Pola Pembagian Ruang Dalam Rumah Tradisional Karo

berfungsi sebagai tempat memberikan sesaji kepada Dewa Dibata dan arwah leluhur. • Para Layar Para ini terletak di bagian teratas dari ketiga para lainnya, yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan periuk sesembahan kudin. Sumber : Buku Raibnya Para Dewa Gambar 2.7. Detail dan Posisi Para pada Rumah Tradisional Karo

2.6. Pola Pembagian Ruang Dalam Rumah Tradisional Karo

Pada awalnya dalam rumah tradisional Karo terdapat delapan keluarga sui waluh jabu, namun akhirnya berubah menjadi empat keluarga, dua belas, dan enam belas keluarga. Tabu bagi masyarakat Karo menempati rumah dengan keluarga ganjil, misalnya tiga, lima, tujuh, sembilan, dan seterusnya. Dengan demikian rumah FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 dilengkapi dengan dapur yang digunakan berpasang-pasangan, maka keluarga yang ganjil dianggap tidak mempunyai teman dan sanak keluarga melumang. Keluarga dalam rumah Siwaluh Jabu membentuk dua kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat keluarga. Ruang diantara kelompok utama dibatasi oleh gang kecil lobah yang berawal mulai dari Ture Jahe ke Ture Julu. Laut, Hilir,Utara Gunung, Hulu,Selatan Sumber : Buku Raibnya Para Dewa Gambar 2.8. Pembagian ruang rumah Karo Ture Jahe Lepar Bena Kayu Bena Kayu Sidapurken Lepar Bena Kayu Sidapurken Bena Kayu Sidapurken Ujung Kayu Sidapurken Lepar Ujung Kayu Ujung Kayu Lobah Labah Lepar Ujung Kayu Ture Julu FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 Sumber : Buku Raibnya Para Dewa Gambar 2.9. Suasana di salah satu ruang di dalam rumah tradisional Karo FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB III KAJIAN PUSTAKA

3.1. Pemahaman Gender

Gender tidak sama dengan jenis kelamin karena gender adalah perbedaan tingkah laku antar jenis kelamin yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Gender secara konseptual berbeda dengan jenis kelamin sex, dia lebih bermakna sebagai perilaku sosial, sehingga untuk memahami konsep gender harus dibedakan dengan pengertian jenis kelamin yang merupakan pemberian Tuhan kodrat. Sementara gender sifatnya bukan biologis dan bukan pula kodrat Tuhan, melainkan diciptakan oleh masyarakat melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Gender menurut Mansour Fakih 1996, gender: “walaupun merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan, tetapi merupakan konstruksi secara sosial maupun kultural”. Identifikasinya berupa maskulinitas dan feminitas, maskulin adalah karakteristik seksual yang bersifat kelaki-lakian, dan feminin adalah karakteristik seksual yang bersifat kewanitaan. Mansour Fakih 1996 memahami gender terutama berkaitan dengan adanya unsur-unsur yang melekat dan sifatnya bertolak belakang dualisme. Sedangkan Mosse dalam Chaze, 1996 menyatakan bahwa gender sebenarnya secara biologis sudah melekat ketika manusia dilahirkan, namun berbeda dengan jenis kelamin yang secara fisiologis biologis dapat dikenali, laki-laki dan perempuan. Gender cenderung FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008