yang akan hanya catnya, interiornya dalam hal lainnya saja. Dapat dimiliki kaca yang cocok, dan lain sebagainya. Banyak kerumitan yang terkait
dengan perubahan warna-harus diubah hampir seluruh asesorisnya. Dan cara mengelola semua hal tersebut adalah berdasarkan kelonggaran
seberapa banyak perubahan yang boleh dilakukan. Ada batasan dalam jumlah Sienna berwarna hijau dengan interior kulit yang dapat kami buat
dalam sehari. Seperti biasanya, Toyota melakukan percobaan ’membuat berdasarkan
pesanan’ dengan sebuah produk nyata-Solara, sebuah versi Camry yang sporty-di pabrik Kanada, volume produksi produk ini relatif rendah. Untuk Solara, mereka
mencapai 100 ’perubahan berdasarkan pesanan’.
3.7. Production Leveling
4
JIT yang ideal adalah sangat sulit karena respon yang benar-benar JIT untuk fluktuasi permintaan pelanggan dapat mengakibatkan terjadinya lembur
bila fluktuasi naik atau waktu menganggur bila fluktuasi turun. Selain itu, jadwal produksinya dapat membuat karyawan stress. Production leveling
mencoba mengatasi masalah ini. Dapat diketahui bahwa ciri-ciri JIT, diantaranya:
a. Memenuhi permintaan pelanggan tepat ketika ada permintaan just-in-time;
b. Mengurangi persediaan barang jadi finished goods;
c. Jadwal kerja tidak dapat diramalkan; dan
4
http:erisx.wordpress.comauthorerisx
d. Pemasok yang berada di hulu upstreams harus mempunyai variabilitas yang
tinggi demi memenuhi variasi permintaan pelanggan. Dan, ciri-ciri production leveling, diantaranya:
a. Memenuhi total permintaan pelanggan berdasarkan periode production
leveling yang ditentukan pada kasus di atas dalam mingguan; b.
Persediaan barang jadi finished goods dibuat untuk periode jangka pendek yang memiliki permintaan tinggi;
c. Jadwal kerja dapat diramalkan; dan
d. Kestabilan produksi ditransmisikan keseluruh rantai pasokan supply chain
untuk mengurangi persediaan pemasok.
3.8. Product Leveling
Ukuran produksi yang besar dari produk yang sama memang dapat mereduksi setup time waktu penyiapan peralatan dan changeover time waktu
pergantian sistem, produk, etc., tetapi umumnya mengakibatkan: a.
Waktu tunggu operasi lead time yang panjang b.
Pembengkakan persediaan c.
Kemungkinan cacat produk yang besar d.
Waktu menganggur idle time dan lembur yang berlebihan. Untuk memudahkan pemahaman teknisnya, digunakan suatu contoh kasus
sederhana, yaitu sebagai berikut: Suatu pabrik akan memproduksi:
a. Produk X sebanyak 1.000 unit per bulan
b. Produk Y sebanyak 600 unit per bulan
c. Produk Z sebanyak 400 unit per bulan
Waktu kerja = 8 jam 28.800 detik dalam sehari, 5 hari dalam seminggu, dan 20 hari dalam sebulan.
Produksi harian = 1.000 + 600 + 400 ÷ 20 hari = 100 unit per hari. Waktu untuk membuat 1 unit produk = 28.800 detik ÷ 100 unit per hari = 288
detik per unit. Berikut langkah-langkah teknis product leveling:
3.8.1. Pendekatan Pertama: Perencanaan Tradisional
Pendekatan umum dalam produksi massal adalah mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber daya dan mencoba skala penghematan dengan ukuran
produksi sangat besar karena ukuran besar berakibat pada waktu ke changeover lama sehingga banyaknya changeover minimal.
Praktek umum lain adalah memulai bulan dengan rangkaian produksi yang panjang dan membiarkan rangkaian produksi yang pendek di akhir bulan. Ini
terjadi oleh karena adanya kepercayaan bahwa rangkaian yang lebih besar adalah penting dan tidak memiliki risiko gangguan.
Tabel 3.1. memperlihatkan jadwal produksi kasus produk X, Y, dan Z dengan menggunakan pendekatan tradisional. Tampak bahwa produk Y dan Z
tidak memiliki persediaan out of stock pada minggu ke-1 dan minggu ke-2. Apabila pelanggan memesan:
a. 1 unit X
b. 1 unit Y
c. 1 unit Z
pada hari pertama pada bulan itu maka pelanggan harus menunggu produk Z diselesaikan ±17 hari kerja. Sebagai ukuran untuk perbandingan, kita
menggunakan rasio usable time per total time, yaitu: Usable time ÷ Total time = 3 tipe x 288 detik per unit ÷ 17
hari x 28.800 detik = 0,18.
Tabel 3.1. Once a Month Production Unleveled
Week 1 Week 2
Week 3 Week 4
Produk X 1000
Y 600 Z 400
3.8.2. Perbaikan Pertama: Basis Mingguan
Jika suatu perbaikan sistem dilakukan sehingga jadwal produksi dapat diratakan ke dalam basis mingguan maka pelanggan cukup menunggu 5 hari dapat
dilihat pada Tabel 3.2. Rasio usable time per total time adalah: 3 x 288 ÷ 5 x 28.800 = 0,60.
Tabel 3.2. Once a Week Production
Week 1 Week 2
Week 3 Week 4
Produk
X 1000 250 unit per minggu
Y 600 150 unit per minggu
Z 400 100 unit per minggu
3.8.3. Perbaikan Lanjutan: Basis Harian
Bayangkan apabila suatu perbaikan lagi dapat dilakukan sehingga dapat diratakan jadwal produksi ke dalam basis harian maka pelanggan hanya cukup
menunggu satu hari Rasio usable time per total time adalah: 3 x 288 ÷ 1 x 28.800 = 3.
Tabel 3.3. Once a Day Production
Week 1 Week 2
Week 3 Week 4
Produk
X 1000 50 unit per minggu
Y 600 30 unit per minggu
Z 400 20 unit per minggu
3.8.4. Mencari Pola atau Urutan Product Leveling
Dalam sistem TPS, pelanggan biasanya meminta pengiriman lebih dari satu kali dalam sehari, tujuannya adalah untuk meminimalkan persediaan.
Seandainya terdapat permintaan harian pelanggan sebesar 100 unit per hari, mungkin pelanggan akan meminta dikirim 10 unit sebanyak 10 kali pengiriman
dalam sehari sesuai jadwal yang telah disepakati. Oleh karena itu, perbaikan waktu diperlukan untuk mempertahankan pasar
dan memperoleh fleksibilitas, caranya adalah dengan membagi batch melalui pencarian suatu urutan atau pola rangkaiansusunan produk yang sesuai untuk
jangka waktu yang lebih kecil harian atau lebih kecil lagi kemudian urutan ini akan diulang terus sampai keseluruhan permintaan bulanan tercukupi. Hal ini
berarti mencari suatu kompromi antara ukuran batch minimum, sisi biaya, dan upaya changeover dan skala penghematan batch besar. Konsep product leveling
sangat relevan bagi lingkungan manufaktur repetitif seperti ini TPS. Berikut akan diterangkan bagaimana langkah-langkah teknisnya:
Tahap 1: menentukan total minimum unit dalam sebuah urutan produk pada satu
urutan waktu total minimum number of units in a sequence to the sequence time. Berikut langkah-langkahnya :
Tahap 1.1: menentukan product cycle time, yaitu sebagai berikut:
- CT Produk X: 28.800 detik ÷ 50 unit per hari = 576 detik per unit - CT Produk Y: 28.800 detik ÷ 30 unit per hari = 960 detik per unit
- CT Produk Z: 28.800 detik ÷ 20 unit per hari = 1.440 detik per unit
Tahap 1.2: menentukan pacu kerja atau takt time TT penyelesaian satu
unit produk. - Jumlah produk yang diproses dalam sehari = 50 + 30 + 20 = 100 unit.
- TT = 28.800 ÷ 100 = 288 detik per satu unit. Artinya, satu unit ini merepresentasikan 0,5 unit X; 0,3 unit Y; dan 0,2
unit Z 288 detik ÷ CT Produk.
Tahap 1.3: menentukan ukuran urutan minimum. Apabila manufaktur
menyediakan waktu 1.745 detik untuk satu kali urutan, maka: - Ukuran urutan = 1.745 ÷ 288 = 6 unit, dengan kombinasi 3 unit X, 2
unit Y, dan 1 unit Z. - Ukuran urutan 6 unit akan diulang: 28.800 detik ÷ 1.745 detik = 16,5
kali.
Tahap 2: penjadwalan, caranya adalah menempatkan X, Y, dan Z pada satu
urutan secara merata. Berikut caranya:
Tahap 2.1: tempatkan X 3 unit terlebih dahulu, diusahakan penempatan
berselang-seling:
Tahap 2.2: sel yang masih kosong diisi dengan Y kemudian Z:
Tahap 2.3: urutan di atas akan diulang 16,5 kali dapat dilihat pada
Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Product Leveling Leveled
Dengan cara ini, pelanggan hanya menunggu ±29 menit 1.745 detik atau 0,06 hari untuk memperoleh produk dari masing-masing tipe.
Rasio usable time ÷ total time adalah: 3 x 288 ÷ 0,06 x 28.800 = 49,51.
Dalam prakteknya, penempatan pesanan kanban di heijunka box adalah ditentukan konsumen, tetapi dengan tetap mempertimbangkan pemerataan beban
kerja.
3.9. Studi Waktu
5
Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua bagian yaitu
5
Wignjosoebroto. Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Produktivitas Kerja Surabaya: Guna Widya, 2000. hal. 170.
1. Pengukuran waktu secara langsung
Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti
stopwatch time study dan sampling kerja work sampling. 2.
Pengukuran secara tidak langsung Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat
harus ditempat kerja yang diukur. Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan.
Misalnya aktivitas data waktu baku standard data, dan data waktu gerakan predetermined time system.
Pada pengukuran waktu sampling pekerjaan, pengamat tidak harus menetap ditempat kerja, melainkan melakukan pengamatan secara sesaat pada waktu
yang telah ditentukan secara randomacak. Untuk ini biasanya satu hari kerja dibagi ke dalam satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur.
Panjang satu satuan waktu biasanya tidak terlalu singkat dan tidak terlalu panjang.
Cara jam henti dan sampling pekerjaan adalah pengukuran kerja secara langsung. Keduanya umum diaplikasikan untuk menetapkan waktu standard
ataupun mengukur kondisi-kondisi kerja yang tidak produktif. Dengan salah satu dari cara ini, akan didapatkan waktu standard dari suatu pekerja yaitu waktu yang
dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
1. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan untuk melakukan
sampling dalam pengambilan data. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian sebenamya. Hal ini biasanya dinyatakan dengan persen dari waktu penyelesaian sebenamya, yang seharusnya dicari.
Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur akan hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat ketelitian yang ditentukan
6
. Jadi tingkat ketelitian 5 dan tingkat keyakinan 95 berarti bahwa penyimpangan
hasil pengukuran dari hasil sebenamya maksimum 5 dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil yang demikian adalah 95. Dengan kata lain, jika pengukur
sampai memperoleh hasil yang demikian diizinkan paling banyak 5 dari jumlah keseluruhan hasil pengukuran.
Penelitian pengukuran waktu ini menggunakan tingkat ketelitian 5 dan tingkat kepercayaan 95 karena dilihat dari segi biaya, resiko, dan safety. Sebab
dalam pengukuran waktu tingkat ketelitian seperti ini memang lazim digunakan dan keakuratannya dianggap sudah mewakili data yang ada karena jika kesalahan
terjadi tidak menyebabkan kesalahan fatal maupun resiko seperti dalam meneliti obat-obatan yang digunakan untuk kesehatan.
6
Sutalaksana, Z. I., A. Ruhana, dan J. H. Tjakraatmadja, Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, 1979.
2. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil dari lapangan penelitian telah mencukupi untuk digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada. Misalkan serangkaian pengukuran pendahuluan telah dilakukan dan hasil pengukuran ini dapat dikelompokkan ke dalam subgroup
berukuran n, dimana
7
: j
X
__
= Data pengamatan ke-j j = 1,2,2,...,N Xi = Harga rata-rata data pengamatan pada subgroup ke-i i = 1,2,2,... ,k
k = Banyaknya subgroup
n = Besarnya subgroup
=
X = Harga rata-rata dari harga rata-rata subgroup N =jumlah pengamatan pendahuluan
N = Jumlah pengamatan yang diperlukan σ = Standar deviasi data pengamatan
=
X
σ = Standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup x
Maka : 1.
Harga rata-rata dari subgroup adalah:
k Xi
X
k i
__
∑
= =
=
1
7
Wignjosoebroto. Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Produktivitas Kerja Surabaya: Guna Widya, 2000. hal. 182.
2. Standar deviasi dari data pengamatan adalah:
N Xj
Xj N
σ
N j
N j
2 1
1
− =
∑ ∑
= =
3. Standar deviasi harga rata-rata subgroup:
n
X
σ σ =
−
Dengan menetapkan tingkat keyakinan 95 dan tingkat ketelitian 5 maka formulasi yang digunakan adalah
8
:
Besarnya pengamatan yang dibutuhkan N adalah:
− =
∑ ∑
∑
= =
= N
j N
j N
j
Xj Xj
Xj N
N
1 40
1 1
2 2
2 2
40
−
=
∑ ∑
∑
i i
i
x x
x n
N
Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran
pendahuluan ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan kepercayaan yang digunakan.
Jika diperoleh dari pengujian tersebut ternyata N’ N, maka diperlukan pengukuran tambahan, tapi jika N’ N maka data pengukuran pendahuluan sudah
mencukupi.
8
Sutalaksana, 2. I., A. Ruhana, dan J. H. Tjakraatmadja, Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, 1979.
_
05 ,
__
X 2σ
=
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah action research yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan metode kerja yang paling efisien, sehingga
biaya produksi dapat ditekan dan produktivitas lembaga dapat meningkat. Blok diagram prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di salah satu perusahaan elektonik yang berada di Jakarta. Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu pada 01 Oktober hingga 30
November 2010.
4.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.