Kejahatan Pembobolan Website (Cracking) Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Chazawi, Adami, 2001, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dipanegara, A., 2009, 1 Jam Belajar Teknik Hacking, HP Cyber Community, Jakarta.

E. M. Zul Fajri dan Ratu A. Senja, tanpa tahun, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Difa Publisher, tanpa kota.

Hamzah, Andi, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Herlambang, Linto, M., 2009, Buku Putih Cracker, Andi Offset, Lumajang.

Moelijatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Soebekti dan Tjitrosoedibio, 1989, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta.

Soekanto, Soerjono,1982, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijio, 1982, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soesilo, R., 1985, Kriminologi (Pengetahuan tentang Sebab-Sebab Kejahatan), Politeia, Bogor.

S’to, 2009, Seni Teknik Hacking I, Jasakom, Jakarta.


(2)

Tim Divisi Penelitian dan Pengembangan MADCOMS, 2008, Pemrograman HTML, CV. Andi Offset, Madiun.

Topo Santoso dan Eva A. Zulfa, 2001, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

B. Peraturan/Undang-Undang

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Soesilo, R. 1991, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia, Bogor.

C. Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya, diakses tanggal 25 maret 2010

Aditya, Cybercrime, http://www.duniamaya.org/index.php/security/kejahatan-dunia-maya-cybercrime/, diakses tanggal 25 Maret 2010.

Informasi Dunia Internet Indonesia, Sejarah Hacking-The 141s Milwaukee,

http://informasinetonline.blogspot.com/2009/02/sejarah-hacking-141s.html, diakses tanggal 25 Maret 2010.

Dian Purwanti, http://deeyaan.blogspot.com/2008/03/pengertian-website.html, diakses tanggal 1 April 2010.

Rahma, http://rahmada.comli.com/pengertian_website.html, diakses tanggal 1 April 2010.

Aditya, Makalah tentang Kejahatan Dunia Komputer dan Internet, http://aditya.ngeblogs.com/2009/10/28/makalah-tentang-kejahatan-dunia-maya/ diakses tanggal 25 Maret 2010.


(3)

Budi Rahardjo, Cybercrime, br@paume.itb.ac.id – budi@cert.or.id, diakses tanggal 1 April 2010.

http://www.suarapembaruan.com/News/2006/08/08/Nasional/nas08.htm, diakses tanggal 25 Maret 2010.

http://warungpeha.blogspot.com/2008/11/roy-suryo-cling-muncul-di-situs-dirjen.html, diakses tanggal 25 Maret 2010.


(4)

BAB III

FAKTOR PENYEBAB DAN MODUS KEJAHATAN

PEMBOBOLAN WEBSITE

A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pembobolan Website

Setiap terjadinya suatu jenis kejahatan pasti selalu ada faktor yang menyebabkan kejahatan itu terjadi. Pada umunya faktor kejahatan itu hampir sama walaupun juga sering terdapat perbedaan antara faktor penyebab kejahatan yang satu dengan fektor penyebab kejahatan yang lain. Berikut ini merupakan ajaran-ajaran yang mengajarkan tentang faktor-faktor penyebab kejahatan, yaitu :38

1. Ajaran Klasik

Ajaran ini berkembang pada tahun 1775. Pokok penjelasan dari ajaran ini menyatakan bahwa kejahatan terjadi akibat dari tindakan yang bersifat hedonisme. Yang dimaksud dengan hedonisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa kesenangan adalah yang terpenting di dunia ini dan harus dijadikan tujuan dari setiap perbuatan.

2. Ajaran Kartografik

Ajaran ini muncul pada tahun 1830. Menurut ajaran ini kejahatan itu terjadi ataupun berkembang akibat dari kultur yang buruk dalam masyarakat akan menjadi kebiasaan yang sulit untuk diatasi dalam masyarakat. Ajaran ini juga menyatakan bahwa suatu daerah yang berkomposisi penduduk yang lebih banyak dan padat membuat kejahatan semakin tumbuh subur di daerah tersebut.

38

Topo Santoso dan Eva A. Zulfa, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h.27.


(5)

3. Ajaran Sosialis

Ajaran ini muncul pada tahun 1850. Ajaran ini menyatakan bahwa determinisme ekonomi adalah penyebab terjadinya suatu kejahatan. Determinisme ekonomi adalah suatu keadaan yang mencerminkan suatu tekanan atau beban ekonomi yang sangat berat membuat seseorang terpaksa melakukan kejahatan.

4. Ajaran Tipologi

Ajaran ini muncul pada tahun 1875 dan berkembang sampai tahun 1905. Ajaran ini berpendapat bahwa kejahatan terjadi karena pada diri seseorang tersebut melekat ciri atau bakat untuk menjadi seorang penjahat. Ciri atau bakat tersebut bisa karena dari ciri morfologi atau bentuk tubuh yang bagus dan kejiwaan yang tidak stabil atau labil yang dimiliki seseorang.

5. Ajaran Sosiologis

Ajaran ini muncul pada tahun 1915. Ajaran ini menjelaskan bahwa kejahatan merupakan suatu hasil dari adanya proses-proses kelompok dan sosial dalam masyarakat. Menurut ajaran ini faktor lingkungan merupakan hal yang bisa membuat terjadinya suatu kejahatan.

Hal-hal tersebut merupakan faktor kejahatan secara umum yang sering terjadi dalam lingkungan masyarakat. Begitu juga dengan kejahatan pembobolan website, ada juga faktor yang menyebabkan kejahatan jenis ini terjadi. Namun agar kita bisa lebih memahami kejahatan pembobolan website, ada baiknya bila terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang meyebabkan


(6)

kejahatan dunia maya (cybercrime) yang merupakan induk dari kejahatan pembobolan website. Faktor-faktor tersebut adalah : 39

1. Akses internet yang tidak terbatas.

2. Kelalaian pengguna komputer. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama kejahatan dunia maya.

3. Mudah dilakukan dengan resiko keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan yang super modern. Walaupun kejahatan dunia maya mudah untuk dilakukan tetapi akan sangat sulit untuk melacaknya, sehingga ini mendorong para pelaku kejahatan untuk terus melakukan hal ini.

4. Para pelaku merupakan orang yang pada umumnya cerdas, mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dan fanatik akan teknologi komputer. Pengetahuan pelaku kejahatan dunia maya tentang cara kerja sebuah komputer jauh diatas operator komputer.

5. Sistem keamanan jaringan yang lemah.

6. Kurangnya perhatian masyarakat. Masyarakat dan penegak hukum saat ini masih memberi perhatian yang sangat besar terhadap kejahatan konvesional. Pada kenyataannya para pelaku kejahatan dunia maya masih terus melakukan aksi kejahatannya.

Setelah dijelaskan faktor-faktor penyebab kejahatan secara umum dan faktor-faktor penyebab kejahatan dunia maya (cybercrime), maka selanjutnya akan dibahas tentang faktor-faktor penyebab kejahatan pembobolan website atau situs. Faktor-faktor penyebab kejahatan pembobolan website sebenarnya tidak

39

Aditya, Makalah tentang Kejahatan Dunia Komputer dan Internet, http://aditya.ngeblogs.com/2009/10/28/makalah-tentang-kejahatan-dunia-maya/ diakses tanggal 25 Maret 2010.


(7)

terlalu jauh berbeda dengan faktor penyebab kejahatan secara umum dan faktor kejahatan dunia maya. Agar lebih jelas faktor-faktor penyebab kejahatan pembobolan website adalah :40

1. Kejahatan pembobolan website atau situs dilakukan oleh pelaku karena didorong motif dendam, iseng dan atau hanya untuk memenuhi kepuasan pribadi.

2. Kejahatan pembobolan website atau situs dilakukan atas dasar kepentingan pribadi baik yang bersifat materi maupun non materi.

3. Kejahatan pembobolan website atau situs dilakukan khususnya terhadap situs-situs pemerintah suatu negara didasari oleh keinginan untuk mengacaukan sistem pemerintahan suatu negara.

Selain faktor-faktor penyebab kejahatan pembobolan website yang telah disebutkan sebelumnya, ada juga pendapat lain yang menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab kejahatan pembobolan website ini terjadi. Pendapat lain mengatakan bahwa kejahatan pembobolan website atau situs disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :41

1. Kecewa atau balas dendam. 2. Petualangan

Yang dimaksud dengan faktor petualangan ini adalah biasanya pelaku pembobolan website sering merasa tertantang untuk merusak suatu website atau situs yang dikenal memiliki sistem keamanan yang baik. Dengan berhasilnya

40

Aditya, Cybercrime, http://www.duniamaya.org/index.php/security/kejahatan-dunia-maya-cybercrime/, diakses tanggal 25 Maret 2010.

41

Aditya, Makalah tentang Kejahatan Dunia Komputer dan Internet, http://aditya.ngeblogs.com/2009/10/28/makalah-tentang-kejahatan-dunia-maya/ diakses tanggal 25 Maret 2010.


(8)

pelaku membobol website atau situs tersebut maka pelaku akan mendapatkan kepuasan tersendiri dan memiliki reputasi yang populer di kalangan pengguna internet.

3. Mencari keuntungan

Biasanya para pelaku pembobolan website atau situs juga memiliki motif atau dorongan untuk mencari keuntungan yang biasanya bersifat materil. Hal ini sering dijumpai akhir-akhir ini. Kasus yang paling sering terjadi adalah pembobolan yang dilakukan oleh pelaku terhadap situs-situs perbankan demi mencari informasi dan data diri nasabah yang hendak dibobol rekeningnya.

Penjelasan tersebut merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembobolan website atau situs. Namun hal-hal tersebut merupakan faktor penyebab yang bersifat hanya dari diri si pelaku, sedangkan faktor yang berasal dari luar diri si pelaku juga ada seperti masih kurangnya pengetahuan penegak hukum di negara Republik Indonesia dalam mengatasi masalah pembobolan website, sistem keamanan jaringan yang belum bisa mencegah terjadinya kejahatan pembobolan website, dan belum adanya badan-badan khusus bentukan pemerintah yang bisa memberikan bantuan terhadap terjadinya kejahatan pembobolan website.

Hal ini cukup diperlukan oleh negara kita mengingat semakin marak dan berkembangnya kejahatan ini sehingga cukup mengganggu stabilitas keamanan di negara kita. Bahkan di beberapa negara telah dibentuk suatu badan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan bantuan dalam menyelesaikan masalah


(9)

kejahatan dunia maya (cybercrime). Adapun badan-badan yang telah terbentuk di beberapa negara di luar Indonesia yang mengatur masalah tersebut antara lain :42

1 Amerika Serikat memiliki Computer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) of the Criminal Division of the U.S. Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web <http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi tentang cybercrime. Namun banyak informasi yang masih terfokus kepada computer crime.

2. National Infrastructure Protection Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah Amerika Serikat yang menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting (critical) bagi negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs webnya adalah <http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah dianggap sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini memberikan advisory atau nasehat.

3. The National Information Infrastructure Protection Act of 1996 yang berada di Amerika Serikat..

4. CERT (Computer Emergency Response Team) yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security holes) yang ada di Amerika Serikat dan beberapa negara di benua Eropa.

42

Budi Rahardjo, Cybercrime, br@paume.itb.ac.id – budi@cert.or.id, diakses tanggal 1 April 2010.


(10)

5. Korea memiliki Korea Information Security Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi perangkat keamanan komputer dan Internet, khususnya yang akan digunakan oleh pemerintah.

B. Modus Kejahatan Pembobolan Website

Modus atau cara yang dilakukan pelaku kejahatan sering berbeda dalam melaksanakan niat jahatnya. Perbedaan modus suatu kejahatan dengan kejahatan yang lain disebabkan karena beberapa faktor yakni tempat terjadinya kejahatan, waktu terjadinya kejahatan, maupun dari faktor korban.

Modus kejahatan pembobolan website jelas berbeda dengan kejahatan lain. Hal ini disebabkan karena tempat terjadinya kejahatan pembobolan website jelas berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya.

Kejahatan pada umumnya terjadi di dunia nyata yang bisa dilihat secara kasat mata, dirasakan ataupun didengar. Sedangkan kejahatan pembobolan website terjadi di tempat yang dinamakan dunia maya yaitu suatu tempat yang tidak dapat dilihat langsung, tidak dapat didengar secara langsung, namun bisa dirasakan nyata hasil dari perbuatan tersebut. Hal ini memang menyebabkan kejahatan pembobolan website ini sulit untuk diidentifikasi perbuatannya, namun tidak berarti masalah kejahatan pembobolan website tidak bisa untuk ditanggulangi oleh penegak hukum di negara kita. Masalah kejahatan pembobolan website hanya dapat dilihat dan didengar melalui bantuan komputer dan sistem elektronik.


(11)

Adapun modus atau cara terjadinya kejahatan pembobolan website adalah:43

1. Footprinting

Proses mencari informasi tentang korban atau target yang sebanyak-banyaknya. Hal ini dilakukan dengan cara mencari data-data melalui internet, koran atau surat kabar dan media lainnya.

2. Scanning

Proses lanjutan dengan menganalisa layanan (service) yang dijalankan dengan server dan router di internet. Biasanya dilakukan dengan ping atau nmap.

3. Enumeration

Proses lanjutan dengan mencoba koneksi ke mesin target. 4. Gaining Access

Percobaan pengambilalihan ke target berdasarkan informasi yang didapatkan sebelumnya.

5. Escalating Privilege

Meningkatkan hak akses jika telah berhasil masuk ke dalam sistem pada server atau router.

6.Covering Tracks

Proses menghapus jejak segala macam log pada server atau router agar tidak bisa dilacak.

43


(12)

7. Creating Back Doors

Menciptakan sebuah jalan rahasia dari sebuah sistem router atau server agar bisa memasuki sistem kembali.

8. Denial of Servive

Segala upaya dilakukan oleh seorang hacker atau cracker untuk menguasai sistem sudah dilakukan tetapi gagal. Dengan demikian, hacker maupun cracker mengambil langkah terakhir, yaitu Denial of Service yang merupakan wujud keputusasaan seorang hacker ataupun cracker. Denial of Service lebih dikenal dengan DoS yang mana hal ini bisa menyebabkan server atau router mengalami restart bahkan rusak (crash).

Tahapan-tahapan yang telah disebutkan sebelumnya merupakan proses atau modus seorang hacker atau cracker dalam melakukan pembobolan website pada umumnya. Namun dalam buku lain ada juga yang memberikan pendapat tentang tahapan atau proses pembobolan website. Adapun proses-proses tersebut antara lain :44

1. Information Gathering

Langkah pertama yang dilakukan oleh hacker atau cracker adalah mendapatkan informasi tentang target yang akan diserangnya. Beberapa cara yang dilakukan dalam Information Gathering antara lain :

a. Find Vulnerability

Hal ini merupakan kegiatan mencari informasi target dengan melacak kelemahan (scanning) terhadap sistem target.

44


(13)

b. Revealing Error Message

Hal ini merupakan kegiatan mencari informasi dengan melihat pesan error yang terdapat pada sistem target.

c. Get Credential Info

Hal ini merupakan kegiatan mencari informasi penting dengan mengambil dari log, backup files dan lain-lain.

2. Scanning/Sniff

Langkah kedua yang dilakukan oleh hacker atau cracker adalah dengan melakukan scanning atau sniffing terhadap sistem. Biasanya tahapan ini dilakukan dengan menggunakan berbagai tools ataupun software.

3. Attack/Exploit

Selanjutnya hacker atau cracker akan melakukan serangan sistem target. Serangan ini adalah serangan pertama yang akan membuka jalan untuk proses serangan selanjutnya.

4. Backdoor (Keep it Easy to Visit Again)

Selanjutnya hacker maupun cracker akan menanam sesuatu pada sistem atau melakukan patching/altering terhadap sistem untuk memudahkan proses serangan selanjutnya.

5. Covering

Langkah akhir yang dilakukan oleh hacker atau cracker adalah covering your tracks, yaitu menghapus jejak agar tidak dapat dilacak oleh sistem administrator. Covering biasanya dilakukan dengan mengedit atau menghapus log.


(14)

Langkah-langkah ataupun modus terjadinya pembobolan website yang telah dijelaskan sebelumnya pada umumnya sama. Selain langkah-langkah tersebut, perlu juga diketahui bahwa langkah-langkah tadi dapat berhasil tergantung tingkat pengetahuan teknologi si pelaku yang cukup baik, sarana yang memadai berupa hardware seperti komputer dan modem, software berupa tools ataupun program yang khusus dapat membantu pelaku dalam melaksanakan perbuatan pembobolan website.

Biasanya apabila pelaku pembobolan website telah berhasil melakukan aksinya, pelaku tersebut tidak akan berhenti sampai disitu. Pelaku pembobolan website biasanya setelah bisa memasuki suatu situs dan merusak sistem kemanannya maka pelaku tersebut akan melakukan deface atau merubah halaman pada website tersebut sehingga tampilan website akan berubah tanpa sepengetahuan pemilik website, bahkan dalam beberapa kasus pembobolan website perbankan, pelaku pembobolan akan mencuri data pribadi milik nasabah bank tertentu dan menggunakan data pribadi tersebut untuk kepentingan membobol rekening nasabah tersebut.

Setelah membaca modus atau tahapan terjadinya pembobolan website, tentu pada umumnya masyarakat akan berpendapat bahwa kejahatan pembobolan website ini sangat sukar untuk ditanggulangi. Hal ini mungkin saja terjadi sebab pelaku kejahatan pembobolan website adalah orang yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, selain itu kejahatan pembobolan website ini masih tergolong baru di Indonesia sehingga belum banyak aparat penegak hukum di Indonesia yang mampu menanggulangi kejahatan ini. Namun pemikiran tersebut


(15)

bisa saja salah, sebab setiap kejahatan pasti bisa dicari cara penanggulangannya. Hacker maupun cracker bisa saja ditangkap ataupun diketahui pelakunya, hal ini bisa dilakukan apabila hacker ataupun cracker meninggalkan jejak pada sistem milik korban maupun dikhianati oleh temannya sendiri.45

Sebenarnya pembobolan website bisa saja dicegah atau ditanggulangi sejak dini dengan melakukan langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah tersebut antara lain :46

1. Mengikuti perkembangan tools atau software yang berkaitan dengan pembobolan website.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara membaca atau mengakses informasi yang berkaitan dengan kemanan berinternet. Terkadang suatu informasi tentang tips mencegah pembobolan website bisa cukup berguna bagi pemilik website. Selain itu, banyak program atau software yang ditawarkan di internet yang berfungsi untuk menjamin keamanan seseorang dalam berinternet, misalnya ada antivirus yang bisa mendeteksi keberadaan spyware (program mata-mata oleh cracker atau hacker) seperti Kapersky.

2. Upgrade atau update aplikasi

Hal ini dilakukan dengan cara menaikkan versi aplikasi yang lama menjadi versi yang baru. Kegiatan ini dilakukan karena perkembangan ilmu dalam melakukan pembobolan website selalu berkembang sehingga terkadang aplikasi yang lama tidak mampu menahan bendungan serangan yang terjadi pada suatu website.

45

S’to, Seni Teknik Hacking I, Jasakom, Jakarta, 2009, h. 31.

46


(16)

3. Memasang program Firewall

Aplikasi atau program firewall adalah suatu program yang berfungsi mencegah terjadinya perbuatan pembobolan website. Berbeda dengan program lain yang memiliki fungsi yang sama, firewall hanya dapat berfungsi pada komputer yang berbasis linux, jadi berbeda dengan komputer yang pada umumnya berbasis windows.

4. Meminta bantuan ISP (Internet Servive Provider)

ISP adalah penyedia jasa layanan internet. Apabila kita sudah memastikan bahwa kita adalah korban dari kejahatan pembobolan website, kita bisa menghubungi penyedia jasa layanan internet untuk memblok kegiatan serangan yang ditujukan terhadap website kita.

Agar pelaku pembobolan website dapat ditangkap, sebaiknya korban langsung melaporkan perbuatan pelaku tersebut kepada pihak yang berwenang. Dalam kasus kejahatan pembobolan website, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika mengatur bahwa pihak yang berwenang menerima laporan korban dari kejahatan pembobolan website dan melakukan penyidikan terhadap adanya kejahatan pembobolan website adalah pihak Kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diberi wewenang khusus dalam melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Teknologi Elektronik. Adapun terlibatnya Pegawai Negeri Sipil dalam hal ini tidaklah bertentangan dengan aturan hukum kita sebab dalam Pasal 1 angka 1


(17)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang dapat melakukan penyidikan terhadap suatu tindak pidana.47

Selain itu perlu juga diketahui bahwa dalam melakukan penyidikan terhadap kejahatan pembobolan website, Kepolisian maupun penyidik dari Pegawai Negeri Sipil harus berkoordinasi dan dapat meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam melakukan penyidikan, bahkan Kepolisian dan penyidik dari Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat meminta bantuan dari penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.48

C. Contoh Kasus Pembobolan Website

Kasus pembobolan website pertama kali ditemukan di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1983 terjadi pembobolan terhadap komputer milik Pusat Kanker Memorial Sloan Kattering dan Komputer Laboratorium Nasional Los Alamos yaitu tempat percobaan nuklis Amerika Serikat.49

Di Indonesia kasus pembobolan website mulai dikenal sejak tahun 1990an. Pada saat itu pembobolan website terjadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan yang otoriter. Namun permasalahan ini dianggap tidak terlalu

47

Bab II Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

48

Bab X Pasal 45 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

49

Informasi Dunia Internet Indonesia, Sejarah Hacking-The 141s Milwaukee, http://informasinetonline.blogspot.com/2009/02/sejarah-hacking-141s.html, diakses tanggal 25 Maret 2010.


(18)

mengganggu pada saat itu, hal ini dikarenakan media internet pada saat itu belum menjadi suatu kebutuhan yang penting seperti saat seperti ini. Bahkan pada saat ini, menurut statistik yang dilakukan oleh beberapa pihak setiap harinya ada satu website atau situs yang berhasil dibajak dan diubah halaman websitenya atau dikenal dengan istilah deface.50

Adapun beberapa contoh kasus pembobolan website yang terjadi di negara Republik Indonesia antara lain :

1. Pembobolan website Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Kejadian ini terjadi pada tanggal 17 April 2004. Dani Firmansyah atau yang dikenal di dunia maya dengan nama xnuxer melakukan pembobolan website ke situs http://tnp.kpu.go.id. Dalam melakukan aksinya pelaku menggunakan cara SQL (Structure Query Language) Injection.51

SQL Injection adalah sebuah aksi pembobolan website yang dilakukan dengan cara memodifikasi perintah yang ada di memori aplikasi website milik korban.52 Bila diartikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti, SQL Injection merupakan suatu cara melakukan pembobolan website dengan mengubah perintah atau bahasa pemrograman pada suatu URL (Uniform Resource Locators) atau alamat di dalam internet sehingga mengakibatkan URL tersebut mengalami error (rusak) sehingga membuat pelaku dengan mudah mengatur perintah ulang dalam URL tersebut sesuka hatinya.

50

Budi Rahardjo, Cybercrime, br@paume.itb.ac.id – budi@cert.or.id, diakses tanggal 1 April 2010.

51

S’to dan Widiprasetiyanto, Op.cit., h. 118.

52


(19)

Pada kasus pembobolan situs KPU, pelaku mengubah atau memodifikasi URL situs KPU sehingga membuat pelaku bisa mengubah nama partai politik yang ikut serta dalam pemilihan umum seperti Partai Jambu, Partai Kelereng, Partai Cucak Rowo, Partai Si Yoyo, Partai Mbah Jambon, dan Partai Kolor Ijo.53

Kasus pembobolan situs KPU ini memang sempat membuat proses penghitungan suara pada pemilihan umum tahun 2004 mengalami gangguan. Namun gangguan ini tidak berlangsung lama sebab pihak dari KPU bisa segera memperbaikinya.

Walaupun Kepolisian sempat mengalami kesulitan dalam mencari pelaku, tapi pelaku bisa ditangkap setelah bekerja sama dengan jasa penyedia layanan internet. Namun pada saat kasus ini berlangsung, Dani Firmansyah hanya bisa dituntut dengan Pasal 406 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yaitu berisikan tentang aturan pelarangan membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dipakai lagi, atau menghilangkan sesuatu barang milik orang lain dengan sengaja dan melawan hak.54 Pasal tersebut memberikan ancaman hukuman penjara terhadap pelaku selama-lamanya dua tahun delapan bulan penjara. Namun, hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim kepada Dani Firmansyah hanya hukuman penjara selama enam bulan saja.

Hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada terdakwa Dani Firmansyah memang tergolong ringan. Hal ini disebabkan karena Dani Firmansyah dianggap cukup kooperatif selama pemerikasaan baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Selain itu, perbuatan yang dilakukan

53

S’to dan Widiprasetiyanto, Op.cit., h. 119.

54

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia, Bogor, 1991, h.278.


(20)

oleh Dani Firmansyah murni hanya iseng saja, sebab Dani Firmansyah merasa informasi yang menyebutkan bahwa situs KPU sulit dibobol karena memiliki nilai sistem keamanan jaringan bernilai ratusan miliar rupiah. Namun pada kenyataannya situs yang dimiliki oleh Kpu tersebut bisa dibobol oleh seorang Dani Firmansyah yang sebenarnya juga pernah menawarkan keahliannya pada KPU untuk menjaga situs milik KPU.

2. Pembobolan website atau situs Partai Politik Golkar

Serangan terhadap situs partai berlambang pohon beringin itu terjadi pada tanggal 9 sampai 13 Juli 2006 hingga menyebabkan tampilan halaman berubah. Pada 9 Juli 2006, pelaku yang bernama Isra Syarat mengganti tokoh Partai Golkar yang termuat dalam situs dengan gambar gorilla putih tersenyum, dan di bagian bawah halaman dipasangi gambar artis Hollywood yang seronok. Pada 10 Juli 2006, tersangka mengubah halaman situs Partai Golkar menjadi foto artis Hollywood yang seronok dan mencantumkan tulisan "Bersatu Untuk Malu". Serangan pada 13 Juli 2006 lalu, halaman depan diganti dengan foto gorilla putih yang tersenyum dan mencantumkan tulisan "bersatu untuk malu". Saat serangan pertama terjadi, Partai Golkar sudah berusaha memperbaiki namun diserang lagi hingga terjadi beberapa kali perbaikan sampai akhirnya Partai Golkar melaporkan kasus ini ke Mabes Polri.

Unit Cyber Crime Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menangkap pembobol website (situs) Partai Golkar, Isra Syarat (26) di Warnet Belerang, Jl Raden Patah No 81, Batam, pada 2 Agustus 2006. Pihak Kepolisian mengatakan penangkapan tersangka berkat hasil penyelidikan, analisa data dan


(21)

penyamaran dari petugas unit cyber crime sehingga menemukan keberadaan tersangka.

Terjadinya kasus pembobolan website ini belum diketahui apa motif sebenarnya. Namun pihak dari Partai Golkar berpendapat bahwa pelaku pasti memiliki motif politik untuk merusak citra Partai Golkar. Hal ini diperkuat dengan berpindah-pindahnya pelaku dari satu daerah ke daerah lain agar tidak tertangkap dan menurut Partai Golkar hal tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar.

Dari kasus ini, polisi menyita barang bukti berupa satu laptop, satu komputer dan kuitansi warnet, tampilan website Partai Golkar, hasil chatting dengan tersangka. Dalam pemeriksaan, tersangka mengaku sering menyerang bank-bank termasuk bank di Amerika Serikat, bahkan informasi cara membobol bank itu dijual ke pihak lain untuk mendapat keuntungan pribadi. Akibat serangan itu, Partai Golkar mengalami kerugian Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) karena harus membangun kembali sistem informasi yang telah rusak.55

3. Pembobolan situs Bainfokom Sumatera Utara

Pembobolan website ini terjadi pada tahun 2008. Pembobolan yang diarahkan pada situs www.bainfokomsumut.com sebenarnya kurang diketahui apa motif pelaku melakukan perbuatannya. Saat melakukan aksinya pelaku hanya memajang foto Roy Suryo yang merupakan pakar telematika Indonesia sebagai bayi dalam posisi duduk di atas tempat tidur. Selain itu pelaku juga menulis

55

http://www.suarapembaruan.com/News/2006/08/08/Nasional/nas08.htm, diakses tanggal 25 Maret 2010.


(22)

perkataan yang bertuliskan “I HATE ROY SURYO SO MUCH!!! AND YOU!??”. Hal ini jelas membuat situs Bainfokom Sumut mengalami gangguan dan rusak. Namun sampai saat ini pelaku belum bisa ditangkap oleh pihak Kepolisian.56

Ketiga kasus yang telah disebutkan tadi merupakan kasus pembobolan website yang heboh pada masa itu. Sebenarnya masih banyak kasus-kasus lain tentang pembobolan website di Indonesia baik yang telah dilaporkan ke pihak yang berwenang maupun yang tidak dilaporkan korban.

56

http://warungpeha.blogspot.com/2008/11/roy-suryo-cling-muncul-di-situs-dirjen.html, diakses tanggal 25 Maret 2010.


(23)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan skripsi yang berjudul “Kejahatan Pembobolan Website (Cracking) dari Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” ini adalah :

1. Pembobolan website merupakan kejahatan jenis baru di dalam ruang lingkup Hukum Pidana di Indonesia. Pembobolan website masih tergolong dalam kejahatan dunia maya (cybercrime). Kejahatan jenis ini memang tergolong susah untuk ditanggulangi. Namun pemerintah Indonesia telah melaksanakan langkah awal yang cukup baik dengan membentuk suatu aturan yang dapat menjerat pelaku kejahatan pembobolan website. Aturan tersebut ialah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur tentang kejahatan pembobolan website dalam Bab VII dalam Pasal 30, 31 ayat (1) dan (2), 32, 33, dan 35. Sehingga menurut undang-undang ini pembobolan website termasuk ke dalam kejahatan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Menurut undang-undang ini, kejahatan pembobolan website hanya dapat diproses oleh Hukum Pidana apabila korban mengadukan perbuatan


(24)

tersebut kepada pihak yang berwenang, atau kejahatan pembobolan website ini termasuk delik aduan.

2. Faktor penyebab terjadinya kejahatan pembobolan website ini adalah karena didorong motif dendam, iseng dan atau hanya untuk memenuhi kepuasan pribadi, kepentingan pribadi baik yang bersifat materi maupun non materi, keinginan untuk mengacaukan sistem pemerintahan suatu negara (dalam hal ini khusus dalam kasus pembobolan situs-situs yang dimiliki pemerintah suatu negara). Adapun modus yang dilakukan oleh pelaku pembobol website dalam melakukan aksinya adalah dengan cara : a. Footprinting, yaitu proses mencari informasi tentang korban atau

target yang sebanyak-banyaknya. Hal ini dilakukan dengan cara mencari data-data melalui internet, koran atau surat kabar dan media lainnya.

b. Scanning, yaitu proses lanjutan dengan menganalisa layanan (service) yang dijalankan dengan server dan router di internet. Biasanya dilakukan dengan ping atau nmap.

c. Enumeration, yaitu proses lanjutan dengan mencoba koneksi ke mesin target.

d. Gaining Access, yaitu percobaan pengambilalihan ke target berdasarkan informasi yang didapatkan sebelumnya.

e. Escalating Privilege, yaitu meningkatkan hak akses jika telah berhasil masuk ke dalam sistem pada server atau router.


(25)

f. Covering Tracks, yaitu proses menghapus jejak segala macam log pada server atau router agar tidak bisa dilacak.

g. Creating Back Doors, yaitu menciptakan sebuah jalan rahasia dari sebuah sistem router atau server agar bisa memasuki sistem kembali. h. Denial of Servive, segala upaya dilakukan oleh seorang hacker atau

cracker untuk menguasai sistem sudah dilakukan tetapi gagal. Dengan demikian, hacker maupun cracker mengambil langkah terakhir, yaitu Denial of Service yang merupakan wujud keputusasaan seorang hacker ataupun cracker. Denial of Service lebih dikenal dengan DoS yang mana hal ini bisa menyebabkan server atau router mengalami restart bahkan rusak (crash).

B. Saran

Berdasarkan penjelasan-penjelasan dari pembahasan materi permasalahan di atas disertai kesimpulan yang telah dirangkumkan, maka ada beberapa saran dalam menekan perkembangan kejahatan pembobolan website ini, sehingga kejahatan pembobolan website ini bisa ditekan jumlah perbuatannya dan menekan jumlah korban dari kejahatan pembobolan website ini di masa selanjutnya. Adapun saran tersebut akan diutarakan ke dalam poin-poin berikut di bawah ini :

1. Para penegak hukum sebaiknya lebih meningkatkan kualitas aparaturnya dalam bidang teknologi informasi. Hal ini diperlukan karena pelaku kejahatan pembobolan website adalah orang-orang yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dalam bidang teknologi informasi. Apabila hal ini


(26)

telah terpenuhi maka kejahatan pembobolan website tidak akan menjadi kejahatan yang tergolong susah untuk ditanggulangi seperti yang dirasakan oleh masyarakat saat ini.

2. Perlu adanya campur tangan dari pemerintah untuk membentuk suatu lembaga khusus yang dapat memberikan solusi atau penyelesaian bagi korban yang merasa dirugikan akibat kejahatan pembobolan website. Di beberapa negara telah ada dibentuk lembaga-lembaga yang khusus menangani kejahatan dunia maya pada umumnya dan pembobolan website pada khususnya. Dengan dibentuknya lembaga ini, akan sangat dimungkinkan bagi para penegak hukum untuk segera memproses pelaku secara Hukum Pidana.


(27)

BAB II

KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK

KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK

A. Perbuatan-Perbuatan Pidana Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Perbuatan-perbuatan pidana yang diatur ataupun dilarang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tergolong banyak. Adapun perbuatan-perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur dalam Pasal 27 hingga Pasal 39. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam undang-undang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan.

Pasal 27 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja dan tanpa hak


(28)

dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Pasal 28 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja dan tanpa hak dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Hal ini bisa diartikan sebagai suatu tindakan penipuan yang menggunakan sistem elektronik dalam melakukan penipuan tersebut. Pasal 28 (2) unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu.

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.


(29)

Pasal 29 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja dan tanpa hak dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 30 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja, tanpa hak atau ijin, dan melanggar hukum dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun, baik dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maupun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengaman.


(30)

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau pengehentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

(3) ... (4) ...

Pasal 31 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja, tanpa hak atau ijin, dan melanggar hukum dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. Dalam hal ini, intersepsi yang dimaksud adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak


(31)

bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.29

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data sebagaimana mestinya.

Pasal 32 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja, tanpa hak atau ijin, dan melanggar hukum dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik publik. Pasal 32 ayat (2) memuat unsur objektif melakukan perbuatan memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau

  29

Penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.


(32)

mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 33 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja, tanpa hak atau ijin, dan melanggar hukum dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

b. Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 34 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja, tanpa hak atau ijin, dan melanggar hukum dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau


(33)

secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33 dan Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 35 memuat unsur subjektif yaitu pelaku yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang yang melakukan kejahatan atau pelaku harus memenuhi unsur bahwa dalam melakukan kejahatan tersebut pelaku tersebut sengaja, tanpa hak atau ijin, dan melanggar hukum dalam melakukan perbuatan itu, sedangkan unsur objektifnya adalah melakukan perbuatan berupa manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Perbuatan-perbuatan yang telah diuraikan di atas merupakan perbuatan yang dilarang atau perbuatan pidana yang tidak boleh dilakukan oleh siapapun atau pihak manapun menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun dalam beberapa pasal dan ayat dalam undang-undang tersebut ada diatur tentang pengecualian bagi orang tertentu dengan memberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan tersebut dengan


(34)

syarat dalam rangka penegakan hukum. Dengan adanya pengecualian ini, maka orang-orang tadi tidak dapat dituntut atau digugat secara perdata ke hadapan pengadilan sebab mereka diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan hal tersebut. Pasal dan ayat tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 31 ayat (3), Pasal 32 ayat (3), Pasal 34 ayat (2), Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Adapun perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik secara umum dapat digolongkan dalam jenis delik sengaja, delik materil dan delik formil. Hal itu dikarenakan dalam substansi pasal yang terdapat dalam undang-undang ini mencantumkan keterangan bahwa perbuatan tersebut dapat dipidana apabila orang sengaja melakukannya, melanggar larangan dalam undang-undang ini dan atau memenuhi akibat yang diterangkan dalam undang-undang ini karena dilakukannya perbuatan pidana tersebut.

B. Kejahatan Pembobolan Website sebagai Bentuk Kejahatan di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik

Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kata kejahatan memang tidak ada disebutkan, bahkan pada umumnya aturan hukum pidana tidak ada mengatur tentang defenisi kata kejahatan dalam substansi aturan hukum pidana tersebut. Kata kejahatan mungkin hanya ada pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang secara khusus mengatur tentang kejahatan dalam buku ke II KUHP. Penggunaan kata


(35)

kejahatan dalam berbagai wacana, karya ilmiah dan sosialisasi yang berkaitan tentang hukum pidana adalah untuk menggantikan kata perbuatan pidana yang dianggap terlalu panjang, sehingga kata kejahatan dianggap sebagai istilah populer dalam hukum pidana.

Pembobolan website masih merupakan bagian dari kejahatan dunia maya atau sering disebut dengan cybercrime. Hal tersebut dapat dilihat dari pengklasifikasian kejahatan dunia maya (cybercrime) berikut ini:

1. Cyberpiracy

Cyberpiracy adalah penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.

2. Cybertrespass

Cybertrespass adalah penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada sistem komputer suatu organisasi atau individu.

3. Cybervandalism

Cybervandalism adalah penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data di komputer.30

Berdasarkan penjelasan di atas, kejahatan pembobolan website dapat diklasifikasikan dalam cybercrime yang berjenis cybertresspass dan cybervandalism. Kejahatan dunia maya pada masa sekarang ini juga mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin

30

Aditya, Cybercrime, http://www.duniamaya.org/index.php/security/kejahatan-dunia-maya-cybercrime/, diakses tanggal 25 Maret 2010.


(36)

beragamnya jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam kejahatan dunia maya ini. Jenis-jenis kejahatan dunia maya (cybercrime) itu antara lain:

1. Berdasarkan jenis aktivitasnya

a. Unauthorized Access to Computer System and Service

Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet.

b. Illegal Contents

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.

c. Data Forgery

Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan


(37)

ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.

d. Cyber Espionage

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang computerized.

e. Cyber Sabotage and Extortion

Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyber-terrorism.

f. Offense against Intellectual Property

Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web


(38)

page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.

g. Infringements of Privacy

Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.

h. Cracking

Kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer yang dilakukan untuk merusak sistem keamanan suatu sistem komputer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu mereka mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identik dengan perbuatan negatif, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.

i. Carding

Carding adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil.


(39)

2. Berdasarkan motif

Berdasarkan motif cybercrime terbergi menjadi 2 yaitu : a.Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni

Orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu sistem informasi atau sistem komputer.

b. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu

Kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan kriminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer tersebut. Pelaku dalam hal ini hanya memasuki suatu jaringan milik seseorang.31

Dari penjelasan di atas jelas terlihat bahwa kejahatan pembobolan website masih termasuk dalam kejahatan dunia maya (cybercrime). Pembobolan website sering dikaitkan dengan istilang hacking, cracking, hacker, dan cracker. Adapun pengertian atau defenisi dari istilah-istilah tersebut adalah :

1. Hacking

Hacking adalah suatu kegiatan dalam memahami sistem operasi dan sekaligus salah satu cara dalam mendalami sistem keamanan jaringan, sehingga

31

Aditya, Cybercrime, http://www.duniamaya.org/index.php/security/kejahatan-dunia-maya-cybercrime/, diakses tanggal 25 Maret 2010.


(40)

kita bisa menemukan cara yang lebih baik dalam mengamankan sistem dan jaringan.32

2. Cracking

Cracking ialah suatu kegiatan menerobos suatu sistem keamanan jaringan dan lebih bertujuan untuk bermaksud jahat terhadap objek yang diterobos, seperti merusak website, mencemarkan nama baik orang, atau mengganti informasi pada suatu website dengan sesuka hati.33

3. Hacker

Hacker adalah orang yang mempelajari, menganalisa, dan selanjutnya bila menginginkan, bisa membuat, memodifikasi, atau bahkan mengeksploitasi sistem yang terdapat di sebuah perangkat seperti perangkat lunak komputer dan perangkat keras komputer seperti program komputer, administrasi dan hal-hal lainnya , terutama keamanan. Ada juga yang bilang hacker adalah orang yang secara diam-diam mempelajari sistem yang biasanya sukar dimengerti untuk kemudian mengelolanya dan membagi hasil ujicoba yang dilakukannya. Hacker tidak merusak sistem.34

32

A. Dipanegara, 1 Jam Belajar Teknik Hacking, HP Cyber Community, Jakarta, 2009, h.10.

33

Aditya, Makalah tentang Kejahatan Dunia Komputer dan Internet, http://aditya.ngeblogs.com/2009/10/28/makalah-tentang-kejahatan-dunia-maya/ diakses tanggal 25 Maret 2010.

34

Aditya, Makalah tentang Kejahatan Dunia Komputer dan Internet, http://aditya.ngeblogs.com/2009/10/28/makalah-tentang-kejahatan-dunia-maya/ diakses tanggal 25 Maret 2010.


(41)

4. Cracker

Cracker adalah orang yang juga memiliki keahlian untuk dapat melihat kelemahan sistem pada perangkat lunak komputer tetapi untuk hal yang jahat.35

Banyak para pengguna internet yang tergabung dalam beberapa kelompok menganggap antara hacking dengan cracking ini berbeda begitu juga antara hacker dengan cracker. Ada yang berpendapat kalau hacking adalah seni dan seni adalah sesuatu yang abstrak dan tidak beraturan.36

Begitu juga dengan Aditya yang merupakan ahli di bidang informasi mengatakan bahwa antara hacker dan cracker itu berbeda. Bahkan menurutnya ada beberapa perbedaan yang mendasar antara hacker dengan cracker. Ia mengatakan bahwa hacker adalah orang yang mempunyai kemampuan menganalisa kelemahan suatu sistem atau situs. Sebagai contoh, jika seorang hacker mencoba menguji situs Yahoo! dipastikan isi situs tersebut tidak akan berantakan dan mengganggu yang lain. Biasanya hacker melaporkan kejadian ini untuk diperbaiki menjadi sempurna. Hacker mempunyai etika serta kreatif dalam merancang suatu program yang berguna bagi siapa saja. Seorang hacker tidak pelit membagi ilmunya kepada orang-orang yang serius atas nama ilmu pengetahuan dan kebaikan. Sedangkan cracker ialah orang yang mampu membuat suatu program bagi kepentingan dirinya sendiri dan bersifat destruktif atau merusak dan menjadikannya suatu keuntungan. Sebagai contoh, virus, pencurian kartu kredit, pembobolan rekening bank, pencurian password E-mail/Web Server,

35

Aditya, Makalah tentang Kejahatan Dunia Komputer dan Internet, http://aditya.ngeblogs.com/2009/10/28/makalah-tentang-kejahatan-dunia-maya/ diakses tanggal 25 Maret 2010.

36


(42)

bisa berdiri sendiri atau berkelompok dalam bertindak, mempunyai situs yang tersembunyi dan hanya orang-orang tertentu yang bisa mengaksesnya.37

Namun pada saat ini banyak orang awam yang tidak terlalu mengerti tentang defenisi antara hacking dengan cracking menganggap kedua hal tersebut adalah perbuatan yang cukup mengganggu dan merugikan. Hal ini terjadi mungkin karena mereka belum terlalu mengerti dan memahami tentang dunia maya atau internet sepenuhnya. Oleh karena itu, setelah kita melihat dan membaca tentang kedua hal tersebut, kita bisa lebih tahu ternyata antara hacking dan cracking berbeda. Hacking ternyata tidaklah merupakan perbuatan yang mengganggu pengguna internet lainnya melainkan bisa menjadi pembantu kita dalam memperingatkan tentang keamanan jaringan kita sewaktu menggunakan internet sehingga kita bisa terhindar dari tindakan orang yang tidak bertanggung jawab yang mungkin bisa merugikan kita. Berbeda dengan cracking yang merupakan perbuatan yang sangat mengganggu, merugikan dan lebih mengarah ke perbuatan kriminal.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memang tidak ada mengatur perbedaan antara hacking dan cracking. Undang-undang ini lebih menitikberatkan bahwa perbuatan apapun yang dianggap mengganggu oleh pemilik suatu penyedia jaringan internet atau pemilik situs dan merasa dirugikan atas suatu tindakan yang sengaja dan tanpa hak dilakukan oleh seseorang atau suatu pihak terhadap jaringan internet dapat diadukan kepada pihak kepolisian untuk segera ditindaklanjuti. Jadi dalam hal ini hacking bisa saja

37

Aditya, Makalah tentang Kejahatan Dunia Komputer dan Internet, http://aditya.ngeblogs.com/2009/10/28/makalah-tentang-kejahatan-dunia-maya/ diakses tanggal 25 Maret 2010.


(43)

masuk ke dalam perbuatan yang dilarang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal ini bisa saja terjadi karena dalam Bab VII yang berisikan tentang Perbuatan yang Dilarang, tepatnya dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa perbuatan yang dilarang itu seperti “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.”

Jika dipahami lebih lanjut dari isi pasal tersebut, dapat diambil suatu pemahaman yang memberikan makna bahwa hacking bisa saja dipidanakan atau dengan kata lain dianggap sebagai perbuatan yang mengganggu. Hal ini bisa saja terjadi karena hacking juga merupakan kegiatan yang masuk ke situs seseorang dengan cara mecari kelemahan pada suatu situs. Walaupun pada akhirnya kegiatan hacking tidak bertujuan untuk merusak atau merugikan pemilik situs tersebut, melainkan ingin memberikan saran dan bantuan terhadap sistem keamanan situs itu, terlepas dari hal tersebut pemilik situs bisa saja mengadukan perbuatan hacking tersebut kepada pihak kepolisian untuk diproses secara hukum pidana.

Namun dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia, perbuatan pembobolan website atau situs yang pernah diproses secara hukum pidana sampai saat ini adalah pembobolan website atau situs yang tergolong dalam kegiatan cracking. Hal ini dapat kita lihat bahwa kebanyakan pemilik website mengadukan perbuatan tersebut ke pihak Kepolisian setelah mengetahui bahwa situs atau website yang dimilikinya telah rusak, tidak bisa diakses, atau telah diacak-acak


(44)

seseorang sehingga perbuatan pembobolan website tersebut telah mengakibatkan kerugian berupa materil ataupun moril.

Pembobolan website digolongkan sebagai kejahatan di bidang informasi dan transaksi elektronik dapat dilihat dari perbuatan yang dilarang dalam Bab VII dalam Pasal 30, 31 ayat (1) dan (2), 32, 33, dan 35 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Agar lebih jelas lagi, berikut merupakan isi dari pasal-pasal tersebut yang merupakan perbuatan yang dilarang dalam undang-undang tersebut, yaitu :

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan


(45)

suatu informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik milik Orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebgaimana mestinya.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal-pasal tersebut merupakan pasal yang dapat menjerat pelaku pembobolan website atau situs untuk dikenakan sanksi pidana. Oleh karena itu, menurut pasal-pasal tersebut jelas terlihat bahwa perbuatan pembobolan website itu adalah suatu jenis kejahatan yang dilarang oleh undang-undang, dan akan dikenakan sanksi bagi para pelaku yang melanggar pasal-pasal tersebut.

C. Pengaturan Ketentuan Pidana terhadap Kejahatan Pembobolan Website Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ketentuan pidana yang dimaksud dalam bagian ini lebih tertuju pada pengaturan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008. Adapun pengaturan ketentuan sanksi pidana terhadap kejahatan


(46)

pembobolan website dapat dilihat dalam Pasal 46, 47, 48, 49, 51, dan 52 ayat (2), (3) dan (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berikut ini adalah isi dari pasal-pasal tersebut :

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam rastus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)


(47)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52 (1) ...

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga. (4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27

sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

Pasal-pasal tersebut sudah cukup baik untuk diterapkan. Dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ada disebutkan bahwa pelanggaran yang memenuhi Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 yang ditujukan pada sistem elektronik milik pemerintah dan atau layanan publik akan dipidana dengan pidana poko ditambah sepertiga, hal ini jelas membuat pelaku yang melanggar pasal tersebut semakin berpotensi dijatuhi hukuman yang lebih berat. Hal tersebut terjadi karena para pembuat undang-undang bahkan kita sebagai masyarakat awam akan berpikir bahwa hal tersebut wajar sebab pelaku pelanggaran terhadap pasal ini menyebabkan kerugian yang lebih besar dan korban yang lebih banyak dibanding pelanggaran terhadap pasal lainnya.


(48)

Sebagai contoh misalnya A melakukan pembobolan website atau situs milik Kementrian Pariwisata Indonesia dan mengacak informasi yang ada di dalam situs tersebut, tentu hal ini akan mengakibatkan korban yang banyak termasuk negara sendiri sebab banyak orang yang akan merasa tertipu oleh informasi yang telah ada di situs tersebut dan juga mengakibatkan negara mengalami kerugian karena harus memperbaiki situs tersebut.

Apabila A tertangkap dan diproses secara hukum maka hukuman yang diterimanya akan ditambah sepertiga dari pidana pokok, maka hukuman yang akan diterimanya misalnya hakim memutus pidana pokok yang dijatuhkan kepada A adalah tiga tahun penjara maka dari tiga tahun penjara tersebut akan ditambah satu tahun penjara lagi, sehingga total seluruh hukuman yang dijalani oleh A adalah empat tahun penjara.

Begitu juga dengan Pasal 52 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa pelaku yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 dan ditujukan terhadap badan-badan strategis seperti lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, dan otoritas penerbangan akan diancam dengan pidana maksimal dengan ditambah dua pertiga. Sebagai contoh apabila A melakukan pembobolan terhadap situs perbankan dan membobol rekening seorang nasabah di bank tersebut sehingga nasabah tersebut mengalami kerugian, maka apabila A ditangkap dan diproses secara hukum maka si pelaku akan dinacam dengan pidana dengan pidana penjara 13 tahun 4 bulan. Hal ini disebabkan pelaku telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 31 dan diancam


(49)

yang ketentuan sanksi pidananya diatur dalam Pasal 47 yang menyebutkan sanksi pidana maksimalnya adalah pidana penjara 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Sedangkan yang dimaksud dengan korporasi dalam Pasal 52 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleketronik adalah badan hukum seperti misalnya perseroan, perserikatan, yayasan maupun organisasi lainnya. Dalam penjelasan Pasal 52 ayat (4) undang-undang tersebut disebutkan bahwa orang yang dibebani tanggung jawab terhadap kejahatan pembobolan yang dilakukan oleh atau atas nama korporasi adalah pengurus korporasi yang memiliki kapasitas untuk :

1. mewakili korporasi;

2. mengambil keputusan dalam korporasi;

3. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi; 4. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 52 juga mengatur tentang penambahan hukuman sebanyak dua pertiga dari pidana pokok yang dijatuhkan kepada orang yang bertanggungjawab dalam korporasi tersebut.

Perlu diketahui juga bahwa kejahatan pembobolan website sebelum diatur oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penegak hukum di Indonesia menjerat pelaku pembobolan website dengan Pasal 406 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu tentang pengrusakan dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Namun pada masa sekarang ini Pasal 406 KUHP tidak digunakan lagi dalam


(50)

menjerat pelaku pembobolan website dikarenakan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis yang bermakna bahwa peraturan khusus dapat menyampingkan peraturan umum. Peraturan khusus dalam hal ini adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sedangkan peraturan umum yang dimaksud ialah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dulunya menggunakan Pasal 22 dalam menjerat pelaku pembobolan website yang memiliki sanksi berupa pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun penjara dan denda paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Adapun isi dari Pasal 22 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi adalah :

Pasal 22

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau memanipulasi :

a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau b. akses ke jasa telekomunikasi; dan atau c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

Dari penjabaran di atas, jelas terlihat perbedaan antara Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentu lebih jelas dan terperinci mengatur tentang kejahatan pembobolan website. Hal ini terbukti dengan diaturnya kejahatan ini ke dalam beberapa pasal yang terperinci baik unsur subjektif maupun unsur objektifnya. Hal ini mengakibatkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tidak digunakan lagi dalam menjerat pelaku kejahatan pembobolan website. Hal ini dikarenakan Undang-undang


(51)

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik lebih mengatur secara khusus masalah kejahatan pembobolan website ini dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.


(52)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia yang tergabung dalam berbagai kelompok masyarakat pasti akan selalu mengalami perubahan baik itu perubahan yang bersifat memajukan maupun merusak perdaban manusia itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto, perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu disebabkan oleh faktor yang terletak pada masyarakat itu sendiri dan faktor yang terletak di luar masyarakat tersebut.1

Adapun faktor yang bersumber dari masyarakat itu sendiri adalah :2 1. Bertambah atau berkurangnya penduduk.

Bertambahnya penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa, menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan. Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan karena berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain. Perpindahan penduduk tersebut mungkin mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam pembagian kerja, stratifikasi sosial dan selanjutnya mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.

2. Penemuan-penemuan baru.

Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama adalah inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima,

1

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, h.323.

2 Ibid.


(53)

dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan invention. Discovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa suatu alat baru, ataupun yang berupa suatu ide yang baru, yang diciptakan oleh seorang individu atau suatu rangkaian ciptaan-ciptaan dari individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Adapun discovery tadi baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu.

3. Pertentangan (conflict)

Pertentangan atau konflik dalam masyarakat mungkin pula menjadi sebab dari terjadinya perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan tersebut mungkin terjadi antara orang-perorangan dengan kelompoknya atau pertentangan antar kelompok.

4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri.

Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Sebab-sebab-sebab dari luar masyarakat tersebut antara lain adalah :3

1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia.

Terjadinya bencana alam menyebabkan suatu masyarakat harus meninggalkan daerah tempat tinggalnya dan mendiami tempat tinggal yang baru.

3


(54)

Hal ini membuat masyarrakat harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut.

2. Peperangan.

Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan, biasanya negara yang menang akan memaksa negara yang takluk atau kalah untuk menerima kebudayaan dari negara yang menang dalam perang.

3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Apabila sebab-sebab perubahan tersebut bersumber pada masyarakat lain, maka perubahan tersebut mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat yang lain melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik, artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu.

Dari penjelasan Soerjono Soekanto tentang faktor-faktor penyebab perubahan-perubahan masyarakat, dapat dilihat bahwa masyarakat itu akan selalu berkembang. Dengan perkembangan masyarakat yang begitu pesat, hal ini memungkinkan munculnya permasalahan-permasalahan baru yang merupakan dampak negatif dari perkembangan masyarakat tersebut. Permasalahan-permasalahan baru itu akan terdapat dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, sosial, budaya, ekonomi, hukum, dan pertahanan keamanan.

Bila ditelaah lebih dalam lagi terhadap pendapat Soerjono Soekanto yang mengatakan bahwa perubahan masyarakat juga dapat disebabkan oleh adanya


(55)

penemuan-penemuan baru yang diakui dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat, maka dapat dikaitkan hal ini terhadap penemuan komputer dan sistem internet. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan,4 sedangkan Internet adalah kependekan dari Internatinal Networking, yang artinya jaringan komputer berskala internasional atau global yang dapat membuat masing-masing komputer saling berkomunikasi.5 Gabungan antara komputer dengan sistem internet akan menghasilkan sistem elektronik.

Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik.6 Sistem elektronik memberikan dampak perubahan yang begitu besar dalam masyarakat.

Dampak-dampak yang merubah masyarakat itu pada umumnya bersifat positif dan memajukan peradaban manusia seperti semakin mudahnya komunikasi antar individu saat ini, mempermudah transaksi perekonomian dan masih banyak lagi. Namun pada setiap hal yang baru, pasti ada dampak negatif juga yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Dampak negatif dari ditemukannya komputer dan sistem internet sangat banyak, namun dalam penulisan skripsi ini, dampak negatif dari sistem elektronik yang akan dibahas adalah suatu kejahatan

4

Bab I Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

5

Tim Divisi Penelitian dan Pengembangan MADCOMS, Pemrograman HTML, CV. Andi Offset, Madiun, 2008, h.19.

6

Bab I Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.


(56)

jenis baru yaitu kejahatan dunia maya atau yang sering disebut dalam istilah asing dengan nama cybercrime.

Secara singkat kejahatan dunia maya (cybercrime) dapat diartikan dengan istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.7 Namun ada juga yang berpendapat bahwa kejahatan dunia maya (cybercrime) itu adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan

erkem

ang sering kita lihat fenomenanya akhir-akhir ini adalah

p bangan teknologi internet.8

Dalam penulisan skripsi ini jenis kejahatan dunia maya (cybercrime) yang akan dibahas secara terperinci adalah pembobolan website. Pembobolan website ialah suatu kejahatan jenis baru dalam ruang lingkup Hukum Pidana dan masih termasuk dalam jenis kejahatan dunia maya (cybercrime). Adapun jenis kejahatan pembobolan website y

hacking dan cracking.

Kejahatan pembobolan website sebenarnya bukanlah suatu permasalahan yang baru. Permasalahan pembobolan website pertama kali ditemukan di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1983 terjadi pembobolan terhadap komputer milik Pusat Kanker Memorial Sloan Kattering dan Komputer Laboratorium Nasional Los

7

http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya, diakses tanggal 25 maret 2010.

8

Aditya, Cybercrime, http://www.duniamaya.org/index.php/security/kejahatan-dunia-maya-cybercrime/, diakses tanggal 25 Maret 2010.


(1)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Bapa di Surga Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Esa, hanya karena rahmat, kuasa dan karunia-Nya, Penulis dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kejahatan Pembobolan Website (Cracking) dari Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya.

Sejalan dengan penyelesaian skripsi ini, begitu banyak hikmah yang Penulis terima terutama dalam hal kesabaran, ketekunan, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Disiplin dan kesabaran untuk memahami orang lain, kemampuan berpikir dan daya nalar, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini merupakan pengalaman berharga yang tidak terlupakan.

Di dalam penyusunan skripsi ini, Penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

4. Bapak M. Husni, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Abul Khair, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Nurmalawaty, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana.

7. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I Penulis. Terima kasih atas saran, kritik, kesabaran dan nasehat yang diberikan kepada Penulis baik selama perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini. 8. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

Terima kasih atas saran, kritik, kesabaran dan nasehat yang sangat membantu dalam mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik. 8. Bapak Madiasa Ablisar, S.H., M.S., selaku Dosen Wali penulis.

9. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Ungkapan yang tulus, hormat, cinta serta terima kasih penulis teristimewa kepada orang tua terhebat yang terpenting dalam hidupku, kepada Jintar Rumahorbo,S.H. dan Pinta Uli br. Lumban Gaol, Amd.Pd. atas didikan, cinta dan kasih sayang yang tak ternilai, dorongan, semangat, dan pengorbanan serta doa yang tak henti-hentinya yang telah membangkitkan semangat dalam diri penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha


(3)

Kuasa memberikan limpahan rahmat dan karunia serta kesehatan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta.

11. Saudara-saudari yang terkasih, Kakakku tersayang Ria Yuliati Rumahorbo, Amd., Budiarti Sary Rumahorbo, S.E., dan adikku tercinta Dedi Prawira Rumahorbo, yang telah memberi semangat dan dukungan serta doa dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Teman dekatku yang selalu ada untukku, Imelda Situmorang, terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah banyak diberikan kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini.

13. Teman-teman terdekatku, Rinto Sitorus, Brando Almando Sitanggang, Randy Sahputra, dan Jacob Sitanggang terima kasih atas doa dan bantuannya dan persahabatannya serta segala perjalanan yang telah kita tempuh dari awal perkuliahan di tahun 2006. Terima kasih karena kalian selalu ada saat aku butuhkan.

14. Teman-temanku Stambuk 2006 Jhon Hendrik, Reymon, Sere Silaen, Martha, Ebenezer, Hengky, Pimpin, Yolanda, Jenny, Siska dan teman-teman lainnya. 17. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penuyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas dukungan kalian semua.

Penulis menyadari sebagai seorang pemula, penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis serta bahan-bahan referensi yang berkaitan dengan masalah


(4)

dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa kiranya memberi perlindungan, petunjuk, dan anugerah-Nya, bagi kita sekalian dalam kehidupan kita sehari-hari dalam mengemban tugas yang akan datang.

Medan, Mei 2010 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 7

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan... 9

1. Pengertian Kejahatan ... 9

2. Pengertian Pembobolan Website... 14

F. Metode Penelitian ... 19

1. Jenis Penelitian... 19

2. Data dan Sumber Data ... 20

3. Metode Pengumpulan Data ... 20

4. Analisis Data ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIKA ... 23


(6)

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronika ... 23

B. Kejahatan Pembobolan Website sebagai Bentuk Kejahatan di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 30

C. Pengaturan Ketentuan Pidana terhadap Kejahatan Pembobolan Website Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 41

BAB III FAKTOR PENYEBAB DAN MODUS KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE ... 48

A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pembobolan Website... 48

B. Modus Kejahatan Pembobolan Website ... 54

C. Contoh Kasus Pembobolan Website ... 61

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran... 69