Cerita Pendek Cerpen KAJIAN TEORI
adalah memberikan semacam nama. Setiap penamaan adalah semacam
menghidupkan, menjiwai,
dan mengindividualisasikan.
15
Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis penamaan
berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Dilihat dari segi peranan, tokoh dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama
dan tokoh tambahan. Tokoh utama central character adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya sastra
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-
tokoh lain, maka ia selalu hadir sebagai pelaku perkembangan plot. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi banyaknya
penceritaan dan pengaruh terhadap perkembangan cerita. Perbedaan tokoh utama dan tokoh tambahan tidak dapat
dilakukan secara ekstra, karena perbedaannya bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat, tokoh utama
yang utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tambahan yang memang tambahan.
16
Menurut Burhan Nurgiyanto, penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi:
1. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero.
Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita dan harapan-harapan kita
sebagai pembaca. Maka kita sering mengenalinya memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapi
seolah-olah juga sebagai permasalahan kita. 2. Tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi
15
Wellek warren, 1995. Teori Kesusastraan Penerjemah: Melani Budianta, Jakarta: Gramedia, 1995, hlm.284
16
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 177-178
penyebab terjadinya konflik. Tokoh ini dapat disebut beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung
atau tidak langsung, bersifat fisik maupun batin.
17
Setiap pengarang tentunya ingin agar pembaca memahami setiap karakter dan motivasi dalam karyanya dengan benar.
Akan tetapi, tidak ada satu orang pun yang dapat melakukan hal ini dalam sekali rengkuh. Seorang pembaca yang
berpengalaman akan cenderung menunda pendapatnya tentang satu karakter tertentu, terbuka akan berbagai petunjuk baru
yang dapat memperkaya penilaian itu, sampai akhirnya ia dapat menyimpulkan pendapatnya terkait semua bukti yang
telah dikumpulkan dan diamati. 3.
Alur Plot Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam
sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa- peristiwa yang secara klausal saja. Peristiwa klausal
merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena
akan berpengaruh pada keseluruhan karya.
18
Beberapa jenis alur yang kita pahami ialah seperti alur maju, mundur, dan
juga alur campuran. Alur plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya
sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi pun lebih sering
ditekankan pada pembicaraan plot. Cerita dan alur memiliki hubungan yang cukup dekat seperti contoh yang disampaikan
Foster “Raja mati dan permaisuri mati adalah sebuah cerita. Raja mati dan kemudian permaisuri pun mati adalah sebuah
alur.” Cerita merupakan pengisahan kejadian dalam waktu. Alur pun merupakan pengisahan kejadian dalam waktu. Hanya
17
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 179
18
Robert Stanton, Teori Fiksi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007, hlm. 26
saja, pada yang belakangan ini harus ditambahkan unsur sebab akibat. Dapat disimpulkan alur adalah pengisahan kejadian
dengan tekanan
pada sebab-musabab.
19
Pembahasan mengenai alur akan dibahas lebih dalam lagi pada pembahasan
berikutnya mengenai alur. 4.
Sudut Pandang Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang
ceritanya. Di sinilah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.
20
Pembedaan sudut pandang juga dapat dilihat dari bagaimana kehadiran
cerita itu kepada pembaca, lebih bersifat penceritaan, telling, atau pertunjukkan, showing, naratif atau dramatik. Menurut
Friedman Perbedaan sudut pandang berikut berdasarkan perbedaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu bentuk
persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama.
21
a. Sudut pandang persona ketiga: “Dia”
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seorang yang
berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia,
dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai
variasai dipergunakannya kata ganti. Sudut pandang dia dapat dibedakan ke dalam dua golongan
berdasarkan tingkat
kebebasan dan
keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak
pegarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”, jadi
bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai
19
Pamusuk Eneste, Novel dan Film, Yogyakarta: Penerbit Nusa Indah, 1991, hlm.19
20
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT. Grasindo, 2008, hlm.151
21
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hlm.256
keterba tasan “pengertian” terhadap tokoh “dia” yang
diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, atau hanya selaku pengamat saja.
22
b. Sudut pandang persona pertama: “Aku”
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, first-person point of view,
“aku”, jadi gaya aku, seorang narator ikut terlibat dalam cerita. Ia
adalah si “aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa, serta
sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Pembaca menerima apa yang diceritakan si “aku”,
maka kita hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti apa yang dilihat dan dirasakan tokoh si
“aku” tersebut. Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran
dan kedudukan si “aku” dalam cerita. Si “aku” mungkin menduduki peran utama, jadi tokoh utama
protagonist, mungkin
hanya menduduki
peran tambahan, jadi tokoh tambahan protagonis, atau
berlaku sebagai saksi.
23
5. Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-
peristiwa yang sedang berlangsung.
24
Wellek dan Warren menjelaskan tentang latar sebagai berikut. Latar adalah
lingkungan, dan lingkungan terutama interior rumah dapat dianggap berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi
dari tokohnya. Selain itu latar mungkin merupakan proyeksi
22
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 256-257
23
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hlm.262-263
24
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hlm.216
kehendak tersebut.
25
Latar juga dapat berfungsi sebagai penentu pokok yaitu lingkungan yang dianggap sebagai
penyebab fisik dan sosial dimana terdapat suatu kekuatan yang tidak dapat dikontrol oleh individu. Pada tahap awal karya
fiksi pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya pengenalan
tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu, dan lain-lain yang dapat
menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya umumnya berupa pengenalan,
pelukisan, atau penunjukkan latar. Tetapi hal itu tak berarti bahwa pelukisan dan penunjukkan latar hanya dilakukan pada
tahap awal cerita. Ia dapat saja berada pada berbagai tahap yang lain, pada berbagai suasana dan adegan yang bersifat
komprehensif dengan unsur-unsur struktural fiksi yang lain. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal
ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu hari,
bulan, tahun, cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum karakter utama, latar dapat merangkum
orang-orang yang menjadi dekor dalam sebuah cerita.
26
Unsur- unsur dalam latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok,
yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing- masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat
dibicarakan secara tersendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lain.
25
Wellek warren, 1995. Teori Kesusastraan Penerjemah: Melani Budianta, Jakarta: Gramedia, 1995, hlm.291
26
Robert Stanton, Teori Fiksi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007, hlm. 35