29 1-2 tetes peraksi besi III klorida 1. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau
kehitaman menunjukan adanya tanin.
3.7.7 Pemeriksaan steroida triterpenoida
Ekstrak etanol kubis ungu ditimbang 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n- heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada
sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukan adanya steroid, sedangkan warna merah,
merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida Harborne, 1987.
3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kubis Ungu
Pembuatan ekstrak etanol kubis ungu dilakukan secara maserasi menggunakan etanol 80.
Cara kerja: Sebanyak 535 g serbuk simplisia kubis ungu dimasukkan ke dalam wadah
kaca berwarna gelap, kemudian dituangi dengan etanol 80. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai dan
diperas. Ampas dicuci dengan etanol 80, dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, selanjutnya
disaring. Maserat etanol yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40
o
C sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dipekatkan dengan pemanasan di penangas air pada temperatur ± 40
o
C.
3.9 Pengujian Efek Toksisitas
Pengujian efek toksisitas meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan
Universitas Sumatera Utara
30 suspensi ekstrak etanol kubis ungu, percobaan pendahuluan, pengujian toksisitas
subkronik pada tikus, pengamatan meliputi kematian hewan, gejala-gejal klinis, perubahan berat badan, pengukuran SGPT, ureum dan kreatinin, serta
histopatologi organ hati dan ginjal.
3.9.1 Penyiapan hewan percobaan
Hewan percobaan yang akan digunakan adalah tikus jantan dengan berat badan 150-200 gram, berumur 6-8 minggu. Sebelum percobaan dimulai, hewan
diaklimatisasi diruang percobaan selama lebih kurang 7 hari. Hewan dikelompokkan secara acak sedemikian rupa sehingga penyebaran berat badan
merata untuk semua kelompok dengan variasi berat badan tidak lebih 20 dari rata-rata berat badan BPOM RI., 2011.
3.9.2 Pembuatan larutan Na CMC 0.5
Sebanyak 0.5 g Na CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ± 10 ml aquades panas, kemudian didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa
yang transparan, lalu digerus sampai homogeny, diencerkan dengan aquades, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml. Volume dicukupkan
sampai garis tanda.
3.9.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol kubis ungu EEKU
Sebanyak 62.5 mg EEKU dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan larutan Na CMC 0.5 sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, lalu
dimasukkan ke labu tentukur 10 ml. Volume dicukupkan sampai garis tanda. Prosedur yang sama dilakukan pada dosis 125, 250, 500, dan 1000mgkg bb.
3.9.4 Pengujian efek toksisitas subkronik
Pengujian toksisitas dilakukan berdasarkan pada pedoman uji toksisitas non-
Universitas Sumatera Utara
31 klinik secara in vivo BPOM RI., 2011. Hewan yang digunakan adalah tikus
putih jantan berumur 3-4 bulan sebanyak 48 ekor. Sebelum percobaan dimulai, hewan diaklimatisasi di ruang percobaan selama 7-14 hari. Hewan dikelompokkan
secara acak sedemikian rupa sehingga penyebaran berat badan merata untuk semua kelompok dengan variasi berat badan tidak lebih 20 dari rata-rata berat
badan. Hewan dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus: Kelompok I
: Diberi suspensi Na-CMC 0,5 bv dosis 1 bb kelompok kontrol
Kelompok II : Diberi ekstrak etanol kubis ungu dosis 62,5 mgkg bb kelompok uji I
Kelompok III : Diberi ekstrak etanol kubis ungu dosis 125 mgkg bb kelompok uji II
Kelompok IV : Diberi ekstrak etanol kubis ungu dosis 250 mgkg bb kelompok uji III
Kelompok V : Diberi ekstrak etanol kubis ungu dosis 500 mgkg bb kelompok uji IV
Kelompok VI : Diberi ekstrak etanol kubis ungu dosis 1000 mgkg bb kelompok uji V
Kelompok VII : Diberi suspensi Na-CMC 0,5 bv dosis 1 bb kelompok satelit kontrol
Kelompok VIII: Diberi ekstrak etanol kubis ungu dosis 1000 mgkg bb kelompok satelit dosis tinggi
Tabel 3.1 Dosis uji toksisitas
Kelompok Jumlah tikus
Dosis mgkg bb K1
6 Kontrol
K2 6
62,5 K3
6 125
K4 6
250 K5
6 500
K6 6
1000 K7
6 Kontrol satelit
K8 6
1000 satelit
Universitas Sumatera Utara
32 Sediaan uji diberikan secara oral setiap hari selama 28 hari. Kemudian
dilakukan pengamatan hewan uji terhadap gejala toksik yang muncul, untuk kelompok uji pengamatan dilakukan setiap hari selama 28 hari. Sedangkan untuk
kelompok satelit pengamatan dilanjutkan selama 14 hari untuk mendeteksi proses penyembuhan kembali dari pengaruh toksik. Hewan ditimbang setiap hari selama
28 hari untuk menentukan volume sediaan uji yang akan diberikan. Perubahan berat badan dianalisis seminggu sekali. Pada akhir penelitian, hewan yang masih
hidup ditimbang dan diotopsi OECD., 2008. Pengamatan terjadinya gejala-gejala toksik dan gejala klinis yang berupa
perilaku fisik seperti diare, salivasi, lemas, gerak-gerik aneh seperti berjalan mundur dan menggunakan perut, hewan uji diletakkan di atas bidang yang datar
dilakukan pengamatan secara umum pada masing-masing kelompok selama 2 jam setelah 1 jam pemberian sediaan uji. Sedangkan jumlah makanan dan minuman
yang dikonsumsi ditimbang setiap 1 minggu sekali BPOM RI., 2011.
3.9.5 Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan fungsi hati dilakukan dengan menghitung kadar ALT
Alanin Aminotransferase
menggunakan alat spektrofotometer UV yang dikerjakan oleh Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Darah diambil dari jantung sebanyak 0,5 ml darah dimasukkan ke dalam microtube, didiamkan ± 5 menit, disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan
3000 rpm hingga dihasilkan serum yang bening. Penetapan kadar ALT dengan cara sejumlah 100 µl serum uji direaksikan dengan 1000 µl pereaksi uji untuk
pemeriksaan ALT dalam tabung reaksi 5 ml, dihomogenkan dengan bantuan
Universitas Sumatera Utara
33 vortex. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV pada suhu 37°C tepat
setelah menit ke 1, 2, dan 3 pada panjang gelombang 340 nm.
3.9.6 Pengamatan makropatologi organ
Tikus yang telah dikorbankan harus segera diotopsi dan dilakukan pengamatan secara makropatologi berupa perubahan warna, permukaan dan
konsistensi dari organ.
3.9.7 Penimbangan organ
Organ yang akan ditimbang absolut harus dikeringkan terlebih dahulu dengan kertas penyerap, kemudian segera ditimbang, sedangkan yang dianalisis
adalah bobot relatif indeks organ, yaitu bobot organ absolut dibagi bobot badan. 3.9.8 Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan di laboratorium anatomi kedokteran Sumatera Utara. Organ yang diperiksa adalah hati. Organ yang sudah dipisahkan
dicuci dengan menggunakan larutan fisiologis 0,9, kemudian dimasukkan dalam larutan dapar formalin 10 dan dibuat preparat histopatologi dengan pewarnaan
hematoxylin eosin kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Prosedur pembuatan preparat histopatologi:
a. Organ yang akan dihistologi direndam di dalam larutan dapar formalin 10
pada suhu kamar. b.
Organ yang akan dihistologi dipotong, untuk hati dilakukan pemotongan pada lobus terbesar hati.
c. Untuk menghilangkan sisa formalin dilakukan pencucian dengan air
mengalir.
Universitas Sumatera Utara
34 d.
Dilakukan proses dehidrasi dengan etanol 70, 80, 90 dan etanol absolut. Kemudian dilanjutkan dengan penjernihan menggunakan xylol sebanyak tiga
kali selama 1 jam. e.
Proses penanaman dilakukan dengan cara: sampel direndam dalam campuran xylol dan parafin cair pada suhu 60–70
o
C, dengan perbandingan xylol : parafin berturut-turut 3 : 1,1 : 1 dan 1 : 3 masing-masing selama 2 jam.
f. Dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin
dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5-7 µm. Setelah memperoleh potongan yang bagus, potongan tersebut
ditempelkan pada kaca obyek. Sayatan organ yang telah menempel pada kaca obyek segera diletakkan pada permukaan pemanas dengan suhu 56-58°C
selama kurang lebih 10 detik, sehingga organ meregang dan menempel pada kaca obyek sambil diatur jangan sampai organ berkerut atau melipat.
Selanjutnya preparat disimpan dalam suhu kamar untuk dilakukan pewarnaan. g.
Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan hematoxylin-eosin. Pertama sediaan direndam dengan larutan xylol untuk proses deparafinasi masing-
masing selama 12 menit. Dilakukan proses dehidrasi dengan merendam preparat dalam etanol 70, 80, 90 dan etanol absolut selama 5 menit,
dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dengan larutan hematoxylin selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir, dilakukan
pewarnaan dengan eosin. Kemudian, dicelupkan ke dalam etanol 70, 80, 90 dan etanol absolut masing-masing selama 10 menit. Terakhir
dimasukkan kedalam xylol selama 12 menit. Preparat diamati di bawah mikroskop.
Universitas Sumatera Utara
35
3.10 Analisis Data
Data jumlah hewan uji yang mati dianalisa secara statistik menggunakan SPSS dengan metode One Way Analysis of Variance ANOVA dilanjutkan
dengan uji post hoc Tukey untuk mengetahui perbedaan signifikan berat badan, berat organ relatif, konsumsi makan dan minum, serta kadar ALT
Alanin Aminotransferase .
Universitas Sumatera Utara
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Sampel
Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI terhadap bahan yang diteliti adalah tumbuhan kubis ungu
Brassica oleracea L. suku Brassicaceae dan menurut Heyne 1987 kubis ungu merupakan varietas capitata dengan forma rubra. Hasil dari LIPI dapat dilihat
pada Lampiran 1 halaman 46.
4.2 Ekstraksi Serbuk Kubis Ungu
Ekstraksi kubis ungu yang dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 80, hasilnya diperoleh ekstrak kental 164,35 g dan setelah
diuapkan di penangas air diperoleh ekstrak kering 127,9 g dari 533 g serbuk simplisia.
4.3 Pemeriksaan Karakterisasi 4.3.1 Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik kubis ungu berupa daun berwarna ungu yang sangat jelas, berbentuk bulat lonjong, mempunyai rasa yang hambar, dan
memiliki bau yang khas. Hasil uji makroskopik terdapat pada Lampiran 2
halaman 47 dan Lampiran 3 halaman 48. 4.3.2 Pemeriksaan mikroskopik
Hasil mikroskopik dari simplisia kubis ungu menunjukkan adanya jaringan
Universitas Sumatera Utara