Analisis Karbohidrat Produk Biosintesis pada Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Terung Belanda (Chiphomandra betaceae) dengan Rimbang (Solanum torvum swartz)

(1)

ANALISIS KARBOHIDRAT PRODUK BIOSINTESIS

PADA BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK

ANTARA TERUNG BELANDA (Chiphomandra betaceae )

DENGAN RIMBANG (Solanum torvum swartz)

TESIS

Oleh

EVARIANI 087006011/KIM

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KARBOHIDRAT PRODUK BIOSINTESIS

PADA BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK

ANTARA TERUNG BELANDA (Chiphomandra betaceae )

DENGAN RIMBANG (Solanum torvum swartz)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVARIANI 087006011/KIM

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul Tesis : Analisis Karbohidrat Produk Biosintesis pada

Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk

Antara Terung Belanda (Chiphomandra

betaceae) dengan Rimbang (Solanum torvum

swartz)

Nama Mahasiswa : Evariani

Nomor Pokok

: 087006011

Program studi : Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Dr.Rumondang Bulan,MS ) ( Dr.Ribu Surbakti.MS ) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Kimia, Dekan FMIPA,

Prof.Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Prof.Dr. Eddy Marlianto, MSc


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 18 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Rumondang Bulan,MS Anggota : Dr. Ribu Surbakti.MS

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phill

Prof. Dr. Yunazar Manjang Dra. Emma Zaidar, MS


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS KARBOHIDRAT PRODUK BIOSINTESIS

PADA BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK

ANTARA TERUNG BELANDA (Chiphomandra betaceae )

DENGAN RIMBANG (Solanum torvum swartz)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 18 Mei 2010 Penulis


(6)

ANALISIS KARBOHIDRAT PRODUK BIOSINTESIS PADA BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK

ANTARA TERUNG BELANDA (Chiphomandra betaceae )

DENGAN RIMBANG (Solanum torvum swartz)

ABSTRAK

Telah dilakukan sambung pucuk antara terung belanda (Chiphomandra betaceae) yang berakar dangkal dengan rimbang (Solanum torvum swartz) yang berakar kuat sehingga dihasilkan tanaman baru terung belanda. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh kekuatan akar rimbang sebagai penyerap air terhadap produk biosintesis telah dilakukan analisis karbohidrat pada buah dari tanaman baru terung belanda serta pengamatan terhadap perubahan sifat pada tanaman baru terung belanda.

Sambung pucuk dilakukan dengan tekhnik baji yaitu terung belanda sebagai batang atas dan rimbang sebagai batang bawah. Analisis karbohidrat dilakukan secara kualitatif dengan metode Benedict dan secara kuantitatif ditentukan sebagai gula pereduksi dengan metode Nelson Somogyi menggunakan spektrofotometer Genesis - 20. Selanjutnya perubahan sifat pada tanaman baru terung belanda diamati selama 6 bulan setelah penyambungan terhadap pertumbuhan batang, cabang, daun dan buah. Hasil analisis karbohidrat terhadap buah dari tanaman baru terung belanda dan blanko menunjukan bahwa terjadi peningkatan kadar karbohidrat pada buah tanaman baru terung belanda sebesar 40,09 %. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman baru terung belanda dan tanaman blanko menunjukan bahwa pada tanaman baru terung belanda terjadi pembengkakan pada bekas luka sambungan, batang atas tumbuh lebih besar dari batang bawah, cabang lebih banyak, buah lebih banyak dan lebih keras. selanjutnya tidak terjadi perubahan pada bentuk ataupun warna pada daun dan buah.

Kata kunci : Chiphomandra betaceae, Solanum torvum swartz, sambung pucuk, tanaman baru, biosintesis karbohidrat, perubahan sifat.

ANALYSIS CARBOHYDRATE OF BIOSYNTHESIS PRODUCT

FROM THE FRUIT OF TAMARILLO GRAFTED BETWEEN TAMARILLO

(Chiphomandra betaceae )

AND TURKEY BERRY


(7)

ABSTRACT

It has done a grafting between tamarillo (Chiphomandra betaceae) that has shallow roots with turkey berry (Solanum torvum swartz) that has strong roots so that has result a new tamarillo plant. Next to know the effect from turkey berry roots strengh as water reserve to biosynthesis product has done analysis carbohydrate to the fruit from the new tamarillo plant and research to the change of characteristic to the new tamarillo plant.

Grafting was did by wadge technic, it is tamarillo as scion and turkey berry as rootstock. Analysis to carbohydrate was did with qualitative with Benedict methode and the quantitative by certain as sugar reducted with Nelson Somogyi methode used genesys – 20 spectrofotometer. And then, plant was research during six month after the grafting to the growing of stem, branch, leaves and fruit.

The result of the analysis carbohydrate with fruit from the new tamarillo plant and tamarillo blank showed that has increasing of carbohydrate value to the fruit of the new tamarillo plant as big as 40,09 %. The result of the research to the growing of the new tamarillo plant and tamarillo blank showed that to the new tamarillo plant it’s had swelling to the trace of the wound grafting, scion was growing bigger than rootstock, more branches, more fruit and harder. Then didn’t have change from shape or the colour from leaves and fruits.

Key word: Chiphomandra betaceae, Solanum torvum swartz, grafting, new plant, biosynthesis carbohydrate, change of characteristic.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

yang berjudul “Analisis Karbohidrat Produk Biosintesis pada Buah Terung

Belanda Hasil Sambung Pucuk antara Terung Belanda (Chiphomandra

betaceae) dengan Rimbang (Solanum torvum swartz)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gubernur Sumatera Utara c.q Ketua Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang memberikan beasiswa kepada penulis sebagai mahasiswa Program Magister Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bupati Kabupaten Asahan c.q Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan yang telah memberi izin belajar.

Dengan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yakni Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(k) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yakni Bapak Prof.Dr. Eddy Marlianto, MSc, dan Ketua Program Studi Kimia Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Kimia.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya juga ditujukan kepada :

1. Ibu Dr. Rumondang Bulan,MS dan Bapak Dr. Ribu Surbakti, MS selaku

pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian memberi bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Kepala Sekolah beserta rekan-rekan guru di SMA Negeri I Kisaran yang telah memberi dukungan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kimia Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phill, Prof. Dr. Yunazar Manjang dan Ibu Dra. Emma Zaidar, MS selaku Dosen Penguji atas segala masukan dan saran yang diberikan untuk penyempurnaan tesis ini.

4. Kepala Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Sumatera Utara beserta staf dan asisten atas fasilitas yang diberikan.

5. Kepala Kantor BBI Dinas Pertanian Cabang Berastagi Sumatera Utara beserta staf atas petunjuk dan arahan serta fasilitas yang diberikan.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kimia Universitas

Sumatera Utara angkatan 2008 yang telah banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan penelitian.

7. Keluarga besar di Padang, di Medan dan dimanapun berada atas doa restu dan dukungan kepada penulis selama menjalani perkuliahan sampai selesainya tesis ini.

8. Selanjutnya terima kasih kepada suami tercinta Deddy Helmi S.Ag dan anak-anak tersayang Muhammad Zakky Mubarak, Nadya Tahta Awnillah dan Hanif Al-Ghiffari atas doa restu dan perhatian dengan penuh kasih sayang dan


(9)

kesabaran dalam memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan dan menyelesaikan tesis ini.

Semoga kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan menjadi amal ibadah yang mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini membawa manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Amin yaa Robbal Alamin.

Medan, 18 Mei 2010 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kedua dari tujuh bersaudara yang lahir pada tanggal 10 Oktober 1971 di kabupaten Agam Sumatera Barat dari pasangan Yusar St Syarif dan Nudiar.

Penulis menjalani Sekolah Dasar di SD Negeri No 3 Koto Tuo pada tahun 1979 sampai 1985. SMP Negeri IV Koto tahun 1985 sampai 1988. SMA Negeri IV Koto tahun 1988 sampai 1991 di kabupaten Agam Sumatera Barat. Pada tahun 1991 penulis diterima pada jurusan Pendidikan Kimia / S-1 FPMIPA IKIP Medan dan lulus pada tahun 1996. Sebagai penerima Beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas, pada tahun 1998 sebagai Pegawai Negeri Sipil di SMA Negeri I Kisaran sampai sekarang.

Dengan bantuan beasiswa dari Bappeda Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan S2 Program Studi Magister Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan lulus dengan gelar Magister Sains pada tahun 2010.


(11)

D A F T A R I S I

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I : PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan masalah 5

1.3. Pembatasan masalah 5

1.4 Tujuan Penelitian 6

1.5..Manfaat Penelitian 6

1.6. Metodologi Penelitian 6

1.7. Waktu dan Tempat Penelitian 7

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1. Tanaman Terung Belanda 8

2.2. Tanaman Rimbang 11

2.3.Bioteknologi Sambung pucuk 14

2.6. Karbohidrat 17

BAB III :METODE PENELITIAN 27

3.1. Bahan 27

3.2. Alat 28

3.3 Prosedur Penelitian 28

3.4. Bagan Penelitian 38

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 46

4.1.Hasil Penelitian 46

4.2. Pembahasan 59

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 66

5.1. Kesimpulan 66

5.2. Saran 67


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1 Berat sampel buah terung belanda untuk analisis I, II, III 46 4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa

Standar 47

4.3 Absorbansi Larutan Glukosa Standar pada 750 nm 49

4.4 Absorbansi larutan sampel buah terung belanda 52

4.5 Kadar Gula Reduksi Buah Dari Tanaman Baru Terung Belanda dan

Blanko 54 4.6 Hasil Pengamatan Keberhasilan Sambung Pucuk Antara

Terung Belanda Dengan Rimbang 57


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Deskripsi tanaman terung belanda 8

2.2 Deskripsi tanaman rimbang 12

2.3 Sambung pucuk dengan tekhnik baji 15

2.4 Struktur monosakarida 19

2.5 Reaksi terang pada fotosintesis 21

2.6 Reaksi gelap pada fotosintesis 22

4.1 Kurva panjang gelombang maksimum larutan glukosa standar 48

4.2 Kurva kalibrasi larutan glukosa standar 51


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman LAMPIRAN 1. Perhitungan kadar gula reduksi buah terung belanda

LAMPIRAN 2. Dokumentasi sambung pucuk dan analisis buah terung belanda


(15)

ANALISIS KARBOHIDRAT PRODUK BIOSINTESIS PADA BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK

ANTARA TERUNG BELANDA (Chiphomandra betaceae )

DENGAN RIMBANG (Solanum torvum swartz)

ABSTRAK

Telah dilakukan sambung pucuk antara terung belanda (Chiphomandra betaceae) yang berakar dangkal dengan rimbang (Solanum torvum swartz) yang berakar kuat sehingga dihasilkan tanaman baru terung belanda. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh kekuatan akar rimbang sebagai penyerap air terhadap produk biosintesis telah dilakukan analisis karbohidrat pada buah dari tanaman baru terung belanda serta pengamatan terhadap perubahan sifat pada tanaman baru terung belanda.

Sambung pucuk dilakukan dengan tekhnik baji yaitu terung belanda sebagai batang atas dan rimbang sebagai batang bawah. Analisis karbohidrat dilakukan secara kualitatif dengan metode Benedict dan secara kuantitatif ditentukan sebagai gula pereduksi dengan metode Nelson Somogyi menggunakan spektrofotometer Genesis - 20. Selanjutnya perubahan sifat pada tanaman baru terung belanda diamati selama 6 bulan setelah penyambungan terhadap pertumbuhan batang, cabang, daun dan buah. Hasil analisis karbohidrat terhadap buah dari tanaman baru terung belanda dan blanko menunjukan bahwa terjadi peningkatan kadar karbohidrat pada buah tanaman baru terung belanda sebesar 40,09 %. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman baru terung belanda dan tanaman blanko menunjukan bahwa pada tanaman baru terung belanda terjadi pembengkakan pada bekas luka sambungan, batang atas tumbuh lebih besar dari batang bawah, cabang lebih banyak, buah lebih banyak dan lebih keras. selanjutnya tidak terjadi perubahan pada bentuk ataupun warna pada daun dan buah.

Kata kunci : Chiphomandra betaceae, Solanum torvum swartz, sambung pucuk, tanaman baru, biosintesis karbohidrat, perubahan sifat.

ANALYSIS CARBOHYDRATE OF BIOSYNTHESIS PRODUCT

FROM THE FRUIT OF TAMARILLO GRAFTED BETWEEN TAMARILLO

(Chiphomandra betaceae )

AND TURKEY BERRY


(16)

ABSTRACT

It has done a grafting between tamarillo (Chiphomandra betaceae) that has shallow roots with turkey berry (Solanum torvum swartz) that has strong roots so that has result a new tamarillo plant. Next to know the effect from turkey berry roots strengh as water reserve to biosynthesis product has done analysis carbohydrate to the fruit from the new tamarillo plant and research to the change of characteristic to the new tamarillo plant.

Grafting was did by wadge technic, it is tamarillo as scion and turkey berry as rootstock. Analysis to carbohydrate was did with qualitative with Benedict methode and the quantitative by certain as sugar reducted with Nelson Somogyi methode used genesys – 20 spectrofotometer. And then, plant was research during six month after the grafting to the growing of stem, branch, leaves and fruit.

The result of the analysis carbohydrate with fruit from the new tamarillo plant and tamarillo blank showed that has increasing of carbohydrate value to the fruit of the new tamarillo plant as big as 40,09 %. The result of the research to the growing of the new tamarillo plant and tamarillo blank showed that to the new tamarillo plant it’s had swelling to the trace of the wound grafting, scion was growing bigger than rootstock, more branches, more fruit and harder. Then didn’t have change from shape or the colour from leaves and fruits.

Key word: Chiphomandra betaceae, Solanum torvum swartz, grafting, new plant, biosynthesis carbohydrate, change of characteristic.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Terung belanda merupakan buah bergizi yang cukup banyak dikonsumsi masyarakat, tumbuh di dataran tinggi dan relatif mahal. Tanaman terung belanda hanya dijadikan tanaman selingan dan tanaman pagar sehingga hasil produksinya tidak maksimal (Medan Bisnis online.com, 16 Februari 2009). Tanaman terung belanda sering berproduksi tidak maksimal disebabkan pada saat berbuah lebat pohon tumbang karena memiliki akar dangkal dan cabang yang rapuh (Dairi pers, 2007) dan turunnya produksi buah disebabkan masalah hama terutama oleh infeksi virus yang cepat menyebar (BPTP-SU,2006). Perlu pemikiran untuk membudidayakan tanaman terung belanda karena harga buah terung belanda sudah berkisar Rp 4.000 hingga Rp 10.000 / kg. Masyarakat jarang memakan buah terung belanda secara langsung karena mempunyai rasa agak asam. Buah terung belanda sering diolah menjadi berbagai masakan seperti kari, acar dan sambal atau menjadi minuman segar " jus terong belanda". Sekarang ini buah terung belanda sudah ada yang diolah

menjadi sirup terung belanda (Bangkit Tani Berastagi, Oktober 2009). Menurut Yunus (2009), untuk mengatasi permasalahan pangan, penerapan

bioteknologi tanaman sangat diharapkan pada riset mendatang. Sebagai upaya pembudidayaan tanaman maka bioteknologi tanaman diharapkan mampu


(18)

menghasilkan tanaman baru yang tahan terhadap hama dan kekeringan serta dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas nutrisi hasil tanaman.

Sebagai upaya pembudidayaan tanaman, bioteknologi berkembang pesat terutama di negara maju. Memanipulasi organisme hidup untuk kepentingan manusia bukan hal yang baru. Tanaman produk bioteknologi menyerupai tanaman asalnya, tetapi memiliki sifat-sifat tertentu yang menyebabkan tanaman lebih baik. Tanaman tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan konsumen. Petani memperoleh hasil yang lebih tinggi, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih menyehatkan, sehingga tanaman produk bioteknologi telah banyak diperdagangkan di berbagai negara. Bioteknologi tanaman menawarkan dua cara untuk membudidayakan tanaman, yaitu secara modern dan secara konvensional. Bioteknologi modern sudah maju dalam penerapan teknik biologi molekulernya, tetapi membutuhkan alat yang canggih, biaya yang mahal dan butuh keahlian khusus dalam mengopersikan alat serta pengaruh jangka panjang tidak dapat diprediksi. Sedangkan bioteknologi konvensional masih terbatas dalam penerapan tekhnik biologi molekulernya, tetapi dapat dilakukan dengan alat yang sederhana, biaya lebih murah, tidak membutuhkan keahlian khusus dalam mengoperasikan alat serta pengaruh jangka panjang dapat diprediksi (wikipedia,2009).

Penerapan bioteknologi modern tidak selamanya lebih baik dari bioteknologi konvensional karena pengaruh jangka panjang yang tidak dapat diprediksi. Perubahan genetika pada tanaman hasil bioteknologi modern tidak menutup kemungkinan terjadinya sintesa senyawa organik yang tidak diinginkan, seperti kasus pada tahun 2000 dimana bibit jagung star link di USA ditarik dari peredaran


(19)

karena setelah diteliti pada biji hasil produksi mengandung suatu senyawa protein CrY9 yang menyebabkan alergi pada konsumen (GMO, 2003).

Bioteknologi tanaman secara konvensional sudah banyak diaplikasikan untuk mengatasi permasalahan pangan diantaranya dengan sambung pucuk. Manjerang (1992) sudah melakukan sambung pucuk antara tomat dengan kentang dan Agustina (2004) antara jeruk dengan jeruk dengan tujuan menghasilkan bibit unggul. Untuk meningkatkan kuantitas sekaligus kualitas nutrisi pada buah, Surbakti (2002) melakukan sambung pucuk antara tanaman ubi kayu racun dengan ubi kayu biasa sampai tingkat produksi ubi kayu biasa mencapai 3 kali lipat dan kandungan karbohidrat pada ubi kayu biasa naik 86 %. Selanjutnya Makhziah dan Mulyani (2008) melakukan sambung pucuk waluh dengan melon sehingga meningkatkan kadar glukosa buah melon 7,79 %.

Menurut Barus ( 2003) dalam penyambungan, terjadi penggabungan dua jaringan hidup antara batang atas dan batang bawah. Jika sambungan berhasil maka dari batang atas akan tumbuh tunas, dan berkembang menjadi cabang dengan perolehan produksi buah yang tinggi dan kualitas yang baik. Di lain pihak batang bawah akan berkembang sistem perakaran yang kokoh sehingga dapat beradaptasi pada kondisi tanah yang kurang subur dan tahan terhadap penyakit. Tanaman hasil penyambungan akan memiliki sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh batang atas dan batang bawah. Karena dalam penyambungan terjadi penggabungan dari dua sistem kehidupan maka dibutuhkan kajian tentang hasil selanjutnya dari tanaman yang disambung tersebut. Dengan alasan rimbang mempunyai akar yang kuat, tahan terhadap kekeringan dan serangan hama maka rimbang sudah dijadikan sebagai batang bawah pada sambung


(20)

pucuk, seperti yang dilakukan Oda (2004) antara rimbang dengan beberapa tanaman holtikultura untuk meningkatkan produksi buah di Jepang. Tarigan dan Pintubatu (2006) sudah mencoba menyambung pucuk tanaman terung belanda dengan tanaman rimbang agar pohon terung belanda tidak rubuh saat berbuah. Lahimsjah (2009) menyambung pucuk terung, tomat dan cabe ke batang rimbang (takokak) dengan alasan seni dan keindahan.

Dalam upaya meningkatkan produksi suatu tanaman, pendekatan melalui aktifitas biosintesis karbohidrat (fotosintesis) dapat dilakukan, yakni dengan memanfaatkan lingkungan dan potensi tanaman seperti suhu, cahaya, jaringan tanaman dan sistem teknologi budidaya. Salah satunya dari segi potensi tanaman adalah akar. Sistem perakaran sangat berpengaruh pada porsi air yang diserap untuk fotosintesis. Makin panjang dan dalam akar menembus tanah makin banyak air yang dapat diserap sehingga mempengaruhi hasil fotosintesis. Adapun hasil dari fotosintesis disimpan pada akar, batang ataupun buah (Jumin, 1989).

Menurut Winarno (1992), karakteristik bahan makanan seperti rasa, warna dan tekstur buah sangat ditentukan oleh kandungan karbohidrat terutama glukosa dan fruktosa. Keduanya adalah monosakarida sebagai dasar untuk membedakan antara gula reduksi dan gula non-reduksi yang dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif .

Dari uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan sambung pucuk tanaman terung belanda sebagai batang atas dengan tanaman rimbang sebagai batang bawah serta mengetahui perubahan pada produk biosintesis karbohidrat dengan


(21)

melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap karbohidrat buah terung belanda hasil sambung pucuk dan membandingkan dengan tanpa sambung pucuk.

1.2. Perumusan Masalah.

1. Sejauhmana perubahan kadar karbohidrat pada buah terung belanda dari tanaman baru hasil sambung pucuk dibandingkan dengan tanpa sambung pucuk (blanko).

2. Bagaimana pengaruh sambung pucuk terung belanda dengan rimbang terhadap tanaman baru terung belanda.

1.3. Pembatasan masalah

1. Analisis karbohidrat pada buah terung belanda dari tanaman baru hasil sambung pucuk dan tanpa sambung pucuk (blanko) dilakukan secara kualitatif dengan metode Benedict dan secara kuantitatif ditentukan sebagai gula reduksi dengan metode Nelson Somogyi.

2. Sambung pucuk terung belanda dengan rimbang dilakukan dengan tekhnik sambung baji tanpa memperhitungkan unsur hara, waktu tanam dan pH tanah. 3. Pengamatan terhadap tanaman baru terung belanda hasil sambung pucuk


(22)

1.4.Tujuan Penelitian.

1. Membandingkan kadar karbohidrat pada buah terung belanda dari tanaman baru hasil sambung pucuk dengan kadar karbohidrat pada buah terung belanda tanpa sambung pucuk (blanko).

2. Mengetahui perubahan sifat pada tanaman baru terung belanda setelah disambung pucuk dengan rimbang.

1.5. Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi tentang perubahan kadar karbohidrat pada buah dari tanaman baru terung belanda hasil sambung pucuk terung belanda dengan rimbang.

2. Memberikan informasi tentang pengaruh sambung pucuk antara terung belanda dengan rimbang terhadap tanaman baru terung belanda.

3. Memotivasi masyarakat khususnya petani untuk membudidayakan tanaman terung belanda sehingga dapat meningkatkan produksi buah terung belanda.

1.6. Metodologi Penelitian.

Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan batang bawah (rimbang) dan batang atas (terung belanda), kemudian disambung pucuk dengan tekhnik sambung baji. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap tanaman baru terung belanda hasil sambung pucuk selama 6 bulan. Karbohidrat pada buah terung belanda hasil


(23)

sambung pucuk dan buah terung belanda blanko diuji secara kualitatif dengan pereaksi Benedict dan secara kuantitatif dengan metode Nelson Somogyi.

1.7. Waktu dan Tempat Penelitian.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 sampai April 2010 di kebun Balai Benih Induk Dinas Pertanian Berastagi Tanah Karo untuk sambung pucuk terung belanda dengan rimbang dan di Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Sumatera Utara untuk analisis karbohidrat dari buah tanaman baru terung belanda.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Tanaman Terung Belanda (Chiphomandra betaceae).

Tanaman terung belanda berupa perdu yang rapuh dengan ketinggian 2 sampai 3 meter, pangkal batangnya pendek dan cabangnya lebat. Daun berada di ujung pucuk dengan panjang 10 – 35 cm dan lebar 4 – 20 cm. Buah berbentuk oval dengan diameter ± 4 cm. Daging buah agak asam, berwarna merah, jingga dan kuning. Kulit buah tipis. Bijinya bulat pipih, tipis, dan keras(Srikumalaningsih, 2006).


(25)

Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta Divisi :Spermatophyta Sub divisi :Angiospermae Kelas :Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Solanaceace Marga : Solanum

Jenis : Chiphomandra betaceae

(www.plantamor.com, 2009)

Pemberian nama tanaman famili solanaceae ini bergantung pada daerah pertumbuhan dan penanamannya. Masyarakat di Sumatera Utara menyebutnya Tiung, Terong Belanda, Terong Jepang atau Terong Berastagi. Secara umum di Indonesia bernama Terung Belanda. Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman (dengan nama Tamarillo) yang didatangkan dari Amerika pada zaman penjajahan Belanda (Tarigan dan Pintubatu, 2006).

Di daerah tropik terung belanda tumbuh di dataran tinggi, yakni pada 1000 m sampai 2000 m diatas permukaan laut. Pemilihan benih yang berkualitas dapat menghasilkan tanaman terung belanda yang sama sifatnya dengan induknya. ((holtikultura, 2006)). Pemupukan bagian bawah sebelum pemangkasan untuk mendorong pertumbuhan pucuk, dan pemupukan bagian atas setelah buah terbentuk guna mendorong pertumbuhan buah. Pengairan selama musim kemarau penting untuk mempertahankan pertumbuhan sehingga dapat memperbaiki ukuran buah dan hasil


(26)

panen (Tarigan dan Pintubatu, 2006). Pada umur 1 sampai 2 tahun setelah penyemaian bibit, terung belanda dapat dipanen beberapa kali sepanjang musim panen yang lamanya antara 5 sampai 7 bulan setiap tahun. Tanaman terung belanda dapat berbuah selama 5 sampai 8 tahun. Karena akar terung belanda dangkal maka tidak tahan terhadap kekeringan dan tiupan angin. Penanganan pasca panen buah terung belanda mudah dikelola karena dagingnya keras, kulitnya licin dan liat. Dalam keadaan hangat, daya tahannya mencapai 1 minggu, sedangkan pada penyimpanan dingin ± 3,5°C buah dapat disimpan selama 12 minggu. Buah ini dapat dibagi menjadi 3 varietas, yaitu terung belanda merah, jingga, dan kuning (Http//www .worldagrofestry.com, 2009). Masalah hama terutama disebabkan oleh infeksi virus, antara lain virus-virus mosaik terung belanda, mosaik mentimun, mosaik Arab atau beberapa virus yang belum teridentifikasi. Virus-virus tersebut cepat menyebar hingga dapat menyebabkan turunnya produksi buah terung belanda (BPTP-SU, 2006).

Terung belanda mengandung provitamin A untuk kesehatan mata serta vitamin C untuk mengobati sariawan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium mampu menjaga dan memelihara kesehatan. Seratnya yang tinggi untuk mencegah kanker dan sembelit. Terung belanda mengandung antosianin yang merupakan salah satu jenis antioksidan penangkal radikal bebas untuk mencegah kanker. Buah terung belanda juga dapat dimanfaatkan untuk masakan seperti acar, kari ataupun sambal. Buahnya yang matang cocok dijadikan sirup, selai, jus, rujak, hiasan es krim atau menjadi bahan campuran salad (Sri kumalaningsih, 2006). Terung belanda ( Tamarillo ) adalah


(27)

sumber serat, beta-karoten, dan vitamin E serta mengandung banyak likopen dalam varietas jingga dan merah (info@skyfieldtropical.com, 2009).

Setiap 100 g bagian buah terung belanda yang dapat dimakan mengandung komposisi air 86 g, karbohidrat 11,2 g, protein 1,5 g, lemak 0,3 g, mineral 1.g kalsium 13 mg, posfor 24 mg, besi 0,8 mg,vitamin A 0 mg,vitamin B 0,04 mg, dan vitamin C 17 mg (Oey Kam Nio,1992).

2.2. Tanaman Rimbang (Solanum torvum swartz)

Tanaman ini termasuk tanaman perdu yang tumbuh tegak dengan tinggi sekitar 3 m. Batang bulat, berkayu, bercabang, dan berduri. Daunnya tunggal, berwarna hijau, ujung meruncing dengan panjang sekitar 27 - 30 cm dan lebar 20 - 24 cm. Bunga majemuk, bentuk bintang, berbulu, bertajuk lima, dan runcing. Bijinya pipih, kecil, licin dan berwarna putih kekuningan. Berakar tunggang menjalar di dalam tanah (Sirait, 2009).

Nama lain rimbang ini adalah terung pipit (melayu), terong pipit, cepokak, pokak (Jawa), takokak (Sunda) . Sedangkan di negara lain sering disebut Turkey berry (Margoting, 2005).


(28)

Gambar 2.2. Deskripsi tanaman rimbang

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Solanaceace Marga : Solanum

Jenis : Solanum Torvum Swartz

(www.Plantamor.com.2009)


(29)

generatif. Perbanyakan dengan biji dilakukan dengan terlebih dahulu membuang daging buah kemudian disemaikan. Setelah ketinggian benih sekitar 10 cm dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan dengan jarak tanaman 70 x 80 cm. Pemeliharaan tanaman cepoka hanya dengan membersihkan gulma dan menggemburkan tanah. Tanaman ini merupakan tanaman yang tahan terhadap penyakit layu, tidak seperti jenis Solanaceae lainnya. Buah pertama cepoka dapat dipanen setelah berumur sekitar 3 - 4 bulan dari waktu tanam (Sirait, 2009). Rimbangmerupakan tanaman semak berakar kuat dan tahan serangan hama, sehingga dapat digunakan sebagai batang bawah pada penyambungan tanaman, yaitu untuk mengatasi penyakit yang mempengaruhi sistem akar, sehingga memungkinkan tanaman berproduksi lebih lama. Buah segar yang hijau dapat dimakan langsung atau digunakan dalam masakan. Ekstrak dari tanaman berguna untuk pengobatan penyakit kulit. Di daerah Sumatera Utara buah rimbang sering ditambahkan kedalam masakan dan menjadi lalapan yang sangat digemari (wikipedia,2009)

Setiap 100 g buah yang dapat dimakan terkandung air 89 g, karbohidrat 7,9 g, protein 2 g, lemak 0,1 g, mineral 1 g kalsium 50 mg, posfor 30 mg, besi 2 mg, vitamin A 225 mg, vitamin B 0,08 mg, dan vitamin C 80 mg (Oey Kam Nio,1992).

Kandungan senyawa kimia lainnya yaitu solasodin 0,84% pada daun, solasonin 0,1% pada buah yang sudah kuning, chlorogenin pada buah mentah dan jurubin pada akar (Sirait, 2009).


(30)

2. 3. Bioteknologi Sambung Pucuk ( Grafting ).

Bioteknologi berkaitan dengan reaksi biologis oleh jasad hidup sebagai organisme yang memiliki organel sel, jaringan dan molekul, seperti DNA, RNA, protein dan enzim. Bioteknologi mempunyai banyak cabang, salah satu diantaranya adalah bioteknologi tanaman.

Tanaman produk bioteknologi telah banyak diperdagangkan di berbagai negara. Tanaman hasil bioteknologi menyerupai tanaman asalnya, tetapi memiliki sifat-sifat tertentu yang menyebabkan tanaman lebih baik. Tanaman tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan konsumen. Petani memperoleh hasil yang lebih tinggi, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih menyehatkan. Ada dua bioteknologi tanaman, yaitu bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Pada bioteknologi modern penerapan tekhnik biologi molekulernya sudah maju, penggunaan alat sudah cangih tetapi membutuhkan biaya mahal, butuh tenaga ahli dan hasil tidak dapat diprediksi. Contoh nyata pada bioteknologi modern adalah penggunaan tanaman transgenik yang membawa gen ketahanan terhadap hama dan penyakit dengan cara fusi sel, fusi protoplasma dan rekombinasi segmen gen. Sedangkan pada bioteknologi konvensional penerapan tekhnik biologi molekulernya masih terbatas, penggunaan alat sederhana, membutuhkan biaya murah, tidak butuh tenaga ahli dan hasil dapat diprediksi. Contoh dari bioteknologi konvensional adalah penggunaan galur tanaman alami yang belum mengalami modifikasi dengan cara okulasi dan sambung pucuk (wikipedia, 2009)

Sambung pucuk atau grafting adalah seni menyambungkan dua jaringan tanaman hidup sedemikian rupa sehingga keduanya bergabung, tumbuh dan berkembang


(31)

sebagai satu tanaman baru. Berdasarkan tekhnik sambungan maka sambung pucuk terbagi atas :

a. Sambung baji (wedge grafting).

b. Sambung baji terbalik (interved wedge grafting) c. Sambung cumeti

d. Sambung celah lidah (whip and tongue grafting)

Sambung baji merupakan cara penyambungan yang paling mudah dilakukan. Cara ini paling banyak dilakukan oleh penangkar bibit. Sambung baji dapat dilakukan dengan memotong atau menyayat batang bawah dan batang atas dengan potongan bentuk baji/ mata kampak/ bentuk huruf V. Calon batang atas yang telah dipotong dimasukan ke celah batang bawah kemudian diikat.

b

a c

Gambar 2.3. Sambung pucuk dengan tekhnik baji. (a = batang bawah, b = batang atas dan c = penyambungan batang bawah dengan batang atas)

Tanaman sebelah atas disebut entris atau scion, tanaman batang bawah disebut understam atau rootstock. Menurut Ashari (1995), batang bawah pada umumnya


(32)

mempengaruhi batang atas dan sebaliknya batang atas juga dapat mempengaruhi batang bawah. Pengaruh batang bawah terhadap batang atas antara lain:

a. Mengontrol kecepatan tumbuh batang atas dan bentuk tajuknya. b. Mengontrol pembungaan.

c. Mengontrol jumlah tunas dan hasil batang atas.

d. Mengontrol ukuran buah, kualitas buah, kemasakan buah. e. Agar resisten terhadap hama dan penyakit tanaman.

Menurut Ashari (1995) sel-sel parenkim batang atas dan batang bawah masing-masing mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim tertentu mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Pada akhirnya terbentuk jaringan/pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses translokasi hara dari batang bawah ke batang atas dan sebaliknya dapat berlangsung kembali. Agar proses pertautan tersebut dapat berlanjut, sel atau jaringan meristem antara daerah potongan harus terjadi kontak untuk saling menjalin secara sempurna. Ashari (1995) mengemukakan bahwa hal ini hanya mungkin jika kedua jenis tanaman cocok (kompatibel) dan irisan rata, serta pengikatan sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan.

Setelah dilakukan penyambungan sel-sel batang bawah dan sel-sel batang atas yang dilapisi oleh membran plasma yang terdiri dari senyawa fospat dan protein integral masing-masing tetap melakukan pembelahan sel dan saling berinteraksi dengan bantuan enzim difospatase. Semakin besar tanaman maka semakin tebal lapisan sel yang berinteraksi sehingga terjadi perpaduan yang kokoh antara batang atas dan


(33)

batang bawah. Setelah terjadi perpaduan proses transportasi zat hara dan air serta produk biosintesis dalam tanaman kembali berlangsung sebagaimana mestinya (Finean JB, 1979)

Kompatibilitas adalah kemampuan dua jenis tanaman yang disambung untuk menjadi satu tanaman baru. Kedua tanaman yang disambung akan menghasilkan persentase kompatibilitas tinggi jika masih dalam satu spesies atau bahkan satu famili, tergantung jenis tanaman masing-masing (Ashari, 1995). Sebaliknya menurut Hartmann et al (1997) Inkompatibilitas antar jenis tanaman yang disambung dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut :

a. Tingkat keberhasilan sambungan rendah.

b. Pada tanaman yang sudah berhasil tumbuh, terlihat daunnya menguning, rontok, dan mati tunas.

c. Mati muda, pada bibit sambungan .

d. Laju pertumbuhan antara batang bawah dengan batang atas berbeda.

e. Terjadinya pertumbuhan yang berlebihan pada batang atas maupun batang

bawah.

2. 4. Karbohidrat.

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi hampir seluruh penduduk dunia khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa,warna dan tekstur buah (Winarno, 1992)


(34)

Karbohidrat adalah senyawa yang terdiri dari polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton yang dapat digolongan menjadi tiga yaitu monosakarida, 0ligosakarida dan polisakarida.

Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri atas 6 atom karbon. Atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (-OH). Ada tiga jenis heksosa yang penting yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Ketiga monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah atom yang sama, yaitu 6 atom karbon, 12 atom hidrogen, dan 6 atom oksigen. Perbedaannya hanya terletak pada cara penyusunan atom-atom hidrogen dan oksigen di sekitar atom-atom karbon. Perbedaan dalam susunan atom inilah yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat kemanisan, daya larut, dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut. Struktur kimianya dapat berupa struktur terbuka atau struktur cincin. Struktur glukosa dan fruktosa digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara gula reduksi dan gula non-reduksi. Penamaan gula reduksi ialah didasarkan pada adanya gugus aldehid (–CHO) dan keton (C=O) yang dapat mereduksi larutan Cu2+ menjadi Cu+ yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Monosakharida yang mengandung enam karbon mempunyai formula molekul C6H12O6. Termasuk di dalamnya glukosa (juga dikenal sebagai dekstrosa) yang terdapat pada tumbuhan, buah yang masak, madu, jagung manis, dan sebagainya.


(35)

Gambar 2.4. struktur monosakarida

Glukosa Fruktosa Ribosa

Oligosakarida merupakan golongan karbohidrat yang molekulnya terdiri dari 2 sampai 10 unit monosakarida dan dapat larut dalam air serta banyak terdapat di alam diantaranya sukrosa. Sukrosa terdapat dalam buah-buahan masak, dan getah pohon serta tersebar luas di alam. Maltosa ditemukan dalam biji yang sedang tumbuh dan mengandung dua molekul glukosa. Laktosa adalah gula susu dan hanya terdapat dalam susu (atau hasil-hasil dari susu).

Polisakarida merupakan senyawa yang terdiri dari gabungan molekul monosakarida yang berjumlah banyak (lebih dari 10 unit monosakarida) sehingga senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida. Karbohidrat kompleks ini dapat mengandung sampai tiga ribu unit gula sederhana yang tersusun dalam bentuk rantai panjang lurus atau bercabang. Jenis polisakarida yang penting adalah pati, dekstrin, glikogen, dan polisakarida nonpati/serat.

Biosintesis karbohidrat yaitu proses anabolisme atau pembentukan karbohidrat dari senyawa air dan karbondioksida dengan menggunakan energi cahaya yang dikenal


(36)

juga dengan fotosintesis. Baik karbohidrat ataupun oksigen yang dihasilkan fotosintesis, merupakan senyawa kimia yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Fotosintesis pada tumbuhan bersifat autotrof yang berarti dapat mensintesis makanan langsung dari senyawa anorganik. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari : cahaya/ khlorofil

6H2O + 6CO2 6H12O6 + 6O2

lukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa

dkk (2002), pada dasarnya rangkaian reaksi fotosintesis dapat

4. 1. Reaksi Terang.

cahaya diserap oleh molekul klorofil untuk dikumpulkan pada C

G

dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Pada tumbuhan, organ utama tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung kloroplas. Didalam khloroplas terdapat pigmen pemberi warna hijau yang disebut klorofil. Klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Cahaya akan menuju mesofil tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis.

Menurut lestari, R.

dibagi dua yaitu reaksi terang dan reaksi gelap.

2.

Di dalam daun,

pusat-pusat reaksi. Tumbuhan memiliki dua pigmen yang berfungsi aktif sebagai pusat reaksi yaitu fotosistem I dan fotosistem II. Molekul klorofil pada fotosistem I


(37)

menyerap cahaya dengan panjang gelombang 700 nanometer. Molekul klorofil fotosistem II menyerap cahaya dengan panjang gelombang 680 nanometer. Kedua fotosistem ini akan bekerja secara simultan dalam fotosintesis. Fotosintesis dimulai ketika cahaya mengionisasi molekul klorofil pada fotosistem II, sehingga melepaskan elektron yang akan ditransfer sepanjang rantai transpor elektron. Energi dari elektron ini digunakan untuk fotofosforilasi yang menghasilkan ATP. Reaksi ini menyebabkan fotosistem II mengalami defisit elektron yang harus segera diganti. Pada tumbuhan, kekurangan elektron ini dipenuhi oleh elektron dari hasil ionisasi air yang terjadi bersamaan dengan ionisasi klorofil. Hasil ionisasi air ini adalah elektron dan oksigen.


(38)

Pada saat yang sa juga mengionisasi fotosistem I, melepaskan elektron yang ditransfer sepanjang rantai transpor elektron yang akhirnya mereduksi NADP menjadi NADPH.

2. 4. 2. Reaksi Gelap

ATP dan NADPH yang dihasilkan pada reaksi terang memicu berbagai reaksi biokimia. Pada tumbuhan terjadi reaksi gelap pada siklus Calvin yang mengikat karbon dioksida membentuk ribulosa dan akhirnya menjadi glukosa. Reaksi ini disebut reaksi gelap adalah karena tidak bergantung pada cahaya.

Gambar 2.6. Reaksi gelap pada fotosintesis ma dengan ionisasi fotosistem II, cahaya


(39)

Reak

2 dikonversi menjadi molekul organik (fixation) melalui pe

3-phosphoglycerate menerima tambahan fosfat membentuk

1,3-spat).

enjadi RuBP melalui reaksi yang

idrat terjadi dengan reaksi:

+

+ 12e

si gelap dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu :

a. Fiksasi karbon.

Sebuah molekul CO

ngikatan ke gula 5C (ribulose bisphosphate) yang dikatalisasi enzim RuBP carboxylase (Rubisco). Selanjutnya gula 6C dipecah menjadi 3-phosphoglycerate. b.Reduksi CO2.

Tiap molekul

Bisphosphoglycerate (fosforilasi). NADPH dioksidasi menjadi NADP dan elektron yang ditransfer ke 1,3-Bisphosphoglycerate memecah molekul hingga tereduksi menjadi Glyceraldehyde 3-phosphate.

c. Regenerasi RuBP (Ribulosa bipo Glyceraldehyde 3-phosphate dikonversi m melibatkan fosforilasi molekul oleh ATP. Dari uraian diatas maka biosintesis karboh

6H2O 3O2 + 12H+ + 12e 6NADP+ + 12H+ + 12e 6NADPH + 6H 18 ADP + 18P 18ATP

6NADPH 6NADP+ + 6H+

6CO2 + 12 H+ +12e C6H1206 + 3O2

18ATP 18ADP + 18P

6CO2 + 6H2O C6H1206 + 6O2 +


(40)

Menurut Jumin (1989) dari reaksi fotosintesis tersebut ada beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis yaitu intensitas cahaya, konsentrasi karbondioksida, Suhu, kadar air, kadar fotosintat (hasil fotosintesis) dan tahap pertumbuhan. Faktor tersebut akan mempengaruhi kapasitas daun sebagai tempat terjadinya fotosintesis dan buah, batang serta akar sebagai penyimpan hasil fotosintesis (produk biosintesis). Jika intensitas cahaya, konsentrasi karbondioksida dan suhu tersedia pada kondisi tak dibatasi, maka kadar air, kadar fotosintat (produk biosintesis) dan tahap pertumbuhan akan mempengaruhi kapasitas daun, akar, batang dan buah. Banyaknya air sebagai reaktan dan sebagai pelarut zat hara dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh sistem perakaran. Makin panjang dan dalam akar menembus tanah makin banyak air yang diserap bila dibandingkan dengan perakaran yang pendek dan dangkal. Makin banyak air maka makin banyak produk biosintesis yang dapat ditranslokasikan melalui floem ke akar, batang dan buah. Pada tahap perkecambahan akar lebih banyak membutuhkan produk biosintesis.

Uji kualitatif terhadap karbohidrat sebagai produk biosintesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan reaksi pembentukan warna dan menggunakan cara kromatografi (TLC, GC dan HPLC). Dikarenakan efisiensi pengujian, pada umumnya untuk pengujian secara kualitatif hanya digunakan reaksi pembentukan warna sebagai dasar penentuan kandungan karbohidrat dalam suatu bahan. Sedikitnya ada tujuh reaksi pembentukan warna, yaitu reaksi Molisch, reaksi Barfoed, reaksi Fehling, reaksi Iodium, reaksi Benedict danreaksi Seliwanoff. Reaksi benedict merupakan reaksi yang lebih mudah dan sederhana langkah kerjanya tetapi spesifik untuk kelompok karbohidrat yang mengandung glukosa dan fruktosa. Teori yang mendasarinya reaksi


(41)

ini adalah gula yang mengandung gugus aldehida dan keton akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis menjadi Cu+, yang mengendap sebagai Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata.

Untuk penetapan kadar karbohidrat (uji kuantitatif) dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, enzimatik, dan kromatografi. Dalam metode kimia ada dua cara, yang pertama dengan melihat metode SNI cara uji makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992. Cara yang kedua dengan menggunakan metode Nelson Somogyi, yakni dengan prinsip reaksi reduksi CuSO4 oleh gugus karbonil pada gula reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru oksida (Cu2O) kemudian ditambahkan Na-sitrat dan Na-tatrat serta asam fosfomolibdat agar terbentuk suatu senyawa komplek berwarna biru yang dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Spektrofotometer digunakan karena kemampuannya dalam menganalisis banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisis. Spektrofotometri uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya oleh suatu senyawa di daerah ultraviolet (200 – 350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm). Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron


(42)

yang lebih mudah dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang lebih pendek

Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-Beer, yaitu:

A = - log T = - log It / Io = ε . b . C

Dimana: A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur .

ε = Koefisien ekstingsi.

T = Transmitansi. b = Tebal kuvet yang digunakan.

I0 = Intensitas sinar masuk.

It = Intensitas sinar yang diteruskan.

C = Konsentrasi dari sampel. (Sastrohamidjojo, 1991).


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

- Kalium Na – tatrat (C4H4KNaO6. 4H2O) p.a. (E.merck)

- Natrium Karbonat anhidrat (Na2CO3) p.a. (E.merck)

- Natrium Sulfat anhidrat (Na2SO4) p.a. (E.merck)

- Tembaga Sulfat Pentahidrat (CuSO4.7H2O) p.a. (E.merck)

- Asam Sulfat (H2SO4) p.a. (E.merck) - Dinatrium hidroarsenat heptahidrat (Na2HASO4. 7 H2O) p.a. (E.merck)

- Glukosa anhidrat (C6H12O6)

p.a. (E.merck)

- Natrium sitrat ( C6H5O7Na3 ) p.a. (E.merck) - Bibit Rimbang

- Tunas tanaman terung belanda - Tanah humus


(44)

- Atonik (ZPT)

3. 2. Alat-alat

- Beker Gelas

Pyrex

- Tabung reaksi

Pyrex - Rak tabung

- Labu ukur

Pyrex

- Gelas Ukur

Pyrex

- Hot Plate

MiltonRoy - Penangas air

Fisher

- Neraca analitik

Metler Toledo

- Gelas Erlenmeyer


(45)

- Spektrofotometer uv-vis Genesys 20 - Inkubator

- Mortar - Kain kasa - Tali rafia - Polybag

3. 3. Prosedur Penelitian

3. 3. 1. Persiapan Batang Bawah dan Batang Atas

Dilaksanakan sesuai dengan metode sambung pucuk terung

belanda dengan rimbang oleh Tarigan dan Pintubatu (2006).

a. Persiapan Batang Bawah

1) Tiga buah rimbang kering diambil bijinya dan disemaikan pada media persemaian yang mengandung tanah humus.

2) Setelah berumur + 2 bulan bibit dipindahkan ke polybag. (12 bibit yang akan disambung dan 4 cadangan).

3) Setelah bibit mempunyai diameter batang + 0,5 cm bibit disambung dengan pucuk/tunas terung belanda (R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, R8, R9, R10 R11, R12).


(46)

1) Dipersiapkan 3 tanaman terung belanda diatas 1 tahun yang bertunas banyak sebagai pohon induk untuk disambung dan untuk blanko.

2) Setiap pohon (pohon 1,2,3) dipotong tunasnya sebanyak 4 tunas setiap pohon (T1.1, T1.2, T1.3, T1.4, T2.1, T2.2, T2.3, T2.4, T3.1, T3.2, T3.3, T3.4). 3) Sisa tunas pada pohon induk dijadikan sumber buah untuk blanko yang tidak

disambung (Pohon blanko/ TB1,TB2,TB3).

3. 3. 2. Penyambungan Batang Bawah Dengan Batang Atas.

a) Pertumbuhan batang bawah ditunggu sampai diameter batang berukuran + 0,5 cm .

b) Dipotong + 15 cm diatas pangkal batang bawah dan dibuat sayatan berbentuk huruf V dengan panjang + 1 – 1,5 cm (sebanyak 12 batang dan 4 cadangan).

c) Dipilih calon batang atas yang panjangnya tidak melebihi 5 cm dan diameter tunas/pucuk yang sedikit lebih kecil dari batang bawah.

d) Pangkal tunas / pucuk batang atas disayat mengikuti bentuk sayatan yang telah disediakan pada batang bawah (12 batang)

e) Batang atas diselipkan kebatang bawah, dan diikat rapat dengan tali rafia. (S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4, S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4, S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3 , S12R12T3.4).


(47)

f) Jumlah daun dikurangi separuh dari jumlah daun yang ada, disisakan daun yang terdekat dengan ujung pucuk, disungkup dengan botol plastik untuk mengurangi penguapan yang berlebihan.

3. 3. 3. Pemelihraan Tanaman Baru Terung Belanda .

a) Tanaman yang baru disambung ditempatkan pada Green House

b) Dilakukan penyiraman dengan air jika kering dan tidak sampai

membasahi bekas sambungan.

c) Setelah sambungan berhasil, tanaman disemprot dengan atonik dosis 1 – 2 cc / liter air .

d) Memangkas tunas – tunas yang muncul pada batang bawah serta

melakukan pemupukan setelah penyambungan dan setelah terbentuk bakal buah yang pertama.

e) Setelah pertumbuhan sambungan normal, tali pengikat dan plastik di

lepaskan agar perkembangan dan pertumbuhan batang tidak terganggu.

f) Persentase keberhasilan penyambungan sudah dapat dihitung dengan

membandingkan jumlah tanaman terung belanda yang berhasil disambung, dan tumbuh dengan jumlah keseluruhan tanaman yang disambung dikalikan 100 %.


(48)

3. 3. 4. Panen Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Buah Terung Belanda Blanko.

Pada saat tanaman terung belanda sudah berbuah (sekitar 2 bulan setelah penyambungan ) maka panen dilakukan dari tanaman baru hasil sambung pucuk dan tanaman blanko yang sudah matang dalam jangka waktu yang bersamaan terhitung semenjak terbentuknya bakal buah.

Panen dilakukan dengan mengambil satu buah terung belanda dari setiap pohon hasil penyambungan S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4, S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4, S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3 , S12R12T3.4) dan satu buah dari setiap pohon tanpa penyambungan (TB1,TB2,TB3) kemudian dikelompokan menurut asal pohon induk (TS1, TS2, TS3) dan blanko (TB1,TB2,TB3).

3. 3. 5. Persiapan Analisis Karbohidrat

Analisis karbohidrat pada buah dari tanaman baru terung belanda dan buah terung belanda blanko dilaksanakan dengan mengacu pada analisis bahan makanan menurut Sudarmadji (1984).

a. Pembuatan Pereaksi Nelson Somogyi. - Larutan Nelson A

Dilarutkan 12,5 g natrium karbonat anhidrat 12,5 kalium natrium tatrat, 10 g natrium bikarbonat, dan 100 g natrium sulfat anhidrat dalam 350 ml akuadest. Kemudian diencerkan sampai 500 ml


(49)

- Larutan Nelson B

Dilarutkan 7,5 g CuSO4 5 H2O dalam 50 ml akuades dan ditambahkan 1 tetes H2SO4 (pekat).

Pereaksi Nelson dibuat dengan cara mencampurkan 25 ml bagian larutan Nelson A dan 1 ml bagian larutan Nelson B. Pencampuran dilakukan pada setiap hari akan digunakan.

b. Pembuatan Larutan Arsenomolybdat.

1) Dilarutkan 25 g Ammonium molybdat dalam 450 ml akuadest dan

ditambahkan 25 ml asam sulfat pekat.

2) Dilarutkan pada tempat yang lain 3 g Na2HASO4 7 H2O dalam 25 ml akuades.

3) Larutan kedua dituangkan kedalam larutan yang pertama, dan disimpan dalam botol berwarna cokelat.

4) Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam (hingga larutan berwarna kuning).

c. Pembuatan Pereaksi Benedict.

1). Dicampurkan 17,3 g natrium sitrat dengan 10 g natrium karbonat anhidrat ke dlm 80 ml air, diaduk, dan disaring.

2). Ditambahkan 1,73 g tembaga sulfat yg telah dilarutkan dlm 10 ml air. 3). Volume total dibuat menjadi 100 ml dengan penambahan air.

d. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (650 –850 nm) Larutan Standar. 1) Ditimbang 40 mg Glukosa anhidrat dan dilarutkan dengan akuades sampai


(50)

2) Dipipet 25 ml larutan diatas dan diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (larutan glukosa 0,05 mg / ml).

3) Dipipet 1 ml larutan glukosa 0,05 mg / ml ke dalam tabung reaksi,

ditambahkam 1 ml pereaksi nelson dan ditutup tabung reaksi dengan kapas, segera dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30 menit.

4) Diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai 25o

5) Setelah dingin ditambahkan 1 ml larutan arsenomolybdat, dikocok sampai semua endapan Cu2O larut sempurna, dan ditambahkan 7 ml akuadest, kemudian dikocok sampai homogen.

6) Diukur serapan panjang gelombang pada 650 –850 nm dengan menggunakan blanko akuades.

e. Persiapan Kurva Kalibrasi Larutan Glukosa Standar.

1) Dibuat larutan glukosa standar 0,02 ; 0,04 ; 0,06 ; 0,08 ; 0,10 ; 0,12 ; 0,14 ; 0,16 ; 0,18 dan 0,2 mg/ml dengan mengencerkan larutan glukosa 0,2 mg/ml sebanyak 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 ; 22,5 dan 25 ml kedalam labu takar 25 ml.

2) Masing – masing larutan standar dipipet 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi.

3) Kedalam masing-masing tabung ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson somogyi dan ditutup dengan kapas, segera dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30 menit.


(51)

5) Setelah dingin ditambahkan 1 ml larutan arsenomolybdat, dikocok sampai semua endapan larut sempurna, ditambahkan 7 ml akuadest, kemudian dikocok sampai homogen.

6) Diukur serapan panjang gelombang pada 750 nm dengan menggunakan

blanko akuades.

7) Hasil pengukuran absorbansi dibuat dalam bentuk kurva kalibrasi.

3. 3. 6. Pembuatan Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko Untuk Analisis Karbohidrat.

a) Disediakan 1 buah terung belanda dari setiap pohon hasil penyambungan (S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4, S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4, S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3 , S12R12T3.4) dan masing – masing 4 buah terung belanda blanko dari 3 pohon induk (TB1,TB2,TB3).

b) Masing – masing buah hasil sambung pucuk dikelompokan menurut asal pohon induk TS1 (S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4), TS2 (S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4), dan TS3 (S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3 , S12R12T3.4 ) serta buah terung belanda blanko TB1,TB2 dan TB3.

c) Masing – masing buah (TS1,TS2,TS3,TB1,TB2,TB3) dicuci bersih dan ditimbang untuk mengetahui berat sampel dalam 1 ml filtrat.

d) Buah dipotong kecil, dihaluskan dan disaring dengan kain kasa sehingga diperoleh filtrat TS1, TS2, TS3, TB1,TB2 dan TB3.


(52)

e) Masing – masing filtrat diukur volumenya, untuk mengetahui berat sampel dalam 1 ml filtrat.

f) Masing – masing filtrat diambil 1 ml dan diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sehingga diperoleh larutan sampel (1 ml filtrat / 100 ml larutan ).

3. 3. 7. Analisis Kualitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko.

a) Dimasukan masing – masing 5 ml larutan sampel (1 ml filtrat / 100 ml larutan ) dan 15 ml pereaksi Benedict ke dalam tabung reaksi, Dicampurkan sampai homogen.

b) Dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 5 menit.

c) Didinginkan perlahan-lahan, diperhatikan warna dan endapan yang terbentuk.

3. 3. 8. Analisis kuantitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko.

a) Masing – masing dipipet 1 ml larutan sampel ( 1 ml filtrat / 100 ml larutan ) dan diencerkan dalam labu takar 25 ml sehingga diperoleh larutan sampel ( 1 ml filtrat / 2500 ml larutan ).

b) Masing – masing dipipet 1 ml larutan sampel ( 1 ml filtrat / 2500 ml larutan ). Diambil 1 ml larutan filtrat, kemudian ditambahkan 1 ml


(53)

pereaksi Nelson – Somogyi. Segera dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30 menit.

c) Larutan didinginkan pada suhu 250C dan ditambahkan 1 ml larutan arsenomolybdat, kemudian ditambahkan 7 ml akuades.

d) Setelah itu diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 750 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer uv – vis.

e) Dihitung kadar karbohidrat pada sampel sebagai kadar gula reduksi dengan mensubstitusikan absorbansi larutan sampel ke persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi larutan glukosa standar dengan rumus sebagai berikut

Y = a + bX

KGR = X . Fp ____________ x 100% S

Dimana :

Y = nilai absorbansi larutan sampel. X = konsentrasi glukosa

a = slope b = intersep

KGR = Kadar Gula Reduksi Fp = Faktor pengenceran


(54)

3.4.Bagan Penelitian.

3.4.1. Persiapan Batang Bawah (Rimbang) dan Batang Atas (Terung Belanda).

3 pohon terung belanda yang subur diatas 1 tahun untuk persiapan batang atas 3 buah rimbang yang tua

untuk

persiapan batang bawah

diambil 4 tunas yang muda dan sedikit berkayu setiap pohon (12 tunas untuk disam bung) dan sisanya

untuk blanko Disemai, ditunggu ± 2 bulan

sampai diameter batan ± 0,5 cm

bibit tanaman

Diambil 12 bibit untuk disambung

dan 4 bibit untuk cadangan. dan dipindahkan ke polybag

Bibit rimbang untuk disambung

R1 R5 R9 R2 R6 R10 R3 R7 R11 R4 R8 R12

Tunas terung belanda untuk disambung

Tunas Terung belanda tidak disambung

Pohon blanko1 pohon blanko 2 Pohon1 pohon2 pohon3

T1.1 T2.1 T3.1 T1.2 T2.2 T3.2 T1.3 T2.3 T3.3


(55)

3.4.2. Penyambungan Batang Bawah (Rimbang) dengan Batang Atas (Terung Belanda).

Batang berdiameter ± 0,5 cm Dipotong ± 5 cm dari ujung pucuk bentuk V terbalik dengan panjang torehan ± 1-1,5 cm Batang

berdiameter ± 0,5 cm Dipotong ± 15 cm dari pangkal bentuk V dengan panjang torehan ± 1-1,5 cm bib sambu

it rimbang untuk ng

R1 R5 R10 R2 R6 R9 R3 R7 R11

tunas terung belanda untuk disambung T1.1 T2.1 T3.1 T1.2 T2.2 T3.2 T1.3 T2.3 T3.3 T1.4 T2.4 T3.4 bibit rimbang untuk

disambung

R1 R5 R10 R2 R6 R9 R3 R7 R11 R4 R8 R12

Terung belanda tidak disambung TB1 TB2 TB3 TB1 TB2 TB3 Tanaman Terung Belanda Blanko

S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2 S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11T3.3 S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4


(56)

3.4.3. Pemeliharaan Tanaman Terung Belanda Sambung Rimbang

Buah Tanaman Baru Terung Belanda Untuk Dianalisis

Buah Terung Belanda Blanko Untuk Dianalisis

TB1 TB2 TB3 Disemprot dengan Zpt (Atonik

dosis 1-2cc/liter air)

S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11 T3.3 S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4 S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2

Dipupuk dan dibuang tunas yang muncul pada batang bawah Setelah normal tali pengikat dan sungkup plastik dilepas

Ditunggu berbuah ± 2 bulan Dihitung persentase keberhasilan sambungan.

Tanaman Baru Terung Belanda

S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2 S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11T3.3 S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4

Tanaman Terung Belanda Blanko

TB1 TB2 TB3


(57)

3.4.4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa Standar

GLUKOSA ANHIDRAT

Larutan Glukosa 0,2 mg/ml

Larutan Glukosa 0,05 mg/ml

Ditimbang 40 mg.

Dilarutkan dengan akuadest sampai 200 ml

Dipipet 25 ml Diencerkan sampai 100 ml

Ditambah 1 ml pereaksi Nelson Ditutup dengan kapas

Dipanaskan dalam penangas air mendidih 30 menit

Diangkat dan didingikan sampai 250C

Ditambah larutan

Arsenomolibdat dikocok sampai endapan larut

Ditambah 7 ml akuades dikocok sampai homogen

Diukur serapan panjang gelombang pada 650-850 nm Dilakukan hal yang sama untuk blanko akuades


(58)

3.4.5. Pengukuran Absorbansi Larutan Glukosa Standar

Larutan glukosa standar

0,02 ; 0,04 ; 0,06 ; 0,08 ; 0,10 ; 0,12 ; 0,14 ; 0,16 ; 0,18 dan 0,2 mg/ml

LARUTAN GLUKOSA 0,2 mg/ml

Diencerkan dengan memipet masing – masing

2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 ; 22,5 dan 25 ml larutan kedalam labu takar 25 ml.

Ditambahkan air sampai tanda batas.

Kurva kalibrasi larutan glukosa standar

Masing – masing dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi.

Ditambah 1 ml pereaksi Nelson, dan ditutup dengan kapas.

Dipanaskan dalam penangas air mendidih 30 menit.

Diangkat dan didinginkan pada suhu 25 0 C

Ditambah 1 ml larutan Arseno molibdat, dikocok, ditambah 7 ml akuades dan diaduk sampai homogen

Diukur serapan pada panjang gelombang 750 nm

Data absorbansi dibuat dalam bentuk kurva


(59)

3.4.6. Pembuatan Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko Untuk Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Filtrat Filtrat Filtrat Filtrat Filtrat Filtrat TS1 TS2 TS3 TB1 TB2 TB3

Dikelompokan menurut asal pohon induk, dicuci, ditimbang, dipotong kecil, dihaluskan dan disaring dengan kain kasa

Masing – masing filtrat diukur volumenya dan diambil 1 ml fitrat untuk diencerkan dalam labu takar 100 ml

LARUTAN SAMPEL TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3

1 ml filtrat / 100 ml larutan Buah terung belanda hasil sambung pucuk

untuk dianalisis

Buah terung belanda blanko untuk dianalisis

TB1 TB2 TB3 S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11 T3.3

S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2 S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1


(60)

3.4.7. Analisis Kualitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda Dan Blanko Dengan Metode Benedict

5 ml larutan sampel

Masing – masing dipipet 5 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi

Hasil

Ditambah 15 ml pereaksi Benedict

Dipanaskan selama 2 menit dalam penangas air mendidih.

Didinginkan hingga 25oC. Diperhatikan perubahan pada larutan.

LARUTAN SAMPEL TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3


(61)

3.4.8. Analisis Kuantitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko Dengan Metode Nelson Somogyi.

LARUTAN SAMPEL

TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3 (1 ml filtrat/100 ml larutan)

LARUTAN SAMPEL

TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3 (1 ml filtrat / 2500 ml larutan)

1 ml larutan sample (1 ml filtrat / 2500 ml larutan)

Masing – masing dipipet 1 ml dan diencerkan dalam labu takar 25 ml

Larutan Homogen

Ditambah 1 ml pereaksi Nelson Dipanaskan selama 30 menit diatas penagas air mendidih.

Didinginkan hingga 25 0 C Ditambah 1 ml larutan

Arsenomolybdat dan dikocok Ditambah 7 ml akuades

Diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 750 nm Dilakukan perhitungan kadar gula reduksi

Masing – masing dipipet 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian.

4.1.1. Hasil Analisis Karbohidrat

Analisis karbohidrat pada buah dari tanaman baru terung belanda dan blanko dilaksanakan dengan memperoleh hasil sebagai berikut:

a. Hasil penentuan berat sampel buah tanaman baru terung belanda dan blanko Tabel 4.1. Berat Sampel Buah Terung Belanda Untuk Analisis I, II, III

Analisis ke/no

Sampel Berat sample (gram) Volume filtrate (ml) Berat Sampel (mg/ml)

I 1 2 3 4 5 6 II 1 2 3 4 5 6 III 1 2 3 4 5 6

TS1 135,2854 74 1828,181 TS2 170,7605 92 1856,092 TS3 128,7376 69 1865,762 TB1 145,8460 81 1800,568 TB2 132,2459 72 1836,749 TB3 151,7648 80 1897,060 TS1 128,5433 70 1836,333 TS2 135,7821 74 1834,893 TS3 134,8453 73 1847,196 TB1 131,4542 72 1825,753 TB2 142,3273 78 1824,709 TB3 133,4226 74 1803,008 TS1 55,5000 30 1850,000 TS2 174,4000 96 1816,667 TS3 109,2000 59 1850,847 TB1 91,9660 49 1876,857 TB2 78,5280 43 1826,233 TB3 81,3390 45 1807,533


(63)

b. Hasil analisis kualitatif larutan sampel dengan menggunakan pereaksi Benedict, menunjukan semua larutan sampel dari buah tanaman baru terung belanda dan buah terung belanda blanko (1 ml filtrat / 100 ml larutan) menghasilkan perubahan warna larutan dari biru ke hijau dan dari hijau ke hijau kekuningan serta terbentuk endapan merah bata.

c. Hasil penentuan panjang gelombang maksimum larutan glukosa standar 0,05 mg/ml dengan menggunakan spektrofotometer uv-vis pada 650 nm – 850 nm diperoleh pada 750 nm yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa Standar No Panjang gelombang (nm) Absorbansi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

650 0,415 660 0,441

670 0,477 680 0,515 690 0,553 700 0,584

710 0,621 720 0,652 730 0,677 740 0,692

750 0,696* 760 0,692 770 0,684

780 0,671 790 0,651 800 0,627 810 0,606 820 0,585 830 0,563 840 0,543 850 0,524


(64)

Dari table diatas diperoleh kurva panjang gelombang maksimum sebagai berikut:

0,4 0,5 0,6 0,7

650 670 690 710 730 750 770 790 810 830 850

Panjang Gelombang (nm)

A

b

so

rb

an

s

i

Gambar 4.1. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa Standar

d) Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Glukosa Standar pada 750 nm menunjukan bahwa terjadi peningkatan absorbansi larutan glukosa sesuai dengan peningkatan konsentrasi larutan glukosa standar sehingga diperoleh persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi berikut :


(65)

Tabel 4.3. Absorbansi Larutan Glukosa Standar pada 750 nm No Konsentrasi larutan

glukosa standar (mg/ml)

Absorbansi larutan glukosa standar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0,02 0,481 0,04 0,623 0,06 0,768 0,08 0,911 0,10 1,054 0,12 1,199 0,14 1,344 0,16 1,487 0,18 1,632 0,20 1,775

Dari tabel diperoleh persamaan regresi dan kurva kalibrasi dengan perhitungan nilai a (slope) dan b (intersep) serta nilai r (korelasi) absorbansi dengan konsentrasi larutan glukosa standar sebagai berikut:

ccc

(∑X ²) (∑Y) - (∑X ) (∑XY) a = __________________________ n (∑X²) - ( ∑X) ²

0,154 (11,274) - (1,1)(1,47762) = _________________________ 10 (0,154) - (1,1)² 1,736196 - 1,62538 = __________________ 0,33

= 0,34


(66)

n (

XY) - (

X ) (

Y)

b = ___________________

n (

X²) - (

X) ²

10(1,47762) - (1,1)(11,274)

= _____________________

10 (0,154) - (1,1)²

14,7762 - 12,401

= _______________

0,33

= 7,19

r = n∑XY - ∑X .∑Y

_____________________________________ _____________________________________ √ (n.∑X² - ( ∑X) ² ) x ( n ∑Y² - ( ∑Y) ² )

r = 14,7762 - 12,4014

_________________________________________ __________________________________________ √ (1,54 - 1,21) x (144,1931 - 127,103) .

= 2,3748 _______

________________ √ 0,33 x 17,08998 = 0,999998

Dengan nilai koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,999998 menunjukan bahwa konsentrasi glukosa berkorelasi positif dengan absorbansi dan korelasinya erat ( r2 = 0,999996 ) sehingga kurva mempunyai keakuratan dalam menentukan konsentrasi glukosa sebesar 99,99 %.


(67)

0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

0,02 0,06 0,1 0,14 0,18

KONSENTRASI GLUKOSA (mg/ml)

Ab

s

o

rb

an

si

Y = 0,34 + 7,19X

r = 0,999998

Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Glukosa Standar

Dari hubungan absorban terhadap konsentrasi larutan glukosa standar pada kurva diatas maka diperoleh persamaan garis regresi linier.

Y = a + bX Y = 0,34 + 7,19X

Dimana: Y = nilai absorban X = konsentrasi glukosa a = slope

b = intersep


(68)

f) Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel buah terung belanda yang disambung dan blanko pada analisis I, II, III dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Absorbansi larutan sampel buah terung belanda

Analisis Ke / no

Sampel Absorbansi (y)

I 1 2 3 4 5 6 II 1 2 3 4 5 6 III 1 2 3 4 5 6

TS1 1,093 TS2 1,169 TS3 1,089 TB1 0,848 TB2 0,927 TB3 0,838 TS1 1,054 TS2 1,164 TS3 0,985 TB1 0,898 TB2 0,938 TB3 0,854 TS1 1,089 TS2 1,172 TS3 1,063 TB1 0,875 TB2 0,912 TB3 0,811

Hasil pengukuran absorbansi larutan sampel digunakan untuk perhitungan kadar gula reduksi (KGR) sebagai berikut:

Misalnya pada analisis I.

absorbansi larutan sampel P1 = 1,093 maka ( Y ) = 1,093

Berat sampel dalam 1 ml filtrat (S) = 1828,181 mg Faktor pengenceran ( Fp) = 2500


(69)

1,093 - 0,34 X = _____________ 7,19 0,7572 = __________ 7,19

= 0,105313

KGR = X . Fp

____________ x 100% S

= 0,105313 . 2500

________________ x 100% 1828,18

26328,23 = _____________ 1828,181

= 14,40133 %

= 14,40 %

Dengan perhitungan yang sama kadar gula reduksi pada analisis 1,2 dan 3 secara keseluruhan untuk buah tanaman baru terung belanda dan blanko dapat dilihat pada tabel berikut:


(70)

Tabel 4.5 . Kadar Gula Reduksi Buah Dari Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko

Tanaman Baru Terung Belanda Tanaman Blanko No TS1 (%) TS2 (%) TS3 (%) TB1 (%) TB2 (%) TB3 (%) 1 2 3

14,07736 15,92426 13,58247 13,51942 15,61448 12,14110

14,32145 15,52981 13,95843

9,809917 11,11219 9,127659 10,62682 11,39511 9,912348 9,91137 10,89058 9,060365

13,97274 15,68951 13,22733 10,11604 11,13263 9,366791

Rata- Rata KGR

14,29653 (%) 10,20515 (%)

Dari tabel dapat diketahui bahwa penyambungan tanaman terung belanda sebagai batang atas dengan tanaman rimbang sebagai batang bawah dapat meningkatkan kadar gula reduksi pada buah terung belanda hasil penyambungan yakni;

14,29653 -10,20515

_________________ x 100 % = 40,09 % 10,20515


(71)

Sehingga dapat dibuat kurva peningkatan kadar gula reduksi sebagai berikut

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

TB1 TB2 TB3 TS1 TS2 TS3

% KGR

ANALISIS 1

ANALISIS 2

ANALISIS 3

Gambar 4.3. Grafik peningkatan kadar gula reduksi pada buah terung belanda ( TB = buah blanko , TS = buah dari tanaman baru hasil sambung pucuk)

4.1.2. Pengamatan Terhadap Tanaman Baru Terung Belanda.

Pengamatan selama 6 bulan terhadap tanaman baru terung belanda setelah penyambungan terung belanda dengan rimbang adalah sebagai berikut :

a) Pada minggu ketiga setelah penyambungan terdapat 9 tanaman yang tumbuh subur dari 12 tanaman yang disambung pucuk.

b) Pada minggu ke 8 setelah penyambungan terjadi pembengkakan pada bekas


(72)

sehingga batang atas lebih besar dari batang bawah, batang yang disambung lebih pendek dan cabang lebih banyak dibandingkan batang terung belanda blanko.

c) Pada minggu ke 13 setelah penyambungan tanaman mulai berbunga dan

membentuk bakal buah.

d) Pada minggu ke 21, 23 dan 25 setelah penyambungan (setelah 6 bulan), buah terung belanda yang disambung dan blanko dipanen bersamaan. Tekstur buah terung belanda hasil penyambungan lebih keras dari pada blanko. Secara umum tidak terdapat perbedaan bentuk, ukuran dan warna pada daun ataupun buah antara tanaman yang disambung dengan tanaman blanko. Tanaman terung belanda yang disambung lebih banyak menghasilkan buah dari pada tanaman terung belanda blanko yang dapat dilihat pada tabel berikut


(73)

Tabel 4.6. Hasil Pengamatan Keberhasilan Sambung Pucuk Antara Terung Belanda Dengan Rimbang

Produksi Buah No / Tanaman

Keadaan

Tanaman Panen

I panen II panen III Rata-rata

1 S1R1T1.1 2 S2R2T1.2 3 S3R3T1.3 4 S4R4T1.4 5 S5R5T2.1 6 S6R6T2.2 7 S7R7T2.3 8 S8R8T2.4 9 S9R9T3.1 10 S10R10T3.2 11 S11R11T3.3 12 S12R12T3.4 13 TB1

14 TB2 15 TB3

Subur 15 17 20

Tidak tumbuh setelah penyambungan (gagal) Tidak tumbuh setelah penyambungan (gagal) subur 22 22 16

subur 35 39 25

subur 27 23 28

subur 23 35 24

subur 25 28 32

subur 18 25 20

subur 18 19 27

subur 25 23 16

Tidak tumbuh setelah penyambungan (gagal) Subur 13 18 10

Subur 19 17 24

Subur 18 10 15

(TS1) 56 (TS2) 86 (TS3) 67 (TB1) 41 (TB2) 70 (TB3) 43 TS 70 TB 51 Jumlah 258 276 257

Rata-rata 22 23 21

66 buah / pohon / 15 hari


(74)

Dari tabel di atas dapat di tentukan persentase keberhasilan sambung pucuk antara terung belanda dengan rimbang, yaitu :

Jumlah tanaman yang disambung % keberhasilan = _______________________________ x 100 % Jumlah tanaman yang tumbuh

= 9____ x 100 % 12

= 75 %

Selanjutnya dari perbandingan rata – rata produksi buah terung belanda blanko dengan produksi buah tanaman baru terung belanda yang diamati selama 3 kali panen atau 45 hari yaitu 51 : 70 menunjukan bahwa terjadi peningkatan produksi sebesar

70 - 51 x 100 % = 37,25 %

51

67 86

56 43 70

41

0 20 40 60 80 100

TB1 TB2 TB3 TS1 TS2 TS3

(BUAH )

T. Blanko

T. Sambung

Gambar 4.4. Grafik Produksi Buah Tanaman Baru Terung Belanda Dan Blanko


(75)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pembahasan hasil analisis karbohidrat.

Dari hasil analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap larutan sampel buah dari tanaman baru terung belanda dan blanko menunjukan bahwa :

a. Dengan menggunakan pereaksi benedict yang menunjukan bahwa buah dari tanaman baru terung belanda hasil penyambungan dan buah terung belanda blanko positif mengandung karbohidrat monosakarida yakni glukosa sebagai gula reduksi. Hal ini di buktikan dengan terjadinya perubahan warna larutan dari biru ke hijau dan dari hijau ke hijau kekuningan dan terbentuknya endapan merah bata. Pada pereaksi benedict natrium sitrat dan natrium karbonat membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan tembaga sulfat. Selanjutnya gula mencegah terbentuknya endapan CuCO3 dan mereduksi Cu2+ yang terikat pada senyawa kompleks menjadi Cu+ sehingga warna biru berubah menjadi hijau. Cu+ diendapkan dengan memanaskan dalam penangas air mendidih, sehingga banyaknya endapan dapat menunjukan kadar gula yang dapat mereduksi. Berikut reaksi yang berlangsung:

Na3C6H5O7 + Na2CO3 + 2CuSO4 + 2NaOH 2Na2SO4 + CuCO3 + Na3C6H3O7Cu + 2H2O

Komplek berwarna biru mengandung Cu2+

RCHO + 2Cu2+ + 5OH- RCOO- + Cu2O + 3H2O Gula Pereduksi Endapan Merah Bata

b). Selanjutnya dari tanaman baru terung belanda dan blanko serta analisis kuantitatif hingga diperoleh peningkatan kadar karbohidrat pada buah tanaman


(76)

baru terung belanda dapat dijelaskan dengan pendekatan fotosintesis atau biosintesis karbohidrat. Dengan keberhasilan penyambungan berarti proses

fotosintesis tetap berlangsung setelah penyambungan dengan reaksi : cahaya/ khlorofil

6H2O + 6CO2 C6H12O6 + 6O2

Pada dasarnya terjadi pada dua reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap, yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya, konsentrasi karbondioksida, suhu, kadar air, kadar fotosintat (hasil fotosintesis) dan tahap pertumbuhan. Faktor intensitas cahaya, konsentrasi karbon dioksida dan suhu tidak terbatas dan tidak berbeda antara terung belanda yang disambung dengan blanko. Setelah penyambungan faktor yang berpengaruh adalah kadar air, kadar fotosintat dan tahap pertumbuhan. Ketiga faktor ini dapat mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologis tanaman. Dimana tanaman memberikan respon terhadap pengaruh yang diberikan. Bentuk dan kedalaman serta penyebaran akar (rimbang) mempengaruhi jumlah air yang dapat diserap oleh akar tanaman, akar yang kurus dan panjang (akar rimbang ) mempunyai luas permukaan yang lebih besar dari akar yang tebal dan pendek ( akar terung belanda) sehingga penyerapan air dapat ditingkatkan untuk melakukan reaksi fotosintesis. Pada tanaman yang tumbuh terjadi translokasi air melalui xylem dari sel ke sel atau dari organ ke organ untuk membentuk karbohidrat. Produk biosintesis yang berupa karbohidrat ini dialirkan melalui phloem untuk proses pembentukan senyawa kimia lainya didalam tanaman, dan sisanya disimpan di akar, batang dan buah. Penyambungan mengakibatkan gangguan secara sementara terhadap proses


(77)

translokasi ini sehingga terjadi pembengkakan pada bekas luka sambungan. Selanjutnya akar yang sudah kuat pada batang bawah sambungan untuk sementara tidak menerima produk biosintesis karena sudah melewati masa perkecambahan, sehingga produk biosintesis lebih besar digunakan untuk pembentukan cabang atau buah. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah produksi buah serta kadar gula reduksi pada buah. Meningkatnya kadar gula reduksi sebagai karbohidrat pada buah terung belanda yang disambung menyebabkan buah semakin padat atau semakin keras jika dibandingkan dengan buah terung belanda blanko.

4. 2. 2. Pembahasan Terhadap Tanaman Baru Terung Belanda.

Dari hasil pengamatan selama 6 bulan setelah penyambungan antara terung belanda dan rimbang dengan tingkat keberhasilan 75 % dapat diketahui bahwa : a) Terjadi pertautan antara batang atas dengan batang bawah. Masing-masing sel

parenkim batang atas dan batang bawah mengadakan kontak, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Setelah dilakukan penyambungan sel-sel batang bawah dan sel-sel batang atas yang dilapisi oleh membran plasma yang terdiri dari senyawa fospat dan protein integral masing-masing tetap melakukan pembelahan sel dan saling berinteraksi dengan bantuan enzim difospatase. Setelah terjadi perpaduan pada akhirnya terbentuk jaringan/pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses transportasi zat hara dan air serta produk biosintesis dalam tanaman kembali


(1)

(2)

(3)

PUCUK/TUNAS TERUNG BELANDA UNTUK BATANG ATAS BIBIT RIMBANG ( BATANG BAWAH)


(4)

PENYAMBUNGAN TANAMAN RIMBANG DAN TERUNG BELANDA


(5)

PEMBENGKAKAN PADA BEKAS LUKA SAMBUNGAN ,BATANG ATAS LEBIH BESAR DAN MEMBENTUK CABANG


(6)

ANALISIS KARBOHIDRAT PADA BUAH TERUNG BELANDA DARI TANAMAN BARU HASIL SAMBUNG PUCUK DAN BLANKO


Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

4 98 89

Studi Analisa Kadar Vitamin C Dan Kadar Beta Karoten Dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Tanaman Terung Belanda (Solanum Betaceaum CAV.) Dengan Tanaman Lancing (Solanum Mauritianum)

20 127 62

Aktivitas Alkaloid Dari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Terhadap Tingkat Kehamilan Mencit (Mus Musculus)

7 76 68

Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai Anti-Aging

14 143 119

Formulasi Masker Peel-off Ekstrak Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea Cav. Sendtn.) Sebagai Anti Aging

46 254 103

Ketahanan Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav) Setelah Diinduksi Dengan Sinar Uv Terhadap Colletotrichum sp.

2 47 65

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

0 0 7

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN SARI BUAH TERUNG BELANDA (Solanum betaceum) HASIL SAMBUNG PUCUK DENGAN LANCING (Solanum mauritianum) PADA PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN MENGGUNAKAN

0 1 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.) - Studi Analisa Kadar Vitamin C Dan Kadar Beta Karoten Dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Tanaman Terung Belanda (Solanum Betaceaum CAV.) Dengan Tanaman Lancing (S

0 0 20

STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG BELANDA (Solanum betaceaum Cav.) DENGAN TANAMAN LANCING (Solanum mauritianum) SKRIPSI IRMA SAFITRI

0 0 13