Pola Sebaran Spasial Merbau

Krebs 1978 menyatakan bahwa kelembapan udara berkaitan dengan kemampuan tumbuhan untuk menahan air serta berkaitan dengan suhu udara dan penyinaran matahari. Area yang memiliki kelembapan relatif tinggi menunjukkan bahwa penutupan tajuk pada lokasi tersebut tinggi. Merbau yang merupakan jenis intoleran yang membutuhkan cahaya penuh untuk pertumbuhannya, sehingga jenis ini dapat beregenerasi dengan baik pada areal yang memiliki kerapatan tajuk rendah atau dengan kata lain yang memiliki RH rendah. Tokede et al. 2006 menyatakan bahwa merbau sering dijumpai pada muara sungai yang berpasir. Tanah yang berpasir cenderung bertekstur kasar sehingga dapat melukai biji merbau yang berarti membantu terjadinya imbibisi. Oleh karena itu, merbau akan mudah tumbuh pada tanah yang mengandung fraksi pasir tinggi.

5.2 Pola Sebaran Spasial Merbau

Pola sebaran spasial merupakan tahap awal dalam melihat perilaku suatu individu dalam komunitasnya. Saat ini banyak pihak yang beradu argumen apakah merbau patut dimasukkan dalam Appendix III CITES atau tidak mengingat jenis ini merupakan target utama dalam kegiatan logging di Papua dan tidak diimbangi oleh kemampuan regenerasi merbau secara alami di alam. Bahkan sejak tahun 1998, IUCN telah memasukkan jenis I. bijuga dan I. acuminata ke dalam kategori jenis yang terancam punah kategori vulnerable. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut menghadapi resiko menuju kepunahan di habitat aslinya. Terdapat 3 jenis merbau yang dapat ditemukan di Papua, namun dalam penelitian ini hanya ditemukan dua jenis yaitu Intsia bijuga Colebr. O. Ktze. dan Intsia palembanica Miq. Heyne 1987 menyatakan bahwa jenis I. palembanica lebih sering ditemui pada ketinggian di atas 1000 mdpl, sedangkan I. bijuga sering ditemui di sepanjang pantai berkarang atau berpasir. Pola sebaran spasial kedua jenis merbau ini disajikan dalam Tabel 12. Jenis I. bijuga dan I. palembanica memiliki pola sebaran yang berbeda pada berbagai kondisi hutan. I. bijuga tumbuh mengelompok pada hutan primer dan LOA berumur 2 tahun, tumbuh acak pada LOA berumur 5 tahun dan membentuk pola seragam pada LOA berumur 11 tahun dan 15 tahun. Jenis I. palembanica tumbuh seragam pada hutan primer, LOA berumur 2, 5 dan 15 tahun, namun berkelompok pada LOA berumur 11 tahun. Pola sebaran yang berbeda-beda ini disebabkan oleh kondisi fisik lingkungan yang berbeda-beda pada masing-masing lokasi. Faktor fisik lingkungan yang berbeda di sini adalah ketinggian tempat, kelembaban relatif, dan kandungan pasir yang disajikan pada Gambar 6, 7 dan 8. Tabel 12 Pola sebaran spasial kedua jenis merbau pada lima kondisi hutan No Tipe Hutan Ip Pola Sebaran I. bijuga I. palembanica I. bijuga I. palembanica 1 Hutan primer 1 -1 Berkelompok Seragam 2 LOA 2 tahun 1 -1 Berkelompok Seragam 3 LOA 5 tahun -1 Acak Seragam 4 LOA 11 tahun -1 1 Seragam Berkelompok 5 LOA 15 tahun -1 -1 Seragam Seragam Jika pola sebaran pada hutan primer dijadikan acuan, maka hanya tegakan pada LOA berumur 2 tahun yang memiliki pola sebaran yang sama. Hal ini disebabkan oleh kondisi fisik yang mirip pada kedua lokasi baik ketinggian, kelerengan, suhu, RH, maupun tekstur tanah. Gambar 6 Ketinggian tempat pada kelima lokasi penelitian. Gambar 7 Kelembaban relatif pada kelima lokasi penelitian. 50 100 150 200 250 300 350 Hutan primer LOA 2 tahun LOA 5 tahun LOA 11 tahunLOA 15 tahun Ketinggian tempat mdpl 80 85 90 95 100 Hutan primer LOA 2 tahun LOA 5 tahun LOA 11 tahunLOA 15 tahun RH Gambar 8 Kandungan pasir pada kelima lokasi penelitian. Pola yang berkelompok menunjukkan bahwa suatu area memiliki kondisi fisik yang heterogen, sehingga jenis tersebut akan tumbuh mengelompok pada lokasi yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Pola acak disebabkan oleh kondisi fisik lingkungan yang homogen dan tidak terdapat persaingan antar individu atau dengan kata lain bersifat independent. Pola acak menurut Odum 1971 sangat jarang ditemui di alam. Pola sebaran yang seragam timbul akibat interaksi negatif atau persaingan antar individu sehingga jumlah maksimal individu dalam unit dibatasi oleh adanya kompetisi makanan dan ruang. Pola sebaran spasial I. bijuga yang berkelompok pada hutan primer dan LOA berumur 2 tahun disebabkan oleh terbatasnya kondisi yang sesuai dengan kebutuhan hidup jenis tersebut pada lokasi ini. Kedua lokasi ini berada pada altitude yang lebih tinggi serta pada hulu Sungai Mamberamo yang mengakibatkan unsur hara tanah sering terbawa oleh aliran permukaan ke daerah yang lebih rendah sehingga kesuburan tanahnya berkurang. Kandungan pasir pada kedua area ini juga lebih rendah dibandingkan ketiga lokasi lainnya. RH pada kedua lokasi ini tidak berbeda nyata yang berarti kerapatan tajuknya pun relatif sama. Biji merbau tidak memiliki sayap dan cukup berat sehingga penyebarannya tidak akan jauh dari induknya serta hanya akan terpisah jauh dari induknya jika terbawa aliran air. Biji-biji merbau yang berada di bawah induknya sulit untuk berkecambah karena merbau bersifat intoleran sedangkan tajuk merbau dewasa cukup rapat. Akibatnya, merbau tumbuh mengelompok pada titik-titik yang mereka senangi seperti pada areal yang sedikit terbuka serta di pinggir-pinggir sungai yang berpasir dan berbatu. 5 10 15 20 25 30 35 40 Hutan primer LOA 2 tahun LOA 5 tahun LOA 11 tahun LOA 15 tahun Kandungan Pasir Pada LOA berumur 5 tahun I. bijuga tumbuh membentuk pola sebaran acak. Lokasi ini berada pada altitude yang lebih rendah, memiliki kandungan pasir yang paling tinggi, serta RH yang paling rendah. Kondisi ini merupakan kondisi yang disenangi oleh merbau. Akan tetapi biji merbau yang menyebar karena terbawa aliran air atau sungai akan terus mengumpul di lokasi yang lebih rendah sehingga keberadaan biji merbau yang kurang melimpah. Akibat lokasi yang mendukung untuk pertumbuhan merbau dan tanpa adanya persaingan karena kurang melimpahnya biji, maka pada lokasi ini merbau tumbuh secara acak. Kondisi yang berbeda terjadi pada LOA berumur 11 tahun dan 15 tahun. Pada lokasi ini I. bijuga tumbuh membentuk pola sebaran seragam. Hal ini disebabkan kedua lokasi ini berada pada ketinggian tempat yang paling rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya sehingga unsur hara dari lokasi yang lebih tinggi berkumpul di tempat ini akibat terbawa aliran permukaan. Selain membawa unsur hara, biji merbau juga terbawa oleh aliran sungai menuju bagian hilir yang mengakibatkan biji merbau akan berkumpul pada area ini. Kandungan pasir yang tinggi ikut membantu dalam proses perkecambahan biji merbau. Perpaduan kondisi ini mendorong tingginya peluang biji merbau untuk berkecambah. Hal ini mengakibatkan timbulnya persaingan ruang dan makanan sehingga akan membentuk pola sebaran yang seragam. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Ludwig Reynold 1988 bahwa pola sebaran seragam timbul akibat interaksi negatif antar individu. Intsia palembanica menunjukkan pola sebaran yang berbeda dengan I. bijuga. I. palembanica tumbuh membentuk pola sebaran seragam pada semua kondisi hutan kecuali pada LOA berumur 11 tahun. Jenis ini sebenarnya lebih sering dijumpai pada ketinggian tempat di atas 1000 mdpl, sedangkan kelima lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat di bawah 300 mdpl. Sesuai dengan penyebaran biji merbau yang dibantu oleh aliran sungai, maka tentu saja biji I. palembanica akan berkumpul pada daerah-daerah yang lebih rendah. Banyaknya biji I. palembanica yang mampu berkecambah menyebabkan terjadinya persaingan antar jenis tersebut sehingga membentuk pola seragam. Pada LOA berumur 11 tahun I. palembanica membentuk pola sebaran yang berbeda yaitu mengelompok, padahal lokasi ini memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama dengan LOA 15 tahun. Kondisi ini diduga dipengaruhi oleh posisi LOA berumur 11 tahun yang berada di tepi hilir Sungai Mamberamo sehingga keberadaaan I. palembanica akan benar-benar mengelompok di tepi sungai tersebut. Pola sebaran merbau yang berbeda-beda pada masing-masing lokasi tersebut menunjukkan bahwa kehadiran merbau sangat bergantung terhadap kondisi tapaknya. Oleh karena itu untuk menjaga regenerasi merbau, kegiatan penebangan pada lokasi-lokasi yang lebih tinggi atau di hulu sungai terutama di sekitar lokasi penyebaran merbau sebaiknya dilakukan dengan perencanaan yang matang guna mencegah kerusakan tempat tumbuh merbau. Selain itu, regenerasi buatan jenis merbau di lokasi ini perlu dilakukan dengan lebih intensif guna menjaga keberadaannya.

5.3 Kesamaan Komunitas antara Berbagai Kondisi Hutan