Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan

Bila ideal outer range of the good kemudian, karena perkembangan teknologi, dapat dilayani oleh suatu pusat, maka area ini menjadi real outer range of the good. Jangkauan pelayanan bagian luar yang nyata real outer range of the good adalah perluasan area dari jangkauan pelayanan bagian dalam, yang bisa dilayani tidak hanya oleh satu pusat pelayanan. Bila pusat pelayanan tidak mendapatkan pesaing guna melayani ideal outer range of the good, maka pusat pelayanan tersebut mendapatkan ideal outer range sepenuhnya menjadi bagian dari real outer range of the good. Namun bila terdapat pesaing, maka ideal outer range dilayani secara bersama sehingga real outer range mengecil. Hasil penelitian Christaller dalam Hartshorn, 1980 menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan penduduk membentuk hirarkhi pelayanan, dengan sebuah pusat utama yang didukung oleh beberapa pusat pelayanan dengan skala yang lebih rendah.

2.3.2. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan

Beberapa teori lain dengan penerapan teori Economic Base, Multiplier Effect yang berkaitan dengan teori input-output dan penerapan teori lokasi, Location Theory, teori pusat Central Place Theory dan penerapan teori Kutub Pengembangan Growth Pole Theory. a. Teori Lokasi. Paling tidak ada tiga hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan lokasi proyek pembangunan yaitu 1 pengeluaran terrendah 2 jangkauan pemasaran dan 3 keuntungan tertinggi. Universitas Sumatera Utara b. Teori Pusat Pelayanan Pola ideal yang diharapkan terbentuk, asumsi homogin dalam hal bentuk medan, kualitas tanah dan tingkat ekonomi penduduk serta budayanya, Christaller menyajikan bentuk pola pelayanan seperti jejaring segi enam hexagonal. Bentuk pola pelayanan hexagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal efisiensi transportasi, pemasaran dan administrasi Haggett, 2001. c. Teori Kutub Pertumbuhan Berbeda dengan Christaller yang berlatar belakang ahli Geografi, teori Kutub pertumbuhan diprakarsai dan dikembangankan oleh para ahli ekonomi. Teori ini melahirkan konsep ekonomi seperti konsep industri penggerak leading industry, konsep polarisasi dan konsep penularan trickle atau spread effect. Tarigan 2006, teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang spatial order kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber- sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usahakegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Salah satu hal banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut. Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi Universitas Sumatera Utara atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut. Dalam konteks keruangan, beberapa konsep pembangunan wilayah telah diciptakan, misalnya Perroux 1955 dengan konsep “growth pole”. Konsep tersebut kemudian digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan, dalam bentuk strategi pembangunan. Strategi pembangunan yang dianggap berhasil dilaksanakan dan diterapkan di berbagai wilayah di dunia biasanya diikuti oleh negara maupun wilayah lainnya. Salah satu konsep keruangan yang banyak diikuti adalah konsep growth pole kutub pertumbuhan. Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi economic space theory, dimana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Disini Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan. Meskipun ada beberapa perbedaan penekanan arti industri pendorong akan tetapi ada tiga ciri dasar yang dapat disebutkan yaitu : 1. Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar mempunyai pengaruh kuat baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang dengan cepat. Universitas Sumatera Utara 3. Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor-sektor lainnya harus penting sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan kepada unit-unit ekonomi lainnya. Keberhasilan penerapan strategi growth pole di negara asalnya, membuat pemerintahan yang berkuasa di negara lain pada masa itu berusaha mencoba menerapkan juga di negara masing-masing termasuk di Indonesia, seperti dinyatakan oleh Nagamine Haruo 2000 , “Perencanaan wilayah sebagai peramalan masa depan dalam pendekatan analitis dari Isard membawa pada publikasi pada pembangunan ‘kutub’, growth pole, growth centers dan kelompoknya selama paruh terakhir dari tahun 1960an. Pendekatan ini didasarkan pada realitas negara-negara industri di Barat dalam penerapannya efektif, begitu juga besar harapan dapat efektif diterapkan pada Negara-negara Dunia Ketiga”. Stern 2002 menyatakan bahwa pada era tahun 1960an pemerintah pada berbagai negara mempunyai kekuasaan penuh terhadap perencanaan pembangunan di negaranya, hal ini mengingat pada tahun 1960an, baik masyarakat umum maupun pejabat pemerintah percaya bahwa pemerintah dapat mengerti ekonomi secara baik dan dengan kuat membawa negaranya ke arah tertentu. Sehingga dapat dipahami mengapa konsep growth pole yang dianggap berhasil di negara Barat banyak diikuti oleh berbagai negara pada tahun 1960an. Universitas Sumatera Utara

2.4. Pengembangan Wilayah