ExcitotoxicityGlutamate Mediator-Mediator dan Mekanismenya pada Cedera Otak Sekunder .1

puncak dalam 6-12 jam pascaiskemik dan menurun kembali dalam 1-2 hari. Bukti yang dihasilkan sejauh ini mengesankan bahwa obat yang menekan produksi TNF α akan mengurangi infiltrasi leukosit dalam area iskemik otak dan mengurangi kehilangan jaringan. Pada hewan percobaan cedera otak tertutup, inhibisi TNF α memberikan suatu neuroproteksi. Pentoxifilline telah digunakan untuk mengurangi produksi TNF α dan berhasil menurunkan TNF α otak 80. Setelah iskemik CNS peningkatan produksi IL-6 terlihat menonjol pada daerah yang kehilangan sel-sel neuron Hatton J, 2001. Kerja IL-6 telah dilaporkan sebagai neuroprotektif dan juga sebagai neurotoxic. IL-6 mempromosikan ketahan hidup sel neuron dan menghambat NMDA yang terinduksi toxin in vitro. Konsentrasi yang tinggi dari IL-6 bisa berperan sebagai prediktor pemulihan fungsional pasien dan berkorelasi dengan ukuran infark. Pada reperfusi IL-6 memberi konstribusi terhadap produksi ICAM-1.IL-1 β , IL-6, dan TNFα dapat meningkatkan ekspresi ICAM-1 pada sel endotelial dan astrocyte, memfasilitasi infiltrasi leukosit, dan meningkatkan aktivasi leukosit. Eselectine dan ICAM-1 ter up-regulasi pada endotelial cerebrovascular pasca kontusio fokal otak pada tikus. ICAM-1 antagonis telah memberi keuntungan melawan apoptosis neuron pada fokal iskemik otak Hatton J,2001. Gambar. 3. Mekanisme dan Mediator-Mediator Sekunder pada Cedera Saraf LKT = leukotrienes;NMDA= N-methyl-D-aspartate; PG = prostaglandinsHatton ,2001.

2.8.3 ExcitotoxicityGlutamate

Walaupun excitotoxicneurotrasmitter yang lain ada, glutamate adalah penyebab paling dasar terhadap profile toxicity yang berkaitan dengan cedera otak. Ketika kultur Universitas Sumatera Utara sel neuron dipapar sementara dengan glutamte, aktifasi NFκB terjadi dan ekspresi gen proapoptosis yang ter-upregulasi menyebakan kematian sel. Glutamat yang berlebihan dengan cepat merusak neuron postsynaptik karena influx kalsium berlebihan. Glutamat dapat mengaktifkan NMDA ,α- amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionate AMPA, dan reseptor kainate. Pada aktivasi AMPA atau reseptor kainate, ion channels terbuka dan memungkinkan sodium, potassium, dan hidrogen masuk kedalam sel. Pembengkakan sel terjadi karena pergeseran osmotik cairan dan masuknya sodium dengan cepat dapat mendepolarisasi membran sel. Blok pada tipe reseptor AMPA dan kainate telah memperlihatkan keuntungan pada iskemik fokal dan global hewan percobaan. Aktivasi glutamat pada NMDA reseptor yang membuka kunci ion channel dapat menyebabkan peningkatan kalsium dan sodium Hatton J, 2001. Dalam keadaan normal, aktivasi reseptor NMDA kompleks yang melibatkan ikatan glutamat dan glysin diperlukan depolarisasi sel yang cukup untuk melawan penghambatan dari magnesium. Ketika teraktivasi oleh glutamat, magnesium bergeser dari channel dan memungkinkan secara elektris diisi ion kalsium. Masuknya ion kalsium yang banyak mengubah aktivitas elektris neuron dan stimulasi sinyal konduksi mengaktifkan neuron-neuron yang berdekatan. Ketika transportasi kalsium terjadi secara berlebihan, seperti pada cedera akut dan level glutamat yang cepat meningkat, neuron bengkak dan pecah. Glutamat melebur kembali pada proses ini dan siklus excitotoxicity terus berlansung. Glysine telah diistilahkan sebagai suatu coagonis karena ia berperan dalam memfasilitasi aktivasi glutamat yang teriduksi. Pada model cedera otak diffuse tanpasequele sekunder, glutamat hanya meningkat untuk sementara. Dampak pada model cedera dengan sequele sekunder memperlihatkan peningkatan cepat glutamat ke dalam cairan ekstraseluler. Meskipun pada pasien dengan cedera otak levelnya 10-50 kali lipat lebih tinggi daripada nontrauma, Peningkatan ini telah diobservasi selama 96 jam pascacedera otak. Sejumlah target obat pada tempat ikatan NMDA glisine dan yang memengaruhi pelepasan glutamat presinaptik memperlihatkan neuroproteksi pada hewan percobaan dengan iskemik dan cedera axonal diffuse. Reseptor opoid- κ agonis terlihat menekan pelepasan glutamat presinaptik dan telah diperiksa secara klinis.Modulator presinaptik lainnya adalah termasuk endoline, sodium channel antagonis, dan agonis reseptor adenosine.Glisine antagonis meperlihatkan beberapa potensi dan memunyai Universitas Sumatera Utara toleransi yang baik dibandingakan dengan glutamat antagonis. Glutamat terus menerus menjadi target strategi terapi yang diteliti dan sering digunakan sebagai marker rujukan respon obat Hatton.J., 2001. Bagan. 2. Induksi Glutamate pada Cedera Saraf Akut Alzheimer, 2002.

2.8.4 Kalsium