Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan

44 suhu pagi dan sore pada 3 titik sampling komposter, yaitu pada ketinggian 1 m, 2 m dan 3 m. Berdasarkan ketinggian terlihat perbedaan suhu selama terjadinya proses pengomposan, dimana suhu semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tumpukan. Pada Gambar 4.6 terlihat selama proses pengomposan berlangsung terjadi fluktuasi suhu dimana suhu udara luar berkisar antara 25 o – 32 o C. Suhu meningkat berturut-turut pada ketinggian 3 meter hingga 1 meter. Suhu masing- masing ketinggian melewati 50 o C setelah 24 jam penambahan POA. Ini mencerminkan mikroba pendekomposisi aktif di dalam komposter. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sahwan et al., bahwa salah satu produk dekomposisi pada proses pengomposan adalah panas. Adanya suhu yang tinggi pada proses pengomposan sangat penting untuk proses higienisasi yaitu untuk membunuh bakteri patogen. Proses pengomposan umumnya berlangsung pada kombinasi suhu termofilik dan mesofilik [14]. Profil suhu cenderung mulai menurun setelah hari ke-5 dan perlahan mulai mencapai konstan pada hari ke-30. Hal ini menunjukkan bahwa proses degradasi telah selesai. Hal ini juga sesuai seperti yang dilaporkan oleh Siong et al., yang menyatakan bahwa setelah peningkatan suhu yang cepat selanjutnya perlahan- lahan suhu akan menurun dan ini mengindikasikan bahwa proses degradasi melambat seiring dengan menipisnya ketersediaan nutrisi [39]. Setelah hari ke-15, profil suhu pada ketinggian 3 meter terhenti disebabkan terjadinya penyusutan volume kompos yang melebihi 1 meter.

4.2.2 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan

Moisture Content MC MC adalah parameter penting untuk mengoptimalkan proses pengomposan. Menurut Siong et al., ketergantungan mikroba terhadap air untuk mendukung pertumbuhannya dapat mempengaruhi biodegradasi bahan-bahan organik [39]. Pada penelitian ini, penambahan POA ke TKKS pada komposter 2 dengan luas lubang asupan udara 72,39 cm 2 44.314,29 cm 2 selain untuk menambah mikroba dan nutrisi, juga untuk mempertahankan nilai MC berkisar 55-65. Profil hasil analisa MC pada komposter 2 dapat dilihat pada Gambar 4.2. Universitas Sumatera Utara 45 Gambar 4.2 Profil Moisture Content pengomposan TKKS pada komposter 2 Pada Gambar 4.2, terlihat profil MC terhadap waktu pengomposan. Terlihat adanya perbedaan nilai yang tidak terlalu signifikan antara setiap ketinggian. Hal ini disebabkan distribusi POA pada komposter yang merata. MC hari pertama setelah penambahan POA berturut-turut ketinggian 1 m, 2 m dan 3 m adalah sebesar 59,66; 49,78 dan 66,48 . Penambahan POA dilakukan pada hari ke-1, 2, dan 19 serta recycle cairan yang turun dari komposter setiap hari. Pada 10 hari pertama terlihat pada ketinggian 1 meter MC perlahan meningkat disebabkan distribusi POA yang perlahan turun dari ketinggian 3 meter dan tertahan didasarnya. Pada ketinggian 2 meter dan 3 meter MC perlahan menurun yang disebabkan distribusi POA yang tidak merata serta peningkatan suhu akibat proses degradasi. Hal tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Tiquia et al. bahwa tingginya suhu dalam pengomposan bisa menyebabkan hilangnya air terus-menerus dalam bentuk penguapan [40]. Ketidakteraturan profil MC pada grafik disebabkan pengambilan titik sampel pada beberapa bagian yang tidak sama. Penyimpangan terjadi pada ketinggian 1 m pada hari ke-35, 36, 37, 38 dan 40, pada ketinggian 2 m pada hari ke- 35 sampai 37 dan pada ketinggian 3 m pada hari ke-15 dimana MC berada diatas 80. Penambahan POA tidak dilakukan untuk menghindari MC melebihi 80 sesuai dengan yang dilaporkan Tiquia et al. bahwa kadar air sekitar 40 - 60 diperlukan untuk kelangsungan hidup mikroba sementara itu kadar air melebihi 80 bisa membunuh mikroba aerobik karena kekurangan udara [40]. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 5 10 15 20 25 30 35 40 M o is tu r e Co n te n t Waktu Pengomposan Hari Ketinggian 1 m Ketinggian 2 m Ketinggian 3 m Penambahan POA Universitas Sumatera Utara 46 MC akhir ketinggian 1 dan 2 meter diperoleh sebesar 77,60 dan 80,68 dengan rata-ratanya sebesar 79,14.

4.2.3 Analisis Kompos Berdasarkan pH