antara ruang satu keluarga dan keluarga lainnya. Pemisah antara ruang yang berhadapan hanya dapur yang digunakan oleh setiap dua keluarga yang berdekatan.
Dengan demikian bangunan ini sepintas hanya terdiri dari satu ruang besar yang ditempati oleh delapan keluarga, yang masing masing menempati daerah yang
berukuran kurang lebih 4,00 x 4,00 m, sehingga mereka dapat saling melihat. Meskipun setiap ruang ditempati oleh satu keluarga, namun pada dasarnya semua
ruang dapat digunakan untuk berbagai fungsi secara komunal tergantung dari aktifitas yang sedang dilakukan, seperti untuk tempat makan, tempat tidur, menerima tamu,
dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya terdapat pembatas psikologis dan kultural yang yang sangat tegas diantara ruang tersebut yang disertai dengan berbagai
macam tabu yang berlaku diantara keluarga sesuai dengan keyakinan dan adat.
2.9. Pendirian Bangunan Tulo Mulo
Pendirian bangunan baru minimal harus dimulai oleh empat kepala keluarga jabu empat wuluh yang akan mendiami daerah inti rumah, yaitu penghuni ruang
Raja Jabu Benana Kayu, yang dikhususkan bagi pemilik rumah dan sekaligus sebagai pemimpin, penghuni Jabu Ujung Kayu, yaitu anak beru Raja, penghuni Jabu
Lepar Ujung Kayu, yaitu Kalimbubu dari raja, dan penghuni Jabu Lepar Benana Kayu, yaitu Kalimbubu dari penghuni Jabu Benana Kayu.
Keempat ruang ini disebut Jabu Adat, yang menggambarkan Deliken Sitelu yaitu pemilik atau raja EgoSukut selaku keluarga penerima istri anak beru,
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
keluarga yang memiliki keturunan yang sama Sembuyak, dan keluarga pemberi istri Kalimbubu. Penghuni rumah tersebut dapat bertambah sesuai dengan Tutur Siwaluh
menjadi delapan keluarga yang berasal dari penghuni jabu lain, yang hubungan kekeluargaannnya lebih jauh dari kelompok diatas terhadap Raja, bahkan ruangan
Jabu itu bisa dihuni rakyat kebanyakan Derip. Mendirikannya memakan waktu, yang cukup lama, sampai beberapa tahun
baru selesai. Mengingat banyaknya tahapan yang harus dikerjakan, mulai dari menebang kayu nabah kayu, menarik kayu ngerintak kayu, mencari ijuk untuk
atap dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang melibatkan seluruh warga kampung.
2.9.1. Persiapan dan Penentuan Lokasi
Keinginan mendirikan rumah terlebih dahulu dilakukan melalui permufakatan Pesada arih antara raja bakal pemilik rumah bena kayu dengan isteri, kemudian
yang bersangkutan menanyakan pihak keluarga pemberi istri kalimbubu untuk tinggal bersama, selanjutnya memberitahukan pihak keluarga penerima istri anak
beru, dan diakhiri dengan memanggil biak senina, sehingga lengkap empat atau delapan keluarga.
Kemudian diputuskan untuk segera mencari pertapakan rumah yang akan didirikan dengan bantuan seorang guru dukun. Setelah tapak ditemukan maka di
atasnya ditegakkan pelepah serta daun enau yang masih mudah lambe yang dinamai Ngumbang. Kemudian dicari petunjuk lewat mimpi nipernipeken. Jika ternyata
tidak ada yang bermimpi jelek berarti tidak ada yang berkeberatan mengenai tapak
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
tadi. Petunjuk dukun diminta kembali untuk menentukan hari dan bulan yang tepat dan baik guru simeteh wari siteluhpuluh untuk melakukan upacara pembersihkan
tanah tapak tersebut agar tempat itu serasi dan memberi rezeki bagi yang menempatinya. Sang guru menyediakan tiga cawan yang berisi air yang masing
masing diberi nama Lau Penguras, Lau Mecihau dan Lau Metungei. Ketiga cawan ini ditinggalkan ditengah-tengah tapak selama satu malam. Esok harinya dilihat
cawan mana yang airnya berkurang, apabila cawan Lau Penguras, maka harus dikorbankan seekor ayam berwarna merah manuk megara sebagai persembahan
pengganti air yang berkurang. Apabila cawan Lau Mecihau yang berkurang akan dikorbankan seekor ayam berwarna Putih manuk mbulan, dan apabila cawan yang
berisi Lau Metungei yang berkurang airnya, dikorbankan seekor ayam berwarna Kuning manuk megersing. Proses dilanjutkan dengan meminta ijin kepada Dewa
penjaga tanah biak taneh disertai dengan menggali tanah dibagian tengah-tengah tapak jika tidak ada lagi pertanda buruk, maka pekerjaan ini di teruskan dengan
mencari bahan bangunan ke hutan.
2.9.2. Pengadaan Bahan Bangunan
Setiap penduduk kampung akan memberikan andilnya secara sukarela, yang disebut dengan tanggungan, seperti menyediakan ijuk dan lain-lain. Kerja sama
demikian sangat penting mengingat pada waktu dulu sama sekali tidak ada peralatan yang dapat dibeli, jadi harus disediakan bersama-sama dan masih sederhana dan
semua keperluan diambil dari alam. Didalam seluruh proses tidak dijelaskan di dalam
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
literatur peran laki-laki dan perempuan secara spesifik, tetapi setelah tapak tersedia, maka pada hari yang baik sesuai petunjuk dukun guru, terdapat peran seorang anak
gadis tanggung, yang masih perawan dan lengkap orang tuanya, beserta beberapa orang berangkat ke hutan untuk mencari pohon pertama yang harus ditebang sebagai
tanda mulainya pembangunan rumah nderasi. Setelah diadakan upacara, pohon tersebut ditebang dan ditinggalkan di hutan. Pohon tersebut ditinggalkan selama
empat hari yang disebut waktu menunggu salang sai, dalam waktu menunggu ini pembangunan rumah belum boleh dilanjutkan.
Keadaan menunggu seperti itu terjadi berulang-ulang, seluruh kayu yang telah sampai di lokasi tidak boleh langsung dikerjakan, tetapi harus menunggu hari baik
menurut petunjuk dukun. Misalnya pada hari pertama hanya boleh dilakukan pemahatan satu kayu saja, hal ini penting untuk menghindari malapetaka bala.
2.9.3. Upacara Sebelum Pendirian Bangunan
Upacara yang harus dilakukan sebelum pendirian suatu bangunan perbelitan- belitan adalah suatu upacara pemberian jaminan oleh tukang pande kepada
keluarga yang membuat rumah dan pemberian jaminan oleh pemilik rumah disaksikan oleh penghulu disertai upacara makan untuk memohon restu para Dewa
agar pembuatan rumah tidak terhalang. Tukang Pande harus menjamin penyelesaikan bangunan, sebaliknya pemilik bangunan menjamin penyediaan dan
pelaksanaan. Apabila yang bersangkutan ingkar terhadap janji yang telah diberikan, maka janji tersebut harus dipenuhi oleh orang yang berperan sebagai pemberi jaminan
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
belit. Jaminan tersebut harus sepengetahuan penghulu yang juga memiliki peran dalam pembuatan perjanjian ini.
Tempat upacara pendirian bangunan perbelitan dilakukan di rumah penghulu dan waktunya ditetapkan oleh penghulu. Sedangkan pemimpin dan
penyelenggara upacara pemberian jaminan adalah kepala kampung yang dihadiri oleh pemilik rumah beserta jaminan atau penjaminnya belit dan tukang pande
beserta jaminan atau penjaminnya. Didalam upacara ini dilakukan makan bersama yang dibawa oleh pemilik rumah maupun tukang dan pemberi jaminan. Setelah
selesai pelaksanaan upacara makan, maka kepala suku secara ritual akan menanyakan kepada mereka yang datang apa sebabnya upacara makan ini
dilaksanakan dan apa tujuanya, setelah dijelaskan, barulah kepala kampung dapat memulai upacara ini.
Jalannya upacara pada awalnya kepala kampung menanyakan kepada pemilik rumah, siapa yang berperan sebagai penjamin andaikata yang punya rumah ini ingkar
janji, maka yang bersangkutan akan menunjukkan penjaminnya belit. Pertanyaan yang sama di tujukan kepada pande jika pande terhalang dan tidak bisa
menyelesaikan bangunan rumah maka si pande juga menunjuk pada penjaminnya belit yang juga ikut serta dalam upacara ini. Langkah selanjutnya penghulu
menanyakan persetujuan semua penjamin.
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
2.9.4. Upacara Pada Saat Pendirian Bangunan
Upacara pada saat pendirian bangunan, seperti upacara menaikkan balok ngampaiken tekang, dianggap penting selain karena besarnya balok yang akan
dinaikkan memerlukan tenaga yang banyak dan dilakukan secara gotong royong serayan, fungsi elemen ini juga penting karena balok adalah bagian bangunan
yang paling menentukan kekuatan bangunan secara keseluruhan. Upacara memasang elemen dinding dimulai setelah pembangunan membuat teras depan erbahan ture
selesai. Penyelenggaraan upacara menaikkan balok dipimpin oleh pengetua adat dan untuk upacara memasang elemen dinding dipimpin oleh guru yang dibantu oleh
penerima gadis anak beru dari orang yang mendirikan rumah. Upacara menaikkan balok diikuti oleh kerabat raja calon penghuni rumah
yaitu pihak penerima istri anak beru, pihak seturunan senina dan pihak pemberi istri kalimbubu, serta guru dan seluruh gadis yang sanak saudaranya masih lengkap
sangkep. Pemimpin upacara adalah guru yang biasa membuat sesajen untuk upacara itu. Upacara ini juga diiringi dengan ritual makan yang sudah dipersiapkan
dengan menyisihkan sepiring nasi dan lauk-pauknya cibalen dan diletakkan ditempat tertentu sebagai persembahan kepada begu leluhur agar upacara ini
mendapat restu dari para nenek moyang.
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
2.9.5. Upacara Menyiapkan Tanah Dapur
Dalam upacara menyediakan tanah untuk dapur ngelengkapi taneh dapur, pertama-tama guru memilih tanah yang sesuai yaitu yang bebas dari penyakit dan
serasi menurut pengelihatannya. Tanah diangkat dengan sejenis keranjang beha yang biasa dipakai untuk upacara adat, kemudian tanah tersebut diisi dengan ramuan
rudang sinikas gelar. Untuk membawa atau menjunjung tanah ini biasanya dipilih dari pihak penerima gadis anak beru yang punya rumah, yaitu seorang wanita yang
masih gadis dan masih lengkap keluarganya sangkep. Jalannya upacara pertama-tama menyiapkan ramuan dan sesajen di teras
rumah ture, kemudian dibawa dalam keranjang beha, dijunjung oleh seorang wanita yang memakai tutup kepala tudung nisarintang dan kain abit yang di pakai
dari pinggang sampai kaki betis urus teha atau julu. Dengan berjalan didepan guru yang membawa sesajen dan mencipratkannya kepada semua penghuni rumah dan
kemudian menuju ke dapur. Tanah yang dibawa dimasukkan ke semua dapur yang ada di dalam rumah, dan setiap sudut dapur di beri rudang-rudang simelias gelar.
Disamping itu, untuk mengisi dapur, para gadis atau wanita yang masih perawan dan lengkap keluarganya sangkep seperti tersebut diatas akan membawa ranting kayu
bakar sambil bersenandung eralep-alep.
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
2.9.6. Upacara Setelah Bangunan Selesai
Upacara yang disebut ngarkari ini bertujuan untuk mengembalikan semua jerih payah dan tenaga para tukang pande selama melaksanakan tugasnya. Upacara
diadakan di rumah yang di bangun pada saat pembayaran upah tukang. Tukang yang bersangkutan didudukkan di jabu bena kayu bersama guru, sedangkan
penyelenggaranya adalah kepala keluarga si waluh jabu yang akan menempati jabu bena kayu, dihadiri oleh keluarga yang lain yang akan menempati rumah tersebut.
Peserta upacara adalah para Pande, guru, dan keluarga-keluarga penghuni rumah si waluh jabu. Yang menjadi pemimpin upacara adalah penghulu kampung kesain,
seperti halnya pada upacara pemberian jaminan perbelit-belitan. Jika tidak ada lagi persoalan yang disampaikan oleh pihak yang hadir, maka
penghulu kampung mengingatkan kembali perjanjian yang diikrarkan pada pemberian jaminan perbelit-belitan. Penghulu kampung harus menunaikan ikrar
jaminan yang dihadiri oleh penjamin belit keluarga yang membuat rumah dan penjamin belit dari tukang sendiri. Setelah selesai semua, maka tuan rumah bena
kayu mengajak kepada semua peserta untuk makan bersama-sama dan menyisihkan sebagian makanan sebagai sesembahan bagi para begu.
Setelah selesai upacara makan bersama, maka pihak penerima istri anak beru dari raja rumah yang baru menanyakan kira-kira apakah gerangan tujuannya
para tamu diundang pada hari tersebut. Pengetua rumah si waluh jabu jabu bena kayu menjelaskan bahwa undangan ini dibuat karena rumah telah selesai, kemudian
pihak penerima istri anak beru bertanya lagi, apakah segala hutang piutang dengan
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
tukang pande sudah lunas semuanya. Pemilik rumah menjawab semuanya telah selesai sambil menambahkan apakah dari pihak penerima istri anak beru dan semua
yang hadir masih ada yang tersangkut penyelesaiannya dengan tukang, jika tidak ada lagi maka akhirnya pengetua rumah jabu bena kayu menyerahkan upacara
penyelesaian ini pada penghulu kampung. Selanjutnya dilakukanlah penyerahan imbalan dihadapan penghulu kampung oleh pihak yang mendirikan rumah kepada
tukang pande sebesar yang telah di janjikan semula. Selanjutnya pengetua rumah menyakan lagi kepada guru pantangan-pantangan yang harus dihindari dalam
menempati rumah selama satu tahun.
2.9.7. Upacara Memasang Peralatan Dapur
Peserta upacara memasang tungku Majekken Diliken adalah seorang dari pihak pemberi istri yang sudah memiliki turunan Si Utang Rido yang bertugas
memasang tungku. Bila seorang menantu atau seorang yang berposisi sebagai menantu anak dari saudara perempuan yang disebut Bere-Bere memasuki rumah
baru mengket rumah mbaru, maka mertua atau paman pihak penerima istrinyanya kalimbubu yang akan memasang tungku. Dalam upacara tersebut diadakan tanya
jawab ritual perasiken, tentang siapa yang akan memasang tungku dan apakah tungku yang akan dipasang sudah tersedia atau belum. Pihak yang akan memasang
tungku menyuruh salah seorang saudara yang seturunan dengannya Senina Sepemerenna mengambil tungku, sebagai oleh-oleh luah pihak pemberi istri dari
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
yang memasang tungku. Dengan disaksikan ke tiga pihak dalam kekerabatan Karo yaitu Anak Beru, Biak Senina, dan Kalimbubu atau Tinggel-tinggel, dibawalah
tungku itu dengan cara dijunjung di atas kepala, dengan alas lanam yang terbuat dari kain uis sakral yang disebut arinteneng atau digendong i tempi dan diselimuti
i ndawai dengan kain, seperti layaknya menggendong bayi. Pihak penerima istri pengetua rumah Anak Beru Simada Rumah, siap
menunggu di rumah, sampai ada berita tentang kedatangan pihak pemberi istri Kalimbubu selaku pembawa tungku Simaba Diliken. Dia berangkat saat matahari
mulai beranjak naik nangkih matawari dan kembali berkat saat matahari mulai turun nese matawari, dan mendirikan tungku dengan perlengkapannya.
Setelah lepas berpantang rebu empat hari, terhitung sejak saat upacara memasuki rumah, maka pihak istri pengetua rumah yang memasang tungku, kembali
kerumahnya masing-masing dan diberikan upah berupa makanan agar ia terhindar dari kutukan latengen latengka kemali.
2.4.8. Upacara Memasang Tungku
Upacara dimulai setelah isteri kemberahen Kalimbubu di beri gelang yang terbuat dari benang putih benang Teng kul-kul, sebagai simbol ketulusan hati dan
penangkal bala, kemudian ditaburkanlah tepung cimpa gabor-gabor dan digali lobang tempat tungku tengah akan dipasang. Pada lobang tempat tungku yang di
tengah, ditanam segala perlengkapan yang telah tersedia yaitu besi, sirih tanpa cacat, buah pinang, kapur, dan gambir belo cawir, kemudian dimulailah pemasangan
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
tungku. Yang pertama adalah tungku tengah, kemudian berturut-turut yang sebelah kanan dan kiri dari jabu. Setelah itu diambil ramuan dedaunan yang diselipkan pada
keempat sudut dapur dan kemudian ditaburi dengan tepung cimpa gabor-gabor, baru kemudian diambil ranting kayu api dan apipun mulai dihidupkan. Pemasangan
tungku ini harus diiringi dengan pembacaan mantera-mantera mangmang. Pada rumah delapan keluarga siwaluh jabu, setiap dapur dilengkapi dengan
lima buah batu tungku yang dipergunakan oleh dua keluarga jabu. Oleh karena itu ada satu batu tungku deliken yang menjadi milik bersama.
Sumber : Buku Raibnya Para Dewa
Gambar 2.5. Tungku dan pembesarannya dalam sebuah dapur untuk dua keluarga
2.4.9. Upacara Memasuki Rumah
Memasuki rumah, biasanya dilakukan di pagi hari yang disebut penghulu hari Nangkih matawari, agar keberuntungan selalu menyertai penghuni rumah. Urutan
orang yang akan memasuki rumah dimulai dari penghuni Jabu Benana Kayu Jabu
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
Raja, selaku pemimpin rumah, penghuni Jabu Ujung Kayu anak beru dari penghuni jabu benana kayu, penghuni Jabu Lepar Benana Kayu Sungkun Berita, kalimbubu
penghuni Jabu Benana Kayu penghuni Jabu Lepar Ujung Kayu Jabu Siman Minem, Penghuni Jabu Peninggel-Ninggel Sedapuren benana kayu, Jabu Sidapurken Ujung
Kayu yang menghuni Jabu Arinteneng, GuruDukun yang menghuni Jabu Sidapurken Lepar Ujung Kayu atau Jabu Bicara Guru, yang terakhir anak beru menteri yang
menghuni Jabu Singkapuri Belo atau Jabu Sidapurken Lepar Benana Kayu. Semua penghuni harus masuk melalui pintu yang terdapat diarah hilir secara
berurutan. Setiap kali penghuni rumah itu menginjakkan kakinya pertama kali dirumah, maka para hadirin terutama kaum wanita bersorak-sorak ralep-alep.
Setelah masing-masing penghuni menempati areanya maka dilakukan acara menghidupkan api yang didahului di dapur jabu benana kayu, kemudian diikuti jabu
lainnya secara berurut seperti pada waktu memasuki rumah. Tiap-tiap keluarga merebus sebutir telur ayam, kemudian setelah matang dikumpulkan lalu diserahkan
kepada dukun untuk ditenungkan maknanya, tentang baik dan buruknya serta nasib penghuni rumah di kemudian hari. Peristiwa ini disebut dengan “ ngoge kundulen
naruh manok”, lalu disusul dengan makan bersama. Pada malam harinya diadakan upacara mengusir begu dan roh jahat Muncang dari rumah tersebut.
FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008
2.5. Elemen Bangunan Dan Ruang Rumah Tradisional Karo Siwaluh Jabu