UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2. Pembahasan
4.2.1. Hasil Penurunan Luas Area Luka
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas film kitosan yang mengandung asiatikosida konsentrasi 0 FK, 10 FA1, 20 FA2 dan 30 FA3 yang
digunakan sebagai penutup luka bakar derajat tiga kemudian dibandingkan dengan kontrol negatif KN, kontrol positif KP. Kemudian pengamatan
penurunan luas area luka dilakukan pada hari ke- 3, 7 dan 14. Luka bakar yang dihasilkan dengan menggunakan logam panas bersifat
gosong kehitaman sehingga perlu memakai debridemen enzimatis berupa omiderm untuk mempercepat pemisahan jaringan nekrosis. Setelah dilakukan
debridemen, kulit yang terkena luka bakar dibersihkan dengan larutan NaCl yang bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa zat debridemen dan jaringan nekrosis
kemudian diuji sesuai kelompok masing-masing. Metode pembuatan luka bakar dengan logam panas mempunyai beberapa
kekurangan karena
menghasilkan jaringan
nekrosis tanpa
mengalami pengelupasan kulit sehingga perlu adanya zat debridemen. Dengan adanya
debridemen memerlukan waktu hingga 3 hari sebelum dilakukan uji setiap kelompok. Selain itu, penggunaan logam panas yang diterapkan dalam satu
punggung tikus dengan tiga area luka menghasilkan pengerutan kulit yang mempengaruhi jarak antar luka sehingga dapat mempersulit penerapan film
kitosan dan pengamatan masing-masing kelompok. Berdasarkan pengamatan hari ke-3, nilai persen penurunan luas luka yang
paling besar adalah kelompok film tanpa asiatikosida FK yaitu 34,40 dan kontrol positif yaitu 30,94. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan antara FA1 dengan kontrol positif dan FK, dimana nilai persen penurunan luas luka FA1 adalah 12,46. FA2 menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan dengan FK p 0,05, dimana nilai persen penurunan luas luka FA1 adalah 21,67. Dan FA3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dengan semua kelompok P 0,05, dimana nilai persen penurunan luas luka FA3 adalah 26,07.
Berdasarkan data tersebut bahwa penerapan film yang mengandung asiatikosida 10, 20 dan 30 belum menunjukkan aktivitas penyembuhan luka
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bakar yang lebih baik dibandingkan kontrol positif dan film tanpa asiatikosida FK karena nilai persen penurunan luas luka film yang mengandung asiatikosida
lebih rendah dari FK dan kontrol positif. Film yang mengandung asiatikosida belum berpengaruh secara signifikan dalam memperbaiki penyembuhan luka
bakar dibandingkan kontrol negatif, akan tetapi nilai persen penurunan luas luka kontrol negatif lebih rendah yaitu 19,77 dari FA2 dan FA3..
Secara makroskopis pada hari ke-3, Jaringan luka menimbulkan gumpalan kering atau keropeng yang bersifat eritema, bengkak dan rasa nyeri yang
menandakan masih terjadinya fase inflamasi atau peradangan dan berlangsung dari hari pertama setelah terkena luka bakar Martin P, 1997. Peran penting
dalam fase inflamasi adalah neutrofil yang bertugas memfagosit debris, mikroorganisme,
dan memberikan
pertahanan terhadap
infeksi yang
mempengaruhi proses penyembuhan luka bakar Diegalmann, 2004. Pada kondisi luka bakar yang menghasilkan eksudat dibutuhkan penutup luka yang mampu
menyerap cairan eksudat yang menyebabkan infeksi. Dalam hal ini, penutup luka film tanpa asiatikosida memberikan aktivitas yang lebih baik dibandingkan
kelompok yang lain p 0,05 dan juga mempunyai persen penurunan luas area luka yang paling besar yaitu 34,40.
Berdasarkan pengamatan hari ke-7, nilai persen penurunan luas luka yang paling besar adalah kelompok FA3 yaitu 56,15. Hasil uji statistik menunjukkan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara FA1, FA2 dan FA3 dengan kelompok lain p 0,05, dan juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara semua kelompok p 0,05. Berdasarkan data tersebut, kelompok yang diberi perlakuan dan
kelopmpok yang tidak diberi perlakuan belum memberikan aktivitas yang berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penyembuhan luka bakar.
Proses penyembuhan luka bakar pada hari ke-7 berlangsung lambat yang memungkinkan masih terjadinya fase inflamasi atau peradangan sehingga perlu
didukung dengan data histologi. Secara prinsip fase inflamasi terjadi hingga hari ke-3 untuk penyembuhan luka primer seperti luka terbuka Boateng, 2007,
sedangkan penyembuhan luka sekunder seperti luka bakar berlangsung lebih lama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dibandingkan dengan luka primer karena terjadi kerusakan yang lebih ekstensif menghasilkan jaringan nekrotik dan eksudat jaringan Chandrasoma, 2005.
Berdasarkan pengamatan hari ke-14, nilai persen penurunan luas luka yang paling besar adalah kelompok FA3 yaitu 98,31. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa FA1 tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan semua kelompok p 0,05, dimana nilai persen penurunan luas luka FA1 adalah 90,92. FA2 dan
FA3 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dengan kontrol negatif p 0,05, dimana nilai persen penurunan luas luka FA2 adalah 95 dan kontrol
negatif adalah 80,37. Dari hasil statistik menghasilkan bahwa FA2 yang mengandung
asiatikosida 20 dan FA3 yang mengandung asiatikosida 30 mengalami perbaikan penyembuhan luka bakar dibandingkan kontrol negatif. Pada tabel
persen penurunan luas luka hari ke-14 rata-rata semua kelompok hampir mengalami penyembuhan, akan tetapi nilai persen penurunan luas luka yang
paling besar adalah FA3 yang merupakan kelompok film dengan konsentrasi asiatikosida yang paling tinggi yaitu 30. Hal tersebut menunjukkan adanya
asiatikosida di dalam penutup luka film berpengaruh dalam meningkatkan penyembuhan luka bakar derajat tiga.
Hasil fase akhir luka bakar derajat tiga biasanya terjadi pembentukan jaringan parut berupa massa atau jaringan kulit berwarna putih, hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan makroskopik pada penelitian ini.
4.2.2. Pengamatan Histologi