentrasi unsur dalam larutan contoh dapat ditetapkan (Cantle, 1982).

2.4.3. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Susunan alat spektrofotometer serapan atom terdiri dari beberpa bagian yang penting (seperti yang tercantum pada Gambar 5) diantaranya :

Gambar 5. Diagram Kerja SSA.

a. Sistem Emisi (Emission System)

Pada proses eksitasi atom menerima energi pengeksitasi dalam bentuk energi panas, misalnya dari nyala, sebagian dari energi tersebut digunakan untuk mengeksitasi atom. Pada saat atom tersebut kembali ke dalam dasar terjadi


(58)

pelepasan energi yang berbentuk gelombang elektromagnetik (hv), yang dikenal sebagai sinar emisi. Besarnya energi yang diemisikan sesuai perbedaan kedua tingkat energi. Emisi gelombang energi magnetik dipancarkan ke segala arah, sehingga intensitas sinar yang sampai pada detektor hanya sebagian kecil saja.

b. Sistem Absorpsi (Absorption System)

Sistem absorpsi menentukan sensitivitas dan ketelitian dari spektrofotometer serapan atom secara keseluruhan. Bagian yang penting dari sistem absorpsi ini adalah nyala (burner) dan sistem pengabutan (nebulizer), sehingga sistem atomizer dalam SSA biasa disebut Sistem Pengabut Pembakar (Burner Nebulizer System).

¾ Nebulizer (Pengabut)

Sistem ini berfungsi mengubah larutan menjadi butir-butir dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan pengisapan pancaran gas bahan bakar dan gas-gas oksigen yang kemudian disemprotkan ke ruang pengabut.

Partikel-partikel kabut halus kemudian bersama-sama aliran gas bakar masuk ke dalam nyala sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.


(59)

¾ Burner (Pembakar)

Pada sistem ini terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut uap garam suatu unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal atau bebas di dalam nyala.

c. Sistem Seleksi (Selection System)

Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda rongga melalui populasi atom dalam media, energi radiasi ini sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radisi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromatik yang terdiri dari sistem optik, celah, cermin, dan grating, sehingga hanya dilewatkan cahaya yang mempunyai satu panjang gelombang dengan frekuensi tertentu melaui celah (slit).

d. Sistem Fotometrik (Photometric System)

Adalah alat yang digunakan untuk mengukaur intensitas cahaya yang diteruskan oleh populasi atom dalam media. Intensitas radiasi yang diteruskan ini akan diubah menjadi energi listrik oleh ”Photomultifier” selanjutnya diukur dengan detektor dan dicatat oleh pencatat yang biasa berupa printer, pengamatan angka (digital), ataupun recorder.


(60)

2.5. Metode Batch

Metode sorbsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch) dan dinamis (kolom). Cara statis yaitu ke dalam wadah yang berisi sorben dimasukan larutan yang mengandung komponen yang diinginkan, selanjutnya diaduk dalam waktu tertentu, kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan atau dekantansi. Komponen yang telah terikat pada sorben dilepaskan kembali dengan melarutkan sorben dalam pelarut tertentu dan volumenya lebih kecil dari volume larutan mula-mula. Cara dinamis (kolom) yaitu ke dalam kolom yang telah diisi dengan sorben dilewatkan larutan yang mengandung komponen tertentu, selanjutnya komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan mengalirkan pelarut (eluen) sesuai yang volumenya lebih kecil.

Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan mencampurkan material penukar ion atau adsorber dengan cairan limbah dalam “batch” sehingga terjadi pemekatan kontaminan dalam penukar ion dapat dilakukan dengan menggunakan campuran resin anion dan kation. Tetapi, penggunaan penukar ion yang lebih efisien dapat dicapai dengan mengalirkan cairan limbah melalui kolom berisi material penukar ion. (Las, T. 2005)

Metode ini telah memberikan efisiensi yang tinggi untuk pemisahan logam berat dalam limbah, akan tetapi lebih baik digunakan untuk cairan yang tidak mengandung garam terlarut dan partikel tersuspensi. Partikel padat akan memanpatkan kolom dan menyebabkan proses pertukaran ion berlangsung lambat. Penggunaan teknik kolom penukar ion harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:


(61)

a. Polutan dalam cairan limbah harus dalam bentuk ion.

b. Tidak terdapat koloidal yang dapat terserap oleh padatan terlarut sehingga dapat mengahambat proses pertukaran ion.

c. Jumlah padatan terlarut harus serendah mungkin.

d. Jumlah “solute content” juga serendah mungkin untuk mengurangi kompetisi dalam pertukaran ion.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitan

Penelitian ini merupakan eksperimen skala laboratorium, yang dilakukan di Pusat Laboratorim Terpadu Bidang Analisa Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini berlangsung lebih kurang tujuh bulan, dimulai pada awal Desember 2008 sampai akhir Juni 2009.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas beaker, labu ukur, gelas ukur, erlenmeyer, botol polietilen, batang pengaduk, tisue, parafilm, alumunium foil, spatula, tang, pipet tetes, timbangan analitik, batang penumbuk, cawan, pengayak (355 µm dan 212 µm), oven, desikator, sentrifuse dan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Perkin Elmer AAnalyst 700 buatan Amerika.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam dari CV Mina Tama Bandar Lampung jenis Klinoptilolit, HgCl2, NaCl 1M, CaCl2 0,02 M,


(63)

3.3. Prosedur Kerja

Pada penelitian ini menguji kemampuan zeolit dalam menurunkan konsentrasi merkuri dalam larutan simulasi. Kemampuan zeolit tersebut diuji dengan parameter persen penyerapan dan KTK dengan melihat hubungan antara ukuran zeolit (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm), perlakuan zeolit (natural zeolit, Na-Zeolit dan Ca-zeolit) dan waktu kontak (½, 1, 2, 4, 6 dan 8 jam).

3.3.1. Persiapan Bahan

Zeolit Klinoptilolit berbentuk butiran kasar. Zeolit yang berbentuk butiran kasar tersebut ditumbuk dengan menggunakan wadah penumbuk kemudian zeolit diayak dengan menggunakan saringan yang berukuran 355 µm dan 212 µm. Ukuran zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah tertahan pada saringan 355 µm (500 µm - >355 µm), lolos pada saringan 355 µm tertahan pada saringan 212 µm (355 µm - >212 µm) dan lolos pada saringan 212 µm (≤212 µm).

Zeolit yang telah disiapkan dengan ukuran (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm) diambil masing-masing sebanyak 150 gram, direfluk dengan 600 ml aquades dalam labu destilasi (1000 ml) selama 4 jam, kemudian didekatansi. Setelah itu direfluk kembali dengan 600 ml aquades selama 4 jam, kemudian didekantasi. Selanjutnya dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 105oC.


(64)

3.3.2. Persiapan Natural Zeolit

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh natural zeolit yang siap untuk digunakan. Pada tahap ini zeolit yang telah disiapkan dengan ukuran 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm diambil masing-masing sebanyak 30 gram dan disimpan dalam desikator yang berisi NaCl jenuh selama 2 minggu.

3.3.3. Pembuatan Na Zeolit

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh Na Zeolit. Pada tahap ini zeolit kering dengan ukuran 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm ditimbang seberat 30 gram dan direndam dalam larutan NaCl 1N sebanyak 100 ml selama satu minggu, kemudian diganti larutan NaCl 1N sebanyak 100 ml dengan yang baru dan kembali direndam selama 1 minggu. Setelah itu zeolit didekantasi dan dicuci dengan aquades sampai bebas Cl (Untuk mengetahui bebas Cl zeolit di tes dengan AgNO3 1%). Selanjutnya zeolit dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0

C selama 24 jam dan disimpan dalam desikator. Zeolit dalam bentuk Na-zeolit siap digunakan untuk percobaan.

3.3.4. Pembuatan Ca Zeolit

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh Ca Zeolit. Pada tahap ini zeolit kering dengan ukuran 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm ditimbang seberat 30 gram dan direndam dalam larutan CaCl2 0,2 M sebanyak

100 ml selama satu minggu, kemudian diganti larutan CaCl2 0,2 M sebanyak 100


(65)

dekantasi dan dicuci dengan aquades sampai bebas Cl (Untuk mengetahui bebas Cl zeolit di tes dengan AgNO3 1%). Selanjutnya zeolit dikeringkan dalam oven

pada suhu 105 oC selama 24 jam dan disimpan dalam desikator. Zeolit dalam bentuk Ca-zeolit siap digunakan untuk percobaan.

3.3.5. Pembuatan Limbah Simulasi

a. Pembuatan Limbah Simulasi Larutan Merkuri 10 mg/l

Limbah simulasi merkuri dibuat dengan melarutkan HgCl2 sebanyak

1,3534 gram kedalam aquades sebanyak 1 liter. Dari perlakuan tersebut didapat larutan dengan konsentrasi 1000 mg/l. Untuk mendapatkan larutan merkuri dengan konsentrasi 10 ppm adalah dengan mengambil sebanyak 10 ml larutan merkuri dengan konsentrasi 1000 mg/l kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 1 liter. Pembuatan larutan merkuri dengan konsentrasi 10 mg/l diulangi sebanyak 5 kali sehingga didapat larutan merkuri 10 mg/l sebanyak 5 liter.

b. Pembuatan Limbah Simulasi Larutan Merkuri 500 mg/l

Limbah simulasi merkuri dibuat dengan melarutkan HgCl2 sebanyak

0,6767 gram kedalam aquades sebanyak 1 liter. Dari perlakuan tersebut didapat larutan dengan konsentrasi 500 mg/l sebanyak 1 liter.

3.3.6. Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah Simulasi a. Untuk Mengetahui Persen Penyerapan

Pada tahapan ini zeolit dikontakan dengan limbah simulasi untuk mengetahui persen penyerapan zeolit terhadap merkuri. Zeolit dari masing-masing


(66)

ukuran (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm) dan jenisnya (natural zeolit, Na-zeolit dan Ca-zeolit) ditimbang seberat 0,1 gram sebanyak 6 kali. Setelah itu dimasukan ke dalam botol polietilen dan ditambahkan limbah simulasi Hg 10 mg/l sebanyak 20 ml. Selanjutnya zeolit dari masing-masing ukuran dan jenisnya diputar selama 0,5, 1, 2, 4, 6 dan 8 jam, setelah itu dari masing-masing botol polietilen diambil limbah simulasi sebanyak 10 ml kemudian di sentifuse selama 10 menit dengan kecepatan putar 700 RPM. Limbah simulasi yang telah disentrifuse diambil sebanyak 5 ml kemudian dianalisa menggunakan SSA.

b. Untuk Mengetahui KTK

Pada tahapan ini zeolit dikontakan pada limbah simulasi untuk mengetahui KTK zeolit. Pada tahapan ini Natural Zeolit dari masing-masing ukuran (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm) ditimbang sebanyak 0,1 gram sebanyak 2 kali. Setelah itu dimasukan kedalam botol polietilen dan ditambahkan limbah simulasi Hg sebanyak 20 ml. Zeolit yang sedang terkontak dengan limbah simulasi Hg 500 mg/l diputar selama 4 hari, setelah itu dari masing-masing botol polietilen diambil limbah simulasi sebanyak 10 ml kemudian di sentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan putar 700 RPM. Limbah simulasi yang telah disentrifuse diambil sebanyak 5 ml kemudian dianalisa menggunakan SSA.


(67)

3.3.7. Pembuatan Deret Larutan Baku Merkuri

Untuk membuat larutan baku merkuri 100 mg/l dipipet 10 ml dari larutan induk merkuri 1000 mg/l ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda tera sehingga diperoleh larutan baku campuran dengan konsentrasi 100 mg/l.

Dari larutan baku merkuri 100 mg/l dipipet sebanyak 10 ml, dimasukan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan aquades sampai tanda tera sehingga diperoleh larutan baku campuran 10 mg/l.

Dari larutan baku merkuri 10 mg/l dibuat deret standar dengan konsentrasi 0,1 0,2 dan 0,5 mg/l dengan cara mengambil larutan baku 10 mg/l tersebut sebanyak 0.5, 1 dan 2,5 ml ke dalam labu takar 50 ml, lalu ditambahkan aquades sampai tanda tera.

3.4. Pengukuran SSA

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Alat spektrofotometer serapan atom diatur sampai optimal sesuai dengan petunjuk penggunaan alat untuk pengujian konsentrasi merkuri, kemudian larutan standar satu persatu diisapkan ke dalam spektrofotometer serapan atom melalui pipa kapiler kemudian dibaca dan dicatat masing-masing serapannya. Selanjutnya dibuat kurva standar kalibrasi.


(68)

3.4.2. Pengukuran Sampel

Pengukuran merkuri dengan Spektrofotometer Serapan Atom sesuai dengan metode SNI 06-2462-1991, merkuri (Hg). Senyawa merkuri dalam sampel uji dioksidasi menjadi ion merkuri (Hg2+) oleh KMnO4 dalam suasana asam.

Ion merkuri kemudian direduksi menjadi atom merkuri (Hg0) oleh SnCl2

dengan reaksi sebagai berikut:

Hg2+ + Sn2+ Hg0 + Sn4+ dalam uap dingin (cold vapour) oleh SSA Atom merkuri yang terbentuk kemudian diukur serapannya dengan SSA atau Mercury Analyzer.

Pada sistem SSA saat larutan SnCl2 ditambahkan kedalam contoh yang

mengandung merkuri, udara masuk melalui pompa udara, sehingga terjadi proses sirkulasi. Sela dan sistem aliran akan mengandung uap raksa secara merata. Jika cahaya dengan panjang gelombang 253,7 nm dari lampu merkuri melewati sel, maka akan diabsorbsi. Besarnya absorbansi sebanding dengan kadar merkuri. Sinar yang diabsorbsi kemudian dideteksi oleh tabung fotoelektrik untuk diubah menjadi sinyal. Konsentrasi dibaca secara langsung pada saat linealizer berfungsi. Sirkuit yang ada di dalam alat kemudian akan menghentikan jarum meter pada posisi penyerapan yang paling maksimal.


(69)

3.5. Penentuan Persen Efisiensi Penyerapan (% EP)

Konsentrasi limbah Hg sebelum dan sesudah percobaan diukur dengan spektrofotometer serapan atom.

% EP = Co-Ct x 100% Co

Dimana:

EP = Efisiensi penyerapan (%) Co = Konsentrasi awal

Ct = Konsentrasi akhir

3.6. Penentuan KTK (Kapasitas Tukar Kation) KTK dihitung dengan rumus:

KTK = Co-Ct x V x N Co W Dimana:

Co = Konsentrsi awal (ppm) Ct = Konsentrasi akhir (ppm) V = Volume larutan (ml) W = Berat zeolit (g) N = Normalitas (meq/l)


(70)

Gambar 6. Bagan Alir Kerja

Zeolit

Natural Zeolit Na-Zeolit Ca-Zeolit

Pengontakan dengan limbah

Pengukuran dengan SSA

> 355 µm 355 µm-212 µm < 212 µm

Na-Zeolit Ca-Zeolit Na-Zeolit Ca-Zeolit

Natural Zeolit Natural Zeolit


(71)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Waktu (Jam) P ers en P enyer apan ( % ) Natural Zeolit Na-Zeolit Ca-Zeolit Garis Na-Zeolit Garis Ca-Zeolit Garis Natural Zeolit

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persen Penyerapan

4.1.1. Penyerapan Merkuri Oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 7. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)

Dari gambar 7 dapat ketahui bahwa, penyerapan merkuri cenderung bertambah besar seiring dengan bertambahnya waktu, hal itu terlihat untuk semua masing-masing jenis zeolit. Untuk penyerapan merkuri yang dilakukan oleh Na-zeolit cenderung lebih besar dibandingkan dengan jenis Na-zeolit lainnya seperti natural zeolit dan Ca-zeolit.

Penyerapan merkuri yang dilakukan oleh Na-zeolit dari waktu kontak 0 jam sampai 8 jam terus naik hal itu berarti bahwa sampai waktu 8 jam Na-zeolit masih mampu untuk menyerap merkuri. Hal ini berbeda dengan natural zeolit


(1)

Lampiran 7. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm – >212 µm)

Sampel Waktu ng/100uL ng/mL % Penyerapan

0 0

II A1 0.5 748.3 7483 25.17

II A2 1 692.1 6921 30.79

II A3 2 638.4 6384 36.16

II A4 4 587.2 5872 41.28

II A5 6 548.6 5486 45.14

II A6 8 521.4 5214 47.86

0 0

II B1 0.5 704.3 7043 29.57

II B2 1 700.2 7002 29.98

II B3 2 681.8 6818 31.82

II B4 4 630.1 6301 36.99

II B5 6 612.5 6125 38.75

II B6 8 585.6 5856 41.44

0 0

II C1 0.5 846.7 8467 15.33

II C2 1 820.2 8202 17.98

II C3 2 799.6 7996 20.44

II C4 4 791.4 7914 20.86

II C5 6 778.3 7783 22.17


(2)

Lampiran 8. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III (≤212 µm)

Sampel Waktu ng/100uL ng/mL % Penyerapan

0 0

III A1 0.5 732.1 7321 26.79

III A2 1 611.4 6114 38.86

III A3 2 512.5 5125 48.75

III A4 4 346.8 3468 65.32

III A5 6 225.6 2256 77.44

III A6 8 293.2 2932 70.68

0 0

III B1 0.5 653.6 6536 34.64

III B2 1 534.1 5341 46.59

III B3 2 397.6 3976 60.24

III B4 4 298.4 2984 70.16

III B5 6 185.6 1856 81.44

III B6 8 127.62 1276.2 87.24

0 0

III C1 0.5 685.6 6856 31.44

III C2 1 547.3 5473 45.27

III C3 2 503.8 5038 49.62

III C4 4 497.6 4976 50.24

III C5 6 397.6 3976 60.24


(3)

Lampiran 9. Data KTK (Kapasitas Tukar Kation) Zeolit Klinoptilolit Terhadap Merkuri

No Sampel ng/25µL ng/mL Rata-Rata KTK (meq)

1 I A1 165 660000

2 I A2 222.3 889200 774600 0.72

3 I B1 106.5 426000

4 I B2 157.6 630400 528200 0.81

5 I C1 290.5 1162000

6 I C2 253.8 1015200 1088600 0.61

7 II A1 405 1620000

8 II A2 281.2 1124800 1372400 0.51

9 II B1 249.6 998400

10 II B2 261.9 1047600 1023000 0.64

11 II C1 320.3 1281200

12 II C2 488.1 1952400 1616800 0.42

13 III A1 459.5 1838000

14 III A2 498.3 1993200 1915600 0.32

15 III B1 506.8 2027200

16 III B2 253.1 1012400 1519800 0.46

17 III C1 453 1812000

18 III C2 256.3 1025200 1418600 0.49

Data Suhu dan pH sampel

No Sampel Suhu (oC) pH

1 Natural zeolit 26,5 7,8

2 Na-zeolit 26,5 6,8


(4)

Lampiran 10. Foto-Foto Alat dan Bahan

Atomic Absorption Spectrometer (AAS) Botol SnCl2

Perkin Elmer

Zeolit I 500 µm - >355 µm Zeolit II 355 µm – >212 µm


(5)

Lampiran 11. Kurva Kalibrasi

Edit Calibration 0.243

500 ng

200 ng

100 ng 0.000

0.0 Concentration 500.0

Calibration Curve Slope: 0.00049 Calibration Curve Intercept: 0.00000

Calibration Curve Correlation Coefficient: 0.999146 Calibration Curve Type: Linier Through Zero Current Sample Concentration: 132.898 ng/L

Std # Standard ID Entered Conc. Calculated Conc. Action Blank

1 2 3

Blanko 100 ng 200 ng 500 ng

0.00 100.0 200.0 500.0

0.00 106.8 208.7 494.9

Include Include Include Include


(6)

Edit Calibration 0.305

500 ng

200 ng

100 ng 0.000

0.0 Concentration 500.0

Calibration Curve Slope: 0.00060 Calibration Curve Intercept: 0.00000

Calibration Curve Correlation Coefficient: 0.998032 Calibration Curve Type: Linier Through Zero Current Sample Concentration: 305.683 ng/L

Std # Standard ID Entered Conc. Calculated Conc. Action Blank

1 2 3

Blanko 100 ng 200 ng 500 ng

0.00 100.0 200.0 500.0

0.00 85.7 190.0 506.2

Include Include Include Include