20 Seperti petugas dapat diandalkan dalam menangani masalah pasien,
konsistensi kerja, menginformasikan kepastian waktu pelayanan, 3. Ketanggapan Responsiveness, suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat responsif, ketersediaan membantu pasien, siap merespon permintaan pasien,
4. Empati Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individu atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Dimana suatu Rumah Sakit harus mengutamakan kepentingan pasien, serta memberikan waktu pelayanan
yang cukup kepada pasien. 5. Jaminan dan kepastian Assurance, yaitu pengetahuan, kesopansantunan,
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi memberikan
pelayanan yang baik tanpa membedakan status sosial, mampu menjawab pertanyaan pasien, mampu menumbuhkan rasa percaya diri pasien serta
mampu membuat pasien merasa aman.
E. Kepuasan Pelanggan Customer Satisfaction
1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Customer Satisfaction Kata „kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “satis”
artinya cukup baik, memadai dan”facio” melakukan atau membuat. Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai “upaya pemenuhan
sesuatu‟ atau membuat sesuatu memadai‟. Namun, ditinjau dari perspektif
21 perilaku konsumen, istilah „kepuasan pelanggan‟ lantas menjadi sesuatu
yang kompleks. Bahkan sampai saat ini belum dicapai kesepakatan atau konsensus mengenai konsep kepuasan pelanggan, yakni „apakah kepuasan
merupakan respon emosional ataukah evaluasi kognitif‟ Edward, 1998;
Giese Cote, 2000; Peterson Wilson, 1992;Yi, 1990 dalam Fandy Tjiptono, 2006:349
Howard Sheth
1969 dalam
Tjiptono 2006:349
mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidak sepadanan antara
hasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan. Swan, et al 1980 dalam Tjiptono 2006:349 mendefinisikan kepuasan
pelanggan sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah
produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan tujuan pemakaiannya. Oliver 1981 dalam Tjiptono 2006:349 mengemukakan
bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi terhadap surprise yang inheren atau melekat pada pemerolehan produk dan atau pengalaman
konsumsi. Churchill Surprenant 1982 dalam Tjiptono 2006: 349 merumuskan kepuasan pelanggan sebagai hasil pembelian dan pemakaian
yang didapatkan dari perbandingan antara reward dan biaya pembelian dengan konsekuensi yang diantisipasi sebelumnya.
Westbrook Really 1983 dalam Tjiptono 2006:349 berpendapat bahwa kepuasan pelanggan merupakan respons emosional
22 terhadap pengalaman
– pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku seperti perilaku
berbelanja dan perilaku pembeli, serta pasar secara keseluruhan. Respons emosional dipicu oleh proses evaluasi kognitif yang membandingkan
persepsi atau keyakinan terhadap objek, tindakan atau kondisi tertentu dengan nilai-nilai atau kebutuhan, keinginan, dan hasrat individual.
Day 1984 dalam Tjiptono 2006 :349 mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai penilaian evaluasi purnabeli menyangkut pemilihan
pembelian spesifik. Cadotte, et.al 1987 dalam Tjiptono 2006:349 mengkonseptualisasikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan yang
timbul sebagai hasil evaluasi terhadap pemakaian produk atau jasa. Westbrook 1987 dalam Tjiptono 2006:349 menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah penilaian evaluasi global terhadap pemakaian konsumsi produk. Tse Wilton 1988 dalam Tjiptono mendefinisikan
kepuasan ketidakpuasan pelanggan sebagai respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian disconfirmation yang dipersepsikan antara
harapan awal sebelum pembelian atau kinerja lainnya dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau konsumsi produk
bersangkutan. Wilkie 1990 dalam Tjiptono 2006:349 mendefinisikan
kepuasan pelanggan sebagai tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Sementara itu, Engel, et al.
1990 dalam Tjiptono 2006:349 menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih
23 sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil outcome tidak memenuhi harapan. Menurut Fornell 1992, kepuasan merupakan evaluasi purnabeli
keseluruhan yang membandingkan persepsi terhadap kinerja produk dengan ekspektasi prapembelian.
Mowen 1995 dalam Tjiptono 2006:349 merumuskan kepuasan pelanggan sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa
setelah perolehan acquisition dan pemakaiannya. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan merupakan penilaian evaluatif purnabeli yang
dihasilkan dari seleksi pembelian spesifik. Dalam buku teks standar Marketing Manajemen yang ditulis Kotler
2000 dan banyak dijadikan acuan, sang mahaguru pemasaran menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan
dengan harapannya.
Berdasarkan studi
literatur menunjukkan bahwa salah satu definisi yang banyak diacu dalam literatur
pemasaran adalah definisi berdasarkan disconfirmation paradigm Oliver, 1997. Berdasarkan paradigma tersebut, kepuasan pelanggan dirumuskan
sebagai evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk atau jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum
pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak bisa memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Dengan demikian,
ketidakpuasan dinilai sebagai bipolar opposite dari kepuasan Spreng, et al., 1996 dalam Tjiptono, 2006 : 350
24 Pada
Prinsipnya, definisi
kepuasan pelanggan
dapat diklasifikasikan kedalam lima kategori pokok, yakni perspektif defisit
normatif, ekuitas keadilan, standar normatif , keadilan prosedural, dan atribusional Hunt, 1991 dalam Tjiptono 2006: 350. Menurut Geise
Cote 2000 dalam Tjiptono, 2006:350 ketiadaan konsensus mengenai definisi kepuasan pelanggan bisa membatasi kontribusi riset kepuasan
pelanggan, terutama dalam hal penentuan definisi yang sesuai dengan konteks spesifik, pengembangan ukuran kepuasan yang sahih dan atau
pembandingan dan penginterpretasian hasil riset empiris. Berdasarkan kajian literatur dan hasil wawancara kelompok dan
personal, kedua pakar dari Washington State University ini mengajukan kerangka definisional untuk menyusun definisi kepuasan pelanggan yang
sifatnya spesifik kontekstual. Kerangka tersebut mengidensifikasi tiga komponen utama dalam definsi kepuasan pelanggan sebagai berikut :
a. Tipe Respons baik respons emosional afektif maupun kognitif dan intensitas respons kuat hingga lemah, biasanya dicerminkan lewat
istilah- istilah seperti “sangat puas”, “netral”, “sangat senang”,
“frustasi”, dan sebagainya. b. Fokus Respons, berupa produk, konsumsi, keputusan pembelian,
wiraniaga, toko, dan sebagainya. c. Timing respons, yaitu setelah konsumsi, setelah pilihan pembelian,
berdasarkan pengalaman akumulasi, dan seterusnya.
25 Sementara itu, menurut Craig-Less 1998 dalam Tjiptono 2006:
351, pemahaman mengenai perilaku konsumen dalam konteks ketidakpuasan jauh lebih mendalam daripada dalam konteks kepuasan
pelanggan. Pemahaman ini berasal dari dua bidang penelitian utama, yaitu riset disonansi dan perilaku komplain. Disonansi kognitif dan
ketidakpuasan merupakan dua konsep yang berbeda, namun saling berkaitan. Konsep disonansi kognitif yang dikembangkan Leon Festinger
menyatakan bahwa setiap orang membutuhkan keseimbangan harmoni antara fikiran dan tindakannya. Bila keseimbangan tidak tercapai, akan
terjadi disonansi atau rasa tidak tenang. 2. Manfaat Program Kepuasan Pelanggan
Dalam Fandy Tjiptono 2006:352 Terlepas dari perdebatan mengenai konsepnya, realisasi kepuasan pelanggan melalui perencanaan ,
pengimplementasian, dan pengendalian program khusus berpotensi memberikan beberapa manfaat pokok, diantaranya sebagai berikut.
a. Reaksi terhadap produsen berbiaya rendah Persaingan dalam banyak industri ditandai dengan overcapacity
dan oversupply. Dalam berbagai kasus, hal ini menyebabkan pemotongan harga menjadi senjata strategis untuk meraih pangsa
pasar. Fokus
pada kepuasan
pelanggan merupakan
upaya mempertahankan pelanggan dalam rangka menghadapi para produsen
berbiaya rendah. Banyak perusahaan yang menghadapi cukup banyak pelanggan yang bersedia membayar harga lebih mahal untuk
26 pelayanan dan kualitas yang lebih baik. Konsumen seperti ini tidak
akan mengorbankan tingkat kualitas yang bisa diterima hanya semata- mata untuk penghematan biaya tertentu yang tidak begitu signifikan.
b. Manfaat ekonomi retensi pelanggan versus perpetual prospecting Berbagai studi menunjukkan bahwa mempertahankan dan
memuaskan pelanggan saat ini jauh lebih murah daripada terus menerus berupaya menarik atau memprospek pelanggan baru. Riset
yang dilakukan Wells 1993, dalam Tjiptono 2006352 misalnya, menunjukkan bahwa biaya untuk mempertahankan pelanggan lebih
murah empat sampai enam kali lipat daripada biaya mencari pelanggan baru. Ini karena komponen mencari pelanggan baru meliputi sejumlah
hal, seperti biaya iklan, biaya”mendidik” pelanggan agar memahami sistem dan prosedur layanan perusahaan, biaya memahami kebutuhan
dan keinginan spesifik pelanggan baru, biaya meyakinkan pelanggan agar bersedia beralih dari pemasok sebelumnya dalam beberapa kasus,
ini termasuk memberikan diskon dan penawaran yang lebih menarik daripada pesaing, dan seterusnya.
c. Nilai kumulatif dari relasi berkelanjutan Berdasarkan konsep
“customer lifetime value” upaya mempertahankan loyalitas pelanggan terhadap produk dan jasa
perusahaan selama periode waktu yang lama bisa menghasilkan anuitas yang jauh lebih besar daripada pembelian individual.
27 d.
Daya Persuasif gethok tular word of mouth Dalam banyak industri terutama sektor jasa , pendapat opini
positif dari teman dan keluarga jauh lebih persuasif dan kredibel dari pada iklan. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang tidak hanya
meneliti kepuasan total, namun juga menelaah sejauh mana pelanggan bersedia merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain.
Sebaliknya word of mouth negatif bisa merusak reputasi dan citra perusahaan. Pelanggan yang tidak puas bisa mempengaruhi sikap dan
penilaian negatif rekan atau keluarganya terhadap barang atau jasa perusahaan. word of mouth negatif biasanya tersebar jauh lebih cepat
daripada word of mouth positif. Bahkan dikatakan bahwa gosip negatif bisa menyebar secepat virus. Apalagi ada kecenderungan bahwa lebih
besar kemungkinan seorang pelanggan yang tidak puas menceritakan pengalaman buruknya kepada orang lain daripada pelanggan puas
menyampaikan pengalaman positifnya. Belum lagi ada kecenderungan bahwa orang suka melebih-lebihkan cerita pengalamannya. Itulah
sebabnya banyak perusahaan yang mengadopsi program kepuasan pelanggan.
e. Reduksi sensitifitas harga Pelanggan yang puas dan loyal terhadap sebuah perusahaan
cenderung lebih jarang menawar harga untuk setiap pembelian individualnya. Hal ini disebabkan oleh faktor kepercayaan trust telah
terbentuk. Pelanggan yakin bahwa perusahaan langganannya tidak
28 akan bersikap oportunistik dan memanfaatkan mereka untuk
kepentingan sesaat. Dalam banyak kasus, kepuasan pelanggan mengalihkan fokus pada harga ke pelayanan dan kualitas.
f. Kepuasan pelanggan sebagai indikator kesuksesan bisnis dimasa depan
Pada hakikatnya kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang, karena dibutuhkan waktu cukup lama sebelum bisa
membangun dan mendapatkan reputasi atas layanan prima. Seringkali, juga dituntut investasi besar pada serangkaian aktivitas yang ditujukan
untuk membahagiakan pelanggan saat ini dan masa depan. Program kepuasan pelanggan relatif mahal dan tidak mendatangkan laba dalam
jangka pendek. Akan tetapi, hasilnya bisa dituai dalam jangka panjang dan manfaat tersebut dapat bertahan lama. Oleh karena itu, kepuasan
pelanggan merupakan indikator kesuksesan bisnis di masa depan yang mengukur kecenderungan reaksi pelanggan terhadap perusahaan
dimasa yang akan datang. Ukuran-ukuran kinerja pasar lainnya seperti penjualan dan pangsa pasar merupakan ukuran kesuksesan historis.
Ukuran – ukuran semacam itu hanya memberikan informasi mengenai
kinerja perusahaan dimasa lampau, namun tidak „berbicara banyak‟ untuk kinerja masa depan. Jadi, ukuran kepuasan pelanggan lebih
prediktif untuk kinerja masa depan dari pada data akuntansi saat ini.
29 3. Metode Mengukur Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler 2004 :45 dalam Edwin, 2009 : 15 ada empat buah
“tools” yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
a. Sistem keluhan dan saran Organisasi yang berpusat pada pelanggan customer- centered
memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggannya untuk menyampaikan
saran dan
keluhan. Misalnya,
dengan cara
menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer hot line, e-mail, atau halaman web. Semua informasi yang mengalir tersebut
memberikan perusahaan banyak ide-ide bagus dan menbuat mereka mampu beraksi secara cepat dalam menyelesaikan masalah pelanggan.
b. Ghost Shopping
Cara lain untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan cara mempekerjakan beberapa orang untuk
berperan dan bersikap seperti pembeli potensial. Selanjutnya, mereka harus melaporkan temuan-temuannya. Baik yang positif maupun
negatif tentang produk perusahaan dan produk pesaing. Selain itu, para ghost Shopper juga mengamati cara penanganan setiap keluhan.
c. Lost Customer Analysis
Selalu saja ada pelanggan yang berhenti membeli produk perusahaan atau pindah ke produk pesaing. Untuk itu harus di ketahui
dengan pasti apa penyebabnya. Oleh karenanya, perusahaan harus menghubungi kembali pelanggan tersebut dan diadakan exit interview.
30 Selain itu, customer loss rate juga harus dimonitor secara kontinyu
Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
d. Survei Kepuasan Pelanggan Hasil studi menyatakan bahwa meskipun pelanggan merasa
tidak puas, tetapi kurang dari 5 dari mereka yang melakukan komplain mengeluh. Tindakan yang umum adalah membeli lebih
sedikit atau pindah ke produk pesaing. Dengan kata lain, tingkatan komplain bukan merupakan indikator yang baik untuk mengukur
kepuasan pelanggan. Perusahaan yang responsif mengukur secara langsung kepuasan pelanggan dengan cera mengadakan survei secara
periodik Caranya dengan menggunakan kuesioner telepon. Perusahaan
juga meminta tolong pembeli untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap kinerja pesaing.
4. Faktor-Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Dalam Edwin, 2009:21 Kepuasan pelanggan sangat tergantung
pada pandangan dan harapan pelanggan atau konsumen itu sendiri. Kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh konsumen tersebut pada
saat melakukan pembelian suatu produk atau jasa, pengalaman masa lalu saat menggunakan produk atau jasa tersebut, serta pengalaman dari rekan
– rekan, teman, atau kerabat yang telah menggunakan produk atau jasa tersebut, atau dari periklanan, dapat dikatakan sebagai faktor-faktor yang
31 dapat memberikan pengaruh yang sangat penting terhadap pandangan dan
harapan konsumen ketika melakukan pembelian atau sebuah produk atau jasa. Kotler, 2004 : 48.
Berdasarkan model kepuasan kualitatif yang dikembangkan oleh Stauss dan Neuhaus 1997 dalam Kotler, 2004 :57, mereka
membedakan tiga tipe kepuasan pelanggan berdasarkan kombinasi antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut
kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan tersebut
adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, dan resigned satisfaction.
a. Demanding customer satisfaction. Tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi positif,
terutama optimisme dan kepercayaan. Berdasarkan pengalaman positif di masa lalu, pelanggan dengan tipe kepuasan ini berharap bahwa
penyedia jasa akan mampu memuaskan ekspektasi mereka yang semakin meningkat dimasa depan. Selain itu, mereka bersedia
meneruskan relasi yang memuaskan dengan penyedia jasa. Kendati demikian, loyalitas akan sangat tergantung pada kemampuan penyedia
jasa dalam meningkatkan kinerjanya seiring dengan meningkatnya tuntutan pelanggan.
b. Stable customer satisfaction. Pelanggan dalam hal ini memiliki tingkat aspirasi pasif dan perilaku yang demanding. Emosi positifnya terhadap
32 penyedia jasa bercirikan steadiness dan trust dalam relasi yang terbina
saat ini, mereka bersedia melanjutkan relasi dengan penyedia jasa. c. Resigned customer satisfaction. Pelanggan dalam tipe ini juga merasa
puas. Namun, kepuasannya bukan disebabkan oleh pemenuhan ekspektasi, namun lebih didasarkan pada kesan bahwa tidak realistis
untuk berharap lebih. Perilaku konsumen tipe ini cenderung pasif. Mereka tidak bersedia melakukan berbagai upaya dalam rangka
menuntut perbaikan situasi. Menurut Lumpiyoadi 2001 : 158 dalam Eka Wulan Sari, 2007 :
40 ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kepuasan pelanggan yaitu :
a. Kualitas Produk Pelanggan akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Contohnya Rumah Sakit yang menggunakan teknologi yang canggih serta dokter yang
berpengalaman, b. Kualitas Pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan harapan. Contohnya memberikan pelayanan
yang sesuai dengan harapan, memberikan kesempatan untuk menyampaikan saran dan keluhan, memberikan pelayanan pengaduan
dan antrian secara professional.
33 c. Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum bila seseorang menggunakan produk yang
bermerek dan cenderung mempunyai kepuasan yang lebih tinggi. Misalnya pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, serta
merasa bangga berobat di Rumah Sakit, dan pasien dapat menikmati pelayanan dengan baik.
d. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menerapkan
harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. Misalnya Rumah Sakit menerapkan harga yang
relatif lebih murah, serta memberikan harga lebih murah dibandingkan dengan Rumah sakit lain.
e. Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut. Sebagai
contoh pasien tidak pelu membuang waktu untuk mendapatkan pelayanan.
Menurut Fandy Tjiptono 2006 : 354, pada umumnya kepuasan pelanggan meliputi kombinasi dari tujuh elemen utama yaitu :
34 a. Barang dan Jasa Berkualitas
Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima.
Paling tidak, standarnya harus menyamai para pesaing utama dalam industri. Untuk itu, berlaku prinsip
“quality comes first, satisfaction programs follow”. Biasanya perusahaan yang tingkat kepuasan
pelanggannya tinggi menyediakan tingkat layanan pelanggan yang tinggi pula. Sering kali itu merupakan cara mereka menjustifikasi
harga yang lebih mahal. b. Relationship Marketing
Kunci pokok dalam setiap program loyalitas adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan para pelanggan. Asumsinya
adalah bahwa relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dan pelanggan dalam membangun bisnis ulangan repeat
business dan menciptakan loyalitas pelanggan. c. Program promosi loyalitas
Program promosi loyalitas banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dan pelanggan. Biasanya, program ini
memberikan semacam‟penghargaan‟ reward khusus seperti bonus, diskon, voucher, dan hadiah yang dikaitkan dengan frekuensi
pembelian atau pemakaian produk jasa perusahaan kepada pelanggan kelas kakap atau pelanggan rutin heavy user agar tetap
loyal pada produk dari perusahaan bersangkutan.
35 d. Fokus pada pelanggan terbaik best customers
Sekalipun program promosi loyalitas beraneka ragam bentuknya, namun semuanya memiliki kesamaan pokok dalam hal
fokus pada pelanggan yang paling berharga. Program-program semacam itu berfokus pada 20 persen dari pelanggan yang secara rutin
mengkonsumsi 80 persen dari penjualan sesuai dengan prinsip Pareto. Namun pelanggan tersebut bukan sekedar mereka yang
termasuk heavy users. Tentu saja mereka berbelanja banyak , namun kriteria lainnya menyangkut pembayaran yang lancar dan tepat waktu,
tidak terlalu banyak membutuhkan layanan tambahan karena mereka telah paham cara berinteraksi dengen perusahaan, dan relatif tidak
sensitif terhadap harga lebih menyukai stabilitas dari pada terus menerus berganti pemasok untuk mendapatkan harga termurah.
Inheren didalam konsep fokus pada pelanggan terbaik adalah kesediaan untuk‟ melepas‟ bad customer Bhote, 1996: Schnaars, 1998
dalam Tjiptono, 2006 : 355 e. Sistem penanganan komplain secara efektif
Penanganan komplain terkait erat dengan kualitas produk. Perusahaan harus memastikan bahwa barang dan jasa yang
dihasilkannya benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal. Baru setelah itu, jika ada masalah, perusahaan segera berusaha
memperbaikinya lewat sistem penanganan komplain. Jadi, jaminan kualitas harus mendahului penanganan komplain.
36 Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan pelanggan mengalami
berbagai macam masalah, setidaknya berkaitan dengan konsumsi beberapa jenis produk, waktu penyampaian atau layanan pelanggan.
Oleh sebab itu, setiap perusahaan harus memiliki sistem penanganan komplain yang efektif. Sudah bukan zamannya lagi bagi perusahaan
untuk bersembunyi di balik pernyataan “barang yang sudah dibeli
tidak dapat dikembalikan ditukar” atau jawaban semacam “sudah menjadi kebijakan perusahaan untuk tidak memberikan kompensasi
atas barang yang sudah dibeli”. f.
Unconditional guarantees Unconditional guarantees dibutuhkan untuk mendukung
keberhasilan program kepuasan pelanggan. Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para pelanggan mengenai tingkat
kinerja yang diharapkan akan mereka terima. Garansi ini bermanfaat dalam mengurangi resiko pembelian oleh pelanggan, memberikan
sinyal mengenai kualitas produk, dan secara tegas menyatakan perusahaan bertanggung jawab atas produk jasa yang diberikannya.
g. Program pay-for-performance Program kepuasan pelanggan yang tidak bisa terlaksana tanpa
adanya dukungan sumber daya manusia organisasi. Sebagai ujung tombak perusahaan yang berinteraksi dengan para pelanggan dan
berkewajiban memuaskan mereka, karyawan juga harus dipuaskan kebutuhannya. Dengan kata lain, total customer satisfaction harus
37 didukung pula dengan total quality reward yang mengaitkan sistem
penilaian kinerja dan kompensasi dengan konstribusi setiap karyawan dalam penyempurnaan kualitas dan peningkatan kepuasan pelanggan.
F. Citra Merek Brand Image