Analisa Laporan Keuangan LANDASAN TEORI

24 d. Rasio Profitabilitas, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan profitabilitas pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu atau digunakan untuk mengukur seberapa efektif pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan keuntungan. Rasio profitabilitas terdiri dari : 1 Profit margin on sale, dihitung dengan cara membagi laba setelah pajak dengan penjualan. 2 Return on total asset, perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva guna mengukur tinggkat pengembalian 3 Return on net worth, perbandingan antara laba setelah pajak dengan modal sendiri guna mengukur tingkat keuntungan investasi pemilik modal sendiri. e. Rasio Pasar, rasio yang mengukur harga pasar relative terhadap nilai buku. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasarkan sudut pandang investor atau mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai terutama pada pemegang saham dan calon investor. Rasio pasar terdiri dari : 1 Price earning ratio, rasio antara harga pasar saham dengan laba per lembar saham. Jika rasio ini lebih rendah dari rasio industry sejenis, bisa menjadi indikasi bahwa investasi pada saham perusahaan ini lebih berisiko daripada rata-rata industry. 2 Dividend yield, rasio antara dividen per lembar yang diberikan perusahaan dengan harga pasar saham per lembar. 25 3 Dividend payout ratio, rasio ini melihat bagian earning pendapatan yang dibayarkan sebagai deviden kepada investor Rasio arus kas cukup menjadi hal yang diperhatikan dalam pengukuran kesehatan, kesulitan dan kebangkrutan suatu usaha. Hal ini wajar karena perusahaan memerlukan kas untuk membeli pabrik dan mesin baru atau ketika membayar hutang dan dividen pada pemegang saham. Frank fabozzi dan Pamela Peterson 2003 : 812 mengelompokkan rasio arus kas menjadi dua : a. Cash flow to Capital Expenditure, rasio ini memberikan analisis mengenai fleksibilitas keuangan perusahaan dan kegunaannya. Semakin besar rasio ini maka semakin besar fleksibilitas keuangan perusahaan tersebut. b. Cash Flow to Debt, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghadapi hutang obligasi yang jatuh tempo. Rasio ini menyediakan informasi terhadap kualitas kredit perusahaan. Sedangkan Wild, Larsson, dan Chiappetta 2005 : 510 mengkategorikan rasio arus kas yaitu : a. Cash Flow to Total Asset, rasio ini merekfleksikan actual cash flow dan tidak dipengaruhi oleh akun pengukuran dan pengakuan pendapatan. Rasio ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan bisnis untuk mengestimasi jumlah dan waktu aliran kas pada saat merencanakan dan menganalisis arus kas dari aktivitas operasi. 26 b. Cash Coverage of Growth, rasio ini menunjukkan perbandingan antara arus kas dari aktivitas operasi dengan aliran kas keluar untuk investasi pada asset. Jika rasio ini kurang dari satu berdampak ketidakcukupan kas dalam menutup pertumbuhan asset. Begitupun sebaliknya, semakin tinggi rasio ini semakin baik. c. Operating Cash Flow to Sales, rasio ini menunjukkan perbandingan antara arus kas dari aktivitas operasi terhadap penjualan bersih perusahaan.

5. Financial Distress

Financial distress pada dasarnya sukar untuk didefinisikan secara tepat dikarenakan banyak kejadian kejatuhan perusahaan pada saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, misalnya saja terjadinya pengurangan deviden, penutupan perusahaan, kerugian perusahaan, pemecatan, dan jatuhnya harga saham. Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri biasanya diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban – kewajiban debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk 27 mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi perusahaan dan kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Definisi financial distress dalam Ahmad Rodoni dan Herni Ali 2010 : 171-172 sebagai berikut : a. Jika beberapa tahun perusahaan mengalami aba bersih operasi net operating income negatif, digunakan oleh Hofer 1980 dan Whitaker 1999. b. Adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden, digunakan oleh Lau 1987 dan Hill, et al. 1996 c. Arus kas hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan, digunakan oleh Karen Wruck 1990. d. Rendahnya interest coverage ratio, EBITDA negative, digunakan oleh Asquith, et al 1991 dan Pinando, et a. 2006 e. Perubahan harga ekuitas atau EBIT negative, digunakan oleh John, et al 1992 dalam Platt 2004. f. Stock-base insolvency yaitu kekayaan bersih negative dan nilai asset kurang dari nilai hutang dan flow-base insolvency yaitu arus kas 28 yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban, digunakan oleh Altman 1993. g. Adanya arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang saat ini digunakan oleh Whitaker 1999 h. Perusahaa diberhentikan operasinya atas wewenag pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturasi, digunakan oleh Tirapat dan Nittayagasetwat 1999. i. Negative EBITDA interest voverage, Negatif EBIT, negative net income digunakan oleh Platt 2004 j. Beberapa tahun mengalami laba bersih operasi net operating income negative dan selama lebih dari satu tahun tidak memberikan deviden, digunakan oleh Almilia dan Kristijadi 2003 k. Perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negative berturut-turut, serta perusahaan tersebut telah demerger, digunakan oleh Almilia 2004 l. Persahaan selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih net income negative dan nilai buku ekuitas negative, digunakan oleh Almilia 2006. Informasi kebangkrutan dan prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak pihak. Menurut Hanafi Abdul Halim 2009 : 261 pihak-pihak yang yang menggunakan model tersebut meliputi : a. Pemberi Pinjaman. Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan 29 kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada. b. Investor. Saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut distress atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharganya tersebut. Investor yang aktif akan mengembangkan model prediksi financial distress untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut. c. Pihak Pemerintah.Untuk beberapa sector usaha, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut misalnya sector perbankan dan BUMN. Pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan pencegahan dapat dilakukan. d. Akuntan atau auditor. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan. e. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung fee akuntan dan pengacara dan biaya tidak langsung kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan. Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan 30 dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan. Menurut Foster dalam 1986 dalam Almilia 2006 terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan dari kesulitan keuangan: a. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang. b. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya. c. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu kombinasi dari variabel keuangan. d. Variabel eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasi. Financial Distress dapat diatasi dengan berbagai cara Rodoni Ali,

Dokumen yang terkait

Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 49 95

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 6 17

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 4 17

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015)

3 16 93

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 28

MANFAAT RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 8

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 10

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 7

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA.

0 1 14

PENGARUH RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013 - 2014 SKRIPSI

0 0 16