2. Tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat
penegak hukum mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Tahap ini disebut tahap kebijakan yudikatif.
3. Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret
oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Tahap ini dapat disebut tahap kebijakan eksekutif atau administrative.
Kebijakan penal pada tindak pidana malpraktek lebih menitikberatkan pada akibat dari perbuatan malpraktek tersebut. Aturan mengenai kualifikasi
malpraktek tidak diatur dalam KUHP maupun UU.No.36.tahun 2009. Letak perbedaan antara dua produk hukum tersebut yaitu KUHP mengatur mengenai
sanksi-sanksi yang terjadi akibat dari perbuatan pidana, baik perbuatan malpraktek ataupun perbuatan pidana lainnya, sedangkan UU.No.36 tahun 2009
tidak hanya mengatur mengenai sanksi-sanksi saja , upaya penyembuhan penyakit dan upaya untuk pemulihan kesehatan sebagai tolak ukur perbuatan malpraktek
juga diatur dalam undang-undang tersebut.
B. Kebijakan non penal.
Dalam sistem peradilan pidana, pemidanaan itu bukanlah merupakan tujuan akhir dan bukan pula merupakan satu - satunya cara untuk mencapai tujuan
pidana atau tujuan sistem peradilan pidana. Banyak cara dapat ditempuh, dapat
Universitas Sumatera Utara
menggunakan hukum pidana maupun dengan cara diluar hukum pidana atau diluar pengadilan.
Penegakan hukum dengan sarana penal merupakan salah satu aspek saja
dari usaha masyarakat menanggulangi kejahatan. Disamping itu masih dikenal usaha masyarakat menanggulangi kejahatan melalui sarana non penal. Usaha non
penal dalam menanggulangi kejahatan sangat berkaitan erat dengan usaha penal.
Upaya non penal ini dengan sendirinya akan sangat menunjang penyelenggaraan
peradilan pidana dalam mencapai tujuannya. Pencegahan atau menanggulangi kejahatan harus dilakukan pendekatan integral yaitu antara sarana penal dan non
penal. Menurut M. Hamdan, upaya penangulangan yang merupakan bagian dari
kebijakan sosial pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat social defence yang dapat ditempuh dengan 2 jalur,
yaitu:
43
1. Jalur penal, yaitu dengan menerapkan hukum pidana criminal law application
2. Jalur nonpenal, yaitu dengan cara : a. Pencegahan tanpa pidana prevention without punisment,
termasuk di dalamnya penerapan sanksi administratif dan sanksi perdata.
43
http:kilometer25.blogspot.com201209upaya-non-penal-dalam-menanggulangi.html diakses pada tanggal 9 Oktober 2013 pukul 17.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
b. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pembinaan lewat media massa
influencing views of society on crime and punishment.
Pada kasus malpraktek yang dilakukan oleh bidan sebaiknya diselesaikan melalui Majelis Etika Profesi Bidan terlebih dahulu sebagai upaya non penal
terhadap kasus malpraktek ini. Pengertian Majelis Etika Profesi Bidan adalah merupakan badan
perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi
penyimpangan hukum. Realisasi Majelis etika Profesi Bidan adalah dalam bentuk Majelis Anggota MPA. Latar belakang dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika
Bidan atau MPEB adlaah adanya unsur-unsur pihak-phak terkait
44
: 1.
Pemeriksa pelayanan untuk pasien 2.
Sarana pelayanan kesehatan 3.
Tenaga pemberi pelayanan, yaitu bidan Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi
apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi, prosedur yang baku dank ode etik yang
disepakati, maka perlu dibentuk Majelis Etika Bidan, yaitu MPEB dan MPA.
Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi :
45
44
Heni Puji Wahyuningsih, Op,cit, halaman : 85-86.
45
Ibid, halaman : 86-87.
Universitas Sumatera Utara
a. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi
pelayanan bidan Kepmenkes No.900 MenkesSKVII Tahun 2022. b.
Melaukan supervise lapangan,termasuk tentang tehnis, dan pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah
pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan Standar Praktik Bidan, Standar Profesi dan Standar Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas
kewenangan bidan. c.
Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan.
d. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan,
khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan. Tugas Majelis Etik Kebidanan, adalah meliputi :
1. Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian
dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan bidan. 2.
Penilaian berdasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.
3. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data.
4. Keputusan tingkat provinsi bersifat final dan bisa kkonsul ke Majelis
Etika Kebidanan pada tingkat pusat. 5.
Sidang Majelis Etika Kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta
keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
Universitas Sumatera Utara
6. Keputusan paling lambat 60 hari , dan kemudian disampaikan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang. 7.
Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat Provinsi.
Upaya non penal merupakan wujud upaya hukum diluar pidana. Seorang ahli psikiatrik forensic dan kriminologi Swedia, yang bernama, Olaf Kinberg yang
pada tahun 1946 mengeluarkan tulisan berjudul “Le droit de punir”. Menurut Kinberg, kejahatan pada umumnya merupakan perwujudan ketidaknormalan atau
ketidakmantapan si pelanggar the expression of an offender’s abnormality or immaturity yang lebih memerlukan tindakan perawatan treatment dari pada
pidana. Seorang kriminolog lainnya bernama Karl Menninger menerbitkan pula sebuah buku yang dramatis pada tahun 1966 dengan judul “the crime of
punishment”. Menurut Menninger “sikap memidana” punitive attitude harus diganti dengan sikap mengobati trerapeutic attitude.
46
Gagasan penghapus pidana lainnya dikemukakan oleh Filippo Gramatica, seorang tokoh ekstrem dari aliran “defence sosiale” yang merupakan
perkembangan lebih lanjut dari aliran modern. Menurut Gramatica, “hukum perlindungan social” harus menggantikan hukum pidana yang sekarang. Tujuan
utama dari hukum perlindungan sosial adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Hukum perlindungan
46
Marlina, Op,cit halaman : 28.
Universitas Sumatera Utara
sosial mensyaratkan penghapusan pertanggungjawaban pidana kesalahan dan digantikan tempatnya oleh pandangan tentang perbuatan anti sosial.
47
C. Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana malpraktek dalam