13. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahan
pengembangan kompetensi.
3. Pertanggungjawaban tindak pidana malpraktek.
I. Kekhilafan dan pertanggungjawaban pidana
12
Menurut Bambang Poernomo, S.H. Guru Besar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam bukunya asas-asas
hukum pidana, terbitan Ghalia Indonesia halaman 132 menyebutkan : “ Bahwa seseorang melakukan perbuatan bersifat melawan hukum, atau melakukan sesuatu
perbuatan mencocoki dalam rumusan undang-undang pidana sebagai perbuatan pidana, belumlah berarti bahwa dia langsung dipidana. Dia mungkin dipidana,
yang tergantung kepada kesalahannya.
Untuk dapat mempidana seseorang, terlebih dahulu harus ada dua syarat yang menjadi satu keadaan, yaitu perbuatan yang
bersifat melawan hukum sebagai sendi perbuatan pidana, dan perbuatana yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan sebagai
sendi kesalahan. Putusan untuk menjatuhkan pidana harus ditentukan adanya perbuatan pidana dan adanya kesalahan yang
terbukti dari alat bukti dengan keyakinan Hakim terhadap tertuduh yang dituntut.
13
Dari pembatasan tersebut dapat dipahami dengan sederhana, bahwa untuk dapat mempidana seseorang harus berdasarkan atas dua hal, yaitu seseorang itu
harus melakukan perbuatan yang melawan hukum dan seseorang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.
Pengetian perbuatan melawan hukum dalam konteks ilmu hukum pidana dalam bingkai legalitas adalah perbuatan pidana itu sendiri. Prof. Moeljatno, S.H.
mengartikan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, barangsiapa melanggar larang tersebut.
14
12
Poernomo, Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1978, halaman : 132.
13
Waluyadi , Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta, 2005, halaman : 120.
14
Poernomo, Bambang, Op, cit halaman : 127.
Universitas Sumatera Utara
Jadi kita berpedoman pada pengertian tentang perbuatan pidana sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Moeljatno tersebut di atas, yang kemudian
kita hubungkan dengan ketentuan pasal 359 dan 360 KUHPidana yang menggunakan kalimat “Barangsiapa” dapat dikategorikan bahwa dokter dan
tenaga medis dalam hal ini bidan telah melakukan perbuatan pidana. Yang menjadi persoalan selanjutnya adalah apakah ia dapat dipertanggungjawabkan
dianggap bersalah. Secara sederhana dapat disebutkan, bahwa mampu bertanggungjawab
adalah ia seseorang itu tidak masuk dalam kriteria seseorang yang apabila melakukan tindak pidana ada alasan untuk tidak dipidana.
Untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang unsur dari kesalahan, berikut saya kutipkan pendapat dari beberapa ahli :
1. Menurut Jonkres bahwa secara garis besar kesalahan tersebut, dapat
dibagi menjadi tiga bagian
15
: a.
Selain kesengajaan atau kealpaan opzet schuld b.
Meliputi juga sifat melawan hukum de wederrechtelijkheid c.
Dan kemampuan bertanggungjawab de teorekenbaarheid 2.
Menurut Pompe, pengertian kesalahan mempunyai tanda sebagai hal tercela verwijtbaarheid yang pada hakekatnya tidak mencegah
vermijdbaarheid kelakuan yang bersifat melawan hukum der wederrechtelijke gedeaging. Kemudian dijelaskannya pula hukum
hakekat tidak mencegah kelakuan yang bersifat melawan hukum
15
Ibid, halaman : 134.
Universitas Sumatera Utara
vermijdbaarheid der wederrechtelijke gesraging di dalam perumusannya pada hukum positif di situ mempunyai kesengajaan dan
kealpaan opzet en onachtzaamheid0 yang mengarah kepada sifat melawan hukum wederrechtlijkheid dan kemampuan
bertanggungjawab toerekenbaarheid.
16
3. Menurut Vos memandang kesalahan mempunyai tiga tanda khusus,
yaitu :
17
a. Kemampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukan
perbuatan toerekenigsvatbaarheid van de deader. b.
Hubungan bathn tertentu dari orang yang berbuat, yang perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.
c. Tidak terdapat dasar alasan yang menghapuskan
pertanggungjawaban bagi si pembuat atas perbuatannya itu. 4.
Menurut E.Mezger memandang bahwa pengertian kesalahan terdiri dari :
a. Kemampuan bertanggungjawab zurechnungsfahingist
b. Adanya bentuk kesalahan Schuldform yang berupa kesengajaan
Vorzate dan Culpa Fahrlassigkeit c.
Tak ada alasan penghapus kesalahan keinen Schuldausschiesungsgrunde.
II. Kemampuan Bertanggung jawab
16
Ibid, halaman : 135.
17
Ibid, halaman 136.
Universitas Sumatera Utara
Dengan pemahaman yang relatif minimal, masyarakat awam sulit membedakan antara risiko medik dengan malpraktik. Hal ini berdasarkan bahwa
suatu kesembuhan penyakit tidak semata berdasarkan tindakan petugas kesehatan, namun juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kemungkinan adanya
komplikasi, daya tahan tubuh yang tidak sama, kepatuhan dalam penatalaksanaan regiment therapeutic.
Kecenderungan masyarakat lebih melihat hasil pengobatan dan perawatan, padahal hasil dari pengobatan dan perawatan tidak dapat diprediksi secara pasti.
Petugas kesehatan dalam praktiknya hanya memberikan jaminan proses yang sebaik mungkin ispanningverbintenis, sama sekali tidak menjanjikan hasil
resultaatverbintenis. Kesalahpahaman semacam ini seringkali berujung pada gugatan malpratik. Menurut Paulus Yanuar disebutkan bahwa terdapat formula
malpraktik malpractice formula bila terdapat tiga unsur utama malpraktik yaitu
18
: 1.
Terbukti terjadi pelanggaran standar pelayanan. 2.
Terbukti pasien mengalami kerugian atau kerusakan setelah menjalani perawatan.
3. Terbutki ada hubungan sebab-akibat antara pelaksanaan praktik yang
tidak sesuai standar dengan kerugian yang dialami pasien. Dalam beberapa literatur untuk membuktikan terjadinya malpraktik haru
memenuhi rumusan 4D : a.
Duty ; kewajiban
18
Ta’adi, Ns, Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawarat Profesional, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2009, halaman :63.
Universitas Sumatera Utara
b. Dereliction of duty ; mentelantarkan kewajiban
c. Damage ; rusaknya kesehatan seseorang kecacatan
d. Direct causation between damage with dereliction of duty ;
adanya hubungan langsung antara tindakan menelantarkan kewajiban dengan rusaknya kesehatan kecacatan.
Belum ada jaminan bahwa, pelayanan kesehatan yang diberikan petugas dapat memberikan kepuasan. Pada saat tertentu pelayanan tersebut justru
menimbulkan kerugian besar pada pasien cacat,mati. Kerugian tersebut merupakan risiko para pihak salah satunya sebagai pemberi pelayanan.
Di dalam KUHPidana tidak menyebutkan secara tersurat maupun tersirat mengenai apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pengertian mampu
bertanggung jawab. Pengertian tentang itu, dapat kita temukan dalam ilmu pengetahuan tentang hukum yang diungkapkan oleh para sarjana.
F. Metode Penelitian