Luka Asiatikosida TINJAUAN PUSTAKA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [Sumber : http:www.histology-world.com] Gambar 2.1. Histologi kulit normal Derajat keasaman pH kulit manusia berkisar antara 4,2 - 6,5. Keadaan asam ini sebagian besar disebabkan oleh adanya zat bersifat asam seperti asam amino dan asam lemak bebas misalnya asam laktat, yang merupakan sekresi dari kelenjar sebaseus. Lapisan bersifat asam ini dikenal dengan istilah mantel asam kulit yang dapat melindungi tubuh dari serangan bakteri dan zat kimia yang dapat merusak jaringan Anief, 1997. Fungsi kulit antara lain : sebagai pelindung, absorbsi cairan mudah menguap, ekskresi, pengindra sensori, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, sawar radiasi UV, dan sawar listrik Harahap, 2000.

2.2. Luka

Luka dapat digambarkan sebagai kerusakan pada kulit, akibat pengaruh fisik dan termal, atau sebagai akibat dari kondisi medis atau fisiologis. Menurut Asosiasi Penyembuhan Luka, Luka adalah hasil dari gangguan struktur dan fungsi anatomi yang normal.

2.3. Luka Bakar

2.3.1. Definisi

Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutis terhadap trauma suhu atau termal. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari epitel. Biasanya dapat pulih dengan penanganan konservatif. Luka bakar dengan ketebalan penuh merusak semua sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel kulit dan bisa membutuhkan eksisi dan cangkok kulit jika luas Grace Broley, 2006.

2.3.2. Patofisiologi

Luka bakar pada suhu tubuh terjadi baik karena konduksi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Derajat luka bakar berhubungan dengan beberapa faktor, termasuk konduksi jaringan yang terkena, waktu kontak dengan sumber tenaga panas dan pigmentasi permukaan. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan terhadap konduksi panas, sedangkan tulang paling tahan. Sel- sel dapat menahan temperatur sampai 44˚C tanpa kerusakan bermakna. Antara 44˚C dan 51˚C, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur dan waktu penyinaran yang terbatas yang dapat ditoleransi. Di atas 51˚C, protein terdenaturasi dan kecepatan kerusakan jaringan sangat hebat. Temperatur di atas 70˚C menyebabkan kerusakan seluler yang sangat cepat dan hanya periode penyinaran sangat singkat yang dapat ditahan. Pada rentang panas yang lebih rendah, tubuh dapat mengeluarkan tenaga panas dengan perubahan sirkulasi, tetapi pada rentang panas lebih tinggi, hal ini tidak efektif Sabiston, 1995.

2.3.3. Klasifikasi Luka Bakar

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan. Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis Moenadjat, 2003, yaitu : 1. Luka bakar derajat I Luka bakar derajat I kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis, kulit kering, hipermik memberikan efloresensi berupa eritema, tidak melepuh, nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan selama 5-7 hari. Contohnya luka bakar akibat sengatan matahari. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Luka bakar derajat II Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. [Sumber : http:www.histology-world.com] Gambar 2.2. Derajat luka bakar Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua : Derajat II dangkal superficial yaitu kerusakan yang mengenai bagian superfisial dari dermis, terjadinya lepuh yang merupakan karektristik luka bakar derajat dua dangkal, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat. Penyembuhan dalam waktu 10-14 hari. Derajat II dalam deep yaitu kerusakan yang mengenai hampir seluruh bagian dermis, apendises kulit, kelenjar keringat, kelenjar sebasea. Penyembuhan terjadi dalam waktu 2 minggu. 3. Luka bakar derajat III Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih karena terbentuk eskar, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

2.4. Penatalaksanaan Luka Bakar

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka bakar yaitu : penyembuhan luka, infeksi dan penanganan luka Effendi, 1999.

2.4.1. Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan proses biologis tertentu terkait dengan fenomena umum yaitu pertumbuhan dan regenerasi jaringan. Penyembuhan luka berlangsung melalui serangkaian yang saling bergantung dan tumpang tindih di mana berbagai seluler dan komponen matriks bertindak bersama-sama untuk membangun kembali integritas jaringan yang rusak dan penggantian jaringan yang hilang. Proses penyembuhan luka telah ditinjau sebelumnya oleh Schultz yang terdiri dari lima tahap yang melibatkan biokimia kompleks dan proses seluler Boateng et al., 2007; Schultz GS, 1999. Hal ini digambarkan beberapa tahap dalam proses penyembuhan yaitu fase hemostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi dan maturasi Boateng et al, 2007. 1. Hemostasis dan Inflamasi Peradangan Perdarahan biasanya terjadi saat kulit terluka dan berfungsi untuk mengeliminasi bakteri atau antigen dari luka. Selain itu, perdarahan mengaktifkan hemostasis dengan mengeluarkan komponen eksudat cairan seperti faktor pembekuan. Fibrinogen di dalam eksudat mengeluarkan mekanisme pembekuan yang dihasilkan oleh koagulasi dalam eksudat darah tanpa sel dan platelet dan bersama-sama dengan jaringan pembentukan fibrin menghasilkan gumpalan di dalam luka yang menyebabkan perdarahan berhenti. Gumpalan yang mengering membentuk keropeng dan memberikan kekuatan terhadap cedera jaringan. Oleh karena itu, hemostasis memainkan peran sebagai pelindung serta memberikan kontribusi sepenuhnya terhadap penyembuhan luka. Fase inflamasi terjadi secara stimultan dengan hemostasis, berlangsung beberapa menit dari cedera sampai 24 jam dan berlangsung selama sekitar 3 hari. Hal ini melibatkan respon baik seluler dan vaskular. Pelepasan protein eksudat ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam luka menyebabkan vasodilatasi melalui pelepasan histamin dan serotonin, memungkinkan fagosit memasuki luka dan menelan sel-sel mati jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik yang sulit dicairkan oleh enzimatik untuk menghasilkan massa berwarna kekuningan. 2. Migrasi Fase migrasi melibatkan pergerakan sel epitel dan fibroblas pada area luka untuk menggantikan jaringan yang rusak dan hilang. Sel-sel beregenerasi dan berkembang secara cepat dalam luka membentuk keropeng yang kering bekuan disertai dengan penebalan epitel. 3. Proliferasi Fase proliferasi terjadi hampir secara stimultan hanya setelah fase migrasi hari ke 3 dan seterusnya dan proliferasi sel basal yang berlangsung antara 2 dan 3 hari. Jaringan granulasi dibentuk oleh pertumbuhan kapiler dan pembuluh limfatik di dalam luka, sedangkan sintesis kolagen oleh fibroblas yang memberikan kekuatan dan bentuk pada kulit. Pada hari kelima, maksimum pembentukan pembuluh darah dan jaringan granulasi telah terjadi. Penebalan epitel lebih lanjut dibutuhkan sampai kolagen menjembatani luka. Proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen berlangsung sampai 2 minggu dimana pembuluh darah dan edema berkurang. 4. Maturasi Fase ini disebut fase renovasi karena melibatkan pembentukan jaringan ikat selular dan kekuatan epitel baru yang menentukan sifat akhir dari bekas luka. Jaringan granular seluler diubah ke massa asellular dari beberapa bulan sampai sekitar 2 tahun.

2.4.2. Infeksi

Masalah utama yang seringkali dialami pasien luka bakar yaitu terjadinya infeksi. Infeksi secara klinis dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan organisme pada luka yang berhubungan dengan reaksi jaringan dan tergantung pada banyaknya mikroorganisme patogen dan meningkatnya virulensi dan resistensi Effendi, 1999. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.3. Penanganan Luka Bakar

Penanganan luka merupakan hal yang sangat penting dalam menangani pasien luka bakar baik untuk mencegah infeksi maupun menghindari terjadinya sindrom kompartemen karena adanya luka bakar circumferencial Effendi, 1999. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menangani luka bakar sesuai dengan keadaan luka yang dialami, yaitu : 1. Membersihkan luka Pengobatan luka bakar dimulai dengan membersihkan luka. Membersihkan luka dengan hati-hati, menggunakan air dan menghilangkan kotoran atau bahan lain yang menempel dapat meminimalkan terjadinya trauma pada luka yang ditujukan untuk dilakukan debridemen. Membersihkan dengan menggosok secara kuat atau keras tidak dianjurkan karena akan merusak area lepuh, sel epitel dan pembuluh darah didalamnya. Umumnya, zat antimikroba tidak diperlukan dan area luka bakar dicukur atau dibersihkan untuk meminimalkan resiko terkontaminasi bakteri. Hal ini tidak ditujukan untuk luka bakar ringan derajat satu dan pada kenyataannya mencukur juga dapat menyebabkan trauma tambahan pada permukaan epitel yang lepuh sehingga harus dihindari Carrougher, 1998. 2. Debridemen Prosedur debridemen yaitu dengan cara menghilangkan jaringan nekrosis atau bahan lain yang menempel pada luka. Dasar pemikiran untuk dilakukan debridemen adalah menggunakan krim antimikroba topikal yang dapat digunakan untuk mencegah infeksi dan mengobati luka. Cara ini didukung oleh penelitian laboratorium yang telah menentukan bahwa cairan blister blister fluid menekan fungsi kekebalan tubuh yang mempengaruhi fungsi normal neutrofil dan limfosit dan mengandung jumlah tinggi metabolit asam arakidonat yang meningkatkan respon inflamasi. Apabila lepuhan luka akan dihilangkan atau dibiarkan utuh, luka harus dibersihkan sebelum penutupan luka. Seperti yang dikatakan sebelumnya, metode terbaik dan paling murah untuk membersihkan luka adalah dengan air keran. Setelah semua jaringan nekrotik dan bahan lain yang menempel dihilangkan, penilaian luka harus dilakukan secara berulang. Jika adanya eskar pada luka bakar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dibutuhkan agen antimikroba, akan tetapi setelah bebas dari eskar penggunaan antimikroba topikal dapat dihentikan atau selanjutnya menggunakan salep berbasis petrolatum. Akan tetapi, kebanyakan pasien menggunakan penutup luka bersifat lembab untuk mengurangi rasa sakit. 3. Penutup luka dan antimikroba topikal Tujuan dari penutup luka adalah melindungi, memberikan kenyamanan, dan penyerapan drainase. Penggunaan penutup luka oklusif menjadi penyerap yang baik. Beberapa dokter menganjurkan untuk menggunakan kasa atau penutup luka bersifat nonadheren untuk mengurangi rasa sakit, akan tetapi kelemahannya cenderung menahan protein yang beresiko terjadinya drainase pada luka setempat sehingga tidak dianjurkan. Luka bakar yang dirawat dengan metode terbuka dengan mengolesi zat antimikroba harus dicuci minimal sekali atau dua kali sehari untuk mengilangkan krim dan salep. Setelah dibersihkan, lapisan kulit dioleskan lagi dengan salep atau krim baru Carrougher, 1998. 4. Penanganan alternatif luka bakar Penutup luka sementara, baik jenis biosintesis Biobrane atau jenis sintetis Omiderm, Omikron dapat digunakan sebagai alternatif untuk agen antimikroba topikal. Penutup luka ini digunakan setelah luka dibersihkan dari semua kotoran dan jaringan nekrotik. Jika adanya jaringan eskar maka sebaiknya tidak digunakan. Luka yang bersih, berwarna merah muda, dermis dalam keadaan lembab setelah debridemen merupakan penerapan yang ideal untuk penutup luka. Kelebihan menggunakan penutup luka baik yang bersifat sintesis atau biosintesis adalah berkurangnya rasa sakit dengan menutupnya ujung saraf pada lapisan pelindung. Setelah penerapan penutup luka baik bersifat sintetis atau biosintesis yang sesuai dengan keadaan luka, sebaiknya dibiarkan tak terganggu kecuali terjadinya infeksi dengan adanya bakteri. Penutup luka dapat diganti dengan menerapkan zat antimikroba topikal. Sebagai tepi pemisah penutup luka biosintesis atau sintesis, kelebihan pembatasan sebaiknya dijaga dengan cara dilapisi dengan bahan penutup luka lain untuk memudahkan mengamati perkembangan penyembuhan luka. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penutup luka hidrokoloid merupakan alternatif lain dalam pengobatan luka bakar derjat 1 superficial. Penutup luka bersifat hidrokoloid seperti : Duoderm, Convatec tidak mengutamakan manfaat antimikroba akan tetapi mengurangi rasa sakit dan mengobati Carrougher, 1998.

2.5. Asiatikosida

Asiatikosida C48H78O19 merupakan senyawa golongan glikosida triterpenoid, yang mengandung molekul gula yang terdiri dari satu molekul ramnosa dan dua molekul glukosa. Aglikon triterpen dari asiatikosida ini disebut asam asiatikat yang mempunyai gugus alkohol primer, glikol dan satu buah karboksilat teresterifikasi dengan gugus gula Pramono, 1992. Senyawa asiatikosida bersifat polar karena adanya ikatan glikosida antara molekul gula dengan gugus benzena dan mempunyai BM 959,12. Asiatikosida merupakan salah satu senyawa aktif yang terkandung dalam pegagan, di samping banyak senyawa-senyawa lain. Diantara kandungan ekstrak pegagan, asiatikosida merupakan senyawa yang paling aktif dalam proses pemyembuhan luka, luka bakar dan kelainan kulit lainnya karena dapat meningkatkan sintesis kolagen Sikareepaisan, 2011. [Sumber : http:www.sigmaaldrich.com] Gambar 2.3. Struktur kimia asiatikosida UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Permasalahan kulit pada prinsipnya berkaitan dengan penurunan tingkat kolagen tipe 1 yang merupakan komponen utama dari kulit dermis. Asiatikosida bersama dengan asam asiatik dan asam madekasat telah diujikan pada kolagen fibroblas kulit manusia secara in vitro Bonte F. et al., 1994 . Dalam studi lain, penyembuhan luka tertunda dengan mengevaluasi tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin. Akan tetapi, penggunaan topikal cairan asiatikosida 0,4 dapat meningkatkan penyembuhan luka seperti meningkatkan hidroksiprolin, kekuatan tarik tensile strength, kandungan kolagen dan epitelisasi Shukla et al., 1999. Selain itu, penggunaan cairan asiatikosida secara topikal untuk penyembuhan luka mekanik pada kelinci percobaan dengan larutan asiatikosida 0,2 dua kali sehari selama 7 hari juga dapat meningkatkan hidroksiprolin 56, kekuatan tarik 57, sintesis kolagen dan epitelisasi yang lebih baik Shukla et al., 1999. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino yang berperan penting pada interaksi kolagen-trombosit. Interaksi ini merupakan tahap pertama terjadinya proses penyembuhan yaitu proses hemostasis.

2.6. Kitosan

Dokumen yang terkait

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

4 21 107

PENGARUH PEMBERIAN DEKOK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorhiza Roxb) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH Rattus norvegicus JANTAN GALUR Sparague dawley YANG DIINDUKSI ASPIRIN

6 35 62

PERBANDINGANTINGKATKESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU DENGAN TUMBUKAN DAUN BINAHONG PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

3 27 79

Ragam jenis ektoparasit pada hewan uji coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley

2 11 47

Ragam jenis ektoparasit pada hewan uji coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley

1 9 94

Uji Aktivitas Gel Isolat Katekin Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

2 6 96

Uji Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

6 24 104

Uji Aktivitas Gel Isolat Katekin Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

0 3 96

Formulasi Tablet Kitosan Dan Uji Mukoadesif In-Vitro Dan In-Vivo Sebagai Penutup Luka Pada Lambung Tikus.

0 0 1