petani dapat menjual produknya ke kopontren, kemudian di kopontren ini produk mengalami proses cleaning, sorting, grading dan packing untuk kemudian
dipasarkan ke perusahaan mitra. Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara PAI dan para
petaninya. Kekuatan
1. PAI mempunyai tenaga santri yang cukup banyak untuk memproduksi
sayuran. 2. Hubungan PAI dengan masyarakat tani sekitar sangat baik, sehingga
kebutuhan pasokan sayuran juga dengan kerjasama dengan petani sekitar. 3. Pimpinan dan Pengelola PAI menganggap santri dan masyarakat sekitar
adalah mitra bisnis. Selain sebagai media belajar bertani pola kemitraan juga menghasilkan uang.
4.
PAI menyediakan petugas pendamping mandor untuk membantu santri dan petani dalam budidaya sayuran .
Kelemahan 1. PAI tidak mempunyai kesepakatan dengan petani sekitar, tentang jenis
sayuran, jumlah, dan harga. Pada saat perlu saja PAI mencari sayuran ke petani sekitar.
2. PAI menghentikan kerjasama dengan petani sekitar tanpa pemberitahuan. 3. PAI terbatas dalam memberikan pelayanan kredit untuk sarana produksi
pertanian, hanya untuk beberapa petani saja. 4. Letak PAI yang jauh dari pusat kegiatan ekonomi, sehingga perlu biaya
transportasi yang besar.
Peluang 1. Permintaan konsumen super market di Bandung dan Jakarta akan sayuran
yang terus menerus.
2. Kerjasama dengan masyarakat dan instansi pemerintah dalam pengelolaan
lahan tidak atau kurang produktif menjadi lahan produktif untuk sayuran masih terus dapat dilakukan.
Ancaman 1. Isu tentang adanya eksploitasi terhadap santri, untuk kepentingan bisnis PAI
2. Beberapa petani langsung membawa hasil sayurannya sendiri ke konsumen supermarket, restoran, dll.
PT JR: Pelopor Sayuran Hidroponik
PT JR merupakan perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang pemasaran sarana produksi pertanian Saprotan. PT JR berdiri pada tahun
1992 dengan kantor pusat di Bogor. PT JR melebarkan perusahaannya dengan membuka cabang di Lembang Bandung. PT JR menjual Saprotan import ke
petani dan memberikan pelatihan kepada petani untuk menggunakan Saprotan tersebut.
Kehadiran PT JR memberikan manfaat bagi petani, berupa akses saprotan yang cukup mudah dan bimbingan kepada petani dalam hal budidaya
tanaman eklusif. PT JR mampu membimbing petani dalam hal budidaya paprika. PT JR juga memberikan bimbingan bagaimana membuat green house untuk
budidaya paprika. Sedangkan dalam hal pemasaran produk petani diberi kebebasan mau menjual kemanapun.
Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara PT JR dan para petaninya.
Kekuatan 1. JR mempunyai kekhasan sebagai perusahaan yang melayani penyediaan
saprotan khusus untuk hidroponik di Indonesia. 2. JR melayani penyediaan petugas pendamping technical assistance untuk
membantu petani dalam budidaya sayuran sistem hidroponik. 3. JR menganggap petani adalah mitra bisnis yang baik.
4. JR menyediakan sarana green house untuk percontohan sekaligus sebagai kebun produksi.
Kelemahan 1. JR tidak lagi menyediakan fasilitas kredit untuk saprotan hidroponik, semua
harus dibayar secara kontan. 2. JR tidak mempunyai kesepakatan kerjasama dengan petani sekitar.
3. JR hanya bermitra dengan beberapa petani besar. Peluang
1. Kerjasama dengan masyarakat dan instansi pemerintah dalam pe latihan
pertanian sistem hidroponik masih terus dapat dilakukan. 2. Beberapa petani besar tetap masih membutuhkan kerjasama dalam
pengadaan saprotran hidroponik.
3. Dengan semakin berkurangnya lahan, dan tuntutan untuk memproduksi sayuran secara kontinyu, maka sistem hidroponik semakin berkembang.
Ancaman 1. Kios saprotan untuk hidroponik muncul di sekitar perusahaan JR, dengan
aturan kerjasama yang lebih mudah. 2. Kebijakan pemerintah terutama kebijakan import saprotan hidroponik dan
eksport sayuran hidroponik yang tidak atau kurang mendukung.
Koperasi Mitra Sukamaju : Bisnis Paprika
Paprika merupakan tanaman primadona di Desa Pasirlangu. Usaha pertanian paprika dilakukan di green house. Sebelum ada paprika, komoditas
labu siam merupakan tanaman unggulan daerah ini yang mulai di tanam pada tahun 1978 menggantikan padi dan jagung, karena labu siam lebih
menguntungkan. labu siam lebih menguntungkan dibanding padi dan jagung, tetapi paprika lebih menguntungkan dibanding labu siam.
Paprika merupakan tanaman unggulan daerah Pasirlangu yang mampu meningkatkan taraf hidup petani didaerah tersebut. Berdasarkan keterangan
Yy salah satu petani yang pertama kali membudidayakan paprika di Desa Pasirlangu “sebelumnya petani bertanam padi dan labu siam yang
pendapatannya sangat minim, padi hanya bisa ditanam pada musim hujan saja karena sulitnya air irigasi di musim kemarau, sedangkan labu siam harganya
sangat murah berkisar antara 75 -150 perbiji.” Awalnya yaitu pada tahun 1994, dilakukan uji coba pupuk dan benih
paprika dilakukan di lahan terbuka, sebelum akhirnya menggunakan Green House. Benih paprika diperoleh dari RN seorang Belanda. Pada tahun yang
sama dibentuk satu organisasi yang merupakan kerjasama antara PT SM dan PT JR. Organisasi ini mengelola para petani yang baru mulai menanam paprika.
PT JR merupakan perusahaan yang menyediakan input produksi sekaligus melakukan pendampingan dalam teknis budidaya, sedangkan PT SM merupakan
perusahaan yang menampung hasil produksi petani. Pada tahun 1999 dibentuklah koperasi Paprika dengan nama Koperasi
Mitra Sukamaju yang beranggotakan 60-70 orang. Koperasi juga mampu mengekspor paprika ke Taiwan. Namun pada tahun 2002 ekspor paprika
dihentikan oleh pemerintah Taiwan karena alasan residu pestisida. Namun koperasi tetap eksis dalam usahanya. Mereka memasarkan parika ke pasar
lokal, Cipanas, atau Supermarket di Jakarta. Untuk menjaga kualitas produknya
maka koperasi menyortir paprika dari petani dengan ketat, hal inilah yang menjadikan alasan bagi sebagian anggota koperasi menghentikan kemitraannya
dengan koperasi. Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara KMS dan para
petaninya.
Kekuatan 1. KMS mempunyai kekhasan sebagai perusahaan yang berbentuk koperasi.
2. KMS mengelola penjualan produk sayuran anggotanya dan masyarakat sekitar.
3. KMS membayar tepat waktu. 4. Standar mutu dan harga ditetapkan secara jelas dengan kesepakatan lisan.
5. Setiap kegiatan diputuskan melalui rapat anggota, dan dikelola dengan baik oleh pengurus koperasi.
6. Selain bersumber dari koperasi KMS mengupayakan penyediaan modal usaha bagi para aggotanya dengan mengajukan kredit secara kolektif kepada
lembaga keuangan bank. 7. Para anggota bekerjasama dalam bisnis sayuran paprika dengan prinsip
dari, oleh dan untuk anggota 8. KMS memfasilitasi anggota dengan petugas pendamping yang membantu
petani dalam teknis budidaya, dimana ia juga berasal dari kalangan mereka, yang secara khusus bertugas mempelajari teknis budidaya paprika.
9. Anggota yang bermitra memperoleh sisa hasil usaha SHU setiap tahun. 10. Seluruh aset dan kekayaan koperasi adalah milik bersama anggota.
Kelemahan 1. Anggota harus rela dipotong sekian rupiah perkilo gram untuk biaya
pengelolaan 2. Proses pengajuan pinjaman melalui keputusan rapat pengurus, sehingg ada
prasangka pengurus pilih kasih dalam memberikan pinjaman. 3. Keberhasilan koperasi adalah keberhasilan anggota secara bersama -sama,
sehingga tidak cocok untuk mereka yang sangat berorientasi bisnis atau mencari keuntungan sendiri.
4. Petani yang merasa terhambat melalui koperasi biasanya keluar dari koperasi dan mendirikan usaha sendiri sebagai pedagang pengumpul.
Peluang 1. Permintaan konsumen akan paprika yang terus menerus
2. Minat terhadap pertanian meningkat terutama petani muda yang berpendidikan, mereka belajar melalui pola kemitraan dengan koperasi.
3. Koperasi masih punya potensi untuk berkembang, karena akses koperasi terhadap lembaga keuangan, instansi pemerintah, dan perguruan tinggi
cukup baik dan dapat dikembangkan di masa-masa yang akan datang. 4. Pasar dalam negeri masih terbuka, namun masih perlu upaya menumbuhkan
minat masyarakat untuk mengkonsumsi paprika sebagai bagian dari menu sehari-hari.
Ancaman 1. Ketidakpercayaan sebagian anggota terhadap pengurus dalam mengelola
usaha bersama.
Pedagang Pengumpul Paprika: Aturan Lebih mudah
Bagi sebagian petani paprika yang tidak bermitra dengan Koperasi Mitra Sukamaju, kemudian bermitra dengan pedagang penggumpul. Pedagang
pengumpul yang terbesar di Pasirlangu adalah HR. Menurut KOM salah seorang mitra HR, alasannya berhenti bermitra dengan koperasi adalah pertama, karena
pada waktu itu ia mengalami kebangkrutan dan Koperasi tidak mampu menyediakan pinjaman modal. Alasan yang kedua karena penetapan mutu
produk yang diterapkan oleh koperasi sangat tinggi, sehingga proses pemilihan produknya sorting sangat ketat.
Di sisi lain, HR sebagai pedagang pengumpul bersedia meminjamkan modal untuk pembuatan green house dan menyediakan sarana produksi
pertanian untuk budidaya paprika kepada para petani mitranya. Pinjaman ini dikembalikan pada saat petani mulai panen dengan cara memotong dari hasil
penjualan paprika. Menurutnya harga Saprotan di HR jauh lebih mahal dibandingkan harga di toko saprotan , namun KOM merasa senang walau
harganya cukup mahal karena dengan pinjaman tersebut ia mampu berusahatani secara terus menerus. Tidak ada kesepakatan secara tertulis antara Pak HR
dan para petani mitranya. Petani mitra pun bebas menjual parika ke siapa saja. Namun menurut KOM, tidak etis kalau harus dijual ke orang lain sedangkan ia
diberi pinjaman modal. Jadi petani yang meminjam modal ke HR secara otomatis menjual Paprikanya juga ke HR.
Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara KMS dan para petaninya.
Kekuatan
1. Pedagang pengumpul menyediakan pinjaman modal usaha secara mudah. 2. Pedagang pengumpul membeli produk petani dengan harga sesuai dengan
pasar 3. Pedagang pengumpul memberikan bimbingan teknis budidaya
4. Semua produk dalam berbagai standar mutu diterima, tanpa sorting. 5. Pedagang pengumpul juga membantu petani mitranya dalam mengatasi
masalah keuangan, dan kebutuhan hidup sehari-hari. 6. Kesepakatan dalam kerjasama dilakukan secara lisan namun, catatan
tentang keuangan dilakukan seca ra terbuka antara pedagang pengumpul dan petani.
7. Pedagang pengumpul biasanya petani senior, mereka adalah sosok yang dikenal dengan baik dan tinggal bersama-sama di lokasi petani mitra.
8. Interaksi antara pedagang pengumpul dengan petani mitra lebih bersifat informal.
Kelemahan 1. Penetapan harga oleh pedagang pengumpul
2. Petani harus rela sekian rupiah perkilo untuk biaya pengelolaan usaha. 3. Pedagang pengumpul bertindak otoriter dalam perolehan keuntungan
Peluang
1. Permintaan konsumen akan sayuran yang terus menerus 2. Penetapan standar mutu dapat fleksibel, untuk tujuan konsumen yang
berbeda-beda. 3. Banyak para petani yang menginginkan proses kerjasama yang mudah, dan
kekeluargaaninformal Ancaman
1. Fluktuasi harga yang tajam, dan pasar yang tidak menentu membuat posisi
pedagang pengumpul terjepit. Dia harus membayar kepada petani, sedang dia sendiri tidak di bayar oleh konsumen perusahaan besar, super market,
dll. Kondisi ini sering menyebabkan banyak pedagang pengumpul bangkrut, dan bubarnya pola kemitraan yang dibangun bersama petani.
Strategi Kemitraan Agribisnis Sayuran Berkelanjutan
Mengelola usaha pertanian di bidang sayuran atau agribisnis sayuran dalam sejarahnya berawal dari usahatani tanaman pangan sebagai suatu cara
hidup, subsisten kemudian sedikit demi sedikit berubah ke usahatani yang komersiil dengan komoditas utamanya sayuran. Pada saat usahatani sebagai
suatu cara hidup maka penggunaan modal lahan, tenaga kerja dan input produksi tidak seintensif usahatani komersiil. Demikian juga dengan pola
kerjasama antar stake holder. Pola kerjasama antar sesama petani, antar petani dengan lembaga pasar, lembaga permodalan, dan penyedia input produksi pada
usahatani subsisten tidak sekompleks seperti pada usahatani komersiil. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa karakteristik petani sangat
beragam dilihat dari tingkat umur, tingkat pendidikan, luas penguasaan lahan, tingkat kebutuhan usaha modal, pembinaan, pasar, ciri kewirusahaan, dan
kondisi lingkungan sosial ekonomi. Dalam rangka pengembangan agribisnis ke arah usaha yang berkelanjutan, maka harus mempertimbangkan keragaman
kondisi tersebut. di mana pola kemitraan yang diterapkan juga harus beragam. Dalam bagian berikut akan dipaparkan bagaimana strategi pengembangan
agribisnis sayuran melalui pola kemitraan agribisnis berkelanjutan.
Mengapa Harus Bermitra ?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu harus dipertegas tentang konsep bermitra, atau penerapan pola kemitraan, adalah melakukan
proses kerjasama antar pelaku agribisnis dalam berbagai pola, dari yang sangat informal sampai yang formal, dari yang berbentuk kelompok kecil sampai
organisasi yang komplek. Beberapa alasan mengapa harus bermitra antar para pelaku agribisnis dijelaskan pada bagian berikut.
1 Konsekuensi dari Agribisnis di Era Kebutuhan Masyarakat yang
Semakin Kompleks. Dalam rangka pengembangan agribisnis, perlu
suatu konsep yang dapat menggambarkan fungsi-fungsi pengorganisasian kegiatan yang saling kait mengkait antara sub-sub sistem pembentuk
siste m agribinis. Kemitraan yang pada intinya adalah proses kerjasama merupakan proses pengorganisasian banyak kegiatan yang saat ini
dirasakan sebagai suatu kebutuhan karena karakteristik petani yang semakin kompleks menghadapi kebutuhan masyarakat non petan i yang
juga semakin banyak dan kompleks. Perlu upaya-upaya dari para pelaku agribisnis untuk menghadapi kebutuhan masyarakat non petani akan
produk pertanian khususnya sayuran, agar membanjirnya produk sayuran luar negeri dapat dihadapi.
Fungsi-fungsi pengorganisasian kegiatan dalam pola kemitraan merupakan strategi agar seluruh sub sistem agribisnis dapat berjalan,
menghasilkan produk dan pelayanan dengan mutu yang lebih baik dibanding jika tidak melalui kemitraan. Mengsinergikan kekuatan antara
pelaku dalam satu sub sistem maupun antara sub sistem, sehingga berbagai masalah yang bersumber dari keterbatasan-keterbatasan yang
saat ini banyak dialami oleh para petani dapat diatasi. 2
Spesialisasi Kegiatan untuk Efisiensi. Dengan bermitra, maka akan
terjadi pembagian kegiatan dalam sistem agribisnis sesuai dengan kekuatan dan keterbatasan para pelaku. Hal ini dalam jangka panjang
akan meningkatkan kemampuan khusus yang berbeda -beda spesialisasi sehingga lebih efisien. Kelemahan petani secara umum adalah: teknologi
terbatas sehingga bekerja mengikuti musim, lahan terbatas, keahlian terbatas, jaringan pemasaran terbatas, modal terbatas. Kelemahan ini
diminimalisir dengan kekuatan -kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan, koperasi, maupun pedagang ngumpul. Kekuatan-kekuatan tersebut antara
lain: penggunaan teknologi baik, pengorganisasian kegiatan baik, ada dukungan tenaga kerja sesuai bidangnya, akses terhadap lembaga
keuangan, luas dalam jaringan pemasaran. 3
Kerjasama Pemerintah -Swasta dalam Penyelenggaraan Penyuluhan. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur agar proses
penyelenggaraan penyuluhan yang dilakukan oleh para petugas pendamping dari perusahaan, koperasi, maupun oleh pedagang
pengumpul dapat berjalan dengan baik, dan sejalan dengan program pemerintah. Pola kemitraan memberikan peluang kerjasama antara petani
pengusaha, pedagang, dan pemerintah dalam mengembangkan agribisnis sesuai dengan potensi wilayahnya.
Siapa yang Bermitra ?
Pihak yang bermitra adalah petani, pedagang saprotan , pedagang pengumpul, perusahaan, pedagang di pasar tradisional, supermarket, restoran
dengan beragam pola sebabagi berikut:
1. Petani dan Perusahaan Besar