Winardi 1994:23 menambahkan manajemen konflik adalah proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana untuk manjemen konflik. Jika tidak
dikendalikan, konflik bisa berkembang menjadi konflik destruktif dimana masing- masing pihak akan memfokuskan perhatian, tenaga, dan pikiran serta sumber
organisasi bukan untuk mengembangkan produktivitas tapi untuk merusak dan menghancurkan lawan konflik.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen konflik adalah proses penyusunan strategi yang digunakan para pelaku konflik
atau pihak ketiga untuk mengenali, memperhitungkan serta mengendalikan konflik untuk menghasilkan resolusi terbaik yang diinginkan.
1.5.1.3 Pendekatan Manajemen Konflik
Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Gibson
1997:133 mengatakan bahwa memilih resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya., dan penerapan manajemen konflik secara tepat
dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas bagi pihak yang mengalaminya. Winardi 1994:63 berpendapat bahwa manajemen konflik meliputi
kegiatan-kegiatan seperti menstimulasi konflik, mengurangi atau menekan konflik, dan meyelesaikan konflik.
“1. Menstimulasi konflik. Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit- unit kerja mengalami penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-
kelompok yang belum memenuhi standar kerja yang ditetapkan. Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu: a. memasukkan
anggota yang memiliki sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang berlaku, b. merestrukturisasi organisasi
terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas baru, c. menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang dialami, d.
meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif, promosi
jabatan atau penghargaan lainnya, e. memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.
2. Mengurangi atau menekan konflik. Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus pada tindakan
destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap unitbagian. Metode pengurangan konflik dapat dilakukan dengan jalan a.
mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik, b. menghadapkan tantangan baru kepada kedua
belah pihak agar dihadapi secara bersama, dan c. memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan
antara anggota kelompok. 3. Menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik merupakan tindakan
yang dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode penyelesaian konflik yang paling banyak
digunakan adalah a. dominasi, b. kompromis, dan c. pemecahan problem secara integratif.”
Sama halnya dengan Winardi, Hani Handoko 2003:351-353 juga menjelaskan bahwa terdapat tiga strategi pengelolaan manajemen konflik yang
dapat digunakan, yaitu stimulasi konflik, pengurangan konflik, dan penyelesaian konflik.
“1. Stimulasi Konflik adalah kegiatan yang dilakukan apabila produktivitas karyawan pada suatu organisasi menurun ataupun tetap
maka pimpinan harus melakukan kegiatan stimulasi yang berguna untuk merangsang kreastifitas serta meningkatkan kualitas produksi. Kemudian
situasi dimana konflik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan
informasi yang dapat mengarahkan orang-orang bekerja lebih baik diabaikan, para anggota kelompok saling bertoleransi terhadap
kelemahan dan kejelekan pelaksanaan kerja. Manajer dari kelompok seperti ini perlu merangsang timbuulnya persaingan kerja dan konflik
yang dapat mempunyai efek penggemblengan. Metode yang digunakan dalam stimulasi konflik meliputi : a. Pemasukan atau penempatan orang
luar ke dalam kelompok, b. penyusunan kembali organisasi, c. penawaran bonus, pembayaran insentif, pemberian penghargaan untuk
mendorong persaingan, d pemilihan manajer-manajer yang tepat, e. perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
2. Pengurangan Konflik. Manajer biasanya lebih terlibat dengan pengurangan konflik daripada stimulasi konflik. Metode pengurangan
konflik menekan terjadinya antagonisme yang ditimbulkan konflik. Metode ini mengelola konflik sesuai dengan tingkatan konflik melalui
“pendinginan suasana” tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik. Ada dua cara yang digunakan dalam
pengurangan konflik, yaitu : a. mengganti tujuan yang menimbulkan
persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima oleh kedua belah pihak ataupun kelompok yang berkonflik, dan b. mempersatukan pihak
yang berkonflik. 3. Penyelesaian konflik Penyelesaian konflik merupakan tindakan yang
dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode penyelesaian konflik yang paling banyak
digunakan adalah dominasi dan penekanan, kompromi, dan pemecahan problem secara integratif.
a Dominasi dan penekanan. Dominasi dan penekanan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. kekerasan forcing, yang bersifat penekanan otokratik, 2. penenangan smoothing,
merupakan cara yang lebih diplomatis, c. penghindaran avoidance, dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi
yang tegas, dan d. aturan mayoritas majority rule, mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan
pemungutan suara voting melalui prosedur yang adil.
b Kompromi. Melalui kompromi manajer mencoba menyelesaikan
konflik melaui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi
meliputi: 1. pemisahan saperation, dimana pihak-pihak yang bertentanan dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan, 2.
arbitrasi perwasitan, dimana pihak ketiga biasanya manajer diminta memberi pendapat, 3. kembali ke peraturan-peraturan
yang berlaku, dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan- ketentuan tertulis yang berlaku dan menyetujui bahwa peraturan-
peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik, 4. penyuapan bribing, dimana salah satu pihak menerima kompensasi dalam
pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik.
c Pemecahan masalah integratif. Dengan metode ini konflik antar
kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah.
Ada tiga jenis metode penyelesaian konflik integratif : 1. konsensus, dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu
bersama untuk mencari penyelesaian terbaik untuk masalah mereka dan bukan untuk mencari kemenangan satu pihak, 2.
konfrontasi, dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain dan
dengan kepemimpinan yang terampil dan kesediaan untuk menerima penyelesaian, 3. Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih
tinggi dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama.”
Dalam bukunya yang berjudul Konflik dan Manajemen Konflik, Wirawan 2010:146 mengemukakan aspek-aspek manajemen konflik, yaitu pihak yang
terlibat konflik atau pihak ketiga, strategi konflik, mengendalikan konflik, resolusi
konflik, kemampuan beradaptasi, serta memfokuskan tujuan. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut :
“ 1. Pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga. Manajemen konflik bisa dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan
konflik yang dihadapinya. Pihak ketiga bisa berupa suatu organisasi ataupun perusahaandimana pihak-pihak yang terlibat konflik adalah
anggota maupun pegawainya. 2. Strategi konflik.Manajemen konflik merupakan proses penyusunan
strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni konflik. 3. Mengendalikan konflik. Bagi pihak-pihak yang berkonflik, manajemen
konflik merupakan aktivitas untuk mengendalikan dan mengubah konflik demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkaan atau minimal
tidak merugikannya. 4. Resolusi konflik.Jika manajemen konflik dilakukan oleh opihak yang
terlibat konflik, hal ini bertujuan untuk menciptakan solusi konflik yang menguntungkan.
5. Kemampuan beradaptasi.Organisasi yang sehat mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal dan internalnya.
6. Memfokuskan pada tujuan.Aktivis dan anggota organisasi yang sehat akan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan yang visibel. Dalam
keadaan krisis di lingkungannya, organisasi jika diperlukan harus mampu untuk mengubah tujuannya dan mengarahkan aktivitas anggotanya untuk
mencapai tujuan tersebut. a. Mempunyai kemampuan mengontrol dan mengkoordinasi sumber-sumber, b. Kreatif dan inovatif, c.
Mengembangkan serta mempertahankan kualitas sumber daya manusianya, d. Organisasi yang sehat adalah organisasi yang terus
belajar dan tumbuh berkembang secara terus-menerus.”
Berdasarkan beberapa uraian tentang manajemen konflik diatas, maka peneliti mengambil sebuah kesimpulan bahwa startegi dalam memanajemeni
konflik adalah sebagai berikut : 1.
Stimulasi konflik a
Pemasukan atau penempatan orang luar kedalam kelompok. b
Penyusunan kembali organisasi. c
Penawaran bonus, pembayaran insentif, pemberian penghargaan untuk mendorong persaingan.
d Pemilihan manajer-manajer yang tepat.
e Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
2. Pengurangan konflik
a Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan
yang lebih bisa diterima oleh kedua belah pihak ataupun kelompok yang berkonflik.
b Mempersatukan pihak yang berkonflik.
3. Penyelesaian konflik
a Dominasi dan penekanan yang dapat dilakukan dengan kekerasan,
penenangan, penghindaran dan aturan mayoritas. b
Kompromi, yang dapat dilakukan melalui pemisahan, arbitrasi, kembali ke peraturan yang berlaku, dan penyuapan.
c Pemecahan problem secara integratif yang dapat dilakukan dengan
cara konsensus, konfrontasi, penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
1.5.2 Produktivitas Kerja Karyawan 1.5.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja Karyawan