Pembacaan Peranan Gender Dalam Arsitektur Nusantara

eksplisit harus ditempatkan khusus, namun tetap akan menjadi suatu faktor di dalam membentuk suatu ruang dan bangunan, hal ini menandakan bahwa pada akhir-akhir ini gender sudah mulai kembali menjadi suatu pertimbangan di dalam membentuk suatu ruang dan bangunan.

3.7. Pembacaan Peranan Gender Dalam Arsitektur Nusantara

Suatu pendapat yang umum dalam kehidupan kontemporer dewasa ini, yaitu perempuan masih “terkurung” di dalam bangunan rumah tinggal dalam Arsitektur Nusantara. Namun kata “terkurung” diatas bermakna bahwa perempuan menjadi orang yang memiliki peranan sentral dalam kehidupan rumah tangga. Bangunan-bangunan dalam tataran arsitektur Nusantara tertata dari elemen- elemen yang menyusun bangunan tersebut, dimana elemen-elemen tersebut dapat membuat suatu makna terhadap bangunan tertentu. Dengan ciri seperti ini maka sebuah bangunan dapat pula dianggap sebagai tatanan sebuah kalimat, yaitu bermakna dan bisa dibaca. Ada dua hal yang berkait dari kalimat di atas yaitu bangunan dan rumah tinggal. Dengan demikian suatu bangunan akan dikenal melalui sikap dari pembaca bangunan. Menurut Struart Hall Chandler, 2002 pembaca bangunan mempunyai 3 sikap dalam membaca sebuah bangunan: • Dominant reading or hegemonic, dimana pembaca bangunan akan memusatkan perhatian sepenuhnya dengan menginterpretasikan bangunan FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki, tanpa menghiraukan pesan atau berita yang diupayakan pembuat bangunan, juga tanpa muatan tertentu yang dikaitkan dengan kode yang dominan dari bangunan. Suatu bangunan yang dipahami dan disetujui sebagai sesuatu yang alami dan transparan. • Negotiated reading, dalam hal ini ada semacam negosiasi dalam pembacaan bangunan, kadang setuju, kadang kontra, sehingga dalam cara membaca bangunan semacam ini pemikiran kontradiksi akan bisa muncul bila dikaitkan dengan kode yang dominan dari bangunan. • Oppositional reading counter-hegemonic, dimana pembaca bangunan memang dari awal menempatkan dirinya berseberangan dari kode yang dominan dari bangunan. Dari ketiga sikap membaca bangunan yang mungkin dilakukan oleh pembaca ini, maka didalam pembahasan konteks Dunia Asitektur Nusantara, akan dihadapkan pada tiga hal yang penting, yaitu: pembuat bangunan, berita yang termuat pada bangunan, dan pembaca bangunan yang dilakukan melalui kode. Apabila mengikuti pemikiran tentang kode oleh Rolland Champagne Chandler, 2002 menyatakan bahwa kode adalah sebuah jaringan dari ide, image dan stilistik yang merupakan suatu prinsip yang kohesif. FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008

3.7.1. Ide

Sejalan dengan pemahaman kode menurut Rolland Champagne, Waterson 1997 mengemukakan bahwa ide-ide membuat rumah tinggal yang dimiliki oleh Kalang pada masyarakat tradisional selalu berpatokan dengan mengkaitkan keberadaan Tuhan. Kesucian, pemindahan roh-roh dari batang-batang pohon di hutan yang akan menjadi penjaga kehidupan masyarakat tersebut di dunia, tetapi pada kenyatannya “Arsitektur Masyarakat” ini yang didominasi rumah tinggal akan hidup apabila laki-laki telah menempatkan perempuan sebagai istrinya ke dalam rumah tinggal tadi. Karena pada dasarnya laki-laki hanya melakukan kegiatan membangun rumah tinggal saja, selebihnya untuk mendapat pengakuan sebagai sebuah karya arsitektur masih bergantung kepada keberadaan perempuan sebagai jiwa dari bangunan yang telah terbangun tadi, baru proses berarsitektur bisa dikatakan lengkap. Maka hal ini bisa dimengerti bahwa apabila perempuan meninggalkan rumah, maka rumah akan kelihatan atau dianggap mati. Dengan demikian, munculnya rumah tinggal sebagai sebuah tanda keberadaan masyarakat itu akan muncul melalui berkaitnya ketiga elemen penting; Tuhan, perempuan, dan rumah tinggal. Perempuan yang tidak ternoda oleh apapun dan siapapun akan memberikan keselamatan bagi seluruh anggota keluarga yang menempati sebuah rumah tinggal. Akan tetapi apapun ide atau latar belakangnya, bagi kacamata pemikiran modern akan tetap menjadi pertanyaan : Apakah sebenarnya ide dinding rumah tinggal dalam arsitektur Nusantara merupakan sebuah pelindung ataukah kurungan bagi perempuan yang menempatinya? FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008

3.7.2. Image

Suatu tatanan ruang dalam yang mempunyai image perempuan, biasanya akan selalu diperkuat oleh apa saja yang menunjang terbangunnya persepsi adanya perempuan dalam tatanan ruang dalam. Sekilas secara fisik tatanan pada bangunan rumah arsitektur Nusantara tidak terlihat, kecuali jika perempuan tadi bekerja. Hal ini bisa ditemui dengan adanya peralatan dapur atau juga peralatan-peralatan mengasuh anak.Yang terlihat dengan jelas ialah ruang dimana perempuan ini bekerja yang terletak jauh dari pintu masuk atau masih harus melewati ruang-ruang lain sebagai ruang yang melapisi ruang bekerja tadi. Dari tatanan semacam ini maka terasa adanya semacam image bahwa ada semacam ruang yang tidak bisa dicapai dengan mudah, yaitu ruang dimana perempuan itu bekerja melakukan tugas sehari- harinya. Yang sering muncul adalah kesan tabu untuk mendekati ruang dimana perempuan ini bekerja. Dengan kata lain justru ruang dalam akan mempunyai semacam ciri yaitu melalui kesan tabu tadi yang akan memunculkan image perempuan. Selain itu dari sisi luar bangunan , ditandai pencapaian pintu masuk rumah yang selalu didahuli oleh semacam ruang transisi, yang memberi isyarat sirkulsi pencapaian yang tidak langsung. Kalaupun ada, maka pintu masuk semacam ini selalu saja dibuat tidak jelas atau malah tersembunyi. hal ini justru memperkuat keberadaan dinding yang berkesan padat dan mengurung. Berbeda dengan rumah tinggal di Barat, dapur modern tidak harus dirancang tersembunyi’ sedemikian rupa, setiap orang bisa melihat atau mecapainya dengan FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 mudah. Terasa seakan melihat atau mencapai dimana perempuan tersebut bekerja dan bukan sesuatu yang tabu untuk didekati. Image perempuan masih bisa dirasakan dengan adanya hiasan yang membuat konotasi adanya perempuan perempuan bisa indentik dengan berhias. Dengan demikian, image yang melekat pada rumah tinggal Arsitektur Nusantara adalah sebuah kurungan bagi perempuan yang menempatinya.

3.7.3. Stilistik

Dengan mengumpamakan suatu rumah tinggal adalah sebuah tatanan seperti pada sebuah kalimat dalam ilmu bahasa, maka dengan beragamnya budaya di Nusantara ini, peranan stilistik menjadi sangat penting, yuatu gaya pengungkapan dalam berbahasa yang hanya bisa dibaca atau dipahami oleh lingkungan yang menggunakan bahasa tersebut. Dengan kenyataan ini, stilistik yang digunakan oleh masyarakat Nusantara berarti tidak harus sama dengan pembaca makna bangunan rumah tinggal tadi. Sehingga dengan image dan ide sebuah rumah tinggal dalam Arsitektur Nusantara berbeda dengan stilistik yang digunakan dalam rumah tinggal Arsitektur kontemporer, seperti jendela yang cukup lebar sehingga membuat tatanan ruang dalam cukup mendapat sinar matahari atau udara yang segar. Hiasan yang memberikan tanda-tanda wanita tirai, pot bunga sangat jelas terbaca dari sisi luar bangunan. FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 Berbeda sekali dengan yang ada pada rumah tinggal dalam arsitektur Nusantara, tanda yang menunjukkan adanya wanita dalam rumah tinggal dari sisi luar hampir tidak terlihat samasekali. Sehingga ada anggapan bahwa laki-laki sebagai pembuat bangunan rumah tinggal dalam Arsitektur Nusantara memang menggunakan stilistik “mengurung” perempuan yang menempatinya. Keberadaan pembatas ruang seperti dinding, dan ruang gerak dari perempuan di dalam sebuah rumah tinggal arsitektur Nusantara dapat digambarkan seperti di bawah ini:

a. b.