Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit Metil Ester

Inti Biji : Tempurung Inti Kernel Minyak Inti Sawit PKO Bungkil Inti Sawit PKM 6 78 – 82 17 – 23 40 – 50 50 – 60 Berat buah matang segar Berat buah matang segar Berat biji Berat biji Berat inti Sebagai bahan penolong pada ekstraksi minyak adalah air, baik dalam bentuk cair maupun dalam bentuk uap. Air banyak dipakai dalam bentuk uap, proses pencucian dan bahan pengisi ketel uap. Uap panas dipakai pada proses perebusan, pemanasan dan sebagai sumber tenaga. Ketaren,S 1986

2.4 Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisika-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan rasa, kelarutan, titik cair, titik didih , titik pelunakan, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, dan titik nyala. Tabel 2.4.1 Nilai Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit Sifat Minyak kelapa sawit Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900 – 0,913 Indeks bias 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415 Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20 Bilangan Penyabunan 196 – 205 244 – 254 Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. Bau dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam- asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Universitas Sumatera Utara Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. Ketaren,S. 1986

2.5 Metil Ester

Metil ester merupakan ester asam lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi dari asam lemak dengan methanol. Pembuatan metil ester ada empat macam cara, yaitu pencampuran dan penggunaan langsung, mikroemulsi, pirolisis thermal cracking, dan transesterifikasi. Namun, yang sering digunakan untuk pembuatan metil ester adalah transesterifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida lemak atau minyak dengan methanol untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Metil ester dapat diperoleh dari hasil pengolahan bermacam-macam minyak nabati, misalnya di Malaysia diperoleh dari minyak kelapa sawit, dan di Indonesia diperoleh dari minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan minyak kedelai. Pada pengolahan minyak nabati di atas juga di hasilkan gliserol sebagai hasil sampingnya. Metil ester merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel, sedangkan gliserol dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai aplikasi industri seperti kosmetika, sabun, dan farmasi. Gliserol yang diperoleh sebagai hasil samping pengolahan minyak nabati ini bukanlah gliserol murni, melainkan gliserol mentah crude glycerol, biasanya memiliki kemurnian kira-kira 95. Minyak jelantah merupakan minyak nabati yang telah mengalami degradasi kimia dan mengandung akumulasi kontaminan-kontaminan di dalamnya. Minyak ini dapat didaur ulang menjadi metil ester dengan reaksi transesterifikasi, sehingga minyak jelantah yang sebelumnya merupakan limbah yang berbahaya jika langsung dibuang ke lingkungan dapat menjadi Universitas Sumatera Utara suatu produk yang mempunyai nilai ekonomis dan juga dapat mengurangi jumlah limbah minyak jelantah yang ada. Keuntungan penggunaan minyak jelantah dalam pembuatan metil ester adalah dapat direduksinya biaya operasional, karena harga minyak jelantah pasti lebih murah daripada minyak bersih atau minyak baru. Kekurangannya adalah komposisi asam lemak yang terkandung di dalam minyak dapat berubah akibat pemanasan dan terikat dengan bahan makanan yang digunakan pada proses penggorengan. Metil ester yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi dapat dimurnikan dan ditetapkan kadarnya. Ada tiga metode analisis untuk menetapkan kadar metil ester yaitu kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi lapis tipis. Ketaren, 1986

2.6 Pengaruh Kadar Asam Lemak Bebas