Sanksi Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

nyenyak, dengan jalan membongkar, tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksudkan di sini. 49

C. Sanksi

Dari pengertian hukum pidana pemidanaan yang lebih sempit menjadi pidana di samping penindakan dan kebijaksanaan maka hukum pidana dapat disebut sebagai Hukum Sanksi. Pengertian sanksi dalam pembahasan ini adalah yang berupa penderitaan, nestapa, atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan secara badani. Penjatuhan tentang penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan tadi, akan dirasakan kepada setiap orang yang karena perbuatannya telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain yang sudah barang tentu penentuan apakah seseorang itu telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain dinyatakan di dalam putusan hakim. Mengenai putusan hakim yang melegalkan sesuatu tidak legal itu sering disebut sebagai putusan yang condemnatoir, yaitu putusan hakim yang berisi penghukuman kepada salah satu pihak. 50 Menurut Sudarto, sanksi atau pemidanaan itu kerap kali kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya berechten. Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. 51 49 Ibid, halaman.381. 50 Waluyadi. 2003. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Djambatan, halaman.29. 51 Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra. 2011. Pemidanaan. Medan : USU Press, halaman.7. Universitas Sumatera Utara Ada 3 teori tentang pemidanaan yaitu : 52 a Teori Absolut dasar dari pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan umum pribadi, masyarakat atau negara yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan berupa kejahatan yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu -satunya penderitaan bagi penjahat. b Teori Relatif atau Teori Tujuan Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib hukum dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana. Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Ditinjau dari sudut pertahanan 52 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PTRajaGrafindo Persada, halaman.157. Universitas Sumatera Utara masyarakat itu tadi, pidana merupaan suatu terpaksa perlu noodzakelijk diadakan. Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu : 53 1. Bersifat menakuti-nakuti 2. Bersifat memperbaiki 3. Bersifat membinasakan Oleh sebab itu terbagi jadi 2 dua macam yaitu : 54 a Teori pencegahan umum Pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang umum menjadi takut untuk berbuat kejaatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadian contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan melakukan pebuatan yang serupa dengan penjahat itu. b Teori pencegahan khusus Tujuan pidana ialah mencegah oelaku kejahatan yang dipidana agar ia tidak mengulang lagi kejahatan, dan mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana, yang sifatnya 3 tiga macam, yaitu : 55 1. Menakuti-nakutinya 2. Memperbaikinya, dan 3. Membuatnya menjadi tidak berdaya 53 Ibid, halaman.162. 54 Ibid 55 Ibid, halaman.165. Universitas Sumatera Utara Menakut-nakuti ialah bahwa pidana harus dapat memberi rasa takut bagi orang- orang tertetnu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orang-orang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukannya, pidana yang dijatuhkan kepada orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya. Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidak dapat diperbaiki lagi, pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya tidak berdaya atau bersifat membinasakan. c Teori Gabungan Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut : 56 1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan tidak boleh melampuibatas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankanya tata tertib masyarakat. 2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana. Ted Honderich berpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga unsur berikut : 57 56 Ibid. halaman.166 57 Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra, Op.cit, halaman.10. Universitas Sumatera Utara a Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan deprivation atau kesengsaraan distress yang biasanya secara wajar dirumuskan dari tindakan pemidanaan.unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain. Secara actual, tindakan subjek lain dianggap salah bukan saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga karena melawan hukum yang berlaku secara sah. b Setiap pemidanaan harus datang dari instuisi yang berwenang secara hukum pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal suatu lembaga yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan tindakan balas dendam dari korban terhadap pelanggar hukum yang mengakibatkan penderitaan. c Penguasa yang berwenang, berhak untuk menjatuhkan pidana hanya kepada subjek yang telah terbuti secara sengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Unsur yang ketiga ini memang mengandung pertanyaan tentang “hukuman kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang dirasakan oleh orang-orang yang tidak bersalah. Meskipun demikian, secara umum pemidanaan dapat dirumuskan terbukti sebagai denda penalty yang diberikan oleh instant yang berwenang kepada pelanggar hukum atau peraturan Universitas Sumatera Utara Lebih lanjut, sanksi atau hukuman mengenai pencurian dengan pemberatan terdapat dalam KUHP dimana menurut pasal 363 ayat 1 yang menyebutkan : “Dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun apabila : 58 1. Pencurian ternak. 2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar, kecelakaan kereta-api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang. 3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak. 4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama. 5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu. Pasal 363 ayat 2 KUHP Menyatakan dihukum selama-lamanya 9 tahun bahwa Jika yang diterangkan dalam no 3 disertai dengan salah satu hal yang tersebut dalam no.4 dan 5 Jenis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pengadilan hakim terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 10, di bagi dalam dua jenis yaitu, hukuman pokok dan hukuman tambahan : 59 a. Hukuman Pokok 58 R.Sughandi, Loc.Cit 59 H.M. Hamdan., Loc.Cit Universitas Sumatera Utara 1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukam kurungan 4. Hukuman denda b. Hukuman tambahan 1. Pencabutan beberapa hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman Bahwa sanski yang terdapat dalam KUHP dikesampingkan karena sanksi yang akan dijatuhkan terhadap anak harus sesuai dengan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sesuai dengan asas lex specialis de rogat lex generalis. Dalam undang-undang tersebut, anak hanya bisa dikenai tindakan atau pidana yang diatur mulai dari pasal 69 sampai dengan pasal 83 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Adapun itu bahwa pidana pokok terdiri dari : 60 1 Pidana pokok bagi Anak terdiri atas: a. Pidana peringatan; b. Pidana dengan syarat: 1 Pembinaan di luar lembaga; 2 Pelayanan masyarakat; atau 3 Pengawasan. c. Pelatihan kerja; 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Op.Cit, pasal.70. Universitas Sumatera Utara d. Pembinaan dalam lembaga; dan e. Penjara. 2 Pidana tambahan terdiri atas: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat. 3 Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. 4 Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak. 5 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah Pengaturan tindakan sebagai sanksi yang diberikan kepada anak yaitu : 1 Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi: 61 a. pengembalian kepada orang tuaWali; b. penyerahan kepada seseorang; c. perawatan di rumah sakit jiwa; d. perawatan di LPKS; e. kewajiban mengikuti pendidikan formal danatau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; f. pencabutan surat izin mengemudi; danatau g. perbaikan akibat tindak pidana. 61 Ibid, pasal.82. Universitas Sumatera Utara 2 Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 satu tahun. 3 Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya,kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 tujuh tahun. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Universitas Sumatera Utara BAB III FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB ANAK MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI Sebelum mebahas faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan, terlebih dahulu untuk dapat dilihat faktor penyebab tindak pidana secara umum Etiologi Kriminal, yang terdiri dari beberapa mazhab kriminologi yaitu : 1. Mazhab Italia atau Mazhab antropologi Tokoh utama dalam mazhab ini adalah Lombroso, ia berpendapat, bahwa kejahatan adalah bawaan dari sejak lahir. Namun, pada suatu masa tertentu pandangan terhadap orang-orang buas, jahat bukanlah suatu pengecualian, tetapi suatu aturan hukum, karena itu pula tak ada yang memandanginya sebagai kejahatan dan perbuatan yang demikian disamakan saja dengan tindakan-tindakan yang sama sekali tak dapat dicela. 62 Lombroso mengadakan penyelidikan secara antropologi mengenai penjahat-penjahat yang terdapat dalam rumah penjara dan terutama mengenai tengkoraknya. Kesimpulan dari penyelidikan ini adalah bahwa para penjahat dipandang dari sudut antopologi, mempunyai, mempunyai tanda-tanda tertentu umpanya isi tengkoraknya kurang dari yang lain, terdapat kelainan daripada tengkoraknya. Juga dalam otaknya terdapat keganjilan yang akan seakan-akan memperingatkan 62 Ediwarman.1994.Selayang Pandang Tentang Kriminologi.Medan : Universitas Sumatera Utara USU PRESS, hlm.31. Universitas Sumatera Utara pada otak hewan, biar pun tidak dapat ditunjukan adanya kelainan-kelainan penjahat khusus. Roman mukanya juga lain daripada orang biasa ; tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung kebelakang dan lain-lain, terdapat padanya. Juga kurang perasaannya. Kesimpulan adalah penjahat umumnya dipandang dari sudut antropologi, merupakan suatu jenis manusia tersendiri, seperti halnya dengan bangsa Negro yang dilahirkan sedemikian rupa tidak mempunyai predisposisi untuk suatu kejahatan, tetapi suatu predistinasi, dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubah bentuk rupa. 63 Untuk membuktikan bahwa adanya makhluk yang Abnormal Penjahat sejak lahir, Lombroso kemudian memberikan hipotesa yang berupa orang masih sederhana peradabannya sifatnya a-moril, kemudian dengan berjalannya waktu, ia dapat memperoleh sifat-sifat susila morilnya, maka seorang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya bahwa ia dengan sekonyong-konyongnya mendapat kembali sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki oleh nenek moyangnya yang lebih jauh yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali. 64 Diantara semua penganut Lombroso, Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajarannya. Sebagai seorang ahli ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa ajaran Lombroso dalam bentuk aslinya tak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya, Ferri merubah bentuknya, sehingga tidak begitu berat sebelah, dengan mengakui pengaruh lingkungannya. 63 Ibid, halaman.32. 64 Ibid, halaman.36. Universitas Sumatera Utara Ferri dalam bukunya : Sosiologie Crimineelle memberikan suatu rumusan tentang timbulnya kejahatan. Tiap kejahatan adalah resultante dan keadaan individu, fisik dan sosial. Pada suatu waktu unsur yang satu lebih berpengaruh, dari yang lain, tapi unsur-unsur individulah yang tetap paling penting. Keadaan sosial, memberi bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakat biologisnya yang anti sosial. 65 2. Mazhab Perancis atau lingkungan a Mazhab Perancis dalam arti sempit Tokoh yang terkemuka ialah A. Lacassagne 1843-1924 sesudah menolak hypotesa atavisme, ia merumuskan ajarannya mazhab lingkungan sebagai berikut : “yang penting adalah keadaan sosial sekeliling kita. Keadaan sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan. Kuman mempunyai arti apabila menemukan pembenihannya kemudian baru dapat ia menjadi jahat. 66 Tokoh penting yang ketiga dari mazhab perancis adalah G.Trade 1843- 1904, seorang ahli hukum dan sosiologi.Menurut pendapatnya, kejahatan bukanlah suatu gejala yang antropologi dan sosiologis, yang seperti kejadian- kejadian masyarakat lainya dikuasai oleh peniruan. Harus diakui, bahwa peniruan dalam masyarakat memang mempunyai pengaruh yang besar sekali. Biarpun setiap kehidupan manusia bersifat khas sekali, dapat disetujui, bahwa banyak orang dalam kebiasaan hidupnya dan pendapatnya amat sangat mengikuti keadaan lingkungannya, dimana mereka 65 Ibid 66 Ibid, halaman.37. Universitas Sumatera Utara hidup. Dengan jelas terlihat dari adanya kelangsungan yang dapat dikatakan tetap dari masyarakat dan perubahan-perubahannya yang biasanya lambat. 67 b Mazhab lingkungan-ekonomi Ketika membicarakan tentang para pelopor sosiologi kriminil, Kita mengetahui bahwa beberapa pengarang, umumnya berasal dari kalangan sosialis, mementingkan keadaan ekonomi sebagai sebab timbulnya kejahatan. Aliran ini mulai terasa pengaruhnya pada penghabisam abad ke -18 dan permulaan abad ke- 19, ketika timbul sistem baru dalam perekonomian dan kelihatan bertambah. Sudah dapat diramalkan bahwa teori baru dalam lapangan ilmu kemasyarakatan yang timbul kurang-lebih pada pertengahan abad ke-19, pandangan masyarakat yang berdasarkan keadaan ekonomi yang dinamakan historis materialism akan berpengaruh berpengaruh besar terhadap kriminologi. Menurut teori tersebut faktor-faktor ekonomi dalam masyarakat dipandang dari sudut dinamis adalah primair, dan dipandang dari sudut merupakan dasarnya. 68 Pengarang pertama, tentang hal ini adala F. Turati 1857 seorang italia, dalam bagian positif ia menyatakan bahwa tidak hanya kekurangan dan kesengsaran saja, tapi juga nafsu ingin memiliki, yang berhubungan erat dengan sistim ekonomi pada waktu sekarang, mendorong kejahatan ekonomi. N. Collajani 1847- 1921 dalam bukunya “Sociologa criminale” 1877 juga menentang aliran antropologi. Ia menunjuk pada hubungan antara krisis dengan bertambahnya kejahatan ekonomi, antara kejahatan dengan gejala pathologis sosial seperti pelacuran, yang juga erasal dari keadaan perekonomian, 67 Mr.W.A.Bonger. 1977. Pengantar Tentang Kriminologi.Jakarta : PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, halaman.97. 68 Ibid, halaman.98. Universitas Sumatera Utara dan kepada dasar ekonomi daripada kejahatan politik. Coljani juga menekankan pula adanya hubungan antara sistem ekonomi dan faktor-faktor umum dalam kejahatan; hak milik mendorong untuk mementingkan diri sendiri oleh karenanya mendekatkan pada kejahatan. Yang paling baik untuk mencegah kejahatan ialah suatu sistim ekonomi, dimana telah tercapai kestabilan sebesar-besarnya dan kekuran-sebandingan yang sekecil-kecilnya dalam pembagian kekayaan. 69 Menurut Mr. Bonger, sosial kriminil sudah berumur kira-kira satu abad ; beberapa unsur yang turut menyebabkan terjadinya kejahatan menurut penyelidikannya dikarenakan : 70 a. Terlantarnya anak-anak b. Kesengsaraan c. Nafsu Ingin Memiliki d. Demoralisasi Seksuil. e. Alkoholisme f. Kurangnya Peradaban 3. Mazhab Bio-Sosiologi Sudah diterangkan bahwa sintestis dari aliran antroplogi dan aliran keadaan berpendapat bahwa sebab kejahatan, sama dengan atau berasal dari rumus Ferri yang berbunyi : “tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang ter dapat dalam indvidu, masyarakat, dan keadaan fisik”. 71 unsur yang terdapat dalam individu ialah unsur-unsur apa yang diterangkan oleh Lambroso. 69 Ibid 70 Ibid, halaman.100. 71 Ediwarman, Op.Cit., halaman.46. Universitas Sumatera Utara Rumusan tersebut yaitu : tiap-tiap kejahatan = unsur individu + unsur lingkungan. Sedangkan apa yang dimaksud dengan unsur individu ialah : 72 a Keadaan lingkungan individu dari lahir sampai saat ia melakukan perbuatan. b Bakat yang terdapat dalam individu. 4. Mazhab Mr.Paul Moedikno Moeliono. Selain penggolongan dikemukakan terdahulu, masih ada penggolongan yang dikemukakan oleh Mr. Paul Muliono, seperti tertera dibawah ini : a Golongan Salahmu Sendiri s.s. Aliran ini berpendapat bahwa kejahatan timbul disebabkan oleh kemauan bebas individu free of the will. Kejahatan timbul sebagai ekspressi tanpa pessi sesuatu. Karena kejahatan disebabkan oleh kemauan maka perlu hukuman untuk jangan lagi berbuat jahat. 73 b Golongan Tiada Yang Salah t.o.s. Aliran ini mengemukakan bahwa sebab-sebabnya kejahatan ialah faktor : herediter biologis Bonger : aliran antropologi, kulturel lingkungan Bonger: convergensi bio-sosiologi, perasaan keagamaan Bonger : Aliran spritualis. Jadi kejahatan dari ekspressi dari pressi faktor biologis, kultural bio- sosiologis,spritualis. 74 c Golongan Salah Lingkungan 72 Ibid, halaman.47. 73 H.M. Ridwan dan Ediwarman. 1994. Azas-Azas Kriminologi. Medan : Universitas Sumatera Utara USU PRESS, halaman.68. 74 Ibid, halaman.69. Universitas Sumatera Utara Aliran ini mengatakan timbulnya kejahatan disebabkan faktor lingkungan. Sebenarnya aliran ini dapat dimasukan ke golongan yang salah bonger : aliran lingkungan 75 d Golongan Kombinasi Membicarakan golongan kombinasi sebaiknya lebih dahulu memahami psikho-analisa Adler dan Freud. Mereka membagi struktur personal individu atas tiga bagian yaitu : 76 1. Das ES = ID. Das es berisi nafsu hewani yang jika meminta harus direalisir dan sepenuhnya berada dalam alam tak sadar. Dalam lapisan ini nafsu itu bersifat konstruktif libido dan ada bersifat destruktif benci, ingin mati. Kedua kekuatan ini saling berlomba sehingga menimbulkan ketegangan. 2. Das ICH = EGO. ` Das isch terletak dalam kesadaran dan merupakan inti, berfungsi menyelaraskan tuntuan Das es sesuai dengan norma kehidupan. Lapisan ini menyeleksi keinginan Das Es. 3. Uber ICH = Super Ego. Uber ich merupakan instansi tertinggi dalam mengatur tindakan manusia serta bernilai moral.Norma yang mempengaruhi EGO membekas dalam super ego. Super ego mengontrol ego dan member celaan dan pujan tindakan Ego. Orang beriman bila Super Ego membatasi nafsu dan mengarahkan ke hal yang 75 Ibid 76 Ibid Universitas Sumatera Utara normatif tinggi. Sebelum terbentuknya “iman” ini terlebih dahulu ada pertentangan antara Das Ich dan Das Es. Kalau hal diatas dihubungkan dengan timbulnya kejahatan maka dapatlah dikatakan bahwa bila nafsu hewani-nafsu destruktif terealisir berarti menimbulkan kejahatan dan hal ini dapat terealisir apabila lapisan sesor ego sedang berada dalam keadaan lemah. Jadi kejahatan timbul karena ego tidak mengontrol keinginan Das Es, yang berada dalam lapisan tidak sadar. Bila teori Freud ini kita hubungkan dengan teori Sutherland maka dapat kita sebut prioritasnya sama dengan super ego yang berhubungan dengan pengalaman. 77 e Golongan dialog Golongan ini mendasarkan diri pada filsafat existensialisme, filsafat existensialisme menempatkan cara wujud manusia secara konkrit senantiasa berhubungan dengan sesama manusia, dengan dunia, diri sendiri, Tuhan. Dia merealisir dirinya secara terus menerus dalam suatu alam, mengadakan kontak dan dialog dengan alamnya. Manusia adalah dialogi maka Dia adalah pusat hubungan. Karena manusia berdialog dengan lingkungan maka dia dipengaruhi lingkungan, dan mempengaruhi lingkungan. Mempengaruhi lingkungan berarti memberi struktur kepada lingkungan-situasi, sedang dipengaruhi lingkungan berarti distruktuir lingkungan. Jadi manusia memberi struktur dan distruktuir lingkungan berarti pada manusia terdapat “kebebasan” sedang distruktuit berarti pada manusia ada keterlaluan gedeterdimneerdheid. Setiap kebebasan menyiratkan adanya pertanggunjawaban. Manusia selalu berada bersama maka 77 Ibid, hlm.70. Universitas Sumatera Utara cara wujud manusia ialah berada bersama di suatu dunia sehingga dapat dikatakan berada di suatu dunia bersama manusia lain. 78 Anak sebagai pribadi tentu mempunyai perasaan dan emosi yang tertanam dalam dirinya ataupun eksternal yang melingkupi dirinya self cirtumstances. Tentu dari perasaan yang dimiliki oleh anak tersebut, terdapat beberapa hal yang menonjol yang ingin dilakukan oleh anak itu sendiri, atau biasa disebut niat. Hasil dari Seminar Kriminologi III di Semarang 1976 menyatakan bahwa unsur niat terkait dengan faktor-faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri yang memepengaruhi tingkah lakunya, antara lain a. cacat yang bersifat dan psikis; b. perkembangan kepribadian dan intelegensi yang terhambat sehingga tidak bisa menghayati norma-norma yang berlaku. Faktor eksogen adalah faktor yang berasal dari luar diri anak yang mempengaruhi anak tingkah lakunya 79

A. Faktor Internal Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

8 157 125

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/Pn.Mdn )

5 117 134

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan No. 622/PID/B(A)/2011/PN.TK)

2 17 70

Upaya Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Anak

3 51 57

BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 29

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90