FAKTOR PENYEBAB TINDAK PIDANA MALPRAKTEK

BAB III FAKTOR PENYEBAB TINDAK PIDANA MALPRAKTEK

Dalam media massa kita sering membaca tentang “malpraktek” dan “kelalaian” di bidang medik. Namun belum ada terbaca istilah “kecelakaan medik”. Apa yang dimaksud dengan’kecelakaan”? The Oxford Illustrated Dictionary 1975 mengatakan : “suatu peristiwa yang tak terduga, tindakan yang tidak disengaja acccident, mishp, misfortune, bad fortune, mischance, ill luck. Dan peristiwa yang terjadi tak terduga itu adalah sesuatu yang tidak enak, tidak menguntungkan, bahkan men”celakakan”, membawa malapetaka. Hal ini bukan saja bisa terjadi di jalan raya, tetapu juga di bidang medik. Timbul pertanyaan : apa bedanya “kelalaian medik: dan : kecelakaan medik”? Dengan pertanyaan ini kita sudah menginjak bidang disiplin hukum medik yang sedang berkembang dan akan dikembangkan. Pembedanya adalah “kecelakaan medik” merupakan sesuatu yang dapat dimengerti dan dimaafkan, tidak dipersalahkan dan tidak dihukum. Lain halnya dengan kelalaian medik medical neglience yang bisa juga termasuk delik pidana. Jangkauan hukum medik menyangkut berbagai cabang hukum. Hukum Perdata, Hukum Pidana, Tata Usaha Negara, di samping disiplin, dan juga etik. Untuk mengetahui apa yang dimaksudkan dengan kecelakaan medik harus kita melihat kepada literatur hukum pidana. Kecelakaan adalah lawan dari kesalahan, kelalaian schuld, error. Tegasnya dalam arti kelalaian tidak termasuk kecelakaan accident yang juga terjadi walaupun sudah dilakukan dengan baik dan hati-hati. 41 Universitas Sumatera Utara Jika suatu peristiwa naas terjadi karena ada unsur kelalaian, maka hal itu termasuk kesalahan schuld, dalam arti negligence. Maka perlu kita mengetahui ciri-ciri apa saja yang termasuk kesalahan, sehingga kita dapat memilah-milahkan antara kecelakaan dan kelalaian. Menurut Jonkers suatu kesalahan schuld mengandung 4empat unsur, yaitu : 1. Bahwa tindakan itu bertentangan dengan hukum, wederrrechtelijkheid, 2. Bahwa akibatnya sebenarnya dapat dibayangkan sebelumnya, voorzienbaarheid, 3. Akibat itu sebenarnya dapat dicegah atau dihindarkan, vermijdbaarheid, 4. Sehingga timbulnya akibat itu dapat dipersalahkan kepada si pelaku verwijtbaarheid. 25 Dari uraian Jonkers di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa yang tidak mengandung keempat unsur tadi, bukanlah kesalahan negligence, schuld, dengan perkataan lain termasuk kecelakaan. Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, seorang tenaga medis hanya wajib berusaha sedapat mungkin untuk menyembuhkan pasiennya Inspanningsverbintenis dengan mempergunakan segala ilmu, pengetahuan, kepandaian, pengalaman yang dimiliki serta perhatian. Namun ia sama sekali tidak dapat memberikan jaminan akan penyembuhannya. 25 Guwandi,J ,Hukum dan Dokter,Sagung Seto,Jakarta,2008,halaman : 60. Universitas Sumatera Utara Setiap tindakan medik, antara mana di bidang operasi dan anestesi selalu mengadung resiko. Ada resiko yang dapat dicegah dan diperhitungkan sebelumnya. Ada pula resiko yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya , seperti anafilaktik shock, maka resiko itu harus diminimalisir mungkin. Kemungkinan timbulnya akibat-akibat pada pasien demikianharuslah diperhitungkan sebelumnya. Inilah yang dimaksudkan bekerja dengan hati-hati dan teliti, sehingga jika sampai akibat itu benar-benar timbul, maka hal-hal yang berkenaan dengan tindakan antisipasi sudah dipersiapkan sebelumnya dan dapat segera dilakukan. Jika sudah dilakukan dintakan pencegahan tetapi masih juga terjadi han hasilnya negatif, maka hal ini tidka dapat dipersalahkan kepada tenaga medisnya dan termasuk resiko yang harus ditanggung oleh pasien inherent risk. Maka pada titik inilah sering terjadi perbedaan paham dan salah penafsiran. Ada sementara masyarakat yang beranggapan bahwa suatu tindakan medik harus selalu berhasil. Jika tidak berhasil maka terdapat kelalaian pada tenaga medisnya. Pendapat ini tidaklah benar. Memang harus diakui bahwa ada sementara oknum tenaga medis yang bertindak lalai atau kurang teliti dan hati-hati. Dan ada juga yang berani dan secara sadar melanggar peraturan. Tetapi tidak lantas dapat kita menggeneralisir terhadap seluruh profesi medis. Ada hal-hal yang terletak di luar jangkauan dan kemampuan tenaga medisnya, seperti terjadinya kecelakaan, walaupun telah bekerja dengan hati-hati dan teliti. Kecelakaan medik tersebut tidaklah terjadi begitu saja, ada beberapa hal yang menjadi faktor-faktor terjadinya kecelakaan medik yang lazim disebut juga Universitas Sumatera Utara dengan tindak pidana malpraktek. Perbuatan kecelakaan medik ataupun tindak pidana malpraktek tersebut dapat disebabkan oleh 2 faktor :

1. Faktor kelalaian culpa.

Secara sederhana kelalaian dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau perilakunya. Dalam pelayanan kesehatan faktor penyebab timbulnya kelalaian adalah karena kurangnya pengetahuan, kurangnya kesungguhan serta kurangnya ketelitian tenaga medis pada waktu melaksanakan perawatan. Kelalaian menurut hukum pidana terbagi dua macam. Pertama, “kealpaan perbuatan”. Maksudnya ialah apabila hanya dengan melakukan perbuatannya itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 205 KUHP. Kedua , “ kealpaan akibat”. Kealpaan akibat ini baru merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 359,360,361 KUHP. Kealpaan yang disadari terjadi apabila seseorang tidka berbuat sesuatu, padahal dia sadar bahwa akibat perbuatan termasuk tidak berbuat yang dilarang oleh hukum pidana itu pasti timbul. Sedangkan kealpaan yang tidak disadari ada kalau pelaku tidak memikirkan Universitas Sumatera Utara kemungkinan akan adanya suatu akibat atau keadaan tertentu, sedangkan ia sepatutnya telah memikirkan hal itu maka ia tidak akan melakukannya. Dalam pelayanan kesehatan, kelalaian yang timbul dari tindakan seorang tenaga medis adalah “ kelalaian akibat”. Oleh karena itu yang dipidana adlaah penyebab dari timbulnya akibat, misalnya, tindakan seorang tenaga medis yang menyebabkan cacat atau matinya orang yang berada dalam perawatannya, sehingga perbuatan tersebut dapat dicelakan kepadanya. Untuk menentukan apakah seorang dokter telah melakukan peristiwa pidana sebagai akibat, harus terlebih dahulu dicari keadaan-keadaan yang merupakan sebab terjadinya peristiwa pidana itu. Umpamanya karena kelalaian tenaga medis yang memberikan perawatan yang salah kepada pasiennya menyebabkan cacat atau matinya pasien tersebut. Disamping itu harus pula dilihat apakah perawatan yang diberikan kepada pasien merupakan suatu kesengajaan untuk tidak memberikan pelayanan yang baik, padahal dia sadar sepenuhnya bahwa pasien tersebut sangat membutuhkannya. Jika hal ini terjadi, maka kesalahan tersebut disebabkan karena tindakan tenaga medis berupa kesengajaan, karena ia telah bersikap kurang hati- hati dan ceroboh. Kesengajaan seperti ini oleh P.A.F. Lamintang 1984:323 dalam bukunya ditulisnya dengan bewuste schuld. Hal ini dapat terjadi apabila si pelaku telah membayangkan tentang kemungkinan timbulnya suatu akibat atau keadaan lain yang menyertai Universitas Sumatera Utara tindakannya, akan tetapi ia tidak percaya bahwa tindakan yang akan dilakukannya itu dapat menimbulkan akibat seperti yang telah ia bayangkan sebelumnya, walaupun ia sebenarnya dapat atau haru menyadari bahwa seharusnya ia tidak bersikap demikian. Sedangkan apabila kita berbicara mengenai kealpaan dalam perundang-undangan, kelapaan diartikan sebagai bagian dari peristiwa pidana. Biasanya kealpaan itu di dalam pasal-pasal KUHP selain dirumuskan sebagai “kealpaan” juga dirumuskan dengan perkataan “seharusnya mengetahui atau dapat mengetahui atau menyadari” seperti yang terdapat dalam pasal-pasal KUHP. Dapat disimpulkan bahwa kealpaan itu paling tidak memuat tiga unsur. 1. Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidka tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan termasuk tidka berbuat yang melawan hukum 2. Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh, dan kurang berpikir panjang. 3. Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas akibat perbuatannya tersebut. 26 Berpedoman kepada unsur-unsur kealpaan tersebut, dapat dipahami bahwa kealpaan dalam pelayanan kesehatan mengandung pengertian normatif yang mudah dilihat, artinya perbuatan atau tindakan kealpaan 26 Johan,Bahder Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, halaman :58-59. Universitas Sumatera Utara itu selalu dpaat diukur dengan syarat-syarat yang lebih dahulu sudah dipenuhi oleh seorang tenaga medis. Ukuran normatifnya adalah bahwa tindakan tenaga medis tersebut setidak-tidaknya sama dengan apa yang diharapkan dapat dilakukan profesi tenaga medis lainnya dalam situasi yang sama yang dalam penulisan skripsi ini tenaga medis yang dimaksud adalah bidan. Jadi, untuk mengukur secara objektif tindakan seorang tenaga medis dari sikap tindaknya terlihat apakah ia sudah menerapkan sikap kehati-hatian dan melaksanakan ilmunya, kemampuan, keterampilan, dan pengalamannya, disertai dengan pertimbangan yang dimiliki oleh tenaga medis yang sama dalam situasi yang sama pula. Jika hal tersebut tidak dipenuhi oleh seorang tenaga medis dalam melakukan pelayanan kesehatan atau perawatan terhadap pasiennya, tenaga medis tersebut dapat dikategorikan telah melakukan kelalaian atau kealpaan yang penyebabnya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Menurut ketentuan yang diatur dalam hukum pidana bentuk-bentuk kesalahan terdiri dari berikut ini. 1. Kesengajaan, yang dapat dibagi menjadi : a. Kesengajaan dengan maksud , yakni di mana akibat dari perbuatan itu diharapkan timbul, atau agar peristiwa pidan itu sendiri terjadi; b. Kesengajaan dengan kesadaran sebagai suatu keharusan atau kepastian bahwa akibat dari perbuatan itu sendiri akan Universitas Sumatera Utara terjadi, atau dengan kesadaran sebagai suatu kemungkinan saja. c. Kesengajaan bersyarat dolus eventualis. Kesengajaan bersyarat di sini diartikan sebagai perbuatan yang dilakuakan dengan sengaja dan diketahui akibatnya, yaitu yang mengarah pada suatu kesadaran bahwa akibat yang dilarang kemungkinan besar terjadi. Kesengajaan beryarat ini disebut juga dengan teori “apa boleh buat” sebab di sini keadaan batin dari si pelaku mengalami dua hal, yaitu : 1 Akibat itu sebenarnya tidak dikehendaki, bahkan ia benci atau takut akan kemungkinan timbulnya akibat tersebut; 2 Akan tetapi meskipun ia tidak menghendakinya, namun apabila akibat atau keadaan itu timbul juga, apa boleh buat, keadaan itu harus diterima. Jadi berarti bahwa ia sadar akan resiko yang harus diterimanya. Maka di sini pun terdapat suatu pertimbangan yang menimbulkan kesadaran yang sifatnya lebih sekadar suatu kemungkinan biasa saja. Sebab sengaja dalam dolus eventualis ini, juga mengandung unsur-unsur mengetahui dan menghendaki, walaupun sifatnya sangat samar sekali atau dapat dikatakn hampir tidak terlihat sama sekali. Universitas Sumatera Utara Perbedaan malpraktek dan Kelalaian Negligence Malpraktek adalah suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk, stigmatis. Praktek buruk dari seorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum. Tidak hanya profesi kedokteran saja, sehingga jika ditujukan kepada profesi kedokteran, seharusnya disebut “malpraktek medik”. Namun entah kenapa, ternyata di mana-mana juga di luar negeri istilah malpraktek selalu diasosiasikan kepada profesi medis. Ada beberapa penulis otoritas yang mengatakan bahwa sukar untuk mengadakan pembedaan antara negligence dan malpractise. Menurut pendapat mereka lebih baik malpractise dianggap sinonim saja dengan professional negligence Creighton,167. Memang di dalam literatur penggunaan kedua istilah itu sering dipakai secara bergantian seolah-olah artinya sama. “Malpractise is a term qhich is increasingly widely used as a synonym for ‘ medical negligence’ ” Mason- McCall Smith,339. 27 Menurut hemat saya, malpraktek tidak sama dengan kelalaian. Kelalaian termasuk dalam arti malpraktek, tetapi di dalam malpraktek tidak selalu terdapat unsur kelalaian. Jika dilihat beberapa defenisi di bawah ini ternyata bahwa :malpractise mempunyai pengertian yang lebih luas daripada negligence. Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek juga mencakup tindakan- tindakan yang dilakukan dengan sengaja intentional, dolus, opzettelijk dan 27 Guwandi,J, Kelalaian Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, halaman : 10. Universitas Sumatera Utara melanggar undang-undang; sedangkan arti negligence lebih berintikan ketidaksengajaan culpa, kurang hati-hati, tak acuh, tak peduli, di samping akibat yang ditimbulkan pun bukan merupakan tujuannya. Harus diakui bahwa kasus malpraktek yang murni criminal malpractise, dalam arti ada kesengajaan dolus yang sampai ke pengadilan tidaklah banyak. Namun perbedaan itu tetap ada. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktek dalam arti luas dapat dibedakan antara perbuatan yang dilakukan : a. Dengan sengaja dolus, intentional, Vorsatz, willens en wetens handelen, yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Malpraktek dalam arti sempit, misalnya tanpa indikasi medis, melakukan euthanasia, memberikan surat keterangan yang isinya tidak benar, dsb. b. Tidak dengan sengaja negligence, culpa, atau kelalaian, misalnya menelantarkan pasien dan tidak memeriksanya sehingga pasien meninggal. Perbedaan yang lebih jelas tampak kalau kita melihat pada motif tindakan yang dilakukan, yaitu : 28 a. Pada malpraktek sempit : tindakannya dilakukan dengan sadar, dan tujuan tindakan memang sudah terarah kepada akibat yang hendak ditimbulkan, walaupun ia mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa tindakannya itu bertentangan dengan hukum yang berlaku, Sedangkan 28 Ibid, halaman : 11. Universitas Sumatera Utara b. Pada kelalaian : tidak ada motif atau pun tujuan untuk menimbulkan akibat yang terjadi. Akibatnya yang timbul disebabkan karena adanya kelalaian yang sebenarnya terjadi diluar kehendaknya

2. Faktor kesengajaan.

Apabila melihat ketentuan dalam KUHP, maka tidak ada secara eksplisit dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan kesengajaan. Penjelasan tentang apa yang dimaksud opzet dijumpai MvT. Menurut MvT., opzet diartikan sebagai “wiles an weten” menghendaki dan mengerti mengetahui. Dengan demikian menurut MvT. Seseorang dikatakan “sengaja” melakukan perbuatan apabila orang tersebut menghendaki dan mengerti dilakukannya perbuatan tersebut, atau kata lain dapat dikatakan, bahwa seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja haruslah menghendaki perbuatan itu, dan juga harus mengerti akan akibat dari perbuatannya itu. Jadi apabila orang dipaksa orang lain untuk melakukan suatu perbuatan, maka terhadap orang tersebut tidak dapat dikatakan bahwa ia menghendaki perbuatan itu dan karenanya tidak dapat dikatakan orang tersebut sengaja melakukan perbuatan tersebut. Sehingga dalam diri orang tersebut juga dianggap tidak ada kesalahan. Berkaitan dengan pengertian opzet yang diberikan oleh MvT tersebut muncul 2 dua paham di dalam wacana ilmu pengetahuan hukum pidana yaitu 29 : a. Teori Kehendak Wils---Theories 29 A.Fuad dan Tongat , Pengantar Hukum Pidana, Universitas Muhamadiyah Malang Pers, Malang, 2004, halaman :79. Universitas Sumatera Utara Paham ini menafsirkan kesengajaan sebagai kehendak. Menurut paham ini, apabila seseorang melakukan suatu perbuatan untuk menimbulkan suatu akibat, yang dikehendaki orang tersebut bukan dengan perbuatannya saja, tetapi juga akibat dari perbuatan itu. Jalan pikiran ini memberikan seseorang, bahwa apabila orang itu tidak menghendaki timbulnya akibat perbuatannya, dengan demikian orang tersebut tidak akan melakukan perbuatan itu. b. Teori Menggabungkan Voorstellings Theories Sementara dalam teori ini, “akibat” tidak dapat dikehendaki, akibat hanya dapat “diharapkandibayangkan”. A. Bentuk-bentuk opzet 30 1. Opzet sebagai Tujuan Bentuk opzet ini terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja, sedang perbuatan itu memang menjadi tujuan si pelaku. Atau dalam hal, delik materiil, bila seseorang melakukan perbuatan dengan sengaja untuk menimbulkan akibat, sedang akibat itu memang merupakan tujuan dari si pelaku. 30 Ibid, halaman :80-81. Universitas Sumatera Utara Contoh : A melepaskan tembakan dengan sengaja terhadap B, dengan tujuan menimbulkan matinya si B. Dalam hal ini perbuatan si A merupakan kesengajaan sebagai tujuan”. 2. Opzet dengan Tujuan yang Pasti atau yang Merupakan Keharusan. Bentuk opzet ini terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan mempunyai tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu. Tetapi disamping akibat yang dituju tersebut si pelaku insyafmenyadari bahwa dengan melakukan perbuatan untuk mencapaimenimbulkan akibat lain yang tidak dikehendaki. Contoh : seseorang bermaksud menembak mati lawannya yang sedang duduk di ruang tamu rumahnya yang berjendela dan berpintu kaca dalam keadaan terkunci. Untuk dapat menembak lawannya itu, mau tidak mau ia harus memcahkan kaca jendela pintu yang sebenarnya bukan merupakan tujuannya. Sekalipun bukan merupakan tujuan pelaku sadar, bahwa untuk dapat mencapai tujuannya kematian lawannya itu tembakan yang ditujuakn terhadap lawannya tersebut pasti akan menimbulkan akibat lain yaitu rusaknya kaca. Dengan demikian dalam hal ini perbuatan si pelaku tersebut telah menimbulkan dua akibat, yaitu : a. Akibat yang tertentu yang merupakan tujuan si pelaku b. Akibat lain yang dilarang dan diancam dengan hukuman, oleh karena itu yang pasti harus timbul dengan dilakukannya perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu itu. Universitas Sumatera Utara 3. Opzet dengan kesadaran akan kemungkinan atau dolus eventualis. Opzet ini disebut juga opzet dengan syarat scorwaardelijk opzet. Jenis opzet ini terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud untuk menimbulkan suatu akibat tertentu, tetapi orang tersebut sadar bahwa apabila ia melakukan perbuatan untuk mencapai akibat tertentu itu, perbuatannya tersebut “mungkin” menimbulkan akibat lain yang juga dilarang dan diancam pidan atau Undang-undang. Terhadap akibat lain, mana, bukan merupakan tujuan yang dikehendaki, tetapi harus disadari kemungkinan terjadinya. Perbedaan antara opzet dengan tujuan pasti dengan opzet dengan kesadaran akan kemungkinan tidaklah nampak secara jelas. Batas kedua jenis opzet tersebut sangat tipi dan tidak pasti kabur. B. Sifat Opzet 31 Selain dapat dilihat dari bentuk-bentuknya tersebut di atas, opzet juga dapat dilihat dari isinya. Berkaitan dengan isi opzet ini dahulu kita mengenal apa yang disebut Dolus Malus. Dolus malus memberikan dasar pemikiran, bahwa agar orang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh Undang-undang dapat dipersalahkan sehingga karenannya dapat dihukum, maka terhadap orang –orang tersebut: 31 Ibid, halaman :82-83. Universitas Sumatera Utara a. Tidak harus dipersyaratkan harus menghadapi perbuatan itu, b. Harus menginsyafi menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-undang. Konsep demikian tersebut sekarang sudah ditinggalkan, sebab terlalu sulit mengikuti pemikiran tersebut. Berkaitan dengan opzet ini, ajaran dolus malus telah ditinggalkan, dan sekarang dianut ajaran tentang sifat opzet. Ajaran sifat opzet ini, memberikan dasar pemikiran, bahwa opzet itu merupakan suatu pengertian yang tidak berwarna klaurloss, artinya : Opzet dianggap sebagai telah ada, apabila seseorang sekalipun tidak menginsyafimenyadari bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang menghendaki melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh Undang-undang. C. Opzet dalam Doktrin Dalam wacana ilmu pengetahuan hukum pidana doktrin kita mengenal beberapa istilah yang berkaitan dengan opzet, antar lain : a. Dolus Generalis atau Opzet Umum Dolus generalis adalah “opzet yang tidak terbatas”. Contoh : Universitas Sumatera Utara - Seseorang memasukkan racun dalam pusat mata air ledeng , dengan maksud agar tiap orang yang minum dari air ledeng itu akan mati. - Seseorang melemparkan granat tangan di dalam pasar atau tempat umum lainnya, dengan maksud agar setipa orang yang berada di tempat umum itu terbunuh. Dalam dua contoh di atas terdapat dolus generalis dalam arti “ tanpa opzet tertentu”. Tidak adanya opzet tertentu itu disebut dolus indeterminatus . sebagai lawan dari dolus determinatus. Dolus indeterminatus adalah suatu opzet yang dijatuhkan kepada objek yang “tidak tertentu” , sedang dolus determinatus adalah dolus yang ditujukan kepada objek yang tertentu. b. Dolus Premesitatus Dolus Premesitatus, yaitu opzet yang terbentuk setelah dipikirkan dan direncanakan secara matang. Sedang dolus repertinusdolus impetu, yaitu opzet yang terbentuk tanpa dipikirkan dan direncanakan secara matang. c. Versani in re illieta Menurut pandangan in, setiap orang yang telah melakukan suatu perbuatan yang terlarang itu dipertanggungjawabkan atas segala akibat yang timbul karena perbuatannya termasuk akibat-akibat yang tidak ia kehendaki atau akibat-akibat yang tidak ia pikirkan sebelumnya. Universitas Sumatera Utara

3. Faktor Kesalahpahaman Dwaling

Dwaling atau kesalahpahaman atau kekeliruan terbagi dalam : a. Kesalah pahaman yang Sebenarnya Feitelijke Dwaling Yaitu,kesalah pahaman mengenai salah satu unsur dari delik yang menyebabkan opzet terhadap unsur-unsur tersebut harus dianggap sebagai tidak ada eror facti. Tidak terpenuhinya salah satu unsur delik ini akan menyebabkan suatu tindak pidana akan dinyatakan tidak terbukti dengan dasar hukum kesalah pahaman mengenai salah satu unsur delik juga disebut kesalah pahaman yang meniadakan pidana. Eror facti non nocet atau ignorance of the fact excuse, ignorance of the law ares not excuse. 32 Berbeda dengan konsepsi tradisionil tersebut dalam konsep KUHP secara tegas dinyatakan, bahwa kesesatan baik kesesatan mengenai fakta maupun kesesatan mengenai hukum merupakan alasan penghapus pidana. Jadi beberapa pada doktrin tradisionil yang menjadikan kesesatan mengenai fakta sebagai alasan penghapusan pidana, sedang kesesatan mengenai hukum tidak dijadikan sebagai alasan penghapus pidana. Tetapi , orang yang melakukan tindak pidana karena adanya kesesatan baik fakta maupun hukum juga dapat dipidana, sepanjang kesesatannya itu patut dilakukan kepadanya. 32 Ibid, halaman: 84. Universitas Sumatera Utara Dalam konsep orang yang melakukan tindak pidana karena kesesatan baik hukum maupun fakta hukumnya akan dikurangi dan maksimal tidak boleh melebihi separuh ancaman pidana dari tindak pidana yang dilakukan. b. Kesalahpahaman Mengenai Hukum Rechts Dwaling Eror lurris Dwaling disebut juga eror dapat terbagi ke dalam : 1. Eror in objecto : yaitu kekeliruan mengenai “objekbarang “ yang menjadi tujuan dari perbuatan yang terlarang. 2. Eror in persona : yaitu kekeliruan mengenai “orang” yang menjadi tujuan dari perbuatan yang dilarang.

3. Faktor Kekeliruan Penilaian Klinis Non-neglicent clinical error of

judgment 33 Di dalam bidang yang kompleks seperti pengobata medicine jarang terjadi kesepakatan bulat atau pendapat mengenai terapi yang cocok terhadap suatu situasi medis khusus. Ilmu kedokteran adalah suatu seni dan sains art and science di samping teknologi yang dimatangkan di dalam pengalaman. Maka bias saja cara pendekatan terhadap suatu penyakit berlainan bagi dokter 33 J.Guwandi, S.H. , Op,cit, halaman : 56. Universitas Sumatera Utara yang satu dan yang lain. Namun tetap harus berdasarkan ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan.

4. Faktor Contributory negligence.

Pada umumnya contributory negligence dipakai untuk menguraikan setiap sikap tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, sehingga megakibatkan cedera pada diri pasien itu sendiri, tak pedui apakah pada pihak dokter atau perawat juga ada kelalaiannya atau tidak. Kadang-kadang ada juga kasusu di mana ada kesalahan pasien, dan juga terdapat kesalahan pada dokter atau perawatnya. Seorang pasien yang dewasa dan bermental sehat tentu sewajarnya akan mentaati nasehat dokternya aar bias lekas sembuh. Hal ini dapat diharapkan dari seorang pasien yang normal dan bertindak secara wajar. Namun kadangkala karena kesalahan pasien, entah disengaja atau mungkin juga tidak,ada sikap tindak pasien yang tidak mentaati nasehat dokter, sehingga tamabah memperburuk keadaannya sendiri. Dalam hal ini maka pasien yang menuntut dokternya, dapat dibuktikan balik bahwa terdapat contributory negligence dari pihak pasien itu sendiri. 34 Keadaan di mana ajaran ajaran contributory negligence banyak dikaitkan umummnya menyangkut : sikap tindak yang tidak mentaati nasehat dokter, seperti pulang-paksa, tidak kembali lagi untuk follow up, atau tidak mentaati instruksi lain dari dokternya. 34 Ibid, halaman : 58. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Penerapan Sanksi Pidana Pada Kasus Kelalaian Pengemudi Yang Menimbulkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.854 /Pid.B/2012/Pn.Mdn )

2 81 84

Penyelesaian Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Dalam Perawatan Pasiennya (Analisis Kasus No. 3344/pid.B/2006/PN Mdn)

6 166 101

Penyelesaian Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Dalam Perawatan Pasiennya (Analisis Kasus No. 3344/pid.B/2006/PN Mdn)

3 71 101

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K.)

0 45 52

TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).

0 0 16

PUTUSAN PIDANA OLEH HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA DI KOTA PADANG (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Padang).

0 1 7

FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Padang).

0 1 8

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR : STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NO.368/PID. B/2012/PN.GRESIK.

0 1 76

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN BERUPA PIDANA PENJARA DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENGGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SEMARANG) - Unika Repository

0 0 14