Faktor Internal Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

cara wujud manusia ialah berada bersama di suatu dunia sehingga dapat dikatakan berada di suatu dunia bersama manusia lain. 78 Anak sebagai pribadi tentu mempunyai perasaan dan emosi yang tertanam dalam dirinya ataupun eksternal yang melingkupi dirinya self cirtumstances. Tentu dari perasaan yang dimiliki oleh anak tersebut, terdapat beberapa hal yang menonjol yang ingin dilakukan oleh anak itu sendiri, atau biasa disebut niat. Hasil dari Seminar Kriminologi III di Semarang 1976 menyatakan bahwa unsur niat terkait dengan faktor-faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri yang memepengaruhi tingkah lakunya, antara lain a. cacat yang bersifat dan psikis; b. perkembangan kepribadian dan intelegensi yang terhambat sehingga tidak bisa menghayati norma-norma yang berlaku. Faktor eksogen adalah faktor yang berasal dari luar diri anak yang mempengaruhi anak tingkah lakunya 79

A. Faktor Internal Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

1 Faktor Inteligensia Inteligensia adalah kecerdasan seseorang atau kesanggupan seseorang untuk menimbang dan member keputusan. Anak yang berperilaku nakal ini pada umumnya mempunyai intelegensia verbal lebih rendah dan ketinggalan dalam pencapaian hasil-hasil skolastik. 78 Ibid, halaman.72. 79 Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya. 2015. Sistem Peradilan Anak.Yogyakarta : Pustaka Yustisia, halaman.18. Universitas Sumatera Utara Dengan kecerdasan yang rendah dan wawasan sosial yang kurang tajam, mereka mudah sekali terseret oleh ajakan buruk untuk melakukan perilaku kejahatan. 80 2 Faktor kelamin Adanya perbedaan jenis kelamin mengakibatkan timbulnya perbedaan tidak hanya dalam kuanttitas kenakalan semata-mata, tetapi juga segi kualitas kenakalannya. Sering kali kita mendengar melihat atau membaca dalam mars media kejahatan banyak dilakukan oleh anak laki-laki seperti pencurian, penganiayaan, perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan. Sedangkan perbuatan pelanggaran banyak dilakukan oleh anak perempuan seperti pelanggaran terhadap ketertiban umum, pelanggaran kesusilaan misalnya melakukan persetubuhan di luar perkawinan sebagai akibat pergaulan bebas. 81 3 Faktor kedudukan anak dalam keluarga Maksud faktor ini adalah kedudukan anak dalam keluarga menurut urutan kelahirannya, misalnya anak pertama, kedua, dan seterusnya. Hal ini dapat dipahami karena kebanyakan anak tunggal sangat dimanjakan oleh orang tuanya dengan pengawasan yang luar biasa, pemenuhan kebutuhan yang berlebih-lebihan dan segala permintaannya dikabulkan. Perlakuan orang tua terhadap anak akan menyulitkan anak itu sendiri dalam bergaul dengan masyarakat dan sering timbul konflik di dalam jiwanya, apabila suatu ketika 80 Ibid 81 Ibid Universitas Sumatera Utara keinginannya tidak dikabulkan oleh anggota masyarakat yang lain, akhirnya mengakibatkan frustasi dan kecenderungan mudah berbuat jahat. 82 B. Faktor Eksternal Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan 1 Faktor Ekonomi Jumlah remaja delinkuen di kalangan masyarakat tani di desa sedikit sekali jika dibandingkan dengan remaja kriminal yang ada di kota, khususnya kota besar dan ibu kota. 83 Anak-anak dari kelas sosial-ekonomi rendah atau kurang, jarang diberikan tuntutan dan pendidikan yang baik. Banyak yang tidak disekolahkan oleh orang tuanya, mereka kurang mendapatkan tuntutan hidup berdisplin dan sisola. Dengan sendirinya, anak-anak dan remaja miskin ini kurang memiliki bekal untuk berkompentisi melawan para remaja dari kelas sosial-ekonomi menengah dan tinggi, khususnya bertarung di tengah masyarakat kota. Anak- anak dan remaja dari kelas miskin tadi selama hidupnya menghayati status tanpa privilege dan menghapai banyak sekali rintangan fisik maupun psikis untuk menegakkan harga diri, terutama sekali mereka menemui hambatan dalam memperoleh obyek yang dinginkan dengan jalan yang wajar. Karena merasa kecewa tidak mendapatkan obyek yang sangat diinginkannya, mereka mengalami banyak frustasi dan tekanan batin. Dikondisionir oleh banyaknya rintangan, tekanan batin dan frustasi tersebut para remaja lalu menolak etik masyarakat dan segala norma sosial serta hukum yang dianggapnya sebagai 82 Ibid ,halaman.20. 83 Dr.Kartini Kartono, Op.Cit.,. halaman.88. Universitas Sumatera Utara “tidak adil” karena menguntungkan kaum pemilik saja. Sebagai gantinya mereka mempraktekan subkultur delinkuen yang digunakan sebagai sarana untuk “berprestasi”. Subkultur ini kemudian dikembangkan dalam gang menekankan pada pola kekerasan, kekejaman, agresivitas, pemberontakan, pelanggaran dan perbuatan kriminal. 84 2 Faktor Keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif. Oleh karena sejak kecil anak dibesarkan oleh keluarga dan untuk seterusnya, sebagian besar waktunya adalah di dalam keluarga maka sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya delinquency itu sebagian juga berasal dari keluarga. Ada pun keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya delinquency dapat berupa keluarga yang tidak normal broken home dan keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan. Ny. Moelyatno 1982:115 bahwa menurut pendapat umum pada broken home ada kemungkinan besar bagi terjadinya kenakalan anak, di 84 Ibid, halaman.89. Universitas Sumatera Utara mana terutama penceraian atau perpisahan orang tua mempengaruhi perkembangan si anak. 85 Dalam broken home pada prinsipnya struktur keluarga tersebut sudah tidak lengkap lagi yang disebabkan adanya hal-hal : 86 1 Salah satu dari kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia 2 Penceraian orang tua 3 Salah satu dari kedua orang tua atau keduanya tidak hadir secara kontinyu dalam tenggang waktu yang cukup lama. Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home saja, akan tetapi dalam masyarakat modern sering pula terjadi suatu gejala adanya broken home semu quasi broken home ialah kedua orang tuanya masih utuh, tetapi karena masing-masing anggota keluarga ayah dan ibu mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat memberikan perhatiannya terhadap pendidikan anak-anaknya. Dalam konteks tersebut, Bimo Walgito 1982:11 menjabarkan lebih jelas tentang fenomena tersebut, bahwa tidak jarang orang tua tidak dapat bertemu dengan anak- anaknya. Coba bayangkan orang tua kembali dari tempat bekerja anak-anak sudah bermain diluar, anak pulang orang tua sudah pergi lagi, orang tua datang anak sudah tidur dan seterusnya. Keadaan semacam ini jelas tidak menguntungkan bagi perkembangan anak. Dalam situasi keluarga yang 85 Wagiati Soetedjo dan Melani, Op.Cit., halaman.20. 86 Ibid Universitas Sumatera Utara demikian anak mengalami frustasi, mengalami konflik-konflik psikologis, sehingga keadaan ini juga dapat mudah mendorong anak menjadi delinkuen. 87 3 Faktor Pendidikan Dan Sekolah Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak. Selama mereka menempuh pendidikan di sekolah terjadi interaksi antara anak dengan sesamanya, juga interaksi antara anak dan guru. Interkasi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan negatif bagi perkembangan mental anak sehingga anak menjadi delikuen. Hal ini disebabkan karena anak-anak yang memasuki sekolah tidak semua berwatak baik. Di sisi lain, anak-anak yang masuk sekolah ada yang berasal dari keluarga yang kurang memperhatikan kepentingan anak dalam belajar yang kerap kali berpengaruh pada temannya yang lain. Keadaan seperti ini menunjukan bahwa sekolah merupakan tempat pendidikan anak-anak dapat menjadi sumber terjadinya konflik-konflik psikologis yang pada prinsipnya memudahkan anak menjadi delikuen. 88 Menurut Zakiah Darajat 1974:292 bahwa pengaruh negatif yang menangani langsung proses pendidikan antara lain, kesulitan ekonomi yang dialami guru dapat mengurangi perhatiannya terhadap anak didik. Guru sering tidak masuk akibatnya anak-anak didiknya terlantar, bahkan sering terjadi guru marah pada muridnya. Biasanya guru melakukan hal demikian bila terjadi sesuatu yang menghalangi keinginannya. Dia akan marah, apabila kehormatannya direndahakan, baik secara langsung maupun tidak langsung 87 Ibid, halaman.21. 88 Ibid, halaman.22. Universitas Sumatera Utara atau aktivitas bisnis lainnya terganggu, sebagian atau seluruhnya atau lain dari itu. Sejalan dengan itu, menurut Kenney dalam Soedjono Dirjosisworo, 1984 : 44 bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 89 1. Sekolah harus merencanakan suatu program sekolah yang sesuai atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari semua anak untuk menghasilkan kemajuan dan perkembangan jiwa yang sehat. 2. Sekolah harus memperhatikan anak-anak yang memperlihatkan tanda- tanda yang tidak baik tanda-tanda kenakalan dan kemudian mengambil langkah-langkah seperlunya untuk mencegah dan memperbaikinya. 3. Sekolah harus bekerja sama dengan orangtua murid dan pemimpin- pemimpin lainnya untuk membantu menyingkirkan atau menghindarkan setiap faktor di sekililingnya yang menyebabkan kenakalan pada mereka. Proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak kerap kali member pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap anak didik di sekolah sehingga dapat menimbulkan kenakalan anak juvenile delinquency 90 4 Faktor Pergaulan Anak Dalam situasi pergaulan, sebagaimana yang telah kita ketahui, tidak terdapat tindakan pendidikan. Meski demikian, situasi itu tetap punya makna 89 Ibid Universitas Sumatera Utara tersendiri bagi anak. Dalam situasi pergaulan ini, anak memperoleh kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri. Hasrat untuk menjadi dirinya sendiri terdapat dalam setiap pribadi anak. Anak memiliki bentuk prinsip pribadi sendiri sejak dilahirkan. 91 Harus disadari bahwa betapa besar pengaruh yang dimainkan lingkungan pergaulan anak, terutama sekali disebabkan oleh konteks kulturalnya. Dalam situasi sosial yang menjadi semakin longgar, anak-anak kemudian menjauhkan diri dari keluargnya untuk kemudian mengakan eksistensi dirinya yang dianggap sebagai tersisih dan terancam. Mereka lalu memasuki satu unit keluarga baru dengan subkultur baru yang sudah delinkuen sifatnya. Anak menjadi delinkuen karena banyak dipengaruhi oleh berbagai tekanan pergaulan, yang semuanya memberikan pengaruh yang menekan dan memaksa pada pembentukan perilaku buruk, sebagai produknya anak- anak tadi suka melanggar peraturan, norma sosial dan hukum formal. Anak- anak ini menjadi delinkuenjahat sebagai akibat dari transformasi psikologis sebagai reaksi terhadap pengaruh eksternal yang menekan dan memaksa sifatnya. 92 Sutherland 1978 mengembangkan teori Association Differential yang menyatakan bahwa anak menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sebagai sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Karena itu semakin luas anak bergaul, semakin intensif relasinya 91 Sahlan Syafei. 2006. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Bogor : Ghalia Indonesia, halaman.20. 92 Wagiati Soetedjo dan Melani, Op.Cit., halaman.23. Universitas Sumatera Utara dengan Anak Nakal, akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya asosiasi defensial tersebut dan semakin besar pula kemungkinan anak tadi benar-benar menjadi nakal dan kriminal. Dalam hal ini peranan orang tua untuk menyadarkan dan mengembalikan kepercayaan anak tersebut serta harga dirinya sangat diperlukan. Perlu mendidik anak agar bersifat formal dan tegas supaya mereka terhindar dari pengaruh- pengaruh yang datang dari lingkungan pergaulan yang kurang baik. 93 93 Ibid Universitas Sumatera Utara BAB IV PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEBAGAI PELAKU KEJAHATAN DALAM PERSEPKTIF KRIMINOLOGIS A. Kebijakan Penal Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana. Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Karena tujuannya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu masalah yang termasuk maalah kebijakan, maka penggunaan hukum pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. Tidak ada kemutlakan dalam bidang kebijakan, karena pada hakikatnya dalam masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternatif. 94 Menurut Soedarto, politik hukum adalah : 95 1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. 2. Kebijakan dari suatu Negara melalui badan-badan yang berwenang 94 Barda Nawawi Arief. 2010. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Yogyakarta : Genta Publishing, halaman.18. 95 Lilik Mulyadi. 2004. kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Victimologi. Jakarta : Djambatan, halaman.26. Universitas Sumatera Utara untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dengan tujuan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pada hakikatnya kebijakan hukum pidana penal policy dapat difungsionalisasikan dan dioperasionalisasikan melalui beberapa tahap, yaitu 96 : a Tahap Formulasi atau Kebijakan Legislatif Tahap formulasi atau kebjakan legislatif dapat dikatakan sebagai tahap perencanaan dan perumusan peraturan perundang-undangan pidana. b Tahap Aplikasi atau Kebijakan yudikatif Tahap aplikasi atau kebijakan yudikatif merupakan tahap penerapan dari ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dilanggar. c Tahap Eksekutif atau kebijakan administratif Tahap eksekutif atau kebijakan administratif adalah tahap pelaksanaan dari putusan pengadilan atas perbuatan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada dasarnya, terdapat ada 2 dua masalah sentral yang perlu diperhatikan dalam kebijakan hukum pidana penal policy, khususnya dalam tahap formulasi yaitu : 97 1. Masalah penentuan tindak perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana 96 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. 2005. Politik Hukum Pidana : Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Halaman.21. 97 Ibid, halaman.22 Universitas Sumatera Utara 2. Masalah penentuan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. 1. Perumusan Sanksi Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Perbuatan tindak pidana pencurian dengan pemberatan memiliki unsur tindak pidana dalam sistem KUHP yaitu berdasarkan pada pasal 363 yang merumuskan : 98 1 Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun : 1. Pencurian ternak. 2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar, kecelakaan kereta-api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang. 3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak. 4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama. 5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu. 98 Adama Chazawi. 2004. Kejahatn Terhadap Harta Benda. Malang : Bayubmedia., halaman.20. Universitas Sumatera Utara 2 Jika pencuran yang dierangkan dalam butor 3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5, maka dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun. Dilihat dari ancaman pidananya, pencurian yang diperberat sebagaimana dirumuskan dalam pasal 363 KUHP ada 2 golongan, yaitu : 99 a Pencurian diperberat yang diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, sebagaimana diatur dalam ayat pertama, terdiri dari lima bentuk pencurian, dengan dasar pemberatan pada faktor unsur-unsur : 1. Objeknya, ternak. Mengenai arti ternak, menurut pasal 101 KUHP terbatas pada 3 jenis rumpun hewan, yaitu\ a. Binatang yang berkuku satu, seperti kuda, keledai dan sebagainya. b. Binatang yang memamah biak, seperti sapi, kerbau, dan sebagainya. c. Dan babi. Ternak sebagai faktor yang memperberat pada pencurian ini, merupakan perkecualian dari asas concordantie. Dalam WvS Belanda mengenai ternak bukan merupakan faktor memperberat pidana adalah faktor tempat pengembalaan ternak. Adapun ternak ditetapkan oleh pembentuk undang-undang sebagai faktor memperberat ini adalah didasarkan pada pertimbangan mengenai keadaan khusus masyarakat Indonesia asli. Indonesia memandang ternak sebagai hewan yang mempunyai nilai khusus, mempunyai nilai yang lebih 99 Ibid, halaman.20. Universitas Sumatera Utara tinggi dari benda maupun binatang lainnya. Nilai khusus ini, misalnya ternak dapat digunakan untuk menarik beban, mengerjakan sawah, bahkan sebagai ukuran kekayaan seseorang. 2. Faktor saat atau keadaan-keadaan dan atau dalam peristiwa-peristiwa tertentu bersifat memberatkan, ketika pencurian itu dilakukan. Seperti pada saat ada kebakaran letusan, banjir dan lainnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 363 1 sub 2. Adapun dasar pemberatnya tersebut adalah terletak pada pemikiran bahwa, dalam keadaan-keadaan atau peristiwa tersebut, terjadi kepanikan, keributan, kekacauan. Dalam situasi seperti itu, dapat memberi kemudahan untuk melakukan pencurian, yang sepatutnya keadaan atau peristiwa tersebut tidak digunakan sebagai kesempatan untuk melakukan kejahatan, akan tetapi untuk memberi pertolongan. 3. Ada 3tiga faktor kumulatif yang bersifat memberatkan, yaitu : a Saatnya melakukan pencurian di malam hari b Tempat melakukan pencurian alternatif 1 Di dalam sebuah tempat kediaman woning 2 Di perkarangan yang tertutup yang di dalamnya ada tempat kediamannya c Petindaknya berada di tempat itu alternatif : 1 Dengan tidak diketahui atau, 2 Dengan tidak dikehendaki oleh yang berhak. Universitas Sumatera Utara Tergabungnya 3 macam faktor tersebut di atas, di mana faktor b dan ketiga c alternatif itulah yang mempunyai sifat memberatkan. Tentan unsur-unsur yang perlu dijelaskan ialah : a Malam, menurut pasal 98 KUHP adalah waktu antara hari terbenam sampai matahari terbit keesokan harinya. b Tempat kediaman, artinya segala tempat yang dipergunakan oleh orang untuk tempat tinggal atau tempat berdiam. Mengenai perkarangan tertutup diartikan sebagai sebidang tanah yang dengan terang mempunyai tanda batas mana menandai bidang tanah tersebut terpisah dengan bidang tanah lainnya. Perkarangan yang tertutup ini harus di dalamnyab ada tempat kediamannya. c Berada disitu tidak diketahui artinya ia berada di tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup itu diluar sepengatahuan yang berhak atas tempat kediaman dan perkarangan tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan tidak dikehendaki artinya petindak berada di tempat kediaman atau perkarangan yang tertutup itu tidak minta izin terlebih dahulu kepada yang berhak atas kediaman atau perkarangan yang tertutup tersebut. 4. Pemberatan yang didasarkan pada faktor pelakunya lebih dari seorang dengan bersekutu. Letak patutnya diperberatnya pidana pada pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu ini adalah didasarkan pada dua faktor. Faktor objektif, ialah bahwa pencurian yang Universitas Sumatera Utara dilakukan oleh dua orang dengan bersekutu ini kemungkinan berhasilnya lebih besar dari pada yang dilakukan oleh satu orang. Sedangkan faktor subjektif, ialah pada pencurian seperti ini menujukan kehendak yang amat kuat untuk melakukan pencurian. 5. Pemberatan yang didasarkan pada faktor caranya untuk masuk atau sampai pada tempat melakukan kejahatan atau tempat beradanya objek kejahatan, yakni dengan cara : a Membongkar b Merusak c Memanjat d Memakai anak kunci palsu e Dengan memakai perintah palsu f Dengan memakai pakaian jabatan palsu. Dari kalimat : caranya untuk masuk, mengandung arti bahwa tempat melakukan pencurian itu atau benda yang menjadi objek pencurian itu atau benda yang menjadi objek pencurian berada dalam suatu ruang misalnya kediaman atau dalam suatu gudang dan sebagainya. Sedangkan kalimat : caranya untuk sampai, mengandung arti bahwa tempat melakukan pencurian atau objeknya tidak berada dalam suatu ruang tertentu. b Kedua, yaitu pencurian diperberat yang diancam dengan pidana penjara maksimum 9 tahun, yaitu pencurian yang terdapatnya gabungan faktor-faktor yang memperberat, yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Faktor saat pelaksanannya, yaitu waktu malam ditambah faktor tempat melakukannya yaitu dalam sebuah tempat kediaman atau perkarangan yang tertutup yang di dalamnya ada tempat kediamannya. 2. Terdapatnya salah satu dari faktor-faktor yang disebutkan dalam ayat 1 sub 5, yaitu bila cara masuknya ke tempat pencurian atau untuk sampai pada objek benda yang dicurinya dilakukan dengan : membongkar, merusak, memanjat, memakai anak kunci palsu, memakai pakaian jabatan palsu. Patut diperberatnya pidana dari 7 tahun menjadi 9 tahun penjara pada bentuk pencurian yang diperberat dalam pasal 363 ayat 2, ialah terdapatnya gabungan kumulatif dari kedua faktorunsur-unsur tersebut di atas, di mana pada yang disebutkan nomor 1 ada dua unsur kumulatif dan unsur alternatif, sedangkan yang disebutkan kedua terdiri dari banyak unsur yang bersifat alternatif. Sedangkan pada bentuk-bentuk pencurian yang diperberat diatur dalam pasal 363 ayat 1 sebagaimana yang sudah diterangkan di atas, unsur pemberatnya berdiri sendiri-sendiri dari berbagai alternatif. 2. Perumusan Sanksi Pidana Terhadap Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penerapan hukuman atau sanksi pidana terhadap anak melakukan tindak pidana diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak maupun Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Universitas Sumatera Utara Anak memuat sanksi pidana, baik pokok maupun tambahan. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, pidana pada persidangan anak diatur dalam ketentuan pasal 22-23. Sedangkan dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 terdapat dalam bab V tentang Pidana dan Tindakan dari pasal 69 sampai dengan pasal 83. Untuk lebih jelasnya perbedaan tersebut dapat dilihat dibawah tabel ini : 100 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Pidana Pokok : a. Pidana Penjara b. Pidana Kurungan c. Pidana Denda d. Pidana Pengawasan Pidana Pokok : a. Pidana peringatan b. Pidana dengan syarat 1 Pembinaan di luar lembaga 2 Pelayanan masyarakat 3 Pengawasan c. Pelatihan kerja d. Pembinaan dalam lembaga e. penjara Pidana Tambahan : a. Perampasan barang-barang tertentu dan atau b. Pembayaran ganti rugi. Pidana Tambahan : a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau b. Pemenuhan kewajiban adat. 100 Angger Sigit Pramukti dan Fuadi Primaharsya, Op.Cit., halaman.87. Universitas Sumatera Utara Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 mengatur bahwa anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan undang-undang ini. Sedangkan, anak yang belum berusia 14 tahun hanya dikenai tindakan. Ringanya perbuatan atau yang terjadi menjatuhkan pidana atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hukum untuk dapat menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusaan. Untuk lebih jelasnya mengenai jenis-jenis penjatuhan pidana pada persidangan anak, akan dibahas satu per satu. 1 Pidana Pokok 1. Pidana Peringatan Pidana Peringatan adalah pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan hak. Dalam hal ini anak hanya diberikan hukuman berupa peringatan. Sebagai contohnya apabila seorang anak yang melakukan pencurian beberapa buah mangga yang dimiliki oleh tetangganya. Pada kasus tersebut akan diberkan peringatan saja yang diberikan kepada anak, selain itu juga dapat diberikan orang tuawali. Akan tetapi dalam hal ini tidak sampai ke meja pengadilan. 101 2. Pidana Bersyarat. Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh hakim dalam hal pidana penjara paling lama dua tahun. Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat, ditentukan mengenai syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum adalah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani 101 Ibid., halaman.88. Universitas Sumatera Utara masa pidana dengan syarat. Sedangkan syarat khusus adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan memperhatikan kebebasan anak. Dalam hal pidana bersyarat, masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada masa pidana dengan syarat paling lama 3 tahun. Dalam hal ini selama menjalani masa pidana dengan syarat, penuntut umum melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan. Agar pendidikan anak tidak terbengkalai, selama anak menjalani pidana dengan syarat, anak harus mengikuti wajib belajar 9 tahun. 1. Pembinaan di luar lembaga Dalam hal hakim memutuskan bahwa anak dibina di luar lembaga, lembaga tempat pendidikan dan pembinaan ditentukan dalam putusannya. Pidana di luar lembaga dapat beruap keharusan untuk : 102 a Mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat pembina. b Mengikuti terapi di rumah sakit jiwa ; atau c Mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya Akan tetapi apabila anak melanggar syarat khusus di atas, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk 102 Ibid Universitas Sumatera Utara memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak melampui maksimum 2 kali masa pembinaan yang belum dilaksanakan. 2. Pelayanan Masyarakat. Kegiatan membantu pekerjaan di lembaga pmerintah atau lembaga kesejahteraan sosial, bentuk pelayanan masyarakat misalnya membantu lansia, orang cacat, atau anak yatim piatu di panti dan membantu administrasi ringan di kantor kelurahan. Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana yang dimaksudkan untuk mendidika anak dengan meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan kemasyarakatan yang positif. Jika anak tidak memenuhi seluruh atau sebahagian kewajiban dalam menjalankan pidana pelayan masyarakat tanpa alasan yang sah, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memerintahkan anak tersebut mengulangi seluruh atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang dikenakan terhadapnya. Pidana pelayanan masyarakat untuk anak dijatuhkan paling singkat 7 jam dan paling lam 120 jam. 103 3. Pengawasan Pidana pengawasan adalah pidana yang khusus dikenakan untuk anak, yakni pengawasan yang dilakukan oleh penuntut umum terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak dan pemberian bimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Pidana 103 Ibid, halaman.89. Universitas Sumatera Utara pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak paling singkat selama 3 bulan dan paling lama 2 tahun. Dalam hal anak dijatuhi pidana pengawasan, anak ditempatkan di bawah pengawasan penuntut umum dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan. 3. Pelatihan Kerja Pidana pelatihan kerja dilaksanakan di lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia anak. Lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja antara lain balai latihan kerja, lembaga pendidikan vokasi yang dilaksanakan, misalnya oleh kementerian yang menyelanggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan pendidikan atau sosial. Dalam hal anak dijatuhi pidana pelatihan kerja dikenakan paling singkat selama 3 bulan dan paling lama 1 tahun. 104 4. Pembinaan Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang diselanggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Pidana pembinaan dalam lembaga dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan anak tidak membahayakan paling singkat 3 bulan dan paling lama 24 bulan. Dalam pasal 80 ayat 4 menyebutkan bahwa anak yang telah menjalani setengah dari lamanya pembinaan di dalam 104 Ibid Universitas Sumatera Utara lembaga dan tidak kurang dari 3 bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. 105 5. Penjara Pidana pembatasan kebebasan dilakukan dalam hal anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan. Dalam pasala 79 ayat 2 menyebutkan bahwa pidana pembatasan kebebasan dijatuhkan terhadap anak paling lama setengah dari maksimum pidana penjara yang diancamkan oleh orang dewasa. Maksud dari ancaman maksimum pidana penjara bagi orang dewasa adalah maksimum ancaman pidana penjara terhadap tindak pidana yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Undang-Undang lainnya. Selain itu, minimum khusus pidana penjara tak berlaku terhadap anak. Dalam ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Apabila perbuatan anak dianggap akan membahayakan masyarakat maka anak dijatuhi pidana penjara di LPKA. Dalam hal ini pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ dari maksimum pidana bagi orang dewasa. Pembinaan di LPKA dilakukan sampai anak berusia 18 tahun. Apabila anak sudah menjalani ½ dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik maka berhak mendapatkan pembebasan 105 Ibid, halaman.90. Universitas Sumatera Utara bersyarat. Pidana penjara dalam undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menganut asas Ultimum Remedium yang berarti bahwa pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terkahir. Undang-undang ini menyebutkan bahwa tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana penjara yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun. 106 2 Pidana Tambahan Perihal pidana tambahan diatur dalam pasal 72 ayat 2 undang-undang no. 11 Tahun 2012 Tentang Sisitem Peradilan Pidana Anak, berupa : 107 a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana. Dari aspek teknik-yuridis terminologi perampasan merupakan terjemahan dari istilah belanda “verbeurd verklaring” sebagai pidana tambahan yang dapat dijatuhkan hakim di samping pidana pokok. Pengertian perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana adalah mencabut dari orang yang memegang keuntungan tindak pidana yang diperoleh demi kepentingan negara. Sebagai contoh, seorang anak mencuri sebuah handphone, lalu ia jual dan hasil penjualannya digunakan untuk modal jual-beli saham. Dalam jual-beli saham tersebut juga diperoleh laba. Dalam kasus tersebut, barang yang dapat dirampas adalah saham yang dibeli oleh pelaku tindak pidana dan laba yang diperoleh pada saat jual-beli saham. 106 Ibid, halaman.90. 107 Ibid Universitas Sumatera Utara b. Pemenuhan kewajiban adat. Denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat anak serta tidak membahayakan fisik dan mental anak.. 3 Tindakan Dalam sidang anak, hakim dapat menjatuhkan pidana atau tindakan. Pidana tersebut dapat berupa pidana pokok atau pidana tambahan. Sedangkan untuk tindakan dapat dilihat dalam pasal 82 dan 83. Tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak dapat berupa : 108 a. Pengembalian kepada orang tuawali b. Penyerahan kepada seseorang, penyerahan pada seseorang adalah penyerahan kepada seorang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab oleh hakim serta dipercaya oleh anak. c. Perawatan di rumah sakit jiwa. Tindakan ini diberikan kepada anak yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa atau penyakit jiwa. d. Perawatan di LPKS. e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal danatau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta. f. Pencabutan surat izin mengemudi. 108 Ibid Universitas Sumatera Utara g. Perbaikan akibat tindak pidana. Maksudnya adala perbaikan tindak pidana misalnya memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidana dan memulihkan keadaan sesuai dengan sebelum terjadi tindak pidana. Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 juga mengatur ketentuan khusus dalam perumusan sanksi, yakni apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. Artinya, bahwa perumusan sanksi dalam Undang-Undang ini tergantung kepada hukum materiil yang telah dilanggar oleh Anak, apabila misalnya hukum materiil yang dilanggar oleh anak itu mengandung sistem sanksi alternatif, maka sanksi tersebutlah yang diberikan kepada anak, demikian pula pada perumusan sanksi secara tunggal, hal ini berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

B. Kebijakan Non-Penal

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

8 157 125

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/Pn.Mdn )

5 117 134

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan No. 622/PID/B(A)/2011/PN.TK)

2 17 70

Upaya Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Anak

3 51 57

BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 29

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90